Awalnya aku tidak pernah menyangka akan tertular penyakit mengerikan seperti ini. Aku yang masih duduk di bangku SMA harus menelan pil pahit yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku dikabarkan positif terjangkit setelah melakukan perjalanan penelitian tugas akhir sekolahku. Padahal saat itu aku telah melakukan protokol kesehatan yang telah dianjurkan pemerintah. Aku telah menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, menjauhi kerumaunan dan menerapkan gaya hidup sehat lainnya.
Keputusan pihak medis membawaku untuk isolasi mandiri di Rumah Sakit rujukan ini, membuatku harus terpisah jauh dari sanak keluarga. Tidak ada yang menjengukku sepekan terakhir ini. Mereka hanya mengirimi aku pesan singkat lewat WhatsApp. Beruntung aku memiliki seorang teman disini, yah sesama penderita. Bahkan dia telah lebih dulu terjangkit penyakit menyeramkan ini.
Namanya Dias Anggara, seumuran denganku. Dias banyak cerita tentang pengalaman sekolahnya padaku. Sebelumnya aku merasa risih saat Dias terus-terusan mengajakku mengobrol, namun semakin kesini aku menjadi paham bahwa Dias membutuhkan seseorang untuk mendengarkan ceritanya. Pembatas kamar isolasi kami hanya menggunakan kaca besar seperti aquarium dengan tambahan sehalai kain yang berfungsi sebagai gorden.
Aktivitas kami disini bisa dibilang membosankan, olah raga ringan dan berjemur di balkon kamar isolasi sudah menjadi rutinitasku saat ini. Bosan! itu yang sering aku lontarkan kepada pihak medis, namun lagi-lagi Dias selalu membangkitkan semangat sembuhku. Satu fakta yang baru aku ketahui dari Dias ternyata covid-19 bukanlah satu-satunya penyakit yang sedang dia idap, Dias juga mengalami komplikasi hati dan paru-paru.
“Kamu harusnya lebih semangat untuk sembuh. Kemungkinan kamu sembuh juga begitu besar yah bisa dibilang 99,9% beda sama aku.” Saat itu aku dan Dias sedang berjemur di balkon masing-masing. “Kamu juga bisa sembuh Dias, aku yakin kita bisa melewati ini. Aku ingin saat nanti aku keluar dari kamar isolasi ini orang yang pertama jalan denganku itu kamu!” Ucapku memotivasi diri sendiri. “Haha ternyata kamu ganjen yah” tawanya sangat renyah. “Bukan ganjen, selama ini kita kan kaya gini, ngobrol aja harus sedikit berteriak.” Dias melihatku lekat, raut wajahnya sedikit berubah beda dari sebelumnya.
“Kamu harus sembuh Viona, aku ingin melihat kamu keluar dari ruangan itu!” Senyum tipis menemani ucapanya. “Kamu juga! Sekali lagi aku tegaskan aku tidak ingin sembuh sendiri Dias!” Wajah Dias masih murung.
“Kamu tahu kenapa keluarga aku gak pernah jenguk, bahkan hanya sekedar memberikan pesan seperti keluargamu?” Kini Dias terlihat sangat serius. “Kenapa?” Jawabku. “Itu karena penyakit yang aku alami bukan hanya Si Covid. Aku juga memiliki komplikasi pada hati dan paru-paru, jadi mereka sudah tidak ingin merawatku lagi. Yah bisa dibilang mereka menyerahkan kematianku disini.” Matanya yang sayu mengeluarkan cairan yang sebelumnya belum pernah aku lihat di wajahnya yang ceria. “Omong kosong Dias, kita akan sembuh. Aku kamu kita pasti sembuh, selama ini kamu yang memotivasi aku untuk sembuh masa sekarang kamu gak termotivasi sih sama aku!” Aku memanyunkan bibirku sambil bergerutu. Aku pura-pura merajuk dengan harapan Dias bisa kembali semangat. “Hahah kamu lucu vio, wajahmu seperti anak TK” tawa Dias sedikit membuatku tenang, walaupun aku belum pernah melihat Dias secara gamblang dan baru mengenalnya 14 hari terakhir ini, dan Dias telah berhasil membuatku menyimpan perasaan lebih padanya.
