Ditengah arena berlatih terlihat seorang gadis dengan rambut terikat tengah mengayunkan pedangnya. Ia terlihat anggun dan kuat disaat yang bersamaan. Gadis itu adalah Navier Carlison, putri dari Marquess Roan Carlison. Gadis 16 tahun yang menjadi menantu idaman para bangsawan karena etikanya yang sempurna. tapi harapan para bangsawan itu harus pupus sejak Navier memilih pergi ke akademi ksatria daripada menjadi lady debutan 4 tahun silam.
Dikejauhan terlihat dua orang lelaki yang sejak tadi mengamati Navier. Kedua orang itu adalah Regan Carlison, saudara kembar Navier dan juga Derich De Eclipsion, sang putra mahkota. “Kekasihku luar biasa.” Kata Derich “Kekasih heh? Aku belum merestui kalian tahu.” Regan menatap bengis sahabatnya itu. “Yah kami tidak butuh restumu.” Kata Derich sembari berlalu untuk mendekati Navier. Regan memutar bola matanya, malas meladeni seorang putra mahkota yang sedang jatuh cinta.
Saat Derich berlari menuruni tangga ia berpapasan dengan Navier. Tatapan mereka terkunci sejenak hingga Derich mulai mendekat kearah Navier. “berlatih denganku hari ini?” bisik Derich tepat di telinga Navier hingga membuat gadis sedingin es itu merona. “aku baru saja selesai” Derich terlihat kecewa mendengar jawaban Navier. Tidak mau kekasihnya bersedih, Navier membisikan sesuatu di telinga Derich yang membuat lelaki itu melebarkan senyumnya kemudian Navier pergi begitu saja. “Tidak boleh ingkar janji, jam 8 malam di lapangan barat ya?!” Teriakan Derich masih bisa didengar oleh Navier hingga membuat gadis itu terkekeh.
Tepat pukul 8 malam Derich sudah setia menunggu kekasihnya di tempat yang dibisikkan Navier tadi. Tapi sudah 15 menit berlalu gadis pujaan hatinya itu tak kunjung muncul, Derich mulai kecewa dan mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga.
Lama kelamaan ia menjadi kesal memikirkan Navier yang melupakan janjinya, hingga seseorang menepuk bahunya membuat Derich langsung berbalik dan mengarahkan pedangnya pada leher orang tersebut. “woah, ini aku. Maaf terlambat.” Kata Navier sambil memamerkan gigi putihnya. Tak sembarangan orang bisa melihat wajah cerianya itu. “kukira kau tidak akan datang.” “seorang Carlison tidak pernah menarik kata-katanya, Yang Mulia Putra Mahkota.” “aku merasa kesal jika kau yang mengatakannya.”
Tanpa basa-basi lagi mereka mulai beradu pedang. Derich menggunakan keterampilan berpedangnya, ia tahu bahwa kekasihnya ini bukan seorang amatir.
Pertandingan mereka semakin memanas, Navier sudah mengarahkan pedangnya pada Derich tetapi lelaki itu memutar tangan Navier kemudian membalikan tubuh gadis itu hingga membelakanginya. “kau kalah lagi Navier.” Navier membuang pedangnya dengan kesal, dari semua pertandingannya dengan Derich ia tidak pernah menang.
Derich tidak melepaskan cekalannya pada Navier, ia justru membuang pedangnya dan memeluk gadis itu dari belakang. Navier sedikit terkejut saat dagu Derich menyandar di bahunya. “aku merindukanmu Navier.” “aku merindukanmu juga.”
Navier mulai merilekskan dirinya dan bersandar di dada Derich. Mereka memang tidak bertemu satu bulan ini karena Derich memiliki tugas di istana. Mereka terdiam cukup lama, menikmati pelukan yang saling menghangatkan itu. “bulan depan kita sudah lulus dari akademi, kuharap kau mau menerima lamaranku kapanpun itu.” “kau mau kan menikah denganku?” lanjut Derich. Navier terdiam cukup lama hingga sebuah gumaman keluar dari mulutnya.
