" Satu hal yang bisa kamu dapatkan dalam kesendirian, Yakni bersyukur bahwa Tuhan selalu ada".
" Sendiri bukan tak bahagia, kadang orang yang selalu bersama saja merasa sendiri".
Perkenalkan Aku Ami, ya Aminah itu nama panjang ku.
Aku sampai hari ini diusia ku yang diatas setengah abad lebih, aku hidup sendiri.
Tidak pernah bersuami, aku hanya memiliki seorang kakak perempuan, orang tuaku telah pergi saat aku masih sekolah SD dan ibuku menyusul 5 tahun kemudian.
Hampir 40 tahun hidupku, ku abdikan sebagai pembantu, ya sebutan itu, aku menyukainya daripada sebutan yang sekarang sering disebut yakni ART aku lebih suka disebut pembantu.
Menurutku sebutan pembantu itu berarti aku adalah orang yang dibutuhkan oleh orang lain, berarti keberadaan ku tidaklah sia-sia melainkan sangat bermanfaat untuk orang lain.
Aku bangga dengan pekerjaan ini, bagaimana tidak, aku bisa memiliki beberapa bidang ladang dan sawah dari hasil aku menjadi seorang pembantu.
Menjadi seorang pembantu tidaklah buruk menurutku, selain halal, gaji utuh karena semua kebutuhan sehari-hari sudah ditanggung majikan dan lebih aman serta merasa ada yang bertanggung jawab melindungi atas diri kita, paling tidak itu yang aku rasakan selama ini.
Selama 40 tahun menjadi pembantu sudah beberapa keluarga yang menjadi majikan ku. Berbagai tempat wisata di negara ini pernah aku singgahi bahkan hotel berbintang pun pernah aku singgahi, Ya.... karena majikan ku tentu yang membawaku. Berbagai menu nusantara juga pernah aku nikmati.... Heee.... aku bangga☺️.
Terkadang aku berfikir, siapa kelak yang akan mengurusku jika aku telah renta, kakak ku? atau keponakan-keponakan ku? Atau cucu dari kakak ku?
Sedih, ya manusiawi, bingung wajar sih.... dulu saat ada yang melamar ku hatiku berbunga-bunga seakan banyak kupu-kupu beterbangan mengelilingiku, namun sungguh takdir mempunyai suami tidak singgah dihidup ku hingga hari ini.
Hampir menikah setelah terjadi lamaran itu, namun sang calon membatalkan rencana itu, dia menikah dengan orang lain tanpa alasan yang jelas.
Tidak terlalu masalah sih saat itu karena merasa masih muda pasti akan ada kesempatan lagi, eh ternyata setelah berbagai usaha yang dilakukan kakak ku, teman-teman ku dan juga kerabat yang lain untuk membantuku menemukan jodoh semuanya nihil, zonk sampai hari ini.
Mau menangis, kecewa atau marah? Tidak, ikhlas saja, semua adalah kuasa-Nya.
Saat ini aku sedang di uji yakni sakit! Ita sesuatu hal yang selalu aku cemaskan, akhirnya terjadi.
Aku didiagnosa terkena liver, ya .... kini aku di rawat disebuah rumah sakit, di tunggu oleh kakak ku sesekali ponakan bergilir menjenguk ku.
" Kak..... Tolong jual ladang yang di sebelah wetan untuk biaya perawatan ku", Pintaku pada kakak, aku tahu kakak pasti butuh ongkos, makan dan uang untuk menebus resep dari dokter saban harinya, meskipun biaya berobatku ini sudah ditanggung oleh badan yang ditunjuk negara yang mengurusi masyarakat yang sakit dan harus dirawat tapi tetap saja untuk sehari-hari pasti membutuhkan biaya.
" Iya nanti, memangnya jual tanah gampang kayak jual kerupuk? Sabar", Jawab kakak ku mengusap punggung tanganku.
" Iya kak", Jawabku lagi.
" Jual tanah mah nanti lagi saja, sekarang pakai dulu tabungan mu, atau jual perhiasan mu dulu, soalnya tanah itu sedang aku tanami kayu, mungkin 6 tahun lagi baru bisa dijual kayu-kayunya", Timpal kakak ipar ku, seakan tidak ridho jika ladang ku aku jual.
" Lho gimana kak, kondisi ku begini, aku ingin berobat sebaik mungkin biar cepat sembuh", Ungkap ku.
" Lha iya, makanya pakai tabungan mu dan juga perhiasan mu dulu agar lekas dapat uang", Jawab kakak ipar ku lagi
" Tapi kan itu ga seberapa, aku ingin jika uang dari hasul jual tanah kan lebih besar, jadi aku bisa berobat yang bagus beli obat juga yang lebih bagus", kekeuh ku mempertahankan kemauanku.
" Toh masih ada ladang di utara serta sawah yang masih bisa kakak olah ", Imbuh ku.
" Iya, kakak tahu Ami, tapi yang di utara itu diolah sama menantu ku dan sawah itu juga itu diolah sama Reno", Imbuhnya.
Ya begitu, ini sudah kesekian kalinya, aku mendapat penolakan untuk menjual tanah ku sendiri.
" Ya sudah kalau begitu belilah tanah ku kak ", Usul ku.
" Iya Ami, tanah itu akan aku beli jika kayu itu sudah bisa di jual", Jawab kakak ipar ku santai.
" Hah", Dalam hati ku, nggak salah tuh kakak ipar mau beli tanah ku dengan hasil jual kayu yang di taman diatas tanah ku juga,.
" Hemmm", Jawab ku singkat nggak habis pikir lebih baik aku diam menghemat tenaga untuk rasa sakit ku ini.
