Gerimis berjatuhan lembut di ujung senja. Menghujani Annora dan Nolan yang tengah hanyut dalam pelukan. Selepas Nolan mengambil ciuman pertama gadis mungil dalam pelukannya. Susana haru menyelimuti mereka yang berdiri di taman tepi laut di bawah jembatan raksasa yang menghubungkan dua pulau.
“My light, ingatlah kau selalu berada di hatiku.” Ucap Nolan sebelum melepaskan pelukannya.
Nolan memberi Annora paper bag berukuran sedang yang diambil dari ranselnya. Paper bag itu berisi pohon kaktus mini dari jenis Ariocarpus. Jenis pohon kaktus yang daunnya tidak berduri namun mempunyai bunga yang indah.
“Tetaplah kuat dan cantik seperti dia,” Nolan menujuk kaktus mini dalam pot keramik berwarna putih yang telah berpindah ke tangan Annora. “Aku akan kembali setelah dua tahun, kita akan bertemu lagi di sini.”
Moment perpisahan dengan Nolan kembali terlintas dalam ingatan Annora. Dua tahun sudah mereka putus komunikasi setelah Nolan memilih melanjutkan studinya ke UCL. Membawa pergi separuh hati Annora terbang jauh menuju London.
Hari ini adalah hari yang Nolan janjikan pada Annora. Nolan, cinta pertama Annora, dia akan pulang, kembali pada Annora. Annora sungguh tak sabar ingin segera bertemu dengannya, menuntaskan rindu yang terpendam lama. Bahkan gadis berusia 21 tahun itu sudah menyiapkan hadiah untuk pertemuan mereka dalam paper bag berwarna pink yang dia bawa. Sebuah mason jar berukuran sedang, yang dipenuhi dengan bangau yang terbuat dari bungkus permen.
Seperti legenda Senbazuru. Dimana dalam cerita itu dikatakan. Bahwa orang yang mampu membuat seribu bangau kertas maka keinginannya akan terwujud.
Annora juga membuat origami berbentuk bangau. Meski dalam mason jar yang dia bawa bukan bangau kertas yang ia buat, melainkan bangau dari bungkus permen. Dengan jumlahnya yang belum mencapai angka seribu. Namun gadis itu percaya bahwa keinginannya untuk segera bertemu dengan Nolan akan segera terwujud. Karena setiap bungkus permen yang dia lipat menjadi bangau, terselip doa dan harapannya untuk Nolan.
Lamunan Annora tentang Nolan tiba-tiba terhenti ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang. Seketika jantung Annora bergemuruh mengira lelaki yang dia tunggu akhirnya datang juga. Dengan perasaan bahagia yang Annora segera memutar tubuhnya.
“Nol....”
Ucapan Annora terhenti ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Kebahagian yang tadi singgah di hati Annora perlahan menguap dan akhirnya hilang tanpa bekas. Matanya melebar menatap sosok yang berdiri didepannya.
Bagaimana mungkin Nolan bisa berubah drastis hanya dalam dua tahun? Benarkah ini Nolan yang dia kenal dua tahun yang lalu? Sejak kapan Nolan mulai memanjangkan rambut? Jika ini Nolan kenapa, kenapa wajahnya berbeda... dan matanya... sejak kapan Nolan bermata biru?
“Nona....”
Lelaki itu mengoyangkan kelima jarinya di depan wajah Annora. Menarik kesadaran Annora dari pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Annora tergeragap lalu mengerjapkan matanya.
“I...iya” jawab Annora sedikit terbata.
“Apa anda baik-baik saja” tanya lelaki itu dengan sopan
Annora menghela nafas sebelum menjawab pertanyaanya.
“Ya, aku baik-baik saja. aku hanya sedikit terkejut.” Jawabnya dengan bahasa informal. Ada kecewa yang terpancar dari matanya, menyadari orang yang berdiri di depannya bukanlah Nolan.
“Maaf karena menepuk pundakmu. Tadi aku sudah memanggilmu tapi sepertinya kau sedang melamun. Jadi kau tidak mendengar suaraku.” Lelaki itu membela diri dengan sopan meski bahasa yang digunakan tidak lagi formal.
“Ada apa kau memanggilku?” Annora bertanya dengan sedikit kesal.
“Maaf nona, bisakah kau berpindah tempat? Aku sedang....”