“Tapi Vio sepertinya jika aku sembuh pun aku harus pulang kemana?” Tanyanya sepontan. “Kita ngontrak aja Dias, hahaha!” Jawabku tanpa basa-basi. “Kita? Aku dan kamu? Vio kamu masih sekolah aku gak mau tinggal seatap sama anak orang!” Wajahnya seperti orang bingung, aku tidak kuat menahan tawaku. “Tahun ini aku lulus, jadi kamu bisa nikahin aku Dias!” Dengan sedikit bercanda aku telah berhasil menggoda Dias yang masih nampak bengong.
Hari-hari selanjutnya aku semakin semangat melakukan aktivitasku di sini, semua rutinitas yang aku dan Dias lakukan berhasil menambah semangatku. Pihak medis bilang progres perkembangan aku dan Dias berangsur membaik. Bahkan Dias dinyatakan hampir sembuh dari komplikasinya.
“Dias aku gak sabar, besok kita akan melakukan swab lanjutan untuk memastikan apakah kita sembuh atau belum” aku sangat antusias di hadapan kaca besar yang memisahkan kita. “Iya Vio aku gak sabar nunggu besok” Dias yang sama girangnya denganku mengajakku menari di dalam aquarium besar ini. Perawat yang memantau perkembanganku dengan Dias tersenyum lebar lengkap dengan APDnya. Sungguh kebahagiaanku saat ini tidak bisa aku ungkapkan lewat kata-kata.
“Aku ingin mengirim pesan lewat WhatsApp padamu vio, tapi besok!” Di balkon yang bersebrangan aku mengobrol tanpa adanya rasa bosan. Dias yang terlihat sangat antusias untuk besok menceritakan rencana-rencananya. “Kenapa tidak bicara langsung Dias?” Tanyaku penasaran. Dias hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Besok Vio!” Teriaknya sekali lagi.
Hari yang aku dan Dias tunggu telah tiba, aku yang dipanggil terlebih dahulu untuk melakukan pemeriksaan itu melambaikan tanganku ke arah Dias yang berdiri penuh seri. Pemeriksaannya sama seperti awal aku masuk ruangan ini, tapi agak sedikit beda dari biasanya. Mungkin agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Aku menunggu hasil dengan jantung yang tidak karuan, perlahan tapi pasti hasilnya akan segera keluar. Setiap aku mengingat rencana yang telah Dias siapkan untuk kita aku jadi semakin tidak sabar menantinya.
Sujud syukur aku bersimpuh, aku telah dinyatakan NEGATIF Covid-19 setelah melakukan pensterilan aku bergegas menemui Dias yang mungkin juga telah melakukan pemeriksaan lanjutan itu. Mataku terbelalak, melihat kamar Dias yang dipenuhi tenaga medis, aku celingukan dari kamarku untuk mencari Dias. “Dok, Dias mana?” Tanyaku saat dokter yang memantau kami berjalan ke arahku. “Dias telah dinyatakan Negatif Covid Vi!” Pernyataan dokter membuatku sangat senang akhirnya aku dan Dias mampu bersaing dengan Covid-19 ini. “Sekarang Dias dimana dok?” Tanyaku antusias. “Tapi kami tidak dapat menyelamatkan Dias, Viona” hah? Apa sepertinya aku salah dengar. “Maksudnya dok?” Dokter Santi menatapku sambil menagis “Dias sembuh dari Covidnya namun Dias tidak mempu menahan sesaknya.” Sambil menangis dokter menjelaskan semuanya padaku. Aku tidak mampu lagi menahan air mataku, bukankah hari ini adalah hari yang kita tunggu tapi kenapa Dias meninggalkanku lebih cepat.
Dokter bilang, Dias diam-diam menggambil pemeriksaan malam hari saat aku tertidur. Dan hasilnya dia telah sembuh, saat Dias menungguku selesai dengan pemeriksaanku Dias tiba-tiba mengalami sesak yang sangat parah, dan pihak medis baru menyadari keadaan Dias setelah Dias terjatuh dari kursinya.
