Sikap Aska yang sekarang malah membuatku mengernyitkan dahi. Dia tak lagi memamerkan seringai jahilnya saat menatapku. Malah kalau bertemu, dia tak pernah sedikitpun melirikku.
Seperti saat ini misalnya. Dia sedang duduk di meja makan sambil bermain ponsel saat aku mengambil minum di kulkas. Alisku menyatu heran, dia tenang sekali seperti patung. Setidaknya dia harus melirikku saat aku datang tadi, karena kulkas ini, kan tepat di sebelah meja makan. Berhubung penasaran, aku berjalan mendekat dan mendudukkan diri di sebelahnya. Kalian tahu apa yang terjadi? Dia menggeser kursinya menjauh lalu membuang muka tanpa melirik sedikitpun. Hei! Apa aku sejelek itu sampai melirikpun tak sudi?!
“Apa-apaan, nih?! Kamu kenapa, sih?!”
Dia diam dan tetap sibuk dengan ponselnya. Aku menggeram kesal lalu menarik ponsel itu dan menyembunyikannya di belakang tubuhku. Dia melotot lalu berujar pelan. “Balikin.” Aku menghela nafas pelan, “jawab dulu kamu kenapa?” dia mengernyit. “Aku kenapa?” heleh, ditanya malah balik tanya. “Kamu aneh! Tumben amat gak ngajak ribut lagi?”
Tapi dia diam seperti sebelumnya. Aku malah makin penasaran. Ada apa sebenarnya? Oh, atau jangan-jangan…, “kamu lagi suka sama anak orang, ya?” tebakku cepat. Dan kalian tahu bagaimana reaksinya? Dia tetap diam. Tapi sungguh, aku melihat pipinya merona tadi. Astaga! Seperti anak remaja saja. Aku terkikik dan jadi gemas sendiri, dengan telunjuk aku menoel-noel pipinya yang sedikit bersemu itu. “Sama siapa, sih? Kasih tau dong…,”
Bukannya jawaban yang kudapat, dia malah menepis telunjukku lalu berjalan pergi. Hei, padahal ponselnya masih ada padaku, apa dia lupa? Yasudah biarkan saja, nanti juga diambil sendiri. Tidak mungkin dia bisa hidup sehari tanpa ponsel.
Tapi ternyata, semalaman dia anteng saja tanpa meminta ponselnya kembali. Heran, aku juga tidak berusaha membuka ponsel Aska, toh, ponselnya dikunci. Mungkin dia biasa-biasa saja karena tahu kalau aku tidak akan bisa menjajah isi ponselnya.
Eh tapi, memangnya dia tidak butuh ponselnya untuk bekerja? Apa dia punya dua ponsel? Yah, mungkin punya dua.
—
Hari libur begini tak banyak yang bisa kukerjakan. Bersih-bersih rumah sudah, membantu bulik memasak juga sudah, mandi juga sudah. Tadinya aku ingin menyusul bulik ke butik, tapi urung karena kulihat Aska duduk melamun di depan televisi. Memang sih, matanya menatap ke arah televisi—tapi sepertinya—pikirannya yang menjelajah pergi. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari menghampiri dan mendudukkan diri tepat di sebelahnya. Sepertinya itu membuat Aska terkejut, karena dia langsung menatap heran lalu memalingkan wajahnya dengan cepat. “Ei, Aska! Ngelamunin apa, sih?”
Sama seperti yang sudah-sudah. Dia diam tak bergeming, bahkan melirikku saja tidak. Karena gemas, kuraih kepalanya menghadapku lalu tersenyum manis. Mungkin saja dia bukan sedang jatuh cinta seperti tebakkanku, bisa saja malah patah hati karena kekasihnya selingkuh mungkin, atau malah ditinggal nikah? Kasihan sekali memang nasibnya.
Dia menatapku lekat dengan sedikit keterkejutan di bola matanya. Mungkin dia berpikir aku kurang ajar sekali karena sudah berani menyentuhnya begini. Tapi kalau memang dia tidak menyukai ini, harusnya dia menepis tanganku seperti waktu itu. Ini tidak, dia malah menatap lekat wajahku.
Namanya juga wanita, ditatap lekat oleh seorang lelaki tentu saja membuat jantungku berdebar. Entah kalau Aska, tidak mungkin dia merasakan debaran yang sama denganku. Sejak kecil, kami sudah mengibarkan bendera permusuhan. Tapi demi apapun, saat ini aku bisa merasakan pipinya menghangat di bawah telapak tanganku. Dengan kernyitan kecil di dahi, kuberanikan untuk menatapnya lekat, dan… Oh My God! Pipinya bersemu saudara-saudara! Gila! Ada ya, lelaki model begini? Setahuku biasanya wanita yang akan bersemu, ini malah terbalik.
“Ka? Kenapa pipinya merah?” sambil terkikik pelan, ibu jariku mengelus lembut pipinya yang bersemu. Tapi bukannya memudar, rona itu justru semakin pekat. “Kamu…, beneran lagi naksir seseorang, ya?” iseng aku menggodanya.
Hening lama sekali. Kukira Aska akan menghempaskan tanganku lalu berjalan pergi seperti waktu itu. Nyatanya tidak. Dia justru menangkup jemariku yang masih bertengger di pipinya dan mengusapnya pelan persis seperti yang kulakukan tadi. Kuangkat kepala dan menatapnya bingung, tapi ternyata dia juga sedang menatapku lekat seperti tadi. Kali ini seulas senyum terpatri di bibirnya. Bukan seringai jahil andalannya, tapi senyum…, yang membuatku betah menatapnya lama.
“Kalo aku beneran suka seseorang gimana?”
Aku diam. Terlalu bingung untuk menjawab. Tangannya menurunkan jemariku di pipinya, membawanya ke pangkuanku dan menggenggam erat di sana. Sebelah tangannya, bergerak ke sisi wajahku, mengusapnya lembut. “Iya, aku emang lagi suka seseorang…,” aku terpaku. Lalu begitu saja, dia tiba-tiba menarik kepalaku mendekat, bibirnya tepat di depan telingaku dan berbisik lembut di sana. “…. dan itu kamu.”
Duar! Seperti ada petir menyambar di siang bolong. Membuat jantungku bergemuruh hebat. Pipi dan kepalaku rasanya panas seperti baru dikeluarkan dari oven. Ini bohongan kan?! Mustahil seorang Aska Byakta—si iblis itu suka padaku! Dia pasti hanya sedang berbuat jahil lagi!
Seperti mengetahui isi kepalaku, dia lalu menjawab, “enggak. Aku serius.” Lalu tiba-tiba sentuhan hangat mendarat di sisi kepalaku. Aku menoleh untuk tahu benda apa itu, tapi lagi-lagi mataku dibuat terbelalak karena bibir Aska justru jatuh tepat di atas keningku. Dan dia menahannya lama di sana.
Huaaaa!! Mama!!! Jantungku mau meledaaak!!
Cerpen Karangan: Permaisita TiaraS Blog: siaramoon.blogspot.com
Halo, salam kenal! Terima kasih sudah membaca cerita saya, semoga kalian suka, ya. Ingin kenal saya lebih dekat? Let’s check this out! IG: permaisita_tiaras Wattpad: Tiarapermai
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com