Seorang gadis berlari-lari kecil di pelataran sebuah rumah sakit dengan memakai Toga membawa tas ransel dan beberapa piagam penghargaan juga piala,ya gadis itu dia Divya Veronika Ibrahim putri pertama Ahmad Ibrahim dan Nika Ningtyas almarhumah istrinya.
Divya memang sudah ditinggal ibunya sejak duduk di bangku kelas 3 SMU bahkan kepahitan itu hampir membuatnya terpuruk,belum lagi perusahaan sang ayah yang bangkrut setelah kepergian ibunya,Ia hampir tak ingin melanjutkan kuliah,nilai-nilai Divya di sekolah merosot turun secara drastis bukan hanya karna ia terlalu bersedih,akan tetapi hidupnya yang sekarang tidak lagi seperti saat ibunya masih hidup,tidak lagi tinggal di rumah besar dengan deretan pelayan yang menyiapkan segala kebutuhannya dan seluruh anggota keluarga.
Kini Divya lah yang harus mengurus segalanya,mengurus ayah dan kedua adiknya Dimas Ibrahim dan Ameera Veronika Ibrahim si bungsu yang masih duduk di bangku SD saat ibu meninggal
masih sering menangis menanyakan ibu,masih harus disuapi saat makan,ya walaupun sudah bukan balita lagi tapi Ameera memang anak yang sangat dimanja mungkin karna dia anak bungsu.
Divya lelah mengurus semua,sampai tak banyak waktunya untuk belajar,mungkin karna itulah nilai-nilainya jauh dari biasanya.
Sebelumnya Divya termasuk murid terpandai di sekolah ,selalu jadi juara kelas bahkan juara umum,membawa pulang piala setiap perlombaan.
Namun keterpurukkan Divya berakhir.
Dan akhirnya Divya mampu melewati semuanya berkat bimbingan seorang guru di sekolahnya,dia bangkit kembali menjadi Divya yang cerdas dan selalu ceria.
Kini Divya tumbuh menjadi gadis mandiri,pintar,cantik yang di gandrungi banyak pria tampan.
Kedua adiknya pun tumbuh menjadi remaja berprestasi.
Dimas mendapat beasiswa dan kuliah di ibukota juga tinggal bersama paman dan bibinya.
Sementara Ameera masih sekolah di bangku SMP kelas 9,menjelma menjadi gadis remaja yang tak kalah pintar dan cantik seperti sang Kakak,semua berhasil bangkit dari keterpurukan setelah 4tahun berlalu.
Hari ini Divya wisuda ,harapan agar ayah tercinta bisa turut menyaksikan keberhasilannya sirna,beliau kini terbaring lemah di ruangan sebuah rumah sakit swasta di kota XX.
Divya masuk menapaki lorong rumah sakit dengan tidak sabar ingin menunjukkan semua pada ayahnya.
Namun sesampainya di depan ruang inap ia kaget melihat kedua adiknya yang menangis saling merangkul.
"Ada apa?" Tanyanya masih dengan nafas terengah-engah.
"Ayah kak,ayah..." Sibungsu menjawab dengan terisak dan tidak melanjutkan perkataannya.
"Iya ayah kenapa ? ayah baik-baik saja kan,Dimas"mengalihkan pandangan pada adik laki-laki nya
"Ayah...tadi ayah tidak sadarkan diri kak,dan sekarang sedang ditangani dokter" Dimas menjawab masih dengan memeluk Ameera yang tidak berhenti menangis.
Divya berjalan lemah menuju pintu, tidak menanyakan apapun lagi pada kedua adiknya,airmatanya berlinang menetes,menyusuri pipi.
Dia mengintip di balik kaca pintu ruangan ,melihat sang ayah yang sedang berjuang melawan kesakitannya,
beberapa selang alat penyangga kehidupan terpasang di tubuh renta ayah,membuat hatinya merasa sedih.
ayah..hiks..hiks..ayah harus kuat lihat Divya ayah,Divya lulus,Divya dapat nilai terbaik,kumohon ayah bangun lah.
Ayah harus kuat,yah .Dimas mohon jangan tinggalkan kami.
Alat pemacu detak jantung beberapa kali ditempel ke dada Ibrahim.
