Tersebutlah seorang anak laki-laki dari keluarga miskin yang bernama Zidan, kelas 2 SMP. Saking miskin dan bodohnya, ia dibully habis-habisan setiap hari. Wajahnya hitam kusam, seragamnya tak pernah dicuci, dan yang paling parahnya, sepatunya juga tak pernah dicuci walau sudah terkena lumpur, sehingga membuat kotor lantai kelas.
"Huh, gara-gara kamu lantai kelas kita selalu kotor, TAU!" Ketus Benni.
"Wuuuu dasar bodoh... dasar bodoooh. SADAR GAK KALO LU BODOH, HAH?" Natan ikut-ikutan.
"Iya nih. Keknya harus dikasih terjun dari atas dulu nih baru dia sadar!" Fito juga ikut-ikutan.
Zidan hanya bisa diam. Tak ada yang mampu dilakukannya untuk menghentikan mereka.
Tiap pulang ke rumah, Zidan hanya bisa menangis. Menatap dirinya yang dikatakan bodoh itu. Kata-kata tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Ingin dia hentikan, tapi ngiangan itu sulit untuk dihentikan.
Ia sudah gak kuat hidup, sampai-sampai dia merencanakan hal gila untuk besok pagi di sekolah.
Dia...
Ingin...
Bunuh...
Diri...
🚪🚪🚪
Ketika kelas dimulai, Zidan izin ke guru kalau dia ingin ke toilet.
Tapi sesungguhnya Zidan berbohong.
Ia menaiki tangga, naik dari lantai 1 ke lantai 3. Lalu ia menuju ke pinggir, menatap ke lapangan basket.
Jalan akhir hidupnya sudah amat dekat.
Hanya tinggal terjun ke bawah, dan semuanya akan usai baginya.
🚪🚪🚪
"Baiklah anak-anak, apakah ada yang ingin ditanyakan?" Tanya guru itu.
Semua murid hanya diam, malu untuk menjawab tidak.
"Sepertinya tak ada yang ingin ditanyakan. Baiklah, sekarang kalian catat materi yang barusan sudah bapak tulis di..."
BRAK!
"Eh, itu ada suara apa di luar?" Tanya guru.
"Gak tau, pak," ucap salah satu murid.
"AAAAAAAAAAAAAAAAA..." teriak salah satu guru di luar.
"Wah, kenapa tuh. Anak-anak, ayo kita lihat!" Perintah guru, ia semakin penasaran.
Para murid pun mengikuti guru mereka, ikut melihat.
Di luar sudah banyak para guru dan murid yang keluar dari kelas masing-masing, menuju lapangan basket. Penasaran dengan akan apa yang terjadi.
"YA AMPUN!" Kata salah satu orang dari kerumunan ini.
Semuanya pun menutup mulut, terkejut.
Bagaimana tidak?
Di lapangan basket ini...
Tergeletak tubuh seorang murid yang sudah meninggal, penuh darah di sekitarnya.
Dia...
Adalah...
Zidan!
Pelajar miskin yang terbully itu sudah tak kuat untuk hidup.
"ZIDAN!" Seru Natan.
Seluruh murid sekelas Zidan menangis, termasuk yang membullynya, sebab ia telah pergi, hari Kamis, pagi ini, pukul 07:24.
Suasana menjadi sedih, juga ramai.
"Maafkan aku, Zidan. Aku nyesel banget udah bully kamu," sesal Benni.
"Maafkan aku juga," ucap Natan.
"Maafkan aku juga. Aku gak bermaksud untuk menyuruh kamu untuk terjun. Aku nyesel banget udah ngomong kayak gitu ke kamu," kata Fito sambil menahan isakan tangis.
'Sebenarnya aku pengen banget jadi temanmu, Zidan. Tapi aku terpaksa membullymu, karena jika aku berteman denganmu, aku takut aku ikutan dibully, jadi aku cari aman,' ucap Fito dalam hati.
Tak ada sedikitpun kebohongan dalam kata-kata mereka, sudah terlihat jelas dari wajah mereka.
Salah satu guru memanggil ambulans, dan 2 guru lainnya mengangkat Zidan.
Situasi terpaksa harus seperti ini, karena keputusan Zidan itu untuk bunuh diri.
3 murid yang sering membully Zidan menangis tersedu-sedu.
Mereka sama sekali tak tahu kalau malam nanti, ketiganya akan berakhir sama seperti Zidan!!!
🚪🚪🚪
Kamis malam, pukul 22:04, di kamar Fito.
Fito masih menangisi Zidan di kamarnya. Kedua orangtuanya sedang tidur.
Andai ia dapat mengembalikan waktu, lalu mengajak Zidan untuk jadi temannya, ia tak akan menyesal seperti ini.
Benar saja kata-kata orang selama ini, bahwa penyesalan selalu datang belakangan, dan kini hal itu yang dirasakan oleh Fito.
Beberapa menit kemudian hujan deras dan petir mulai menyerang disekitar rumah Fito. Suasana yang cocok dengan hati Fito saat ini.
🚪🚪🚪
Fito gak bisa tidur, dalam kepalanya tetap terpikirkan sosok yang bernama Zidan. Ia sudah berganti ke posisi manapun, ia tetap susah untuk tidur.
