"loe di belakang gue saja, biar gue yang hadapin mereka" ucap dirga yang sudah memasang kuda - kuda bersiap menghadapi tiga orang preman yang mencegal langkah mereka. sedangkan lian hanya melipat tangannya menyaksikan setiap orang yang mengganggu kegiatan mereka.
"loe mau lawan kami, hahaha nggak salah" ucap salah satu dari preman tersebut.
"udah lebih baik kalian serahkan semua yang kami inginkan" timpal pria yang lainnya.
"setidaknya kami nggak perlu mengotori tangan kami" ucap pria itu kembali.
"selama masih ada gue, kalian nggak akan mendapatkan berkas tersebut, bahkan seperpun uang kami" tegas dirga mengawasi pergerakan mereka.
"baiklah loe yang minta" ucap salah satu preman memberi isyarat pada yang lain untuk menyerang.
perkelahian yang tak imbang pun tak terelakkan. tiga pria dengan badan kekarnya melawan seorang yang berteguh dengan pendiriannya. sedangkan di sudut lain seorang perempuan hanya mengamati pertarungan tersebut tanpa ekspresi takut dan khawatir.
"ahh shitt" ucap tia saat melihat dirga sudah terkulai lemah.
"lari tia, cepatan lari" pintah dirga saat netranya menangkap tia melangkah mendekat ke arahnya.
"kalau mau mati jangan di depan gue juga" kata tia setelah membantu dirga duduk bertumpuh pada dinding.
tanpa banya bicara tia menggantikan dirga melawan tiga preman tersebut. perempuan yang sudah lama bergelut dalam dunia bela diri, bukan hal yang sulit untuk memenangkan pertarungan tersebut. meski dirinya dianggap sebagai perempuan namun kemampuan yang sudah mendapat pelatihan kurang lebih 4 tahun itu cukup membuatnya bisa melindungi diri.
"pergi kalian sebelum semua kaki kalia gue patahin" bentak tia saat ketiga preman tersebut sudah tersungkur. tanpa menunggu perintah kedua, ketiga pria tersebut langsung berlarian berhamburan meninggalkan tempat tersebut.
"ahh... sakit.. sakit.." rintih dirga saat seorang perawat membantu mengobati lukanya.
"maaf pak, saya akan lebih perlahan - lahan lagi" ucap perawat tersebut.
"cih" decak tia menatap miris pada dirga
"kenapa? harusnya loe makasi sama gue" ujar dirga kesal sendiri dengan tia
"heh, nggak salah. makanya jangan jadi orang yang ceroboh" balas tia tak kalah kesalnya.
"coba gue nggak nolongin loe gue nggak bakalan bonyok begini" ucap dirga
"kenapa juga loe nolongin gue, emang tadi gue teriak - teriak minta tolong, loe sendiri yang entah muncul darimana nyuruh gue berlindung di belakang" jelas tia dengan emosi yang menggebu - gebu.
"gue sebagai lelaki punya inisiatif buat lindungi perempuan" bela dirga
"jadi loe kira semua perempuan itu lemah yang selalu butuh perlindunga" kata tia kembali.
"maaf yah tuan, nona harap bisa lebih tenang agar pasien yang lain bisa istirahat" ucap perawat yang sedari tadi hanya fokus mengobati luka pada tubuh dirga.
"shit" kata tia memalingkan wajahnya
****
"nih minum" ucap dirga menyodorkan bungkusan plastik berisi minuman
"wah makasih kak dirga, baik banget sih" ucap nela meraih pemberian tersebut dengan antusias kemudian membagikan ke beberapa teman kerja di dekatnya
"tia ke ruangan gue sekarang" pintah dirga menatap sekilas pada tia yang sedang membereskan beberapa dokumen di meja kerjanya
"tapi pak ini, sudah jam istirahat" tolak tia yang menatap jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.
