“Kadang kita harus sadar, perpisahan akan selalu ada. Tetapi, dengan memeberikan kenangan indah kehadiran akan selalu ada walau telah tiada.”
—
“Kamu pulang kapan, Nak? mamah udah kangen banget, kamu jadi kan merayakan ulang tahun kamu di rumah?” seorang perempuan paruh baya menelepon dengan seseorang yang berada di Kota Leiden, Belanda. “…..” “Benar ya, harusnya kan mamah yang kasih kejutan buat kamu, kok malah sebaliknya,” ucapnya dengan tertawa kecil “….” “Yaudah hati-hati di sana.” Langsung memutuskan teleponnya.
Ia adalah ibunya Naomi Agatha, Diana. Papahnya Naomi sudah meninggal sejak Naomi SMP. Dan sekarang Diana mempunyai bisnis café. Naomi kuliah di salah satu Universitas di Kota Leiden, Belanda. Jurusan Kedokteran dengan beasiswa yang ia dapatkan. Ini adalah liburan terakhir sebelum Naomi wisuda.
Keesokan harinya saat Diana sedang mempersiapkan kejutan ulang tahun untuk anak tersayangnya. Tiba-tiba Diana mendapat telepon bahwa anaknya kecelakaan mobil. Dengan hati gundah Diana segera ke rumah sakit.
Di sepanjang jalan Diana khawatir, cemas, takut dan tak henti-hentinya berdoa agar anak kesayangannya selamat.
Air mata Diana terus membasahi pipinya sampai di lorong rumah sakit Diana berlari menuju ruang ICU. Segera buka pintu ruang ICU ia melihat seorang gadis dengan kepalanya dibalut perban, lecet di bagian tangan dan kakinya digips sedang menangis meraung-raung melihat seorang pemuda yang terbaring menutup matanya di ranjang tidur rumah sakit dengan wajah pucat.
“Sayang bangun sayang, bangun.” Naomi terus menggoyang-goyangkan tubuh Michael tidak peduli dengan luka yang dialaminya, air matanya terus menetes di wajah Michael. “Kejutan kamu nggak lucu sayang, ayo bangun kita ngerayain ulang tahun aku bersama mamah, buka mata kamu.” Naomi memeluk tubuh kaku Michael. “Naomi sayang.” Sapaan lembut sumbang dari Diana. Naomi menengok ke belakang mendengar suara yang ia kenal dan sangat ia rindukan dan langsung memeluk Diana.
“Mamah.” Diana membelai lembut rambut Naomi saat Naomi menumpahkan air mata kesedihan di dalam pelukan hangatnya. “Michael mah, dia nggak bangun, ini kan hari ulang tahun Nao.” Naomi berbicara sesegukan masih terus memeluk Diana. “Sabar sayang, ini sudah takdir, kamu harus ikhlas menghadapinya.” Diana mencoba menenangkan anaknya yang tak henti-hentinya menangis.
Duka mendalam bagi Naomi, pemuda Belanda yang membuat Naomi jatuh hati setahun belakangan ini. Naomi sengaja membawanya ke kota asal Naomi dilahirkan, Jakarta untuk bertemu dengan Diana.
Tetapi takdir berkata lain. Mereka berdua kecelakaan mobil dari bandara menuju rumah Naomi. Taxi yang mereka tumpangi menabrak truk kapas, saat persimpangan jalan. Michael meninggal di tempat dan Naomi luka-luka di kepala, tangan dan kakinya. Besok Michael dibawa ke kota asalnya Leiden, Belanda.
Naomi sekarang berada di ruang rawat untuk memulihkan keadaannya, tertidur pulas ditemani Diana. Beberapa jam kemudian Naomi bangun dan menangis masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi.
Diana bertanya, “dia siapa, Nak?” Naomi mencoba untuk duduk di ranjang rumah sakit. “Dia yang mau aku kenalin ke mamah, dia Michael. Satu jurusan denganku.” Diana menggenggam tangan putri kesayangannya. “Ini kejutan yang kamu bilang di telepon, dengan mendatangi Michael ke sini?” Naomi mengangguk “Ada satu lagi.” “Apa itu?” “Setelah lulus, Nao dapat beasiswa lanjutin S2 disana.” Diana tersenyum, “setiap kejadian pasti ada hikmahnya, dalam keadaan suka ataupun duka kita harus kuat menghadapinya agar bisa melanjutkan hidup lebih baik lagi.” Diana membelai lembut rambut putrinya.
Keesokan harinya jenazah Michael dibawa ke Belanda untuk dikuburkan sesuai dengan tradisi keluarganya di sana, Diana ikut bersama Naomi. Naomi sudah membaik keadaannya walau harus memakai kruk untuk berjalan. Sampai di rumah Michael suasana duka menyelimuti. Naomi memeluk Ibunya Michael.
Dan akhirnya jenazah Michael dikuburkan, teman-teman Michael dan Naomi ikut memakamkannya.
“Naomi.” Salah satu teman Naomi bernama Lidya yang berasal dari negara sama hanya saja kota mereka berbeda, Lidya memeluk Naomi. “Turut berduka cita, yang kuat Nao.” Naomi hanya menganggukan.
Lidya bersama Naomi langsung menyaksikan penguburan Michael “Ini kejutan yang kamu mau berikan kepadaku, sayang,” Naomi memegang batu nisan. “Ini bukan kejutan yang aku harapkan.” Batin Naomi. Air mata Naomi kembali berlinang dan langsung menitihkan air mata.
“Naomi, ayo pulang,” Ajak ibunya Michael. “Kasian Michaelnya, dia pasti sedih lihat orang yang dicintainya menangis tanpa henti.” Naomi langsung memeluk ibunya Michael dan ibunya Michael hanya mengelus lembut rambut Naomi.
Saat Naomi keadaannya sudah membaik ia sudah bisa berjalan normal, Diana pulang ke kota asalnya tetapi tidak bersama Naomi, karena Naomi harus melanjutkan kuliah untuk menyelesaikan tugas akhirnya.
Hari-hari tanpa Michael, Naomi lebih sering mengurung diri dan sering melamun. “Hei.” Sapaan hangat Lidya saat menemukan Naomi sedang duduk sendiri di taman kampus, Naomi hanya melihat sekilas dan mendongakkan lagi kepalanya keatas melihat langit berawan. Lidya ikut mendongakkan kepalanya. “Aku tahu kok perasaan kamu sekarang, kadang melupakan seseorang sangat sulit apalagi orang yang sangat kita cintai,” Naomi mulai melihat Lidya yang berada disampingnya menunggu kelanjutan jawaban darinya. “Tapi, kadang mengikhlaskan masa lalu adalah solusi terbaik dalam melanjutkan hidup agar tidak jadi beban untuk melangkah kedepannya.” Ucap Lidya. Lidya melengkungkan garis tipis di bibirnya, kata-kata Lidya membuat Naomi melakukan hal yang sama.
“Nah gitu dong, kan cantik.” Lidya menampakan deretan rapi giginya. Naomi memeluk Lidya. “Terimakasih Lid.” Semakin erat memeluk Lidya. “Iya, Naomi.” Lidya mengusap lembut punggung Naomi. “Bukankah kita sahabat?” Melepaskan pelukannya dan mengangkat jari kelingkingnya. “Sahabat.” Naomi mengaitkan jari kelingkingnya ke kelingking Lidya.
End.
Cerpen Karangan: Fitri Dwiyanti Blog / Facebook: Fitri Dwiyanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com