“Memang taman ini milikmu? Seenaknya saja mengusir orang!” protes Annora memotong kalimat yang belum selesai diucapkan lelaki di depannya.
“Taman ini memang bukan punyaku, tapi properti itu punyaku.” Dengan santai Lelaki itu menujuk rangkaian bunga yang menghiasi pagar pembatas di belakang Annora.
“Ambil saja, kenapa kau malah berdiri disitu!” ucap Annora mulai kesal.
Lelaki itu terkekeh “aku memang akan mengambil itu, tapi nanti. Setelah aku selesai melakukan pekerjaanku.” Lelaki itu menjawab dengan datar.
“Apa kau tidak lihat aku sedang melakukan pemotretan?” lanjutnya lalu menujuk ke suatu arah.
Annora menolehkan kepala ke arah yang dimaksud. Annora terkejut melihat beberapa orang tengah menatapnya dengan pandangan jengkel. Diantara gerombolan orang itu juga terdapat sepasang pengantin yang juga menatapnya dengan kadar kejengkelan yang lebih besar.
Annora memalingkan pandangan dari gerombolan orang-orang itu. Pandangannya beralih ke lelaki di depannya, lalu ke rangkaian bunga yang dijalin di pagar pembatas antara taman dengan laut.
Sekarang dia baru meyadari lelaki yang berdiri di depannya adalah seorang fotografer. Dan rangkaian bunga itu akan digunakan untuk pengambilan gambar dengan model sepasang pengantin.
Rona merah langsung menghiasi wajahnya karena malu. Annora mendongakkan kepala menatap fotografer itu. Dia hendak minta maaf karena telah membuat pekerjaannya tersendat. Namu ketika Annora melihat sudut bibir lelaki itu berkedut seolah menahan tawa, rasa kesal kembali tumbuh di hatinya.
''Jadi... bisakah kau berpindah tuan putri?” Tiba-tiba Fotografer itu menunduk mendekatkan wajahnya. Berbisik ke telinga Annora. Annora terkejut dengan kedekatan yang tiba-tiba itu, lalu dengan kasar didorongnya dada sang fotografer. “Brengsek!” Teriaknya lalu berlari menjauh.
Fotografer itu tertawa geli sambil menggelengkan kepala melihat punggung Annora yang menjauh.
“Gadis yang lucu.” Gumannya.
Ketika dia membalikkan badan dia melihat paper bag milik Annora tertinggal dan tergeletak di dekat pagar. Diambilnya paper bag itu, kemudian mengecek isi di dalamnya.
“Gadis yang sungguh unik.” Ucapnya ketika mengegetahui isi dari paper bag itu.
Fotografer itu lalu meletakkan paper bag itu bersebelahan dengan tas kameranya. Sebelum kemudian melanjutkan pekerjaannya yang sempat terjeda.
***
Ini adalah kali ke tujuh Annora datang kembali ke taman tepi laut. Setelah kejadian yang mengecewakan itu terjadi. Dimana di hari yang dijanjikan Nolan untuk pulang, lelaki itu tidak datang menemuinya. Dan seakan itu tidak cukup, Annora malah bertemu dengan seorang fotografer yang membuatnya kehilangan paper bag yang berisi hadiah unutuk Nolan.
Annora masih berharap akan ada keajaiban yang memunculkan Nolan ke hadapannya. Tapi hari ini pun sama saja, sampai warna hitam langit menggeser warna jingga, Nolan tak muncul juga. Mungkin hilangnya hadiah untuk Nolan adalah pertanda bahwa dia juga sudah kehilangan Nolan.
Annora membuang nafas seolah ingin menyingkirkan sesak yang menggumpal di dadanya. Gadis itu masih berdiri di pinggir taman yang berbatasan langsung dengan laut. Menghadap ke pulau di seberang sana yang kini tampak indah dengan kerlap-kerlip lampu yang nampak kecil.
“Nolan, semoga kau selalu baik-baik saja. Semoga akan ada waktu untuk kita bertemu lagi.” Annora berucap lirih, sebelum membalik badan dan melangkah pergi meninggalkan tempat yang membuatnya merasa sedih.
***
Annora berlari dengan kopi di tangan kanannya. Lima menit lagi bisnya akan tiba di halte yang berjarak 20 meter dari gerai tempatnya tadi membeli kopi. Dia tidak boleh terlamat sampai di halte tersebut. Karena bisnya hanya akan berhenti sejenak untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Jika dia sampai terlambat maka dia harus menunggu 15 menit lagi untuk menaiki bis yang berikutnya. Yang artinya dia akan terlambat masuk kerja.