"tidak ada bantahan" sarkasme dirga berlalu meninggalkan meja karyawan
***
"ada apa pak?" tanya tia yang sudah berada dalam ruangn kerja pribadi dirga
"saya ingin rapat diluar!' jawab dirga yang membuat tia semakin bingung
"oh yaudah tinggal pergi rapat saja harus lapor sama saya, saya juga ada janji di luar" jelas tia bergegas keluar dari ruangan tersebut.
gebrak...
tendangan pada meja membuat tia menghentikan langkahnya
"apa? makanya bicaralah yang jelas" kata tia dengan nada tinggi
"kau ikut dengan ku. entah apa yang terjadi jika aku bertemu lagi dengan preman - preman itu" kata dirga dengan sorotan mata yang tajam
"tapi aku..." kata tia yang terhenti saat sorotan tajam itu semakin ingin memakannya hidup - hidup
"baiklah kau bosnya, kau rajanya baiklah aku akan ikut" lanjut tia kembali ke tempatnya berdiri
***
"sudah puas jalan - jalannya tuan" kata tia kesal berjalan di samping dirga dengan menenteng beberapa paper bag di kedua tangannya.
"sudah, tapi kau harus menemui nenek terlebih dahulu" ujar dirga setelah membuka bagasi mobil agar tia dapat meletakkan paper bag tersebut
"besok kan bisa, aku udah capek pengen cepat pulang istirahat" jelas tia meregangkan otot - ototnya yang terasa kaku seharian merasa di permainkan oleh dirga yang menyuruhnya pergi membeli beberapa barang sedangkan dirga menunggu di salah satu kafe mall milik keluarganya.
"tak ada bantahan, atau kau ingin ku adukan nenek" ancam dirga yang membuat tia merinding
"baiklah, kau bosnya, kau rajanya perintahmu tak terbantahkan" ucap tia dengan penuh penekanan.
****
"kalian sudah sampai, bagaimana jalan - jalannya?" tanya nenek menyambut hangat kedatangan dirga dan tia
"nenek apa kabar?" tanya tia dengan senyum yang dipaksakan
"baik sayang" jawab nenek dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya
"sangat menyenangkan nek" ucap dirga memeluk bahu tia dengan erat
"ini nek kami juga membelikan beberapa barang buat nenek" kata dirga meletakkan beberapa paper bag ke atas meja
"semoga nenek suka yah" kata tia setelah dirga mencengkram kuat bahunya
"ahh nenek pasti selalu suka dengan pemberian kalian apalagi kalau kalian beri nenek cicit jadi tambah senang nenek" kata nenek menggoda pasangan yamg sebentar lagi melangsungkan pernikahan tersebut
"nenek bisa aja" tanggap dirga melepas tangannya dari bahu tia.
"nenek kami naik ke atas yah, tia pasti pengen istirahat" kata dirga beranjak berdiri diikuti tia
"sekamar?" tanya nenek
"nggak nek, tia tidur di kamar tamu" jawab dirga menghidari kesalah pahaman
"sekamar juga nggak papa, benrat lagi kan kalian bakalan nikah" goda nenek dengan wajah yang puas
"tidak nek tunggu halal dulu" kata tia dengan rasa lelah yang makin tak tertahan
"baiklah istirahatlah" ucap nenek ikut beranjak berdiri
"tidur sana" ucap dirga setelah membuka pintu kamr tamu
"iya iya.." ucap tia yang langsung nyelongo masuk menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, tanpa menggubris keberadaan dirga di ambang pintu.
****
"wah wah karyawan mana nih jam segini belum bangun" suara dirga yang memenuhi langit - langit kamar. membuat tia terperanjak dari dalam gulungan selimut karena terkejut.
"jam berapa?" tanya tia meletakkan kembali selimut ke atas ranjang yang sempat terjatuh ke lantai
"jam 8" jawab dirga santai mendudukkan diri di sofa
"astaga aku terlambat" kata tia bergegas masuk ke dalam kamar mandi
"tunggu, kamu kan juga bekerja kenapa cuman aku yang harus terburu - buru" lanjut tia menyadari seringai licik dirga
"hahaha aku bosnya dan aku rajanya jadi siapa yang keberatan dengan keterlambatanku ke kantor" kata dirga yang membuat tia kembali terburu - buru
"benar siapa yang marah jika dia datang terlambat, lagipula petinggi kantor juga pasti akan senang jika dia tidak datang bukan" batin tia
"kau akan mengenakan baju itu lagi" protes dirga saat tia keluar dari kamar mandi dengan baju yang dia kenakan kemari
"lalu aku harus mengenakan pakaian apa, kau kan tahu sendiri kemarin aku nggak bawa baju ganti" kata tia tanpa memedulikan dirga
"pakai itu" ucap dirga melemparkan tatapannya pada paper bag yang ada di tepi ranjang
"baiklah" ucap tia setelah memeriksa isi paper bag tersebut.