Selang beberapa saat kemudian terdengar bunyi nitt...nittt....
Bersambung...
Dokter keluar setelah beberapa saat kemudian.
"Bagaimana keadaan ayah kami, dok?" Divya langsung bertanya dengan perasaan yang berkecamuk,pikirannya sudah sangat takut,airmata tak mau berhenti menetes.
"Beliau baik-baik saja kan,katakan sesuatu dokter" Bahkan Dimas pun ikut bertanya seakan tak memberi kesempatan dokter itu untuk menjawab.
"Beliau...baik-baik saja sekarang,sudah kembali sadar,hanya saja belum cukup stabil untuk di ajak bicara" Dokter menjelaskan "beliau juga menanyakan anak-anaknya.Temui lah beliau tapi tolong jaga emosinya.
Panggil saya jika terjadi sesuatu" Dokter itu berlalu seakan menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.
Ketiganya masuk setelah dokter pergi.
"Ayah..." Divya meraih tangan kanan ayah.
"lihat yah,lihat ini...!" Menunjukkan keberhasilannya " harusnya ayah tadi hadir,tapi tak apa yang terpenting ayah cepat sehat " Tersenyum memberi semangat.
"Iya ayah.Ayah harus sehat" Si bungsu Ameera ikut menyemangati "Aku Rindu ayah suapi" Memasang raut wajah manja.
Walaupun sudah remaja Ameera memang masih sering bersikap manja,sering minta di suapi oleh ayah bahkan oleh kakak-kakaknya.
"Ayah pasti sembuh,dek...Iya kan yah?" Dimas berdiri disisi kiri ayahnya ikut menyemangatinya juga.
Ayah sedikit tersenyum,
"kalian anak-anak ayah yang hebat" Mulai bicara terbata-bata.
"Ka-kau hebat anakku" Mengusap rambut Divya yang duduk di samping sambil menyandarkan kepala ke tubuh Ibrahim.
Pria berusia sekitar 60 tahunan terlihat pucat,pria hebat yang memiliki ketiga putra putri yang hebat pula.
Putri pertama Divya lulus dengan nilai terbaik dan bahkan sebenarnya saat lulus dari SMU ia mendapatkan kesempatan kuliah di luar negri hanya saja ia lebih memilih kuliah di kotanya agar tidak perlu meninggalkan ayah dan kedua adiknya.
"Apa ayah butuh sesuatu?" Dimas
"Ti-tidak Nak"
"Ayah hanya ingin berpesan pada kalian"
"Ayah,kata dokter ayah harus istirahat jangan terlalu banyak bicara dulu,yah" Ameera mengingatkan ayahnya untuk beristirahat dan tidak memikirkan dulu hal-hal yang tidak penting.
"Iya ayah istirahat,kami disini jika butuh sesuatu" Divya
"Nak..." Tangan ayah terulur berusaha meraih tangan putri sulungnya.
"Ya, ayah !" Divya pun segera meraih tangan ayahnya.
"Nak,dengarkan ayah...sepeninggal ayah kalian harus hidup rukun" Menarik nafas berat.
"Ayah..."Ketiganya langsung terisak mendengar pernyataan Ibrahim.
"Ayah ingin kalian sukses dalam hidup,rukun dan menurut lah pada kakakmu,Divya anakku ingin sekali rasanya ayah melihatmu menikah,tapi ayah tidak bisa nak,menikahlah dengan laki-laki yang baik,yang bisa membimbingmu nantinya"
"Yah...ayah lupa aku tidak kuliah hanya untuk menikah,aku ingin bekerja, sukses dan membahagiakan ayah,masih banyak impian yang ingin aku wujudkan,ayah tahu itu.Lagi pula kenapa ayah bicara seperti ini,ayah tidak akan meninggal kan kami bukan? Ayah pasti sembuh !"
"Nak,jika ayah pergi nanti tolong tinggallah bersama paman dan bibi di ibukota,kalian akan hidup jauh lebih baik disana,Dimas sudah tinggal bersama mereka dengan baik bukan? bawa adik dan kakakmu kesana"
kenapa ini terdengar menyedihkan seperti ini,apa ayah akan benar-benar meninggalkan kami? Batin Dimas berkecamuk.