Bruk..!!!
Karena kurang hati-hati dan tergesa-gesa, Annora menabrak seseorang yang seolah muncul tiba-tiba di depannya. Membuat kopi yang dibawanya terguncang dan hampir terjatuh.
“Maafkan saya.” Annora sedikit membungkukkan badan menyuarakan permintaan maafnya.
“Kenapa kau berlari tanpa memperhatikan jalan?” orang itu menyapa dengan suara lembut. Sama sekali tidak ada nada marah dalam suaranya. Meskipun akibat dari tabrakan itu membuat kopi yang dibawa Annora sedikit tertumpah dan mengotori kemejanya.
Annora langsung mendongak untuk melihat siapa yang ditabrak. Seketika matanya melebar ketika mengetahui sosok yang ditabraknya.
“Kau?!” teriak Annora.
Rasa bersalah yang tadi sempat singgah langsung memudar. Orang yang ditabraknya adalah fotografer sialan, yang ia temui di taman ketika dia tengah menunggu Nolan tiga minggu yang lalu.
Fotografer yang juga baru mengenali sosok yang menabraknya, langsung menyeringai dengan mata melebar. Tak menyangka bisa bertemu kembali dengan gadis yang mengganggu pekerjaannya kala itu.
“Ternyata kau gadis kecil.” Fotografer itu menyuarakan keterkejutannya.
“Kenapa kau berdiri disini?! Menghalangi jalan orang saja!” Protes Annora
“Hei... bukan aku yang tidak melihat jalan tap....”
“Aaahhh... bis ku...!” Kalimat yang meluncur dari mulut si fotografer terhenti seketika. Saat Annora berteriak ketika melihat bis yang akan dia tumpangi telah pergi.
“Kau memang membuatku mengalami nasib buruk! Pertama kau membuatku kehilangan tasku, membuatku kehilangan ....” Annora hendak menyebut nama Nolan. Namun dia segera menghentikan ucapannya. Dia tak ingin ingatan tentang Nolan berputar kembali di kepalanya. Air mata yang tertumpah selama tujuh hari itu dirasa sudah cukup untuk menangisi kepergian Nolan.
“Kehilangan apa?” Fotografer itu memiringkan kepala dan menyipitkan mata “kehilangan apa? Kenapa tak kau lanjutkan Annora?” Kali ini fotografer itu bertanya dengan menyebut nama Annora.
“Kau membuatku terlambat masuk kerja!!” Jawabnya asal dengan nada tinggi. Sedetik kemudian Annora menatap curiga fotografer di depannya “Siapa kau? Bagaimana kau tahu namaku?” tanyanya menelisik.
Fotografer itu meringngis ketika dipandang dengan penuh kecurigaan. Selama ini wanita yang dia temui selalu terpesona dan memandang dengan binar kekaguman, saat dirinya yang memiliki wajah tampan dengan mata biru dan berpostur tubuh ideal bisa mengenali nama mereka.
Baru kali ini ada seorang perempuan yang bukan hanya tidak terpikat olah ketampannanya tapi juga berani melemparkan pandangan menuduh, hanya karena dia mengetahui namanya.
“Kau ini sungguh lucu,” fotografer itu memutar bola matanya. “tentu saja dari name tag yang kau pakai.” Jawabnya telak dengan ekspresi menahan tawa.
Rona merah langsung mewarnai pipi Annora. Membuatnya malu dan tak bisa bekata-kata lagi. Ini kedua kalinya Annora mempermalukan diri sendiri di depan fotografer itu.
“Aku Yeriel.” Fotografer itu mengulurkan tangan ke depan Annora. Memecah keheningan diantara mereka. Sejenak Annora memandang tangan yang terulur di depannya, sebelum akhirnya membalas uluran tangan itu.
“Lalu bagaimana sekarang?” tanya Yeriel.
“Apanya yang bagaimana?” tanya Annora tak mengerti.
“Ini.” Yeriel melanyangkan jari ke depan dadanya, menujukkan noda kopi yang menotori kemejanya.
