Aku tidak tinggal diam, aku berusaha melawan agar tasku tidak lepas dariku. Namun ternyata aku tidak bisa mempertahankan tasku, temannya yang di belakangku membantunya dengan mengelitikku di bagian pinggang kanan dan kiriku. Itu adalah titik dimana aku mudah merasakan geli yang sangat. Akhirnya mereka berhasil mendapat tasku dan kabur.
Aku sungguh ingin menangis, di tas itu ada barang-barang berharga milikku. Namun tak jauh dari pandanganku, ada seorang pria memakai jaket warna cokelat dengan kepalanya ditutupi kupluk, tubuhnya kurus dan ramping mengejar dua pencopet itu. Aku menyaksikan pria itu akhirnya berhasil menghampiri dua copet itu dan berusaha mengambil tas milikku. Gerakannya cekatan sekali. Ketika copet yang satu berusaha meninju bagian belakang pria itu, dia langsung menghindar dan membalas pukulan si copet sampai mengenai wajahnya dan mempukuli lagi bagian perutnya kemudian membantingnya sampai sulit untuk berdiri lagi. Sementara si copet yang memegang tas berusaha melarikan diri, pria itu pun langsung mengentikannya dengan mencengkeram pundaknya, si copet pun dengan cepat langsung menangis dan meninju wajah pria itu, dia pun menghindar dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kepada teman copetnya itu. Akhirnya pria itu merebut kembali tas milikku dari si copet.
Dia pun menghampiriku. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia memakai masker. Dia pun memberikan tas milikku kepadaku
“Alhamdulillah, makasih banyak, Mas.” Ucapku padanya. “Iya, iya. Sama-sama. Sudah biasa kok, haha.” Ujarnya.
Sepertinya aku pernah mendengar cara bicara dan suara seperti ini di hidupku. Aku menyipitkan mata, melihat jaket cokelatnya, melihat apakah ada jahitan di bagian kantungnya atau, menebak-nebak apakah benar dia adalah teman terbaikku itu sekaligus yang aku cinta. Ternyata benar, setelah aku melihat secara detail, aku menemukan jahitan di pinggiran kantung jaketnya yang merupakan jahitanku saat aku masih kelas dua SMP ketika dia meminta tolong kepadaku untuk menjahitnya. Aku pun langsung menatap ke arah wajahnya dan tersenyum.
“Ehh… kenapa ya, mbak? kok malah ngeliatin saya kayak gitu? saya kayak artis, ya?” Tukas dia dan aku yakin dia hanya bercanda. Aku tidak akan kabur lagi, aku tarik masker itu dari wajahnya dan menatapnya dengan rasa penuh takjub.
“Kak Rafih..!!” Ya, itulah namanya, Rafih Taufik. Nama yang membuatku selalu teringat wajahnya jika nama itu disebutkan. “Clara Cinta Putri. Nama yang cantik. Aku tak tahu apa yang membuatku selalu tersenyum ketika mendengar nama itu.” Tak perlu basa-basi lagi, aku langsung memeluknya dengan erat dan bahkan sampai mengeluarkan air mata. Ini sungguh pertemuan yang tak disengaja, namun sangat mengharukan.
“Tadi perasaan Kak Rafih udah gak ada di dalam bus.” tanyaku “Aku tadi ingin pindah ke tempat duduk kamu, ternyata kamu tidur. Ehh yaudah deh, daripada aku malah bikin kamu bangun, aku urungkan aja niatku. Dan juga sebenarnya aku tahu lagi ngeliat aku dari belakang, keliatan kok ada cermin ditempel di kaca mobil bis. Lalu saat tiba di tempat biasa kamu berhenti, aku keluar lewat pintu belakang bus. Aku menunggumu keluar, dan akan menghampirimu dengan sedikit kejutan. Namun rencanaku mengejutkanmu gagal, aku melihatmu sedang dicopet, lantas aku beraksi menyelamatkan tas milikmu.” Jawabnya menjelaskan.
