Busway, i'm in love adalah salah satu judul novel online yang berada di aplikasi noveltoon. Nama pena penulisnya Rifa Mukherjee. May be, dia penyuka Bollywood. Aku heran, tulisan sebagus itu tapi pembacanya masih sedikit. Yah, mungkin karena authornya terbilang baru. Tapi asalkan kalian tahu, ini cerita yang berbeda dengan ribuan novel yang berjibun di aplikasi. Novel sederhana dengan konflik yang manusiawi, maksudku bukan konflik ala-ala drama sinetron. Bukan aku bilang cerita yang lain jelek, ini soal selera. Aku sih suka yang gini, sederhana ga pakai mendayu-dayu.
Entah berapa kali aku mengulang membaca novel ini. Rasanya tidak ada bosannya. Aku benar-benar jatuh cinta pada tokoh utama dalam novel ini. Pasangan Gusti dan Alya. Mereka berhasil hidup dalam imaginasiku. Dan siang ini setelah berhasil menidurkan kedua anak-anakku yang masih balita, aku ingin mengulang membaca novel itu lagi. Yah, daripada mau apa. Di luar sangat panas, matahari sedang galak-galaknya. Mau main ke tetangga juga yang ada nanti ujungnya ghibah. Mending di rumah ajalah.
Aku mulai membuka aplikasi noveltoon sambil rebahan. Sesekali mengipasi anakku dengan kardus bekas susu formula mereka. Maklum kipas angin di rumah kami sedang rusak, dan suamiku yang sibuk bekerja belum sempat membawanya ke tukang servis. Alhasil kalau siang begini rasanya mendidih di dalam kamar. Beruntung di sela mengeluh, aku masih punya hiburan gratis bermodal kuota saja. Baca novel kayak gini, apalagi.
Langsung aku klik judul novel yang sudah aku favorit sejak lama. Dan di chapter ini aku paling suka. "Solang Valley"
Baru baca beberapa paragraf, mataku terasa di ganduli mall Paragon. Kantuk tak tertahankan. Pelan tapi pasti, kesadaran ku menguar. Tubuh yang tadi terasa panas seperti terbakar, kini terasa aneh. Aku menggigil, kedinginan. Aku butuh selimut. Tidak hanya untuk ku tapi juga anakku yang jelas terbaring di sebelah ku tadi. Belum pernah aku merasakan sedingin ini. Sama sekali belum pernah, karena seringnya kami kepanasan.
Bagaimana bisa sedingin ini, ya Tuhan. Saat aku membuka mata. Bukan pemandangan kamar sepetak yang aku temui. Melainkan hamparan putih salju yang sangat luas. Pantas saja aku kedinginan. Jalankan ambil selimut di dalam lemari, sedang dimana saja aku tidak tahu.
Aku terperanjat hingga jatuh terjungkal. Aku masih bingung. Lalu sebuah tangan kokoh terulur di hadapanku. Tangan seorang pria tampan berjambang tipis. Tatapan matanya, penuh cinta dan meneduhkan.
"Sayang, pelan-pelan, lihatkan kamu sampai terjatuh gitu!"
Siapa? siapa ini? dia bukan suamiku, meski jauh lebih tampan dari suamiku, aku tidak pernah berniat berpaling. Aku tidak akan oleng pada laki-laki ini meski dia merayuku duluan.
"Hai, kenapa malah bengong? mari aku bantu!" tangannya masih terulur. Dan aku masih bengong dengan wajah bodohku.
"Anda... siapa-- anda? tanyaku dengan bergetar.
Pria itu malah tertawa. Sumpah Tuhan, dia sangat tampan. Ketampanannya menyerupai aktor Bollywood, Sidmalhotra. Kalau dia asli orang India, dia hebat bisa ngomong bahasa negaraku.
"Alya, jangan bercanda! masak gara-gara jatuh begitu saja, kamu langsung hilang ingatan! ini ga lucu, hahaha..."
Dia memanggil ku apa? Alya? Ingin sekali aku menjawab, hai pria tampan, namaku Kiyya, bukan Alya! Tapi shit! mulutku kaku, aku masih bingung dengan semuanya. Kalau aku Alya, jangan bilang dia Gusti. Huh, yang bercanda siapa sih ini!