"tarima kasih" ujar tia setelah keluar kembali dari dalam kamar mandi
"tak perlu bertrima kasih, bajunya akan kupotong dari gajimu" ucap dirga dengan senyum puasnya
"ehh calon manten, sini kita sarapa bareng dulu" ajak helen yang sudah menggeser kursi di sampingnya
"pa tolong dong kalau lagi dimeja makan stop main ponsel dulu" pinta helen pada rion yang sibuk mengecek email yang masuk
"iya ma, ini juga masalah kerjaan" kata rion meletakkan ponselnya
"pagi ma, pa" sapa dirga dan tia bersamaan yang di jawab anggukan oleh suami istri tersebut
"nenek mana ma?" tanya dirga menyadari meja makan tanpa kehadiran nenek
"nenek baru saja pergi dengan dokter deo" jawab helen menlanjutkan sarapannya.
***
3 minggu kemudian
"kenapa loe? takut?" tanya dirga menatap tia yang tampak cemas
"apa takut! yang ada loe yang takut nikah sama gue" jawab tia berusaha mengendalikan emosinya
"gue cuman sedikit cemas" jujur tia dengan tangan yang memainkan cincin yang udah terpasang indah di jari manisnya
"ternyata tahu juga loe apa itu cemas? kirain loe nggak tahu tentang itu" kata dirga yang membuat tia semakin merasa cemas
"sudahlah, gue ada di samping loe kok. lagian tamu resepsinya juga nggak seberapa. mungkin cuman kerabat dekat dan beberapa teman saja" kata dirga menggenggam tangan tia berusaha memberinya rasa nyaman
"makasi yah, gue kira loe cuman bisanya ngejekin gue" ungkap tia dengan senyum yang sudah bisa tercipta
"hehehe kitakan sekarang suami istri" ucap dirga dengan sddikit rasa gugupnya
"udah, ayo semua udah nunggu kita" kata dirga kembali mengajak tia ke ruang resepsi.
***
"nggak nyangka yah kita beneran nikah" kata tia memandang cincin di jari masisnya. setelah menghapus make up yang cukup tebal dari wajahnya.
"yah namanya juga jodoh" kata dirga melepas dasinya.
"kamu mandi duluan nanti setelahnya baru aku" usul tia yang berusaha membuka resleting belakng baju pengantinnya
"kenapa nggak barena aja" ucap dirga melangkah membantu tia melepas resleting bajunya yang sedikit macet.
"yaudah aku duluan aja" ucap tia melangkah meninggalkan dirga
"astaga kenapa denganku, bahunya sangat mulu" guman dirga mengusap kasar wajahnya dengan berusaha mengendalikan dirinya kembali.
"eh apa yang kau lakukan?" tanya tia cemas setelah dirga menggeser tubuhnya mengikis jarak diantara mereka
"apalagi, melakukan yang seharusnya dilakukan" jawab dirga dengan senyum tipisnya
"jangan mendekat" kata tia menutupi tubuhnya dengan selimut.
"kita kan sudah resmi menjadi suami istri" ucap dirga kembali menggeser tubuhnya mendekat pada tia
"tapi..." kata tia yang terputus tak tahu harus mengatakan apa
"memang apa yang kau pikirkan, aku hanya ingin tidur sambil memelukmu" ucap dirga meraih pinggang tia dan membawanya dalam dekapannya
"tidurlah, bukankah hari ini cukup melelahkan" ujar dirga dengan nafas yang berhembus pelan pada tengkuk tia.
***
"kak, boleh yah aku kembali bekerja!" pinta tia yang sudah sebulan tak diizinkan untuk pergi bekerja
"kak?" tanya balik dirga ingin mengoreksi panggilan yamg sesikit menggelitik di hatinya
"iya, kakak. memang kamu mau aku pang abang atau mas. lagi pula umurmu 2 tahun lebih tua dariku. nggak mungkin juga kau kupangil loe, kamu didepan keluargamu kan?" jelas tia
"ish ngeri juga kau, yaudah panggil kakak saja, dariapa panggilan aneh lainnya" kata dirga
"bolehkan kamu tinggal bujuk nenek saja" usul tia
"kamu kan dengar sendiri, kamu harus mempersiapkan diri untuk kehamilanmu, jadi dedek nggak boleh lelah hahaha" kata dirga diakhiri dengan tawa jailnya.
