“Malam membelenggu bersama pelukan yang kian merekat, air mata sudah tak tertahankan dan terjun bebas dari kelopakku menuju pipi. Kepergian tentangnya menjadi mimpi buruk yang pernah ada di hati. Seolah rusak dan berkarat dengan pedih. Masih adakah cinta untuk luka yang ternganga? Masih adakah harapan untuk cerita agar terbuka?”
POV Risa Memupuk luka yang selama ini sudah terjerat cinta. Aku dan Jaemin adalah kisah pahit yang mungkin kalian tak sanggup untuk membacanya. Jaemin itu buta. Ketika aku menjelaskan tentang indahnya dunia. Dia memberiku tentang kata-kata yang selalu memotivasi. Jaemin pernah bilang. “Risa, mungkin kamu berpikir dunia itu jahat kepada kita. Tapi sebenarnya tidak, dunia hanya tidak mau kita merasakan hal kejam.” Aku mengerutkan kening dan menatap Jaemin heran. Jaemin masih setia dengan tatapan lurus. “Dunia tidak ingin aku melihat hal kejam.”
Aku memeluknya erat ketika dia mengatakan hal itu. Aku menangkup pipi Jaemin dengan kedua tanganku, mengusap air matanya dan berbisik di telinganya. “Kamu akan melihat dunia yang indah Jaemin. Kamu akan melihatku nanti. Aku akan menjadi orang pertama yang kau lihat.”
Perasaanku benar-benar terpukul melihat Jaemin yang terlihat menekuk mukannya. Dia terlarut dalam kesedihannya. Jaemin itu mengalami kebutaan sejak lahir, ibunya meninggal ketika melahirkannya dan ayahnya seorang pemabuk dan sering kasar kepadanya. Melihat kehidupan Jaemin saat ini, aku merasa benar-benar ingin menariknya dari lubang kepedihan itu. “Janji ya?” Jaemin membuat jari kelingkingnya itu terangkat dan aku langsung mengaitkannya dengan kelingkingku erat. “Janji. ”
Pagi ini kami datang untuk konsultasi tentang operasi mata yang akan dijalani oleh Jaemin. Aku mengenal dekat dengan dokter di rumah sakit ini. Nama dokter itu adalah Dokter Raffi. Dialah orang yang akan mengoperasi Jaemin. Iya, aku yang akan membiayai seluruh operasi yang Jaemin lakukan. Tapi, aku tidak memberitahunya, aku tau dia pasti akan menolaknya. “Risa, Tungguin aku disini ya. Aku takut untuk diperiksa.” wajah Jaemin kali ini seperti anak kecil yang takut mau disuntik. Sumpah imut banget. “Iya-iya aku tungguin kok, kamu ga usah takut. Dokternya baik kok, gak bakal disuntik,” godaku sambil terkekeh pelan. “Ih Risa, aku gak takut disuntik kok.” Jaemin menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil mengerucutkan bibirnya.
Kami pun masuk ke ruang periksa dokter, saat ini Jaemin sedang diperiksa oleh dokter Raffi. Sementara aku duduk di ruang tunggu dokter. Setelah selesai memeriksa Jaemin, dokter Raffi menghampiriku dan menatapku dengan tatapan agak serius. “Kamu yakin?” Mendengar perkataannya aku langsung bilang bahwa aku yakin. “Aku mau dia melihat dunia ini, meski mungkin nantinya dia akan terluka,” ucapku. Setelah perkataan itu, Jaemin muncul dari tirai kamar periksa itu dengan tongkatnya. Aku menuntunnya untuk duduk di sampingku. Kemudian dokter Raffi menjelaskan perihal operasi yang akan dilakukannya.
Operasi mata untuk Jaemin akan dilakukan lusa, setelah berkonsultasi dari rumah sakit, aku dan Jaemin pergi membeli es krim yang dijual di seberang rumah sakit. Jaemin memilih rasa coklat, sedangkan aku memilih rasa stroberi. “Enak?” tanyaku yang melihat Jaemin begitu puas menikmati es krimnya. Sehingga mulutnya belepotan oleh es krim. “Pelan-pelan. Jaemin,” kekehku sambil mengelap sudut bibirnya itu dengan tissue. Melihatnya begitu bahagia, aku cukup merasakan senang. Jaemin, meskipun kamu tidak bisa melihatku, tapi aku tahu hatimu tidak pernah bohong soal perasaanmu padaku. Rinai air menggantung di sudut mataku, kutepis cepat-cepat ketika Jaemin mulai meraba pipiku.
“Kamu kenapa menangis? Risaku gak boleh nangis ya. Nanti aku ikutan sedih.” Aku melihat mukanya begitu kesal dan langsung bersedekap dada. “Iya-iya, gak nangis kok. Cuman tadi kena asap motor jadi perih gitu.” Aku menahan tangisku dan langsung kuselipkan senyum di antaranya. “Jaemin, aku boleh minta sesuatu gak?” Jaemin masih setia memakan es krimnya itu, tapi dengan antusias dia langsung menyahut. “Aku minta kamu untuk selalu kuat ya, melihat dunia yang kejam ini.” “Dunia gak akan kejam lagi kok, kan aku punya kamu. Jadi nanti aku bisa lihatin kamu terus. Pagi, siang, malam. Pokoknya terus-terusan, gak akan bosen. Kamu cantik Risa.” Aku tersenyum ketika Jaemin mengatakan itu. “Ih kamu udah mulai gombal ya” godaku menoel lengannya dengan jari telunjukku. “Kalau aku gak cantik gimana?” “Risa, di dunia ini semua manusia itu sempurna. Jadi kamu sudah sempurna untukku,” kata Jaemin yang lagi-lagi membuat degup jantungku semakin kencang sehingga pipiku mem-blushing.