" Sabar ya Mi, sebetulnya kami tidak setuju kamu jual tanah karena tanah itulah yang menghidupi kami, Mina dan Reno serta suami istri mereka dan cucu-cucuku ", Kakak ku akhirnya menjelaskan yang selama ini aku gumamkan.
" Tapi itu milik ku kak, sepenuhnya adalah kuasa ku, selama aku kerja aku juga sudah memberi mu uang untuk biaya hidup kalian bahkan sekolah anak--anak kalian aku yang biayai sampai cucu kalian sekarang masih aku bantu ", Batin ku, tentu aku tidak sejahat itu untuk mrmengungkit apa yang telah ku lakukan dengan ikhlas, aku hanya kecewa saja saat ini.
" Hmm... iya kak", Jawab ku tanpa menoleh, pandangan ku lurus menghadap langit-langit kamar inap ku.
Ternyata penyakit ku ini sudah lumayan parah, sudah hampir sebulan aku di rawat, tidak menunjukkan perkembangan yang kentara, pipi ku nampak tembam dengan warna kulit ku menguning, perut ku bagian atas juga nampak lebih busung.
Teman-teman seprofesi ku bergantian menjenguk ku, bahkan beberapa mantan majikan ku juga ada yang datang menjenguk.
Senang ada yang peduli, meski apalah diri ku ini, hanya pembantu, itu dulu saat raga ku masih sehat tidak seperti sekarang yang terlihat kurus dengan perut dan pipi yang nampak menggelembung.
" Maaf, keluarga bu Aminah! Saya minta bapak atau ibu untuk bicara di ruangan saya?", Dokter yang visit untuk memeriksa kondisiku meminta keluarga ku untuk ke ruangan beliau.
" Iya Dok, mari ", Jawab kakak ipar ku, mengikuti langkah Dokter selesai memeriksa kondisiku dan berjalan meninggalkan ruang inap ku.
Saat itu , Aku tahu kondisi ku sudah tidak ada harapan lagi, sakit ku hanya tinggal menunggu waktu untuk ku pulang, kembali pada sang pencipta ku.
Ya, manusia memang terlahir dengan jalan yang sama melalui rahim ibu, namun jalan kematian seseorang benar-benar rahasia Alloh dan mungkin jalan ku adalah dengan sakit ku ini, hu Allohu alam.
" Ya Robb, jika hidup ku telah sampai waktu ku, mska matikanlah aku dengan keadaan husnul khotimah Aamiin yra", Doaku setiap ku hembuskan nafas dikala sakit ku ini.
" Kak, aku pingin banget makan martabak yang di jalan Seruni, yang lagi kondang itu", Lirih ku mengutarakan rasa yang ingin ku cicip dari martabak yang tersohor di kota ku, pada kakak ku.
" Ya nanti kalau Reno datang, biar dia yang beli, kakak kan nggak bisa naik motor, sabar ya, mau yang manis atau yang asin?", tanya kakak ku.
" Yang manis yang red velvet dengan toping keju, coklat yang lumer", jawab ku lirih membayangkan rasa martabak tenar itu.
" Iya", Jawab kakak ku dengan senyum mengembang di bibirnya.
Hingga tiga hari setelah permintaan ku itu, belum juga terkabul dan kondisi semakin menurun, jika hari ini aku dibelikan martabak yang kuinginkan belum tentu aku bisa menelannya, rasanya lidahku sudah lemas tidak ada tenaga lagi untuk sekedar berbicara pun sulit.
" Istighfar dik", bisik kakak ku dengan isak tangis yang ku dengar sangat menyayat hati.
Pelan dan selalu sebenarnya aku selalu menyebut nama Robb ku, lewat dzikir dan istighfar.
" Tan... Tante Amik, ini martabaknya sesuai keinginan tante, bangunlah Te....", Suara keponakan ku Reno memanggilku, harum martabak tercium lewat indra penciumsn ku, namun lidahku kelu, mata ku pun sudah berat untuk ku buka, hanya mengangguk sebagai responku, kurasakan sesuatu menempel di lidahku, harum coklat itu saja yang kurasakan.
Nafasku tersengal, kadang terdengar seperti mengorok, lantunan ayat suci terdengar dari suara kakak ku yang setia menuntun ku.
Sekilas aku melihat ada cahaya yang yang selalu terlihat, entahlah cahaya apa itu yang jelas cahaya itu seperti akan mendekati, seperti saat ini cahaya itu membawa ku, sesaat setelah itu ku dengar suara kakak ku berteriak memanggil namaku.
" Amik....Amik.... huaaa huaaa huaaa.... Amik jangan tinggalin kakak", itu suara tangisan paling keras yang ku dengar diantara isakan beberapa orang yang disitu.
Tubuhku dingin, aku semakin jauh ditarik oleh cahaya itu, ku tinggalkan semua yang pernah ku miliki, keluarga, saudaraku, temanku, uangku, ladang dan sawahku kecuali perhiasan yang sudah dijual untuk biaya berobatku.
Dan setelah prosesi pemandian dan di sholatkan aku di antar ke makam ku, rumah terakhirku, rumah dimana aku akan bertemu Robb ku.
Dingin, gelap, basah, sempit aku sendiri...
Inilah malam pertamaku
MALAM PERTAMA AKU MENYERAHKAN SEGALA DOSA DAN BERTEMU DENGAN ROBB KU.
SUNGGUH DISINI HANYA AMALAN KU YANG MENJADI SAHABAT SEJATI KU, HANYA BACAAN TADARUS KU YANG MENJADI PENERANG KU.
MALAM PERTAMA DALAM LIANG LAHAT KU.
Mohon kritik dan sarannya ini adalah cerpen pertamaku☺️🙏
Terima kasih Noveltoon telah membuka kesempatan untuk mencoretkan kata hatiku😘🙏🙏