Si Kopat #psikopat
“Eh lihat dia.“ Ujar Lantip pada Wardhani. Saat itu mereka tengah pulang bersama. Dan melihat sesuatu.
“Siapa?“
“Itu si Kopat.“ Lantip menunjuk pada seseorang yang tengah berjalan lumayan jauh. Namun masih terlihat jelas.
“Dia?“ Ujar Wardhani. “Kenapa rupanya?“
“Dia itu ternyata seorang psikopat.“
Memang tak seperti gambarannya. Dimana psikopat yang kejam dan berdarah dingin, seakan tak nampak pada diri orang dihadapannya itu. Tentunya orang-orang seperti itu mestinya berwajah bengis, penuh tatoo, dan berpikiran mesum.
“Ah orangnya ramah begitu kok.“ Kata Wardhani sekilas setelah sekian lamanya memandang tak curiga pada apa yang dituduhkan sama si Kopat, sahabatnya juga itu.
“Iya, dia nampak ramah. Suka menolong. Murah senyum. Dan sangat bersimpatik. Sehingga orang-orang sangat menyukainya. “
“Terus?“
“Nyatanya dia itu seorang psikopat yang ganas.“ Terang si Lantip.
“Tahu dari mana?“ Tanya Wardhani.
“Ya tahu saja. Secara intuisi. Juga nampak dari sorot matanya yang kejam.“
“Ah kau terlalu mengada-ada.“ Ujar Wardhani yang masih tetap tak percaya pada kawannya itu. Dia masih yakin kalau orang yang dituduh itu bukanlah demikian. Bagaimanapun dia temannya. Teman yang mestinya dijaga. Baik kehormatan maupun nama baiknya. Sepanjang tuduhan itu tak terbukti.
“Eh, nggak percaya.“
###
Itu kemarin dulu. Kali ini Wardhani berjalan sendirian. Sudah melupakan percakapan sepintas yang dia anggap angin lalu saja.
Dia melihat Kopat yang juga sendirian. Di perhatikan dengan seksama. Nampaknya tak ada yang aneh dengan anak itu. Dia nampak seperti biasa. Seperti anak-anak yang lain. Bahkan cenderung pendiam.
Saat berpapasan, si Wardhani tersenyum. Si Kopat pun membalas dengan senyumannya. Ramah.
Wardhani terus berlalu. Melintasi jalanan yang sunyi. Dengan pikiran dan hayalannya yang terus mengikuti sepanjang lorong yang panjang itu.
Namun berikutnya terasa kepalanya berat.
Dia terdiam.
Gelap.
###
“Aduh dimana aku.“ Wardhani terbangun. Dia merasa ada yang aneh dengan kepalanya. Seakan tengah membawa ribuan karung beras rasanya. Sakit.
“Kamu sudah sadar?“ Ada yang bertanya di dekatnya. Suara yang sangat dikenali. Suara temannya.
“Kau Kopat?“
“Iya. Kau pingsan tadi.“
“Aku merasa kepalaku berat dibelakang. Dan sekarang sakit. Kau memukulku tadi?“ Ujar Wardhani dengan pasti.
“Itu biar aku bisa membawamu kemari.“ Jawab si Kopat sembari dengan senyum lugunya. Tenang dan biasa.
“Aduh kepalaku!“ Jerit si Wardhani. Kejadian ini begitu berat baginya. Keanehan yang dirasa. Tentang anak itu, dan sakit yang dideritanya kini.
“Tenangah kau masih sakit.“ Ujar Si Kopat mencoba menenangkan Wardhani. Dia juga berusaha mengobati luka pukul Wardhani. Namun tak berusaha membuka ikatan gadis itu.
“Aku tak menyangka, kau ternyata seorang psikopat.“ Kata Wardhani yang masih menganggap kalau temannya ini masih baik-baik saja.
“Jangan terlalu percaya omongan orang. Apalagi sama si Lantip yang sok tahu itu. Dia hanya cemburu padaku, karena aku mencintaimu.“
“Kenapa demikian? Bukankah kau bisa bilang padaku tentang perasaanmu itu. Sehingga tak perlu kau berbuat yang menyalahi aturan begini. “
“Aku mangkel. Karena kau tak pernah mengacuhkanku. Bahkan kau demikian dekat dengannya.“ Jelas si Kopat.
“Hanya karena cemburu saja kau sudah melakukan kegiatan seperti ini? Benar-benar psikopat kau! “ Geram si Wardhani. Ternyata temannya itu begitu picik pikirannya. Dan menganggap urusannya dianggap sepele. Serta bisa diselesaikan dengan cara yang tak wajar.
“Sudahlah itu belum seberapa, tadi Pak Tukang Kebun yang biasa piket sendirian itu, aku getok kepalanya karena melihat aku membawamu dan dibawa kesini.“
“Setan kau!“
“Ah, dia paling hanya benjol kepalanya saja.“
“Dia mati tahu!“
“Nanti kan ada yang mengubur. “
Si Kopat tenang saja. Dan mencari tempat duduk, sambil memakan soto hangat, sembari mencicipi mendoan dan tahu goreng pesanannya.