Saat Fito hampir tertidur, tiba-tiba saja ada suara pagar rumahnya yang dibuka dengan kasar.
"Siapa itu!" Fito terbangun seketika, padahal sedikit lagi dia tertidur.
Lalu terdengar jelas suara langkah kaki. Jelas banget!
"Siapa yang datang malam-malam begini?" Tanyanya heran.
Ia memutuskan untuk melihat keluar lewat jendela.
Tak ada siapapun, hanya pintu pagarnya yang terbuka. Suara langkah kaki itu juga sudah tak terdengar lagi.
Fito pun membuka pintu depannya.
"Ya ampun!" Fito melangkah mundur karena kaget.
Tepat di depan Fito terletak sepasang sepatu kotor milik Zidan yang selalu Zidan pakai di sekolah. Sepasang sepatu tersebut tepat menghadap ke arah Fito!
Petir menyambar bersamaan dengan kagetnya Fito. Suara gemuruh terdengar amat kencang, memekakkan telinga.
Fito menutup kembali pintu depan, lalu berlari ke arah kamar orangtuanya karena ketakutan melihat bagian teras.
"MAMA... PAPA... TOLOOONG!" Fito mengetuk kamar orangtuanya.
"Ya... masuk," kata ibunya.
Fito masuk tanpa basa basi lagi.
"MAMAAAA, PAPAAAAAA?"
Ti...tidak mungkin.
Dalam kamar orangtuanya tergeletak 2 tengkorak di atas tempat tidur, dan bercak darah di mana-mana, di lantai, juga di dinding.
"A...AAA...APA APAAN INIIII! Tunggu dulu, ta...tadi yang ngomong ke aku siapa?!"
Fito tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi ini benar-benar horor!
Ia segera lari ke kamarnya, menutup dinding, juga jendela. Jantungnya berdegup kencang tak karuan.
Tiba-tiba ada suara di dalam kamarnya.
"AAAAAA....Eh, syukurlah hanya suara HP ku," Fito bernafas lega.
Ternyata Natan yang meneleponnya.
"Halo, Fito," ucap Natan. Dari suaranya, Natan terlihat amat panik.
"Natan, aku dalam masalah. Ada sepatunya Zidan di teras rumahku, dan orangtuaku telah ---"
"Aku juga ingin membicarakan hal yang sama, Fito. Tadi Benni pun juga berkata demikian padaku," Natan berkata dengan cepat. "Gawat, Zidan meneror kita secara bersamaan!"
"A...APA, JA...JADI..."
"Sepertinya jiwa Zidan gak tenang, Fito. Dia ingin membalaskan semua perbuatan kita padanya. Begini saja Fito, kamu sembunyi saja di tempat yang paling aman. Aku gak tahu itu akan membantu atau tidak, yang penting ---"
Tiba-tiba suara Natan terputus.
"Natan...Natan..."
Tiba-tiba saja semua lampu di dalam rumah Fito berkedip, lantas mati total.
Gelap.
"Oh, tidak!" Fito semakin panik.
Fito segera bersembunyi di bawah tempat tidur. Hanya itu satu-satunya tempat persembunyian yang bagus.
Hampir saja terlambat, karena pintu kamar Fito dibuka oleh seseorang!
Dia pastilah Zidan! Terlihat dari sepatu yang dipakai, sepatu yang biasanya Zidan pakai ke sekolah, juga sepatu yang barusan terletak di teras rumah Fito!
Fito menahan nafas. Jantungnya berdegup kencang. Kini ia dalam bahaya!
Terlihat Zidan sedang membuka lemari. Mengecek sampai ke dalam, melempar baju milik Fito dengan rasa amarah yang besar.
Tak menemukan Fito, lantas Zidan membungkuk, mengecek bawah tempat tidur.
"AAAAAAAAAAAA..." gawat, dia ketahuan!
"DISANA KAU RUPANYA!"
Wajahnya yang mengerikan dan dipenuhi lumpur itu menatap puas wajah Fito.
"A...AMPUN, ZIDAN. SEBENARNYA AKU DULU INGIN BERTEMAN DENGANMU, TAPI ---"
"AKU TAK MAU MENDENGAR ALASAN APAPUN! POKOKNYA... KAU HARUS MATI, SAMA SEPERTI AKU..."
Akhir dari Fito dan keduanya sudah dekat.
Zidan masuk ke dalam, dan Fito tak bisa berbuat apa-apa lagi selain rela dibunuh oleh Zidan dengan cara merobek seluruh anggota badan Fito sampai menjadi tengkorak.
🚪🚪🚪
Hilangnya Benni, Natan, dan Fito dianggap angker bagi seluruh guru dan murid di sana, semenjak kejadian meninggalnya Zidan.
Justru sekolah itu yang kini ditakutkan oleh mereka, sampai-sampai sekolah itu terpaksa tutup selamanya.
Zidan tak hanya berniat untuk mengakhiri hidupnya, tapi juga membalas semuanya yang sudah terjadi padanya.
Zidan kini sudah tenang sekarang.
Ia tak perlu berurusan dengan mereka lagi.
~ TAMAT ~
Jangan lupa untuk mampir ke cerpen-cerpenku yang lain, ya.
Jangan lupa juga untuk mampir ke novel dan chat story ku juga ☺️.