Aku abaikan pria tampan itu. Aku bangun sendiri, lalu menutup mataku sendiri, barang kali aku bermimpi. Benar! ini mimpi. Tadi aku ingat tidur bareng dua anakku. Naila dan Manaf. Aku tutup mata dan aku tampar sendiri ke dua pipiku dua kali. Kalau ku tampar berkali-kali, namanya bukan memastikan tapi menganiaya diri sendiri.
Auchhhhh!!! sakit ternyata.
"Heh, sayang kamu kenapa mukul pipi kamu sendiri? hentikan aku bilang!"
Pria itu mencekal tanganku dan langsung menarik tubuhku kedalam pelukannya. Wangi tubuhnya, astaga! membuatku betah di peluk sebenarnya. Tapi aku ingat Mas bojo. Ini salah! Aku bergeliat, minta di lepas. Tapi, dia malah gemas, memelukku semakin kuat.
Lalu terdengar suara wanita memanggil. Saat aku mengedarkan pandangan. Ternyata ini bukan hamparan salju yang sepi. Ada banyak orang di sana. Ramai, lebih mirip tempat wisata. Aku baru menyadari hal ini.
"Dude!!!" Panggil seorang wanita cantik dengan tubuh ramping sekelas Anya Geraldine.
"Apa kamu mau menemani ku bermain Ski?"
Pria yang sedang memelukku terlihat terperanjat. Raut wajahnya tertangkap oleh ku, dia tidak suka dengan wanita yang baru saja mendekati kami.
"Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Alya ingin mencoba naik Yak." Dia memanggilku dengan nama itu lagi.
"Jadi aku akan menemaninya."
"Kekanak-kanakan sekali. Apa kamu tidak tahu, jika Gusti itu lebih suka melakukan hal yang ekstrim. Jika naik sapi saja, kenapa jauh-jauh datang kesini!"
Tunggu, dialog ini aku hafal sekali. Ini dialog antagonis bernama Elena, salah satu tokoh dalam novel Busway, i'm in love. Jadi, sekarang aku sedang jadi Alya. Astaga, astaga, astaga! Mana pantas aku jadi Alya muda yang cantik jelita. Aku ini ibu-ibu beranak dua. Perutku sudah bergelambir karena lemak membandel. Mereka bercanda kalau mengganggap aku Alya sang tokoh utama. Aku diam saja. Bingung mau bagaimana.
"Ayolah dude, Alya diam saja. Itu artinya dia kasih ijin buat kamu temenin aku"
Sialan ini! Meski aku bukan Alya, mana suka aku sama antagonis ke gatelan. Jiwa istri garang ku meronta-ronta.
"Apa kamu tidak bisa mengajak orang lain? Siapa bilang aku anak kecil, asal kamu tahu ya, aku sudah punya anak dua! pengalaman ku di atas kamu ya, jadi yang sopan kalau ngomong!"
Pria tampan dan wanita ramping di depanku bengong. Otak mereka eror sepertinya. Bingung kali ya, aku nyebut punya anak dua. Sebaiknya aku pastikan dulu, aku ini siapa.
"Sayang kamu baik-baik saja kan?" Uhhh... gemes kan aku jadinya di panggil ayang terus. Berasa jadi tante-tante girang aku ini.
"Mas ganteng, boleh aku pinjam kaca, atau ponsel boleh kalau ga ada kaca!"
"Buat apa?" Mas ganteng yang di panggil Gusti itu masih terlihat bingung
Buat ngaca, memastikan wajah asliku. Itu jawaban di hatiku, kalau dari mulutku ya aku jawab, "Aku pengen Selfi"
Biar mereka tidak semakin bingung. Kasihan wanita di depanku, wajahnya kelihatan jelek kalau bingung.
"Oh... aku fotoin aja, kamu pose gih!"
Aku cengengesan, duh duh berasa banget di sayang Mas ganteng. Mas bojo maafkan Kiyya. Aku tetep padamu kog Mas. Aku pun berpose, ga mau kemayu. Pose yang biasa aja. Berdiri sambil memeluk tubuhku sendiri. Asli dingin, ga becanda Jum!
Cekrek!