###
“Hai lepaskan dia!“
Tiba-tiba ada yang berteriak, sembari membuka pintu lebar-lebar.
“Ah bapak...“ Si Kopat terkejut. Ternyata ada orang lain yang melihat perbuatan bejad nya.
“Aku melihatmu membawa si Wardhani. Terus kau pukul teman kami sampai jatuh. Kau memang psikopat!“ Ujar Bapak Pustakawan yang juga sering piket itu dan sedang bertugas piket memantau keadaan di lingkungan kerjanya.
“Ah nggak begitu bapak.“ Kopat mencoba berkilah.
“Mana Wardhani?“
“Itu sedang duduk.“
“Kau tak apa-apa nak?“
“Tidak ada apa-apa dengannya. Dia hanya tiduran saja. Bapak yang kenapa-napa. “
Si Kopat menusuk orang itu hingga jatuh.
Wardhani hanya terpana. Dia ingin menjerit tapi suaranya seakan terikat. Tak menyangka temannya seperti itu.
“Kau... kau... “
“Hehe... apa? “
“Kau benar-benar psikopat.“
“Ah, ngga apa kau bicara demikian. Dia paling hanya berdarah-darah saja.“
“Gila kau! “
“Hehe... “
Kopat hanya terkekeh. Lalu duduk. Sembari memakan sisa soto yang sudah dingin, sedingin hatinya. Kemudian merokok, seraya mengeluarkan asap tebalnya dan minum es cappucino cincau yang segar.
###
“Hai lepaskan dia!“ Kembali terdengar teriakan dari arah pintu.
“Ah akhirnya kau datang kawan.“ Nampak senang si Kopat mendengar suara keras tersebut.
“Kau bukan kawanku! Kau jahat. Lepaskan pacarku itu!“ Ujar Lantip dengan lantangnya.
“Tentu saja tak akan kulepaskan. Sebelum kau bersedia memutus hubungan dengannya dan membiarkan dia jadi pacarku.“
“Sialan kau. Tak akan kulakukan hal yang sangat kubenci itu. Aku mencintainya. Kau tak akan kubiarkan berbuat demikian. Dilepaskan atau tidak. Aku tetap akan membebaskannya!“
“Et, jangan melawan. Diam saja kau disitu. Kalau tidak ingin dia kenapa-napa. “ Ujar Si Kopat sembari memukul kepala si Wardhani. Hingga wanita muda itu menjerit.
Meihat hal itu Lantip terdiam. Dia yakin si Kopat akan berbuat lebih jauh, jika ia terus memaksakan kehendaknya. Makanya, “Oke-oke jangan kau sakiti dia.“
“Makanya jangan macam-macam.“ Ujar si Kopat. “Menyesal kan kau. Sekarang lebih baik kau duduk dan diam disitu.“
Si Kopat menyuruh Lantip duduk, lalu berdiam diri, seraya memukul kepala remaja itu hingga jatuh.
“Ah kau... kau... “
“Sudah kubilang diam!“
Kembali dia memukul lelaki tak berdaya itu, agar semakin tak berdaya saja.
“Kopat kau keterlaluan!“ Teriak Wardhani. Tak ingin dia punya pacar seperti orang dihadapannya ini.
“Sudah kubilang agar dia tak bicara, malahan semakin kurang ajar dia. Makanya aku tempeleng.“ Jelas Kopat seraya mengambil tali camilus untuk mengikat musuhnya itu.
“Huh aku benci kau!“
“Ingat kalau kau terus begitu, dia akan kubunuh. “
Saat si Kopat tengah mengikat si Lantip, Wardhani menggunakan sisa-sisa tenaganya untuk melakukan sesuatu. Tak ada gunanya berbicara dengan pendendam begitu. Juga tak ada manfaatnya berdiam diri. Dia mesti berbuat sesuatu. Sebuah hal yang bisa menyelamatkan hidupnya, juga orang lain yang tengah menderita di ruangan ini.
Dia mengambil kayu di ruang itu. Seadanya. Barangkali saja dengan alat yang tersedia, bisa menghasilkan hal yang luar biasa. Lalu memakai tangan yang terikat. Di arahkan kayu itu ke kaki si Kopat.
Kopat menjerit.
Meskipun dengan tangan terikat, tapi kekuatan pukul wanita itu lumayan bisa membuat sakit musuhnya.
Wardhani kemudian bergerak dan mencoba mendekati pacarnya itu dan berusaha membebaskan Lantip. Dan berhasil. Pemuda itu bisa melepaskan diri.
Saat si Kopat bergerak, hendak melakukan serangan atau untuk melarikan diri, Lantip tak ingin membiarkannya. Dia nanti akan kesulitan lagi kalau pemuda itu berada di atas angin. Makanya dia mencoba mendekati Kopat dengan cepat, berikutnya memukul bertubi-tubi sampai pemuda itu tak bergerak.
Melihat hal itu, si Wardhani hanya terpana. Lalu berucap,
“Kau juga psikopat?“
###