"ish kamu" ucap tia kesal sendiri mengahadapi suaminya.
"sini bantu aku pake dasi!" pintah dirga. meski dengan perasaan kesal tia tak punya pilihan lain untuk membantah.
"kamu mau mencekek ku" ujar dirga setelah tia mengencangkan dasi pada leher dirga
"hehehe sorry" kata ria dengan tawa jenakanya
brugg
"kamu sedang menggodaku?" tanya dirga yang sudah menindih tubuh tia dibawahnya.
"tidak aku.." kata tia yang terhenti dengan ciuman dirga yang makin lama makin menuntut lebih dari tia. hingga tangan dirga yang sudah bergerak kemana - mana.
"kamu belum puas dengan dua ronde semalam" ucap dirga dengan nafas yang tersenggal - senggal yang hanya dijawab gelengan kepala oleh tia
"hehehe tunggulah, kita masih punya banyak waktu untuk melakukannya" kata dirga sambil memberi ciuman pada kening tia.
"kenapa gue nggak bisa melawan bukannya gue jago beladiri yah, wahai tubuhku kemana kekuatan itu pergi" batin tia
***
"kamu lagi nonton apa?" tanya dirga duduk di samping tia yang sedang memandang tv dengab kesal
"kamu kenapa?" tanya dirga kembali memeluk pinggang ramping tia membawanya dalan pelukannya.
"aduhh" rintih dirga saat dirinya terjerembab jatuh kerana tia yang beranjak berdiri. melangkah menuju kamar mandi.
brak
bunyi salah satu tempat cemilan yang jatuh. membuat tia merasa udara yang berubah mencekam.
"kenapa bisa jatuh?" tanya tia kembali memastikan pendengarannya. sedangkan dirga sudah mengeram kesal sambil memangku kaki kirinya dan melipat tangannya di dada.
"eh sayang udah pulang?" tanya tia mengubah ekspresinya. duduk di samping dirga sambil menarik tangan kanan dirga dan mengelus - eluskannya pada pipinya
"bagaimana kerjaan di kantor tadi?" tanya tia kembali dengan sesekali menciumi tangan dirga. dengan susah payah dirga menahan gelak tawanya
"lepaskan tanganku" ucap dirga tanpa mengubah ekspresinya. tanpa menarik tangannya
"ahh tidak sayang, jangan begini" kata tia yang beralih memeluk pinggakg dirga sambil membenamkan wajahnya pada dada bidang suaminya.
"ah sudah lah pergi sana, aku sedang capek" kata dirga kembali yang membuat tia semakin terancam.
cup
"tidak ada pilihan lain" batin tia setelah mencium dirga. seperti ciuman yang biasa dilakukan dirga. ciuman yang semakin lama semakin menuntut lebih.
dan malam yang panjang baru saja akan dimulai.
"urus perempuan itu, beraninya dia mengirim yang tidak - tidak pada istriku. sampai membuat istriku merasa kesal padaku" pesan dirga pada sekertarisnya. sambil memandangi foto dirinya bersama nela yang sekilas terlintas memiliki hubungan yang spesial.
"jangan takut sayang aku hanya milikmu seorang, takkan ada yang lain" kata dirga sebelum mencium mesra kening tia yang terlelap dalam pelukannya.
***
"sayang kamu dari mana?" tanya tia langsung memeluk dirga yang baru keluar dari kamar mandi.
"kenapa?" tanya dirga heran dengan sikap istrinya
"ngak papa cuman pengen peluk" kata tia menikmati aroma tubuh suaminya
"tunggu sayang aku harus kembali ke kamar mandi" kata dirga melepas pelukan tia dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya
"kamu kenapa?" tanya tia yang ikut mengusap - usap tengkuk danpunggung dirga.
"sepertinya penyekit maag ku kambuh sayang" jawab dirga yang merasa cukup legah setelah memuntahkan isi perutnya.
"ayo ke dokte!" ajak tia membantu dirfa berdiri merasa ibah dengan suaminya yang biasa tampak gagah dan tenang kini terkulai lemah.