“Salahmu sendiri, kenapa berdiri ditengah jalan. Lagi pula aku juga menderita kerugian. Jadi kita impas.” Annora mengerucutkan bibir, bersiap menyerang jika Yeriel mengajaknya berdebat.
Namun Yeriel tak terpancing, lelaki itu malah tampak mengulas senyum di bibirnya.
“Memang apa kerugianmu?” tanyanya kemudian.
“Tentu saja aku harus mengeluarkan biaya lebih untuk naik taksi karena bis ku sudah lewat!” Annora melemparkan tatapan kesal kepada Yeriel.
“Ah, sudahlah lebih baik aku pergi. Maaf jika aku membuat bajumu kotor, aku akan membayar biaya pembersihannya.” Annora kemudian mengeluarkan kartu namanya dari dalam tas. “Ini kartu namaku, kau bisa menghubungiku di nomor itu, aku akan mentrasfer uangnya.” Annora mengangsurkan kartu namanya kepada Yeriel.
Yeriel memandang kartu nama di tangan Annora. Bibirnya berkedut menahan tawa. Gadis di depannya ini sungguh lucu. Apakah dia benar-benar berpikir bahwa Yeriel akan meminta kompensasi darinya.
Sungguh tidak terlintas sedikit pun dipikirannya untuk meminta ganti rugi pada gadis kecil di depannya ini. Dia hanya merasa senang saja bisa bertemu kembali dengan Annora dan mengganggunya. Bagi Yeriel Annora berbeda dengan wanita-wanita yang dia kenal selama ini.Tidak ada topeng kepalsuan dalam ekspresi yang di tunjukkan Annora padanya. membuat hati Yeriel menghangat. Menimbulkan seberkas keinginan untuk mengenal Annora lebih jauh.
“Hei!! Kau mau mengambilnya tidak?” seru Annora mulai kesal lagi.
“Aku akan mengantarmu.” Yeriel menagbaikan kartu nama itu, lelaki itu malah menarik sebelah tangan Annora, membuat gadis itu terpekik karena terkejut.
Annora memberotak berusaha melepaskan tangan Yeriel dari tangannya. Namun Yeriel tak bergeming lelaki itu tetap membawa Annora menuju mobilnya.
“Masuklah, atau kau akan terlambat bekerja.” Ucap Yeriel tegas, namun dengan nada lembut. Membuat Annora hanya bisa pasrah tak bisa berbuat apa-apa , selain masuk ke dalam mobil.
***
Sore ini Annora duduk di kursi taman di Marine Park. Sebuah taman yang berada di dekat pelabuhan dengan menara pelabuhan sebagai landmarknya.
Kali ini dia menghabiskan sore dengan di temani segelas matcha latte yang ia beli di gerai minuman yang berada di kawasan tersebut. Aroma menenangkan dari teh hijau dan sensasi creamy yang lembut ditambah angin sore yang sejuk, menjadi perpaduan yang sempurna untuk menghilangkan stres dan penat setelah seharian bekerja.
Kedamaian yang melingkupi Annora tiba-tiba terusik oleh suara panggilan masuk dari ponselnya. Annora segera mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Keningnya sedikit berkerut ketika menatap nama di layar ponselnya. Yeriel, sang fotografer yang kini telah menjadi teman Annora.
“Yeriel.” Sapa Annora. “Ada apa?” tanyanya kemudian.
“kau dimana? Aku akan menjemputmu.” Yeriel menyahuti dari seberang.
“Aku sedang di Marine Park. Kenapa tiba-tiba kau ingin menemuiku?”
“Ah, kebetulan aku juga berada di dekat situ. Tunggulah, lima menit lagi aku datang.” Yeriel memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Annora ataupun menjawab pertanyaan Annora.
“Dasar manusia menyebalkan!” Umpat Annora menyuarakan kekesalannya karena percakapannya diputuskan sepihak.
Gadis itu lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Setelahnya dia mengambil gelas minumannya dan menghabiskan isinya yang tinggal sedikit. Kemudia membuang gelas plastik bekas tempat minumnya ke tong sampah yang berada beberapa meter di depannya.
Tepat pada saat Annora hendak kembali ketempat duduknya setelah membuang sampah, videotron yang terpasang di sisi kanan Annora menyiarkan berita pertunangan. Seorang model internasional dengan seorang arsitek yang memenangkan penghargaan Arsitektur Pritzker.
