Berawal dari ketidaksengajaan datang saat pulang ke desa… Tino namaku… aku dibesarkan di sebuah desa kecil di ujung jawa timur… masa kecilku sangat tercukupi untuk ukuran anak desa yang jauh dari keramaian kota. Hal biasa yang dulu mungkin bisa dibanggakan untuk anak alay zaman sekarang adalah masa kecilku banyak gadis kecil yang suka denganku saat itu… salah satunya Sulis. Tapi saat itu karena tertutup dengan kesombongan kecilku, aku tak pernah menganggap sulis sebagai salah satu penggemarku yang harus kuberikan perhatian khusus. Yang jelas saat itu aku sedang dekat dengan gadis kecil lain yang menurutku lebih manis dari sulis saat itu. Ini memang cimon… cinta monyet yang berkesan untuk dikenang…
Secara mengejutkan orangtuaku dipindahkan ke kota besar saat aku masih SMP… desa itu meninggalkan kesan yang layak untuk dikenang… bahkan sampai saat ini… Tak terasa waktu begitu cepat, aku sudah kuliah di salah satu universitas kecil di kota yang besar ini.
Suatu saat aku diminta tolong oleh orangtuaku untuk datang ke desa kecil itu agar aku menyelesaikan beberapa surat penting, maklum setelah beberapa tahun tak pernah datang ke desa itu, rasanya sudah saatnya tanah hasil keringat orangtuaku saat di desa itu layak dijual untuk kehidupan di kota besar ini. Harapan terbesarku ketika datang ke desa itu adalah bertemu dengan “penggemar” masa kecilku yang sempat terabaikan beberapa tahun, dan tentunya bukan Sulis.
Berlagak keren datanglah aku yang menyandang sebagai seorang mahasiswa ke desa itu, perubahan yang cukup signifikan terjadi di desa itu, tapi nuansa nostalgia di benakku cukup untuk memastikan bahwa desa ini tetap sama seperti yang dulu. Setelah melalui beberapa pertanyaan dengan orang yang kusinggahi, kabar mengenai penggemar kecilku sudah menikah dan mempunyai anak 5 adalah hal yang tidak bisa aku terima begitu saja, tapi apalah daya penggemar kecilku memang sudah menikah dan mempunyai anak 5.
Pembuktian itu aku lakukan dengan datang ke tempat usahanya, kebetulan dia membuka warung kecil di ujung desa. Sialnya… saat itu aku bertemu dengan sulis… dan gilanya dia menjadi seorang yang lebih cantik dari yang kupikirkan selama ini. Banyak yang bilang sulis sekarang bekerja di ibukota, bisa dikatakan dia seorang wanita karir. Kemewahan memang terlihat dari apa yang menempel di tubuhnya saat itu, dari baju, celana, make up sampai ponsel yang dia bawa, sekelas aku yang saat ini mahasiswa… lewat….
Pada akhirnya kita berbincang dan bercengkrama dengan pengalaman kita di masing-masing kota tempat kita tinggal dan bertukarlah nomor ponsel agar kita tetap bisa berkomunikasi walaupun jarak kotaku dan kotanya jauh dari jangkauan bus maupun kereta api.
Sebulan berlalu… komunikasi kita tetap berjalan dengan baik walaupun mengandalkan paket telepon murah yang biasa digunakan mahasiswa yang masih berharap asupan uang saku dari orangtua. Komunikasi kita sangat baik, bahkan tidak jarang sulis datang ke kotaku hanya sekedar ingin bertemu denganku. Kita memang tidak pernah mengungkapkan bahwa kita sama-sama suka atau mungkin lebih dari itu… cinta… Ya…. secara tidak sadar kita terjebak bahwa kita sama-sama cinta. Larut dalam hubungan yang tidak terungkapkan secara lisan tapi hubungan kita jauh dari sekedar kata cinta. Pada akhirnya aku berpikir bahwa sulis memang pasanganku yang sesungguhnya.
Hari demi hari bahkan tanpa sadar hubungan yang tidak terungkap ini berjalan hampir 2 tahun. Hari ini seperti biasa aku melakukan rutinitas… kuliah… kebetulan hari ini aku ada satu presentasi tugas dari dosen. Semua harapan muncul di benakku, aku harus segera menyelesaikan kuliah demi sulis yang sudah menungguku di ujung ibukota, karena semalam dia datang ke kota ini dan kita menghabiskan malam di tempat dia menginap.
Ponsel berdering saat aku masih di jalan dengan motor kumbang tungganganku selama ini, bahagia rasanya ketika tau bahwa nama sulis bersinar di layar ponselku. “hallo… ya sayang…” jawabku dalam ponsel sembari berusaha menstabilkan motor kumbangku di jalanan. “ada hal yang mau aku sampaikan ke kamu” sulis memulai pembicaraan “apa..?” tanyaku “sudah saatnya kita akhiri hubungan kita, aku bukan perempuan baik buat kamu, kamu terlalu baik untuk aku” sulis dengan tanpa beban menurutku mengatakan kata-kata tersebut Sejenak aku tidak bisa berpikir dan tak ada kata yang keluar dari mulutku “ok, ga papa..” jawabku Satu hal yang masih berputar di otakku adalah pertanyaan “kenapa dan apa alasannya?” Ponsel aku tutup dengan segala pertanyaan di otakku, tapi aku berpikir bukan saatnya aku harus mengklarifikasi saat ini. Harus tetap tenang untuk sebuah kondisi yang tidak stabil.
Semua tugas kuliah kuselesaikan dengan baik dan saatnya untuk mengklarifikasi masalah yang muncul tadi pagi. Aku telepon sulis beberapa kali, hasilnya… NIHIL… Seminggu ini aku hidup tanpa telepon sulis.
Tepat satu minggu setelah PHCS {pemutusan hubungan cinta sepihak) “nooo… ada surat tuch…” ibuku teriak pagi-pagi Apaan sih, pagi-pagi juga kasih surat. Zaman sudah pake sms masih surat aja, pikirku Dan yang kuhadapi setelah kubuka surat itu adalah Anjiiirrr… Undangan pernikahan sulis…. Segala sumpah serapah muncul di otakku untuk dia… jadi pada akhirnya aku tau alasan seminggu yang lalu dia telepon aku…
Cerpen Karangan: Why_u