"Dude, jangan abaikan aku! aku juga mau di foto!"
Hih, emang ya. Tak akan aku biarkan wanita itu nempel Mas ganteng. Aku sudah penasaran juga lihat hasil fotonya. Sukurin di kacangin.
"Boleh lihat fotonya?"
"Tentu sayang, kamu cantik, cantik sekali"
Aku tidak percaya. Wajahku, tubuhku, semuanya. Berbeda dengan ku. Foto itu, bukan aku, itu seorang gadis cantik berusia dua puluh tahunan. Bukan aku. Ini artinya, jiwaku berada di tubuh gadis cantik yang sejak tadi di panggil sayang oleh pria tampan ini.
Mas, Mas Joko! suamiku, tolong aku.... jiwa istrimu kesasar ini mas!
"Dude!" perempuan itu masih saja ngeyel, minta di perhatikan. Panggilan apa itu, dude? dat dute! dat dute! dia kira kentut apa. Bunyinya sama.
"El, please... hargai kami! kami butuh privasi, kamu bisa bergabung dengan yang lainnya..."
Sukurin! ga tau malu sih. Ga tau ada orang bingung. Aku maksudnya yang masih bingung.
El, dia menghentakkan kaki sebal lalu pergi juga.
Selanjutnya apa lagi ini?
Aku masih ingat jalan cerita selanjutnya. Alya merasa di remehkan, dia ga jadi naik Yak, sejenis sapi berbulu yang hidup di daerah bersalju seperti ini. Tapi Alya berubah pikiran lantas mengajak naik paragliding. Kalau di suruh begitu juga jelas aku emoh!
"Sayang ayo, katanya mau naik Yak! atau kamu mau coba itu?" tunjuk Mas ganteng pada benda yang sedang bertaburan melayang di garis langit.
"Ah... tidak! tidak! ayo, ayo, kita naik sapi saja!"
"Hemft... padahal aku pengen ajak kamu naik itu," Wajah Mas Gusti terlihat sedih.
"sekaligus membuktikan pada Elena, kalau kamu itu pemberani!" rayu Mas ganteng.
Cuih! di novel saja Alya sampai nyebut-nyebut mau mati. Aku yang udah tua sih ogah! beneran mati malah repot. Udah jiwa kesasar gini. Mati di tempat asing pula. Kasihan anakku, kan aku malah mau nangis kalau ingat anak.
"Gimana? mau ya naik Paragliding? aman sayang, suamimu ini sudah profesional"
Aku geleng-geleng terus. Si Mas, ga paham atau gimana sih. Dia malah gendong tubuh ku, bukan maksudku tubuh Alya, tapi jiwaku ini. Aku ga bisa apa-apa selain meronta. Dia malah tertawa bahagia. Duh dek!
Singkatnya, sekarang kami sudah di atas bukit. Wes mboh, tadi kami naik heli kesini. Terus sekarang tubuh ini sedang di persiapkan buat naik apa itu tadi, Paragliding. Orang kaya emang mainannya ada-ada saja. Aku yakin wajah cantik ini sekarang sudah pucat pasi.
"Mas aku ga mau, ga berani beneran sumpah!"
"Asal Mas tahu, permainan ekstrim yang pernah aku naiki hanya komedi putar saat ada pasar malam. Itu saja jantung 'ku serasa mau lepas." Wow, keren ini aku berdialog kayak di novel.
"Hahaha...Percaya sama aku sayang! tidak perlu takut, aku akan memelukmu dari belakang nanti!"
Halah, apa tidak tambah bergetar jiwa ini.
"Pegang ini! Kita mulai oke. Siap!!!" Mas ganteng menyerahkan sebuah kamera yang sudah terpasang di tongkat narsis. Dua orang petugas membantu mendorong kami untuk terjun.
Aku menjerit histeris. "Ya Tuhan...ya Tuhan...ya Allah...ya Allah..." Aku merasa sekarang tubuhku sudah melayang di udara. Seperti inikah yang di rasakan Alya.
"Sayang buka mata kamu!"
"Ga mau! aku takut!"
"Apa kita akan mati?"
"Hahaha...kita akan hidup seribu tahun lagi sayang. Ayo buka mata kamu!" Aku pengen buka mata tapi habis itu semua harus normal.
