NovelToon NovelToon

MENIKAHI AYAH KEKASIHKU

Laura

Namaku Laura, usiaku 20 tahun. Aku bekerja disebuah mini market sebagai karyawan biasa. Aku punya adik yang bernama Eliza, usia terpaut satu tahun dariku. Dia merupakan anak kesayangan Tuan Alberto dan Ibuku.

Kenapa aku bilang begitu, karena aku anak yang disia-siakan oleh mereka. Terutama Ibuku, wanita yang telah melahirkan diriku namun tidak pernah menginginkan kehadiran ku.

Salah seorang kerabat Ibu pernah bercerita kepadaku, Beliau bilang aku hadir karena kebodohan Ibuku sendiri. Dia bersama kekasihnya terjebak cinta satu malam dan menghadirkan diriku.

Disaat Ibuku ingin meminta pertanggung jawaban, kekasihnya malah pergi entah kemana. Sejak saat itu, Ibu membenci diriku. Berbagai cara ia lakukan untuk menyingkirkan ku namun Tuhan tetap mempertahankan ku untuk tumbuh di rahimnya.

Hingga akhirnya sosok Tuan Alberto menyelamatkan Ibuku dari keterpurukan. Dia bersedia menikahi Ibuku dan menerima dirinya apa adanya.

Setelah aku berusia tiga bulan, Ibuku kembali mengandung. Anak dari Tuan Alberto yang diberi nama Eliza. Putri kesayangan Tuan Alberto dan Ibuku.

Jika aku hanya lulusan SMA, Eliza jauh lebih beruntung dari ku. Dia kuliah disalah satu Universitas ternama. Namun sayang, hidupnya ia habiskan hanya untuk bersenang-senang bersama teman-temannya.

Menghabiskan waktu di club malam sampai pagi. Begitulah setiap harinya, dia bahkan sering bolos kuliah. Sedangkan Ibu dan Ayahku tidak mempermasalahkan kelakuan Eliza, karena dia merupakan anak kesayangan mereka.

Hari ini aku memulai pagi ku seperti hari-hari biasanya. Setelah melakukan ritual pagi seperti mandi, berpakaian dan membereskan kamar, akupun bersiap untuk bekerja.

Aku berjalan dari kamar ku yang letaknya jauh diujung ruangan menuju halaman depan. Mau tau seperti apa kamarku? Kamarku adalah sebuah gudang bekas yang sudah tidak digunakan lagi.

Ibu bilang daripada ruangan itu kosong dan menjadi sarang tikus lebih baik aku yang mendiami nya. Kalau bikin kamar baru lagi untuk ku, dia harus keluar uang lagi, dan dia tidak mau itu. Maklumlah nasib anak terabaikan.

Ketika melewati ruang makan, kulihat Ibu dan Adik serta Ayah tiri ku sedang sarapan bersama. Mereka adalah keluarga yang harmonis, sedangkan aku? Aku cuma remahan roti disamping mereka. Ada namun tidak dianggap.

Jangan tanya bagaimana perasaanku, aku sudah terbiasa mendapatkan perlakuan mereka yang seperti itu. Jadi tidak ada pengaruhnya dalam hidupku.

Aku terus melangkah menuju ruangan lain, namun tiba-tiba Eliza menyapa ku,

"Heh! Laura... Motor butut mu itu jangan diparkir didekat mobil ku donk! Merusak pemandangan, tau!" ucapnya ketus,

Langkah ku sempat terhenti, aku tersenyum ketika mendengar perkataannya. Itu sudah biasa untukku. Ketiga manusia yang sedang menikmati sarapan, mereka memang tidak pernah berkata dengan lembut padaku.

Mereka selalu ketus jika berbicara kepadaku. Namun aku tidak terlalu mengambil hati atas perlakuan mereka. Beruntung mereka masih membiarkan aku hidup sampai saat ini.

Jika seandainya Ibuku membunuh ku ketika aku baru lahir, tidak mungkin aku bisa menikmati keindahan dunia hingga saat ini. Jadi aku harus berterimakasih juga sama mereka terutama untuk Ibu.