Hari ini adalah hari Jaemin akan melihat dunia secara keseluruhan. Aku mengantarkannya ke ruang operasi. “Risa, aku takut.” Aku mengenggam erat tangan Jaemin dan berusaha menguatkannya. “Jaemin, ga usah takut ya, ini adalah kesempatanmu untuk melihat dunia. Jadi, kamu gak perlu takut, yang terpenting sekarang adalah percaya diri dan selalu berdoa ya. Aku yakin Jaemin pasti bisa. Fighting!”
Jaemin pun masuk ke ruang operasi dan operasi berjalan sekitar 5 jam. Akhirnya semuanya berjalan lancar.
POV Jaemin Aku tersadar dan terbaring di kasur empuk ini dengan perban di kedua mataku. Aku sedikit menggerakkan tanganku dan pelan-pelan menggelengkan kepalaku. “Oh kamu sudah sadar, sebentar saya periksa dulu ya. Kamu istirahat dulu, besok kita akan buka perban kamu.” Aku masih menghiraukan ucapan dokter itu, sekarang aku mencari dimana Risa. Sampai saat ini aku tidak mendengar suaranya.
“Dokter, kalau boleh tahu dimana Risa yang mengantarku kesini?” tanya Jaemin. “Hmm, sebaiknya kamu pulihkan dulu keadaanmu, agar besok perban kamu sudah bisa dibuka.” Kali ini aku menurut perkataan dokter, tapi hatiku masih resah tentang dimana keberadaan Risa saat ini. Apa mungkin Risa akan memberiku kejutan? Aku mengulas senyum kecil ketika memikirkan itu. “Ah, tentu saja. Pasti dia akan menyiapkan es krim coklat.”
Dokter Raffi sudah siap untuk membuka perban yang ada di mataku ini. Aku pun sudah tidak sabar melihat wajah Risa dan mau memeluknya dengan erat. Sepanjang perban akan dibuka satu per-satu, aku selalu mengulas senyum. Hingga lilitan perban terakhir sudah lepas, tinggal dua kapas yang menutup mataku ini. Dokter sudah mengambil penutup kapas itu dari mataku. Aku masih memejam dan dokter menyuruhku untuk membuka kelopak mataku perlahan.
Sedikit demi sedikit kubuka mataku dan pandanganku samar-samar melihat langit-langit rumah sakit. Kemudian berubah menjadi sangat jelas. Namun, yang kulihat pertama kali bukan Risa, melainkan dokter yang sedang berdiri di depanku. “Dokter, dimana Risa? Aku mau bertemu dengannya,” ucapku. Dokter Raffi menunduk. “Risa meninggalkan ini untukmu,” sahut dokter Raffi memberikan sebuah amplop putih itu.
Jaemin dengan gemetar menerima amplop itu dan membukanya perlahan kemudian membacanya.
Untuk Na Jaemin, Kekasihku. Aku yakin sekarang ini kamu sudah bisa melihat dunia. Maafkan aku tidak bisa untuk mendampingimu, maafkan aku juga telah melanggar janji yang kita sepakati. Jaemin, aku yakin pasti kamu akan kuat, ini permintaan terakhirku untuk membuatmu bahagia. Meskipun dunia kejam denganmu, setidaknya itu semua bisa kau rubah dengan cara melihat dunia dalam sisi baiknya. Semua motivasi dan kata-katamu yang selalu kau lontarkan itu membuatku memiliki semangat hidup melawan penyakitku. Tapi, maaf aku tidak bisa bertahan untukmu.
Jaemin-ku, aku tidur dulu ya, sudah cukup waktuku untuk melihat dan menikmati hiruk pikuk dunia. Sekarang gantian kamu, aku serahkan kedua korneaku untukmu. Kamu cukup berarti bagiku, kini aku selalu hidup di hatimu dan di ragamu. Hanya ini yang bisa kuberikan kepadamu. Kamu dan aku adalah kisah yang tak sempurna untuk diceritakan. Jadi, simpan saja di palung hatimu ya. Hanya kita yang akan tahu.
Dari Risa
Aku menangis sejadi-jadinya, isakanku begitu keras hingga napasku tersengal. Aku berkali-kali memukul-mukuk lantai hingga tanganku memerah. Kupeluk rekat surat itu, tak sadar air mata menetes dengan lancarnya. Hancur sekali rasanya, badanku lemas dan tak mampu menopang tubuhku sendiri untuk berdiri. Aku kehilangan seseorang yang selama ini menemaniku, bahkan aku tak sempat melihat wajah cantiknya.
“Kenapa kau lakukan ini, Risa? Kenapa!? Hiks… hiks… hiks.” Sudah tak sanggup lagi aku menahan tangis. Malam yang terbalut legam semakin menjadi saksi akan air mata yang mulai mengering. Untuk kisah tak sempurna.
Cerpen Karangan: Eksan Syawaludin Ig: eksansyw Eksan Syawaludin, seorang mahasiswa dari Universitas PGRI Madiun dan hobi menulis puisi dan cerpen.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com