Pagi itu, tampak sosok lelaki bertubuh agak gelap duduk di bangku kayu ruang tamu menghadap ke arah Lukisan Pohon Kaktus. Melamun seperti jatuh di sebuah lorong yang sunyi, menandakan adanya sedikit beban dalam pikirannya. Sesekali mengaduk kopi yang tersedia diatas meja. Sesekali pun membuka sandi Handphone seperti menantikan kabar. Posisi yang benar-benar menunggu.
“Ardiii..!!” Terdengar suara lelaki dari arah pintu garasi. Yang dipanggil pun menengok, keluar menghampiri sumber suara dan melambaikan tangan kepada sang tamu. Sang tamu, Yassar Namanya, menunggu Ardi diatas sepeda motornya. Mereka telah resmi memasuki kehidupan yang baru, yaitu awal kehidupan kampus yang penuh kejutan.
Perkuliahan pun dimulai, dilewati oleh mereka berdua dengan saling mendukung satu sama lain. Mereka tidak sekelas, bahkan beda fakultas, tapi pertemanan mereka selalu dijalani dengan ikhlas. Sampai suatu ketika, tibalah saat dimana para organisasi kemahasiswaan membuka lowongan untuk mahasiswa baru. Ardi sangat antusias, namun Yassar sebaliknya. Menurut Yassar, perkuliahan saja sudah membuat kegiatannya sangat padat, apabila ditambah lagi dengan organisasi, entah bagaimana membayangkannya.
“Kau mau ikut apa sar?” tanya Ardi. “Kau sajalah yang daftar, aku tak tertarik” ucap Yassar lalu pergi meninggalkan Ardi didepan tempat pendaftaran.
Dengan semangat Ardi menuju meja pendaftaran, namun saat sedang melihat-lihat apa saja organisasi yang ada, ia tertuju kepada sebuah organisasi kesenian. Tujuannya masuk organisasi tersebut karena ia ingin belajar main drum disana, menurutnya organisasi tersebut adalah tempat yang cocok untuk itu.
Selang beberapa hari, tiba saatnya dimana hari orientasi organisasi dimulai. Namun dia sendirian, tidak ditemani oleh sahabatnya, Yassar. Itu tidak membuatnya sedih malah justru sebaliknya, karena ia type orang yang mudah bergaul dengan orang lain, tanpa waktu lama ia pun sudah bisa berbaur dengan mahasiswa lain.
Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Ardi resmi menjadi anggota orgnisasi. Dia sangat senang akhirnya bisa mendapatkan sebuah jaket organisasi kemahasiswaan. Lalu sepulangnya dari kampus, ia mampir ke Rumah Yassar dengan membawa seporsi sate padang kesukaan Yassar sebagai tanda kebahagiaan dia karena telah resmi menjadi anggota organisasi. Sesampainya di rumah Yassar, ia bercerita panjang lebar dan sebagai sahabat yang baik, Yassar menyimak semua perkataan Ardi sambil menyantap sate padang pemberiannya.
Pertemuan pertama organisasi pun tiba. Hari itu, Ardi datang dengan perasaan senang. Tak lama sampai di lokasi, ia pun langsung berbaur dengan yang lainnya. Kegiatan berlangsung dengan baik, seru, dan menarik.
Ketika Ardi dan 2 orang teman barunya ingin makan di Kantin. Lewatlah seorang perempuan dengan jalan terburu-buru melewatinya. Aroma lavender tercium oleh Ardi dari tubuh perempuan itu. Perempuan cantik nan anggun dengan ciri khas hijabnya tersendiri, entah mengapa telah menarik perhatian Ardi.
Ia menatap perempuan itu tanpa kedip sedikitpun sampai dimana perempuan itu menghilang dari pandangannya. “Cantik..” ucap Ardi didalam hatinya.
Ketika di Kantin, Ardi masih saja memikirkan pperempuan tersebut sampai salah satu temannya pun mengagetkannya, “Weyyy di, lu kenapa bengong aja dari tadi, mau mesen apa lu? Sini gue yang jalan.” Ucap Iwan sambil berdiri. “E-eh iyak wan, gue nitip mie ayam aja satu sama minumnya es jeruk deh.” Jawab Ardi dengan kaget. “Okeh, gue pesen dulu ye, jangan kangen.” Saut Iwan sambil tertawa lalu pergi meninggalkan mereka. “Eh wi, lu kenal gak sama cewek yang tadi sempet tabrakan sama gue pas kita arah ke sini?” Tanya Ardi kepada Alwi “oohhh itu sih kalo gak salah Namanya Alfia Dheanti, anggota juga tuh dia tapi dari subunit lain” Jawab Alwi. “Alfia Dheanti, nama yang indah seperti wajahnya” Ucap Ardi didalam hatinya.
Keesokan harinya, Ardi melihat perempuan itu kembali saat ia dan Yassar berangkat menuju kampus. “Sar sar sar… itu cewek yang gue ceritain ke lu semalem bro…” Kata Ardi sambil memukul Pundak Yassar “Yang mana?!” “Itu tuh yang make hijab pink” “Siapa Namanya?” “Alfia Dheanti” “OYYY ALFIA DHEANTI, DAPET SALAM DARI TEMEN GUE YANG DIBELAKANG NAMANYA ARDIII!!!” Teriak Yassar dari motor “WEYYYY GOBLOK NGAPAIN LU TERIAKKK ANJING” Saut Ardi sambil memukul kepala Yassar “HAHAHAHAHA LAGIAN LO KENALAN TINGGAL KENALAN PAKE SEGALA BASA-BASI”
Yassar tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi malu dari sahabatnya itu sedangkan Ardi geleng-geleng kepala sambil menahan malu atas kelakuan sahabatnya tersebut. Tanpa mereka sadari, diatas sepeda motor, sang perempuan pun menyadari apa yang telah mereka lakukan tadi dan ia hanya tersenyum manis melihat kelakuan mereka berdua.