Aku tersenyum lebar dan membuka pelukan. Dia menatap wajahku. Aku tahu bahwa dia ingin berkata kepadaku tentang kenapa saat dia pindah rumah kemudian tidak ada kabar apapun yang datang kepadaku darinya.
“Aku tahu pasti kamu bingung dan kesal semenjak aku pindah rumah dan tidak pernah memberi kabar apapun kepadamu. Itu semua tanpa kesengajaan, Clar. Saat aku perjalanan pulang ke rumah, aku mandapat musibah. Bus yang aku tumpangi jatuh ke jurang..” “Ya Allah, terus orang tua kakak?” kata ku memotong dan terkejut. “Hanya ayahku yang selamat. Setelah kejadian itu aku jadi lupa apa pun; namaku, keluargaku, siapapun, hanya Allah dan semua tentang agamaku yang aku ingat. Kepalaku terbentur dengan keras saat kecelakaan. Dan Aku juga lupa berapa nomor telepon semua orang termasuk kamu. Aku menjalani perawatan sampai enam bulan lamanya, sampai akhirnya aku dapat mengingat kembali orang-orang yang aku kenal, termasuk kamu. Jadi… itulah mengapa aku seperti sudah melupakanmu, tapi sebenarnya tidak.” Jelas Kak Rafih.
Aku tertegun mendengar apa yang sudah diceritakan Kak Rafih, sekaligus merasa bersalah ketika itu karena sudah berpikir bahwa Bang Rafih sudah melupakanku.
“Aku minta maaf kak, aku tidak tahu kalau kejadian itu yang membuat Bang Rafih tidak pernah mengabarkanku apapun.” “Gak papa, Clar. Wajar kok.” Balas Kak Rafih.
Kak Rafih sudah banyak memberikan aku kesan, pengalaman, sekaligus pelajaran saat aku mengenalnya bahkan sampai sekarang. Banyak sekali cerita yang sudah dilalui dan akan menjadi memori sepanjang hidup. Bahkan bukan itu saja, karena apa yang dia lakukan kepadaku, aku merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya saat SMP dan cinta itu tertuju kepadanya. Aku harap dia tahu dan juga memiliki rasa yang sama.
“Dan… Kamu tahu hal baru yang sudah lama aku ingin bilang ke kamu kalau aku bertemu denganmu lagi?” Tiba-tiba Kak Rafih membuatku penasaran. Apa Kak? Kakak mau bilang kalau Kakak juga cinta sama aku? kataku dalam hati berharap dia akan berkata demikian. “Hmm… emangnya apa kak?” Tanyaku penuh penasaran. “Kamu pernah kepikiran gak? kalau tiba-tiba ada orang yang datang ke kamu dan sebenarnya orang itu sudah kamu kenal, terus melamarmu untuk menikah?” “Maksudnya, kak? ya.. ya belum lah, Kak.” jawabku bingung. “Kamu… Kamu mau gak, kalau kamu aku lamar untuk jadi istriku?”
Sekejap aku langsung menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa, seakan tidak percaya apa yang baru saja dikatakannya, tapi aku yakin bahwa dia sungguh-sungguh. Aku hanya berharap dia akan bilang cinta kepadaku, namun ucapan itu benar-benar jauh dari apa yang aku harap. Aku tidak perlu memikirkan apapun lagi, aku langsung menjawab pertanyaan itu — lebih tepatnya sebuah permintaan.
“I.. Iya Kak, Clara ingin jadi istri Kak Rafih.” Jawabku dan kami pun saling tersenyum. “Ayuk aku antar kamu ke rumah dan aku juga ingin ketemu orangtua kamu.” “Iya Kak, pasti Kakak ingin ketemu orang tua ku karena pasti udah kangen banget, kan.” “Bukan hanya itu, tapi juga melamar kamu.”
Aku pun pulang ke rumah dengan hati yang berbunga-bunga dan diantar oleh seorang pria yang kini Insya Allah akan menjadi pasangan hidupku untuk selamanya.
Cerpen Karangan: M Ramdhani Ilham Blog / Facebook: Muhammad Ramdhani Ilham
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com