Empat tahun berlalu sejak lamaran tak langsung Derich pada Navier. Kini mereka berdua saling berhadapan di sebuah ruangan serba putih yang telah dihiasi oleh mawar-mawar merah. Ya, mereka berada di kamar pengantin. Navier menatap pria dengan pakaian formal kerajaan berwarna putih dengan berbagai macam aksesorisnya, pria itu adalah Derich.
Hening diantara mereka digantikan oleh suara benda-benda berjatuhan. Derich membuang segala macam benda yang ada di meja rias, merusak semua dekorasi kamar yang sangat indah itu di hadapan Navier. “apa ini imbalan dari semua perjuanganku Navier?!” “ini yang kau inginkan hah?!!!” Navier hanya berdiam dengan wajah datarnya sambil melihat Derich yang sedang kalap.
Derich berjalan mendekat kearah Navier lalu melempar sebuah vas bunga hingga hamoir mengenai kaki Navier, tapi gadis itu tetap diam bahkan tak berkedip. “sekarang aku tahu alasanmu tidak menjawab lamaranku malam itu Navier.” “kau tidak mencintaiku, kau menyakitiku.” Navier tercekat mendengar kalimat putus asa Derich. “baiklah, kalau ini maumu maka kau akan melihatku menjadi gila Navier.” Derich meninggalkan ruangan itu sambil membanting pintu.
Air mata yang sudah Navier tahan sejak tadi akhirnya luruh juga bersama tubuhnya yang kini terduduk di lantai. Ia bahkan tak peduli jika pecahan kaca itu melukai tubuhnya. Ditengah tangisnya, Navier mengingat sebesar apa Derich memperjuangkannya.
Empat tahun lalu sejak Navier dinobatkan menjadi pasukan ksatria kerajaan. Lalu dua tahun kemudian ia menjadi ksatria bayangan putra mahkota yang tidak lain adalah Derich. Kemudian disaat yang sama dengan pelantikannya, Raja mengumumkan pertunangan Derich dengan putri Duke Berrier bernama Vionnet. Dua tahun yang lalu saat Derich melamarnya ia tahu bahwa seorang putra mahkota tidak bisa memilih orang yang akan mendampinginya. Derich marah besar saat itu, walau seorang ayahpun Raja tetaplah Raja. Seorang puta mahkota tidak bisa melawan titah Raja. Namun selama dua tahun itu Derich selalu mempertahankan Navier dan mengabaikan tunangannya. Hingga Navier mendapat panggilan dari permaisuri, bukan mengeluarkan titah seperti layaknya penguasa, permaisuri saat itu memohon kepada Navier sebagai seorang ibu. “tolong lepaskan putraku, Dame Navier.” Permohonan dari seorang ibu adalah hal yang tidak bisa dilawan lagi oleh Navier. Dia tidak bisa merebut seorang putra tanpa seizin ibunya. Sejak saat itulah Navier mulai menjauhi Derich.
Ditengah tangisannya, Navier melihat sebuah bayangan hitam melintas di jendela kamar pengantin. Tidak hanya satu, tapi beberapa. Gadis yang kini berstatus sebagai ksatria khusus putra mahkota itu langsung menghapus air matanya dan berlari menuju aula dilaksanakannya pernikahan sang puta mahkota. Tepat sebelum Derich selesai mengucapkan janji pernikahannya, Navier membuka pintu aula dengan tergesa hingga semua orang mengalihkan pandangan padanya. Derich tersenyum tulus saat Navier berlari ke arahnya, tapi senyuman itu lenyap begitu saja saat ia mendengar teriakan Navier.
“Lindungi anggota keluarga kerajaan!!” Saat itulah para pemberontak menyerang dan para bangsawan berlarian menyelamatkan diri. Navier memimpin pasukan khusus untuk melindungi keluarga kerajaan, ia sempat melirik sekilas pada Derich sebelum menuju ke tengah aula.