Di Gedung Parkir, tiba-tiba hujan turun menghampiri, beruntung Ardi dan Yassar sudah sampai sebelum hujan turun. Tapi tidak dengan Alfia, ia sampai dengan keadaan basah dikarenakan hujan. Ardi melihat hal itu tidak tinggal diam, ia membuka jaketnya lalu menghampiri Alfia.
“Ini pakai saja jaketku Alfia, bajumu kan basah” “Kok tau namaku?” “Aku juga tau siapa ibumu, nih ambil” “Lalu kamu bagaimana? Apa tidak kedinginan?” “Aku? Hujan seperti itu tidak akan bisa menyakitiku, lagipula kalau semisal aku sakit, masih ada kamu yang merawatku”
Alfia tersenyum mendengar perkataan itu, lalu Ardi pergi menghampiri Yassar yang sedari tadi melihat kelakuan sahabatnya itu. “Aduh Mas Ardi, aku kedinginan nih, boleh gak aku pinjam jaketmu” “Sialan kau sar, sudahlah jangan mengejekku. Ayo kita ke Kantin, mau minum teh hangat aku disana” “Gayamu depan cewek tinggi kali di, kena gerimis sedikit pun sudah masuk angin kau” “AHAHAHAHA” Ardi dan Yassar tertawa bersama menerobos hujan untuk pergi ke kantin sedangkan Alfia masih diam tersenyum sambil memikirkan kata-kata Ardi barusan.
Seminggu kemudian, di kantin, pada saat Ardi sedang asik bercanda dengan teman-temannya, Alfia datang menghampiri membawa sebuah bingkisan berisikan Jaket yang waktu tempo hari Ardi pinjamkan di Gedung Parkir.
“Assalamualaikum Ardi, ini kukembalikan jaketmu, sudah ku cuci bersih, terimakasih atas pinjamannya” “Tau darimana aku disini?” “Jawab dulu salamku” “Tapi kan aku kristen fi” “Hah? Ehh maaf” “Hahaha enggak bercanda kok, Waalaikumsalam” “Astaghfirullah gak boleh kamu bercanda seperti itu Ardi” “Iya maaf ya, ya udah sini duduk dulu kukenalkan kepada teman-temanku” “Tidak perlu, aku ada kelas, Assalamualaikum” “Ehh… Wa-waalaikumsalam”
Alfia pergi meninggalkan sambil memberikan bingkisan yang tadi ia bawa untuk Ardi. Ardi merasa bahwa Alfia marah karena candaannya tadi, lalu ia membuka isi bingkisan tersebut dan menemukan secarik kertas berisikan surat yang sengaja ditulis oleh Alfia untuk Ardi.
“Assalamualaikum Ardi, Terimakasih ya atas pinjaman jaketnya, maaf juga baru sekarang baru kukembalikan. Jaketnya sudah kucuci bersih jadi kamu tenang aja ya, kalau ada kerusakan atau barang yang hilang dari jaket itu kamu bisa hubungi nomorku ini ya, namun jangan kamu salah gunakan nomorku ini. Sekali lagi terimakasih ya Alfia (08xxxxxxxx24)”
Ardi tersenyum setelah membaca surat tersebut. Tak lama Ardi pun mengeluarkan Handphonenya untuk mencatat nomor Alfia. Lalu memasukkan kembali jaket dan surat tersebut lalu melanjutkan obrolan dengan teman-temannya.
Dimalam hari, Ardi pun membuka Handphone lalu berniat untuk menge-chat Alfia via Whatsapp.
(Obrolan via WhatsApp) “Assalamualaikum” 19.25 “Waalaikumsalam, ini siapa ya?” 19.30 “Pria pemberi jaket” 19.31 “Jaket? Siapa sih? Jangan main-main ya kalau ga mau aku block” 19.40 “Ehhh iya iya, padahal kamu sendiri yang ngasih nomornya ke aku lewat surat” 19.41 “Sebentar, Ardi ya?” 19.50 “Iyap 2 juta rupiah” 19.52 “Yeay kirim ke No. Rekening ini ya 12xxxx34” 19.53 “Ahahahaha oke siap komandan” 19.54 “Ahahahaha” 19.55
Ardi dan Alfia menghabiskan waktu malamnya bersama, yang awalnya membahas tentang jaket, malah mereka berdua keasikan bercerita satu sama lain. Menceritakan hal-hal tentang pribadinya masing-masing. Hal yang tidak mereka suka, dan hal yang mereka tidak suka. Rasanya tanpa kesulitan perkenalan kedua ini akan membuat mereka semakin akrab, atau mungkin lebih.
Cerpen Karangan: Mochammad Ardiansyah Blog / Facebook: Mochammad Ardiansyah Lelaki biasa yang menjadikan beberapa bagian pengalaman hidupnya menjadi sebuah cerita.