Cinta memang tak mengenal perbedaan usia, bahkan banyak wanita yang lebih menyukai laki-laki yang lebih tua. Karena dirasa lebih dewasa, lebih mapan dan lebih-lebih lainnya. Tapi bagaimana jika wanitanya yang lebih tua? Tentu terlihat tidak normal bagi kebanyakan orang. Itu juga yang dipikirkan Lena saat ini.
Sudah setengah jam, Lena masih memandang kartu tanda pelajar dengan rasa tak percaya. Kartu tersebut didapatkannya dari sofa ruang tamu di rumahnya saat dia beres-beres rumah tadi, yang kemungkinan secara kebetulan terjatuh saat Fino bertamu di rumahnya kemarin. Bagaimana bisa dia ditipu selama berbulan-bulan oleh seorang laki-laki yang sangat dicintainya itu. Dia tahu Fino memang lebih muda darinya, tapi dia tak pernah membayangkan kalau Fino masih duduk di kelas 3 SMA, sedangkan dia sudah berumur 23 tahun. Bibirnya masih tak mau tertutup. Dia memang sudah tahu Fino lebih muda, tetapi dia tak menyangka jika perbedaan umur mereka sampai 5 tahun.
Dia masih ingat bagaimana sulitnya menerima hati Fino dulu yang dia sangka hanya lebih muda 2 tahun karena Lena memang lebih menginginkan pasangan yang lebih tua seperti teman-temannya yang lain. Kini dia mulai yakin meletakkan hatinya pada Fino, tapi ternyata Fino malah membohonginya dan membuat Lena merasa seperti dipermainkan.
“Len …” Lena menatap tajam laki-laki yang memanggil namanya itu. Wajahnya merah seakan ingin meledak. “Kamu kenapa?” “Aku kenapa! Ini!” Lena meletakkan kartu tanda pelajar pacarnya itu diatas meja dengan kesal. Mata Fino terbelalak. “Ka… ka… mu… da… da… pet… dari mana?” Lena diam. Dia menatap Fino dengan bendungan air mata yang hampir pecah. “Aku bisa jelasin.” Lena masih diam, dia takut jika berucap bendungan itu akan pecah. “Maaf, aku gak bermaksud bohong sama kamu.” “Jadi yang kamu bilang kamu kerja jadi guru itu juga bohong?” Hujan mulai turun di pipi Lena. “Kamu nganggep aku bodoh? Terus instagram kamu itu juga fake?” Lanjut Lena dengan nada tinggi. “Aku ngelakuin itu semua karena aku pengen dapetin kamu.” Lena tersenyum kecut.
“Puas sekarang kamu mainin aku?” “Aku gak pernah main-main sama kamu.” “Terus apa?” “Dari awal aku beneran serius sama kamu.” “Serius? Kamu paham artinya serius apa?” “Nikah kan?” “Kamu ada niatan nikah sama aku?” “Tentu aja, kalau enggak ngapain aku berjuang sampai nglakuin ini semua? Tentu aku gak bermaksud bohongin kamu selamanya. Hanya sampai aku lulus. Udah sampai itu aja Len.”
“Sekarang aku tanya, setelah lulus kamu ada planing apa? Kuliah? Kerja?” “Aku mau daftar jadi polisi, kamu bilang kamu suka cowok yang suka pakai seragam kan?” “Iya kalau kamu langsung lolos jadi polisi, kalau enggak?” “Aku bakal berusaha sekuat tenaga untuk jadi polisi.” “Jadi polisi itu gak mudah, banyak yang sampai berkali-kali nyoba tetep aja gak jadi. Kalau sampai begitu kamu mau gimana? Kuliah? Kerja? Saat itu umur aku udah berapa? Iya kalau kamu bakal sama aku terus, kalau tiba-tiba kamu suka sama cewek lain?”
“Yang jadi permasalahan disini umur aku atau karena aku ternyata bukan guru sih?” “Dua-duanya. Aku gak munafik. Kalau dipikir-pikir jadi selama ini kamu nraktir aku pake uang orangtua kamu?” “Apa masalahnya umur? Toh kamu bilang pemikiran aku cukup dewasa dari pada kamu! Soal pekerjaan? Banyak yang seumuran kamu juga masih minta sama orangtua mereka buat nraktir pacarnya! Bukannya yang terpenting aku serius sama kamu?” “Aku… gak mau jadi perawan tua. Aku takut. Aku gak mau nunggu yang gak pasti. Bayangin aja udah bikin aku capek Fin. Maaf… lebih baik kita sampai sini aja.” “Kamu yakin gak bakal nyesel?” “Tentu aku bakal nyesel. Karena aku suka banget sama kamu. Tapi aku pikir lebih baik kalau kamu ternyata pengangguran dari pada kamu anak SMA. Maaf Fin! Aku udah 23 tahun. Aku harus realistis karena ini bukan kisah dalam novel, ini dunia nyata yang kadang gak semua yang kita inginkan akan terwujud, termasuk aku dan kamu yang gak bisa jadi kita.”
Lena beranjak dari duduknya meninggalkan Fino yang masih terdiam dan melangkah menuju kasir untuk membayar minuman mereka yang bahkan tak tersentuh sedari tadi. Langkah Lena terhenti saat akan keluar kafe. Dia melihat tangan kirinya sudah dipegang oleh Fino tanpa dia sadari. Mata mereka bertemu, saling menularkan kesedihan satu sama lain.
“Seandainya aku lolos jadi polisi. Kamu mau nikah sama aku?” Lena tertegun. “Aku gak akan nyuruh kamu nunggu. Hanya … seandainya pada waktu itu kamu masih sendiri dan aku lolos jadi polisi. Dan kita masih punya perasaan yang sama. Kamu mau kan nikah sama aku?” “Gak papa seandainya kamu sudah menikah atau sudah punya pasangan saat itu. Aku gak akan marah, aku gak akan protes walau motivasi aku untuk bisa jadi polisi adalah untuk menikahi kamu. Karena aku masih bisa mencari yang lain setelah itu. Karena aku masih muda. Aku punya lebih banyak waktu menunggu dari pada kamu. Dan aku bakal nunggu sampai saat itu tiba dengan rasa yang sama.”
“Kenapa kamu segininya sama aku? Aku gak punya kelebihan apapun. Kamu bisa dapetin yang lebih baik dari aku. Lebih muda dan lebih normal untuk laki-laki seusia kamu.” “Aku hanya gak ingin menyesal karena aku gak akan menemukan diri kamu, pada diri orang lain. Paling tidak aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyatukan kata aku dan kamu menjadi kita. Anggap aja ini perjuangan aku untuk kamu.”
Cerpen Karangan: Desy Puspitasari Blog / Facebook: DesyPuspitasari