“Tidak Navier-” sebuah tangan menahan kepergian Derich, dibelakangnya permaisuri menggeleng tegas pada Derich. Kekhawatiran tercetak jelas saat ia digiring ke tempat rahasia dan menjauh dari Navier. Sedangkan Navier berusaha merobohkan para pemberontak, hingga teriakan seorang lady mengalihkan pandangannya. “sial, bagaimana dia bisa ada di sana.” Navier melihat Vionnet, calon putri mahkota tengah bersimpuh di ujung altar dengan kakinya yang terluka.
Tanpa pikir panjang sebagai pemimpin pasukan, Navier bergerak cepat menyelamatkan Vionnet dari tebasan pedang. Ia menahan pedang itu dengan pedangnya, kemudian terjadilah pertarungan antara Navier dengan beberapa pemberontak sambil melindungi Vionnet. Saat ia sudah berhasil mengalahkan pemberontak, Navier berusaha membantu Vionnet berdiri dan berjalan menuju keluarga kerajaan. Hal itu bersamaan dengan pasukan kerajaan yang sudah berhasil mengalahkan pemberontak.
“NAVIER!!” Tetapi secara tiba-tiba Navier merasa sekelilingnya hening, ia hanya mendengar suara teriakan Derich yang berusaha berlari kearahnya. Navier menatap kebawah, tepat dimana tangan Vionnet yang bergetar menancapkan sebuah belati di perutnya. Jika hanya belati biasa Navier bisa menanganinya, tapi di bilah belati itu terdapat racun. Para pasukan kerajaan langsung mengamankan Vionnet. Saat itulah Navier mulai limbung, wajahnya mulai pucat dengan darah yang terus mengalir. Regan terduduk di tempat, sedangkan Roan berjalan lambat menuju putrinya yang sekarat. Derich yang berlari kearah Navier sambil merebut pedang milik salah satu ksatria langsung menyerang Vionnet hingga tewas.
“Tidak Navier, kumohon bertahanlah.” Derich berhasil memeluk tubuh Navier sambil menekan pendarahannya. Air mataya luruh tanpa bisa dibendung. Tetapi sebuah anak panah beracun melucur begitu saja tepat mengenai bahu kanan Derich. Permaisuri langsung berteriak histeris melihat putranya terpanah. Para pasukan khusus langsung bergegas meringkus Duke Berrier selaku dalang pemberontakan. Mereka juga langsung mendekati sang putra mahkota dan kekasihnya yang mulai melemah. Keduanya terjatuh di lantai saat Derich sudah tidak bisa menahan tubuh mereka berdua.
“De-Der..” “berhenti bicara Navier, aku tidak apa-apa” kata Derich lirih sambil menahan sakit di bahunya. “kau tahu Derich, aku mencintaimu.” Kata Navier lirih dan terbata-bata, tapi Derich masih bisa mendengarnya. Ia mengangguk dan air mata kembali mengalir saat ia tak merasakan lagi nafas Navier. Permaisuri memohon sambil menangis pada Derich saat pria itu tidak mau melepas pelukannya. “biarkan aku bersama Navier, ibu.” Kalimat lirih itulah yang terakhir kali mereka dengar dari sang putra mahkota sebelum ia benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya.
Seluruh kerajaan berduka karena pemberontakan ini. Dua orang luar biasa tewas dengan cerita cinta yang tragis. Raja dan Permaisuri menyesal telah memisahkan dua insan manusia yang saling mencintai hingga menuai akhir yang dramatis. Hingga sejak saat itulah sistem perjodohan dalam kerajaan Eclipsion dihapuskan. Biarlah kisah cinta Navier dan Derich menjadi pengingat bagi para orang tua di dunia.
Cerpen Karangan: Kartika Putri Fadila Facebook: Kartika Putri Fadilla
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com