Kekeh aku ga mau. Aku takut tinggi. Tanganku gemeteran ini. Tubuhku rasanya anyep. Jantung ku masih berdetak tapi sepertinya sebentar lagi lepas.
"Buka! atau aku cium bibir kamu!"
Sialan! di ancam pula. Aku terpaksa melek.
"Ya Tuhan, ya Tuhan...aku benar-benar sedang terbang seperti burung." Mataku membelalak. Terus merem lagi.
"Bagaimana kamu suka?"
"Enggak!" jangan bilang aku bakal bilang indah sekali atau luar biasa. Aku ngeri. Aku merem lagi.
Udah merem melek kog ya masih tetep aja ga balik ke semula. Asem!
"Sayang lihat aku!"
Terpaksa ini aku mendongak, dan seketika bibirku di tempeli bibir Mas ganteng. Sialan! berdosa banget ini aku. Mas Joko... maap! ini aku tidak bermaksud berselingkuh. Untungnya saja ini bibir orang.
"Mas!!!"
"Hahaha tapi suka 'kan?" Mesum juga ini mas ganteng. Suka gundulmu!
Aku panik lagi saat akan mendarat. Blasss! ga sedikit pun aku nikmati permainan ini. Isinya takut tok.
"Ya Tuhan...ya Tuhan...Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....." Perut berdesir-desir hebat, geli-geli gimana gitu. Bersamaan dengan itu, rasanya ada yang mengalir di sela pahaku. Aku pipis ini.
"Hahahaha....gemesin banget kamu sayang!"
"Gemesin gundulmu!!!" Aku udah ga tahan untuk mengumpat. Kalau saja, ini beneran sama suamiku, aku rela. Tapi ini Mas ganteng yang fatamorgana. Meski aku baca novelnya sampai bucin. Aku ga kepengen begini. Enggak sama sekali.
Mas ganteng terlihat bingung. Lalu detik berikutnya, paralayang kami seperti diterpa angin kencang. Wussssss!
Kami sepertinya bakal gagal mendarat Bodoh amat kalau dia bingung. Tubuh ini rasanya di tampar-tampar angin. Dengan kata lain terombang-ambing. Aku merem. Pasrah, jika mati ku bakal begini.
Mas Joko aku cuma cinta sama kamu, anakku Naila dan Manaf, bunda sayang kalian. Itu kata-kata yang terus aku patri di dalam batinku.
Aghhhhhhhhhhhhhh.....!!!!
Semua terlihat berputar-putar. Rasa dingin yang tadi aku rasakan sudah hilang. Sekarang malah terasa panas, gerah minta ampun. Apa aku sudah masuk di area neraka jahanam?
Aku meraba sekitar ku, basah. Aku yakin posisiku sekarang terbaring. Kalau aku jatuh dari ketinggian tadi, sudah pasti aku remuk. Tapi ini empuk, kayak rebahan di kasur. Aku masih bisa menggerakkan tanganku.
Pelan aku membuka mata. Di atas ku langit-langit kamar yang sangat aku kenali.
Ah, akhirnya aku kembali ke duniaku. Aku senang, ga jadi mati dan bisa balik lagi. Aku langsung terduduk, menyentuh punggung kecil anak-anakku. Aku menangis sesenggukan. Dari sini aku paham. Dunia halusinasi memang indah, tapi kenyataan sebenarnya adalah hal yang paling berharga. Aku bahagia dengan hidupku, bagaimana pun repot dan susahnya aku membesarkan anakku dan mengurus rumah tangga. Aku bahagia. Mas Joko, aku pengen peluk kamu.... huaaaa.... hiks...hiks..
Puas nangis aku baru kerasa ga nyaman, kasur yang aku duduki basah. Baunya juga pesing. Apa anakku ngompol? aku cek Pampers mereka. Kering. Tidak bocor!
Sial! Aku yang ngompol sendiri, gara-gara tadi mimpi takut naik paragliding!
Jum! Jum! alamat harus jemur kasur ini!
.
.
.
Semoga kalian suka cerita receh gini, mampir juga di novel saya dengan judul yang sama ya🥰
BUSWAY, I'M IN LOVE🥰