Sesaat Annora mengabaikan berita itu, namun ketika pembawa berita menyebut nama Nolan sebagai tunangan lelakinya, Annora kembali mendongakkan kepala menatap videotron itu. Beberapa detik kemudian layar digital itu menampilkan wajah Nolan beserta sang tunangan. Tampak kedua pasangan itu tengah tersenyum memamerkan cicin yang melingkari jari mereka.
Annora melebarkan mata melihat apa yang ditampilkan layar digital tersebut. Tanpa sadar tangannya bergerak menutup mulutnya, seolah ingin membungkam agar mulutnya tak menjerit menyuarakan keterkejutannya.
Setelah layar digital itu selesai memberitakan tentang Nolan. Annora berjongkok memeluk kedua lututnya dan menundukkan wajahnya. Tangisannya pecah seketika, mengiringi rasa sesak yang merambati dadanya.
Apa yang baru saja dilihatnya sungguh-sungguh membuat Annora jatuh dalam kesedihan mendalam. Lima tahun penantiannya terjawab sudah. Nolan tidak akan pernah kembali.
Yeriel tiba di tempat Annora tepat pada saat berita itu disiarkan. Maka sudah pasti dia ikut menyaksikan berita pertunangan itu. Yeriel juga mengetahui siapa Nolan yang ada di berita itu, karena sedikit banyak Annora telah bercerita tentang Nolan pada Yeriel.
Kini ketika dilihatnya Annora yang berjongkok dengan bahu berguncang karena isakannya, Yeriel bergegas menghampiri Annora. Yeriel berjongkok dengan salah satu lutut menopang tubuhnya. Dengan lembut dia menarik Annora ke dalam pelukannya sebelum kemudian menghela gadis itu agar berdiri.
“Sshhh... aku disini” Yeriel mengusap pungung Annora untuk menenangkannya. Meski dia sendiri juga sedang menahan amarah. Karena Yeriel menyukai Annora, jadi dia tidak suka ada orang yang membuat Annora menangis.
“Yeriel... dia....” Annora tak mampu melanjutkan ucapannya. Tangisannya kembali pecah dalam pelukan Yeriel.
“Iya, aku tahu.” Yeriel mengecup pucuk kepala Annora. Pelukannya semakin erat untuk menenangkan tubuh Annora yang berguncang di dadanya.
''Kita pergi dari sini.” Ucapnya lembut lalu menghela Annora meninggalkan Marine Park.
Yeriel membawa Annora ke apartemenya. Setelah memarkirkan mobilnya di basement apartemen Yeriel membawa Annora menaiki lift menuju ke roof top gedung apartemen tersebut.
“Kenapa kau membawaku kesini?” Annora bertanya pada Yeriel dengan suara serak karena lama menangis.
“Agar kau bisa menumpahkan perasaanmu.” Yeriel berucap lembut. “Teriaklah Annora, kau akan merasa lega.” Lanjutnya sambil bejalan menuju tepian roof top.
“Aaaaaahhhhhh!!!!” Yeriel mulai berteriak setelah sampai ditepian roof top. Sementara Annora hanya terdiam berdiri di belakang Yeriel.
“Kemarilah Annora.” Yeriel membalikkan badan serta mengulurkan tangannya ketika Annora masih berdiam diri saja. Sejenak Annora meragu namun akhirnya dia menerima uluran tangan Yeriel.
“Lepaskanlah Annora, kau boleh memaki, kau boleh menyumpah. Keluarkanlah semua yang menyesakimu.” Yeriel menangkupkan tangannya kesisi kanan dan kiri wajah Annora. membujuk Annora dengan dengan tatapan mata indahnya. Lalu bibirnya mengecup lembut kening Annora sebelum melepaskan tangganya dari wajah Annora.
Annora kembali meneteskan airmatanya, namun tak urung dia mencoba untuk mengeluarkan suaranya mengikuti saran Yeriel.
Diawal Annora sempat merasa susah untuk berkata. Namun akhirnya dia bisa melakukannya, gadis itu tak hanya berteriak tapi juga memaki dan menyumpahi, melepaskan apa yang menyesaki dadanya.
Yeriel kembali memeluk Annora ketika gadis itu lelah bersuara dan mulai menangis lagi. Dada Yeriel ikut merasa sesak ketika melihat gadis yang disukainya begitu terluka dengan kenyataan yang baru saja dia terima.