"Ada kotak di lemari ayah tolong berikan itu pada pamanmu"Menarik nafas panjang satu kali,dua kali.
Lalu.
"Dimas panggil dokter,Dimas !" Panik meminta adiknya memanggil dokter.
"cepat!!"
"Ayah...."Ameera sudah ambruk memeluk ayahnya.
Dokter masuk bersama dua orang perawat.
"Tolong mba sama mas nya tunggu diluar" Salah satu perawat meminta ketiga anak Ibrahim menunggu di luar.
Ibrahim menarik nafas dalam untuk ketiga kalinya,tangan tidak lepas menggenggam tangan putri sulungnya.
"A-ayah su-sudah tidak kuat la-lagi nak,jaga adik-adikmu !"Terkulai lemas. Tangan ayah jatuh.
Dokter bersiap dengan peralatan pacu jantungnya.
Divya,Dimas dan Ameera yang ambruk di lantai menunggu disisi ruangan,mereka tidak ingin keluar.
sampai akhirnya dokter melepaskan semua alat dari tubuh Ibrahim dan menyatakan bahwa beliau telah meninggal dunia.
Suara tangis pun pecah memenuhi setiap sudut ruangan,tidak menyangka tiga hari Ibrahim dirawat dan pergi secepat ini.
Memang penyakit jantung dan diabetes sudah lama di idapnya.
Sudah sejak istrinya meninggal 4 tahun yang lalu,tapi selama ini ayah tidak pernah mengeluh sakit,beliau sering memeriksakan kondisi kesehatannya secara rutin,sungguh kejadian ini seperti mimpi buruk yang terulang.
Empat tahun yang lalu
mereka menangisi kepergian Ibu dan sekarang.
Ayah.
Ayah yang membuat mereka bangkit.
Ayah yang membuat mereka semangat.
Ayah yang mereka cintai.
Ayah yang mereka sayangi,
kini
pergi meninggalkan
pergi untuk selamanya.
Ayah
bersambung....
Setelah semua urusan rumah sakit selesai,
Dimas menelpon Paman
tuutt...tuuttt...
"Ya hallo,Dimas" Suara laki-laki penuh wibawa terdengar menjawab dering telponnya "Ada apa nak? Apa ayahmu baik-baik saja?" paman Dimas yang bernama Frambudi menunggu jawaban.
Sementara Dimas hanya mendesah
bibirnya terlalu kelu untuk menjawab.
"Ada apa? kau baik-baik saja? kenapa diam" Fram mulai terdengar khawatir karna dimas tidak juga menjawab.
"Ayah, paman...ayah sudah pergi" Airmata Dimas kembali menetes,suaranya terdengar serak.
"Apa...! baru saja paman akan kesana akhir pekan ini,kenapa kau baru mengabari sekarang?"
"Ya aku minta maaf paman,tadi kami begitu panik"
"Ya Tuhan,aku bahkan tidak bisa menemui mu untuk terakhir kalinya adikku" Paman merasa sangat menyesal "paman dan bibi akan kesana Dimas tunggu kami,paman ingin melihat wajah ayahmu sebelum dimakamkan" Pinta Fram selanjutnya.
"Iya paman,kami tunggu di rumah" Dimas menutup telponnya.
***
Suasana di rumah Ibrahim sudah riuh oleh para tetangga yang melayat.
Terdengar suara Ambulance datang lalu
teriakan bergemuruh disertai isak tangis para tetangga dan kerabat.
Tentu saja
Semasa hidup Ibrahim dikenal sebagai sosok yang baik ,bijaksana dan juga dermawan.
Para tetangga sangat menghormatinya.
kurang dari 3 jam kemudian paman bibi,serta anak dan menantunya datang.
Setelah pemakaman berlangsung lancar, semua kembali ke rumah masing-masing.
"Sekarang apa rencana mu kedepannya Nak?" Paman memulai pembicaraan,kepada ketiga keponakannya itu.
"Ayah memintaku membawa serta kak Divya dan Ameera untuk tinggal di rumah paman" Dimas menjelaskan.
"Tapi itu pun jika tidak merepotkan paman dan bibi" Divya menambahkan,ada sedikit rasa sungkan di hati Divya,dia tahu paman dan bibi nya memang baik,mereka sudah mau direpotkan dengan Dimas yang tinggal di rumah mereka,tapi jika semua harus ikut numpang rasanya...