Aku masih berdiri menatap jasad Dias yang terlentang di ranjang rumah sakit itu. Pihak rumah sakit ingin memakamkan jasad Dias sesuai protokol kesehatan alias dibungkus tanpa dimandikan. Namun aku menolak, demi apapun jika Dias memang telah sembuh aku ingin pemakamannya seperti pemakaman pada umumnya.
Keluarga Dias tidak kunjung datang sepertinya apa yang dikatakan Dias beberapa hari lalu ada benarnya keluarganya tidak lagi peduli bahkan pada jasadnya sendiri. Aku membawa jasad Dias ke kediaman orangtuaku tentunya dengan bantuan pihak medis yang menjamin kesterilan pemakaman.
Setelah air mata kurasa kering, aku merogoh ponsel yang aku lupakan seharian ini, aku mendapatkan beberapa pesan dari Dias. Yang aku lihat pesannya samapai 2 jam sebelum Dias meninggal.
Dias Anggara [23/5/2020]: “Vio malam tadi aku lebih dulu melakukan pemeriksaan, aku sengaja melakukannya malam-malam agar aku tahu apakah Covid ini telah pergi atau tidak. Aku senang sekali ternyata aku telah Negatif semoga kamu juga Negatif yah vio. Ahaha sory jadi alay gini” [23/5/2020]: “Vio sepertinya tawaranmu untuk ngekost bareng bakal aku lakukan deh. Hahaha canda, nanti deh aku cari dulu duit buat halalin kamu. Kamu juga masih belum dapat surat kelulusan. Buruan keluar dong dari labnya lama banget 🙁 ”
Lagi-lagi aku tidak bisa menahan air mata ini, ada banyak pesan darinya yang belum sempat aku baca, karena aku tidak membawa hp ke ruangan pemeriksaan tadi pagi.
[23/5/2020]: “Vio dada aku sesak, rasanya sama seperti saat aku belum mengenalmu. Haha pasti kamu marah karena aku gambalin. Tapi vio ini beneran, kamu kenapa lama banget sih 🙁 ” [23/5/2020]: “Viona maaf yah, kali ini rasanya sangat beda sesak yang aku rasakan sangat berbeda. Mungkin ini akhir takdirku, maaf aku gak bisa realisasikan rencana kita. Maaf sepertinya aku tidak bisa berjalan keluar dari ruangan ini denganmu. Tetap jadi Viona yang ceria yah, tolong motivasi semua penderita seperti aku. Bantu mereka untuk mendapatkan kesempatan hidup, sama seperti yang kamu lakukan padaku. Viona mungkin ini pesan terakhir yang akan aku kirim ke WhatsApp mu, aku melihat ponselmu di sebelah buku kesukaanmu. Padahal dari tadi aku nunggu jawabanmu, ah menyebalkan. Vio sekarang aku hanya akan menikmati sesak yang luar biasa hebat ini. Jika aku selamat aku akan mengabulkan janji janiku, namun jika tidak tolong kenangan aku selamanya Viona Anjani??.”
Tangisku semakin menjadi saat membaca pesan terakhirnya. Dias menggambarkan keadaannya saat itu, sesak yang semakin menjadi dan memberikan penderitaan Dias yang malang. Hari ini adalah hari diamana aku dinyatakan sembuh dari sakitku, namun bersamaan dengan Si Covid yang hilang pada diri ini aku juga harus kehilangan orang yang aku kasihi. Dias Anggara terimakasih atas waktunya sebulan terakhir ini.
Selesai…
Guys minta doanya buat Dias semoga Dias ditempatkan di tempat terbaik di sisi yang maha kuasa. Aamiin
Cerpen Karangan: Indri Handayani Blog / Facebook: Indri Handayani II Binorasi Gadis yang belum puas bermimpi kini, mencoba untuk terus mewujudkan mimpinya itu. Dia lahir di Bandung 28 Desember 2001 salah satu siswi lulusan Corona ini harus menggigit jari karena tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Mari berteman dengannya di ig:@yeaaindrii_28, atau melalui fb: Indri Handayani II. Email juga boleh indrihandayani235[-at-]gmail.com. hehe mari berteman.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com