Mereka lalu duduk bersandar pada tembok pembatas. “Jangan takut Annora, aku akan selalu berada di sisimu.” Bisiknya pada Annora yang menyandarkan kepala di bahu Yeriel. “Terimakasih Yeriel.” Jawab Annora lalu menenggelamkan wajahnya yang masih basah oleh airmata ke dada Yeriel.
Ketika Yeriel merasakan isakan Annora sudah mereda, Yeriel menundukkan wajah untuk melihat wajah Annora. ketika dilihatnya Annora telah tertidur Yeriel membawa Annora dalam gendongannya. Lelaki itu lalu turun dengan membawa Annora dalam gendongannya menuju lantai unit apartementnya. Dibaringkannya Annora di ranjang kamarnya. Setelahnya dia melepaskan sepatu Annora lalu menyelimuti gadis itu. Kembali dikecupnya kening Annora sebelum Yeriel pergi meninggalkan kamar itu untuk tidur di sofa ruang tamu.
***
“Annora kau akan tidur sampai kapan?”
Waktu sudah menujukkan pukul delapan pagi ketika Yeriel memasuki kamarnya untuk membangunkan Annora. Lelaki itu lalu membuka tirai agar cahaya matahari bisa masuk dan menghangatkan ruangan itu.
Sensasi hangat langsung menerpa wajah Annora begitu tirai itu terbuka. Membuat tidurnya terusik. Annora mengucapkan kalimat protes tak jelas sambil menarik selimutnya menutupi hingga ke kepala.
“Annora, bangunlah, ini sudah siang.” Yeriel menarik selimut Annora. Gadis itu sejenak menggeliat, namun perlahan matanya membuka dan langsung terkejut. Mendapati Yeriel yang sudah duduk di pinngir ranjang. Annora segera bangun lalu duduk dengan bersandar pada kepala ranjang.
“Aku... semalam aku tidur disini?” Annora bertanya dengan ekspresi bingung.
“Iya, cepatlah bangun dan bersihkan dirimu. Aku sudah menyiapkan sarapan. Kita belum makan sejak semalam, jadi cepatlah.” Jawab Yeriel datar lalu pergi meninggalkan Annora.
***
Annora segera menyusul Yeriel di meja makan setelah selesai membersihkan diri. Meski matanya terlihat bengkak karena lama menangis, namun wajahnya sudah terlihat lebih cerah dibandingkan dengan semalam.
“Yeriel, terimakasih.” Lirih Annora ketika dia telah duduk di hadapan Yeriel. Membuat Yeriel menghentikan gerakannya yang hendak menyuapkan omurice ke mulutnya. Lelaki itu tersenyum tulus kearah Annora. “Terimakasih untuk apa?” tanyanya.
“Untuk semua yang kau lalukan untukku.” Annora menyahuti dengan tulus. “Yeriel, aku akan berusaha kuat menerimanya. Berita semalam kurasa adalah pertanda agar aku berhenti menunggunya.” Lanjutnya kemudian menyuarakan apa yang ada di pikirannya.
Yeriel kembali tersenyum lalu menggegam tangan Annora dengan lembut. “Percayalah kau bisa melewatinya. Setidaknya dengan kau mengetahui berita itu, kau mendapat jawaban dari penantianmu. Sekarang kau bisa bebas melanjutkan langkahmu. Aku akan selalu mendukungmu.”
Annora tersenyum mendengar kata-kata Yeriel. Apa yang lelaki itu katakan memanglah benar. Kini dia tak perlu lagi menunggu sesuatu yang tak pasti. Terlebih kini dia bisa membuka hatinya untuk siapapun tanpa harus takut menyakiti perasaan Nolan. Dia hanya perlu membiarkan semua mengalir sebagaimana mestinya, hingga nanti waktu bisa menyembuhkan luka hatinya.
“Sekarang makanlah Annora, sebelum sarapanmu menjadi lebih dingin lagi.” Ucap Yeriel tegas, namun dengan senyum menghiasi bibirnya.
***
3 bulan kemudian.
“Yeriel kenapa kita kesini? Ini rumah siapa?” tanya Annora ketika mereka turun dari mobil.
“Ini Villa keluargaku, aku punya kejutan untukmu. Tapi kau harus menutup matamu.” Jawab Yeriel.
Lelaki itu lalu menggeluarkan dasi yang tadi disimpan di saku jaket. Lalu menutupkannya ke mata Annora. Setelahnya Yeriel menggandeng Annora memasuki Villa dan langsung menuju lantai dua.
