Aku Kasih gadis pendiam yang lebih suka menghabiskan waktuku dengan menyendiri daripada harus berada di tengah keramaian. Aku bukanlah tipe orang yang akan menceritakan apa yang sedang aku rasakan pada orang lain, bahkan sekalipun itu orang terdekatku. Aku adalah seorang siswa di salah satu SMK bergengsi yang ada di kota ku.
Suatu hari aku yang baru saja tiba di kelas, tiba tiba mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari salah satu teman kelasku yang terkenal dengan kesombongannya. Ia selalu menindas siswa lain yang terlihat lemah.
"Akhirnya kamu datang juga, kesini kamu!" ucap gadis itu menyuruhku untuk mendekat ke bangkunya.
Aku tetap diam, mengikuti ucapannya untuk mendekat ke tempatnya dengan santai.
"Cepat kerjakan tugasku," ucapnya sambil melempar bukunya ke hadapanku.
"Kenapa aku yang harus mengerjakan tugas tugasmu?" tanyaku masih terlihat santai.
"Apa kamu tau siapa aku?" tanya gadis itu, tapi aku hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
Mana aku tau dia siapa, kecuali dia adalah siswa di sekolah ini sama sepertiku. Lagi pula aku juga tidak peduli siapa pun dia, bahkan jika dia adalah anak seorang presiden sekalipun aku tidak akan pernah peduli.
"Dasar kampungan, aku beritahu agar kamu tidak macam macam denganku, aku adalah anak dari kepala sekolah disini, jadi cepat lakukan apa yang aku katakan." Dengan sombongnya ia mengatakan hal itu, aku hanya menanggapi ucapannya dengan tersenyum dan mengambil buku buku yang tadi dilemparnya.
Aku pun mengerjakan semua tugas tugas tugas milik gadis itu, sampai selesai.
"Ini, sudah aku selesaikan semuanya," ucapku memberikan kembali buku buku milik gadis itu.
Ia pun mengambilnya tanpa mengatakan kata terimakasih padaku.
"Apa kamu punya makanan?" tanya gadis itu kembali.
"Ada," jawabku singkat.
"Berikan padaku, aku belum sarapan."
Aku tetap diam, lalu memberikan kotak makan siang yang berisi nasi goreng buatan ibuku.
Gadis itu mulai menyuapi nasi goreng yang aku berikan tapi tiba tiba dia ...
Brak!
Gadis itu membuang kotak makan siang milikku ke sembarang arah, membuat isinya berantakan kemana mana.
"Apakah itu yang disebut makanan? Kenapa rasanya sangat menjijikkan?"
Aku masih tetap diam memperhatikan sikap gadis itu, yang seenaknya saja.
"Apa itu buatan ibumu?"
"Iya," jawabku dengan menahan amarahku, jangan sampai aku bertindak gegabah.
"Pasti ibumu sama kampungannya denganmu, makanya masakannya rasanya seperti sampah."
Bruk!
Aku mendorong tubuh gadis itu dengan keras sampai membentur meja.
Aku mendekat kearah gadis itu yang terlihat kesakitan, aku mencengkram dagunya dengan keras. Aku tidak peduli jika ia merundung ku tapi aku tidak akan pernah terima jika ia menghina ibuku, dan itu berlaku untuk siapa pun.
"Beraninya kamu!" Gadis itu bangun dan hendak membalas ku.
Bruk!
Aku kembali menendang perutnya dan ia kembali tersungkur di hadapanku dengan memegang perutnya sambil merintih kesakitan saat aku menginjak perutnya dengan keras.
"Aku diam bukan berarti aku takut padamu, aku hanya tidak ingin mencari masalah dengan siapa pun, tapi aku peringatkan! Jangan pernah menghina ibuku!" Aku menatapnya dengan tatapan tajam seperti ingin mengulitinya karna emosi yang tidak bisa aku tahan lagi.
"Kali ini aku hanya memberikanmu pelajaran ringan ini, tapi lain kali aku akan memotong lidah mu itu." Aku beranjak meninggalkan gadis itu yang tengah kesakitan.
Sebelum benar benar keluar dari kelas aku berbalik sambil menatap gadis itu penuh ancaman.
"Jika kamu adalah anak kepala sekolah, aku adalah anak dari pemilik sekolah tempat ayahmu menjadi kepala sekolah."
–****TAMAT****–