“Makan Malam Yang Terakhir”
Malam itu, Ali telah datang lebih dulu dan memesan sebuah meja di restoran favoritnya.
Alicia menyusul belakangan karena pekerjaan tambahan di kantor membuatnya pulang terlambat.
Setelah hampir satu jam Ali menunggu, Alicia akhirnya datang juga.
Di atas meja itu, sudah tersedia sepiring nasi, seporsi bebek panggang, dan sepiring spageti.
“Kamu sudah memesankannya untukku?” tanya Alicia.
“Iya, kamu selalu bilang suka dengan bebek panggang di restoran ini bukan?” jawab Ali.
“Kamu selalu mengingatnya dengan baik,” jawab Alicia lagi sambil melempar senyum.
Ali tidak banyak berkata setelahnya.
Mereka berdua tampak menikmati hidangan itu.
Di tengah acara malam itu, Ali merogoh saku celananya.
Dia telah menyiapkan sekotak cincin emas yang akan dia berikan untuk melamar sang kekasih.
Namun, belum sempat Ali benar-benar mengeluarkan cincin itu, Alicia sudah menyelanya terlebih dulu.
“Ali, maaf,” kata Alicia.
“Maaf kenapa? Apa yang kau lakukan?” tanya Ali heran.
“Soal Ibu. Dia tidak merestui kita,” kata Alicia.
Kotak cincin yang telah digenggam Ali di bawah meja itu pun urung ditunjukkannya kepada Alicia.
“Kenapa? Kita telah lama bersama dan saling mencintai. Penghasilan kita juga sudah cukup baik untuk bisa berkeluarga!” kata Ali yang tidak dapat menyembunyikan kecewanya.
“Bukan itu! Kamu sudah tahu kan, masalah kita bukan itu!” jawab Alicia sambil menatap mata Ali dengan penuh kesedihan.
“Aku tahu kamu akan menjadi suami yang baik,” lanjut Alicia. “Namun, biar bagaimanapun, kamu tidak bisa menjadi imamku di saat tanganmu masih menggenggam rosario,”.
Ali terdiam, spageti yang masih belum habis disantapnya pun dibiarkan mendingin begitu saja.
Dengan berurai air mata, Alicia meminta maaf dan meminta Ali melupakannya.
Malam itu menjadi malam terakhir bagi mereka.
Ali masih terdiam saat Alicia meninggalkan meja itu.
Gedung restoran yang indah itu menjadi saksi bisu dua jiwa yang saling mencintai tetapi tidak bisa menyatu.
By=Author Sya_
Like
komen