“Kau boleh membuka matamu Annora.” Yeriel melepas penutup mata Annora ketika mereka telah sampai di balkon. Perlahan Annora membuka matanya. Hati Annora bergetar oleh perasaan haru yang sulit dideskripsikan ketika melihat apa yang tersaji di hadapannya.
Di kanopi balkon itu tergantung untaian bangau kertas warna warni yang meliuk-liuk diterpa angin sore. Begitu banyaknya hingga hampir menutupi seluruh permukaan kanopi. Seolah itu masih masih belum cukup, di pagar pembatas balkon pun juga terdapat rangkaian bangau-bangau kertas. Ditambah lagi warna langit yang bergradasi dengan air laut di ufuk barat.Membuat gambaran senja yang semakin indah.
“Cantik sekali.” Annora tak kuasa menahan air matanya. Meski begitu bibirnya tetap mengulas senyum. Gadis itu lalu mendongak menatap Yeriel yang berdiri di sampingnya, dengan tatapan yang seolah berkata, ‘ini maksudnya apa?’.
“Ini adalah hadiah untukmu. Seribu bangau kertas.” Seakan mengerti arti tatapan Annora, Yeriel menjawab apa yang tidak disuarakan Annora. “Aku menghitung jumlah bangau yang ada dalam manson jarmu sebelum aku mengembalikannya padamu, jumlahnya baru mencapai 165. Jadi aku membuat ini. Ada doa dalam setiap bangau yang ku buat. Aku harap kau akan selalu bahagia dan menemukan cintamu, meski bukan aku orangnya.”
Seketika air mata Annora menetes kembali mendengar apa yang Yeriel ucapkan. Lelaki ini sungguh tulus mencintainya, meskipun dia tahu bahwa hati Annora masih belum bisa melepas Nolan sepenuhnya.
“Yeriel....” Annora hanya mampu mengucap nama lelaki yang kini berdiri di depannya.
“Annora.” yeriel memegang kedua bahu Annora. menatap gadis mungil di depannya dengan pandangan mata teduh. ”Annora, aku tahu kau masih belum bisa melepasnya. Aku tidak akan memaksamu untuk melupakannya, aku hanya ingin kau tahu, Aku mencintaimu namun aku tidak akan memintamu membalasnya. Aku hanya ingin berada di sisimu Hingga nanti kau menemukan hati yang tepat untuk menjagamu.”
“Yeriel kenapa kau melakukan ini?”
“Aku tidak tahu. aku hanya tahu aku mencintaimu dan ingin membuatmu bahagia.”
Annora tersenyum sekaligus menangis mendengar jawaban Yeriel.
“Yeriel terimakasih.” Hanya ucapan terimakasih tulus yang mampu Annora suarakan di sela isak tangisnya.
Yeriel menempatkan kedua tangannya di pipi Annora. menghapus air mata dengan ibu jarinya.
Yeriel mendekatkan wajahnya menatap Annora dengan tatapan penuh kasih sayang. Ketika tak ada reaksi penolakan dari Annora Yeriel semakin mendekatkan wajahnya. Menyatukan keningnya dengan kening Annora.
“Annora mulailah kisah barumu.” Yeriel berucap lembut kepada Annora, lelaki itu lalu memberi kecupan lembut di bibir Annora dan menciumnya.
Sejenak Annora hanya terdiam merasakan ketulusan perasaan Yeriel yang diberikan padanya. Sebelum akhirnya dengan air mata berderai Annora membalas ciuman Yeriel.
Perasaan bahagia melingkupi hati Yeriel. Dengan Annora membalas ciumannya. Maka itu artinya Annora bersedia memulai kisahnya dengan Yeriel. Dalam hati Yeriel berdoa agar Annora bisa menerima cintanya.
Sementara Annora sendiri berharap agar keputusan yang diambil untuk menerima Yeriel bukanlah keputusan yang salah. Dia akan mencoba mencintai Yeriel. Seperti kata-kata Plato ‘if you can’t have the one you love, love the one you have’.
Matahari tenggelam di ufuk barat menjadi saksi dari janji yang diucap dalam diam. Annora dan Yeriel dua insan yang berharap kebahagian dalam hubungan mereka. Seperti doa yang terselip dalam seribu bangau kertas.