Ah entahlah.
" Sama sekali tidak nak,kau tau kan paman dan bibi hanya punya satu anak ,dia sudah menikah dan tinggal di rumah mereka sendiri,kami senang Dimas tinggal bersama kami,apalagi kalau kalian juga ikut" Fram menjawab seakan tahu apa yang dipikirkan Divya.
"Iya nak,tambah rame nanti di rumah bibi senang kalau kalian mau tinggal bersama kami" Bibi menambahkan.
"Terimakasih paman bibi,kak Rudi juga mba Shila,sudah mau kami repot kan,kakak pasti sibuk kan ?sampe harus menyempatkan datang kesini"
"Ah,kau ini sudah seperti orang lain saja,aku ini kakakmu loh.
Jadi, wajar kalau aku datang saat kalian membutuhkan kami.
Iya kan?" Rudi meraih tangan Shila meminta pendapatnya.
"Iya sayang,kakak kalian benar,sepenting apapun pekerjaan keluarga tentu lebih penting" Shila pun setuju dengan suaminya.
Rudi mengusap rambut Divya,adik kesayangannya.Ya Rudi anak semata wayang Fram dan Rita memang selalu begitu,kakak sepupu yang benar-benar penyayang.
"Sebentar" Divya masuk ke kamar ayah mengambil sesuatu yang memang sudah disiapkan ayahnya sebelum meninggal,sebuah kotak kecil yang di atasnya terdapat surat.
Untuk anakku Divya
Begitu yang tertulis pada bagian luar amplop putih tersebut.
untukku...gumamnya lirih
lalu membuka dan membaca isi surat itu.
"Divya Anakku sayang kau kebanggaan ayah nak,setelah kepergian ayah nanti jaga kedua adikmu,
ayah juga menitipkan sebuah kotak berikan pada pamanmu,
biar paman yang membukanya sendiri
Ayah minta turuti apapun yang dikatakan paman nanti.
Divya anakku berjanjilah untuk tidak membantah ya Nak"
Salam sayang ayah untuk kalian.
Ayah...hiks...hiks...
Divya keluar sambil menyeka airmatanya,dia memberikan sebuah kotak kepada pamannya.
"Apa ini?" Tanya Fram.
"Kami sendiri tidak tahu apa isi kotak itu paman,ayah hanya menyuruh ku untuk memberikan itu pada paman,paman buka saja mungkin ayah ingin mengatakan sesuatu lewat kotak itu" Jelas Divya,yang memang tidak tahu apa yang sebenarnya ada di dalam kotak kecil itu.
"Baiklah biar nanti saja paman buka,sekarang sudah malam sebaiknya kalian tidur" Paman menyuruh ketiga keponakannya beristirahat,karena malam sudah mulai larut.
"Kalian bagaimana Rud,mau menginap atau pulang?" Tanya Fram kemudian ditunjukkan kepada putra dan menantunya.
"Kami pulang saja pah.
Papa tahu kan bos ku seperti apa.Haha" Ia lantas tergelak kecil.
"Besok bisa kena marah kalau aku terlambat,sekarang saja sedikit memaksa untuk izin kesini" Rudi memutuskan untuk pulang malam ini juga.
"Sekali lagi maaf ya kak,sudah merepotkan" Divya merasa tidak enak karena dia sudah sering mendengar tentang pekerjaan dan bos nya kak Rudi
seperti apa.
"Iya gak apa-apa,dek" Tangannya kembali terulur mengusap puncak kepala Divya.
"Dimas jaga kakak dan adikmu ya ?!" Beralih menatap Dimas.
"Iya kak" Jawab Dimas.
."Ameera sudah ! iklaskan ayah ya jangan menangis lagi,kakak gak bisa menginap,kakak harus pulang gak apa-apa kan?" Kali ini giliran Ameera yang di usap kepala oleh kak Rudi,sedikit mengusak rambutnya.
" Iya kak gak apa-apa,kakak hati-hati pulangnya" Jawab Ameera.
Akhirnya malam itu Rudi dan Istrinya pulang,sementara Paman dan Bibi menginap beberapa hari menemani ketiga keponakannya.
bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!