"Baiklah, nanti akan ku pindah kan!" sahut ku

"Yang jauh, ya! Kalau perlu letakkan disana, dipojokkan!!!" seru Eliza,

Lihatkan! Adakah mereka berniat untuk mengajak ku sarapan bersama atau cuma sebagai pemanis? Tidak kan?!

Aku menghela nafas panjang kemudian kembali melangkahkan kakiku menuju halaman depan. Dimana motor butut ku terparkir rapi disamping mobil mewah milik Eliza.

Aku tersenyum ketika memandangi motor butut ku yang bersanding dengan mobil mewah adikku, sungguh pemandangan yang kontras. Aku meraih motor butut ku yang ku beri nama "Reva".

Karena bagiku dia adalah motor yang paling cantik diantara motor teman-temanku, dalam arti sebaliknya. Reva juga sangat jahil padaku, disaat aku sedang asik menikmati perjalanan ku, tiba-tiba dia suka ngambek tanpa sebab yang jelas.

Dan dengan terpaksa akupun mendorongnya sambil jalan kaki sampai ketempat tujuan. Beruntung di seberang tempat kerja ku, ada bengkel motor. Dan aku sudah menjadi pelanggan nomor wahid di bengkel itu.

Mereka selalu terkekeh jika aku datang ketempat itu sambil menggiring si Reva. "Sudahlah, Laura! Ganti saja si Reva sama si Gotik agar gak nyusahin kamu lagi!" goda mereka. Tau siapa si Gotik itu? Maksud mereka motor matic keluaran terbaru. Sedangkan si Reva ini cuma motor bebek empat tak keluaran jaman Old.

Aku cuma bisa nyengir ketika mereka menggoda ku seperti itu. Begini-begini, si Reva selalu setia berjuang bersamaku. Dan untuk mendapatkan si Reva, aku butuh perjuangan keras mengumpulkan koin demi koin dari sisa gaji ku yang tidak seberapa itu.

Seperti biasanya, aku melaju kencang bersama Reva memecah jalanan. Namun masih separuh jalan, Reva kembali ngambek.

Drutt... drutt... drutt...

Hingga akhirnya Reva pingsan lagi. Aku panik saat itu, perjalanan ku masih jauh. Aku belum sarapan dan harus mendorong si Reva yang sedang bobo cantik. Benar-benar tidak lucu!

"Oh, Come On! Reva... Jangan sekarang!!!"

Aku berteriak sambil menghentak-hentakkan kakiku ke tanah. Karena tidak ada pilihan lain, aku terpaksa mendorong si cantik Reva hingga ke tempat kerja.

Disepanjang jalan aku terus menggerutu, menggerutu'i si Reva yang suka usil padaku. Dengan nafas ngos-ngosan dan keringat yang tiada henti mengucur, akhirnya aku tiba ditempat kerja ku.

Namun aku harus membawa Reva ke bengkel di seberang tempat kerjaku. Kalau tidak, alamat jalan kaki lagi pulang kerja nanti. Aku menggiring si Reva hingga memasuki Bengkel itu.

Para montir di bengkel itu kembali menertawakan aku ketika aku datang bersama Reva.

"Kamu itu bandel, sih! Dibilang juga apa? Sudah ganti aja si Reva sama si Gotik... biar jalannya mulus!" ucap salah satu montir yang sering mengotak-atik Reva.

"Iya, entar aku ganti kalo udah dapat THR 10x lipat!!!" sahut ku dan mereka pun tergelak.

Salah satu montir di bengkel itu mendekati ku. Orangnya tinggi besar dan otot lengannya sangat kekar. Kulitnya eksotik dengan hidung mancung plus alis yang tebal. Dan aku baru kali ini melihatnya, mungkin dia orang baru.

Ku tatap wajahnya yang sudah belepotan dengan oli, begitupula jari jemarinya. Walaupun dia belepotan seperti itu namun hal itu tetap tidak dapat menyembunyikan ketampanan nya.

Apalagi setelah aku melihat matanya yang tidak sengaja melirik kearah ku. Eh, warna matanya sepertinya abu-abu ya?! Ah mungkin gara-gara aku baru habis berjemur dipanas matahari jadi penglihatan ku jadi buta warna dibuatnya.

Tapi setelah dia melirik ku untuk yang kedua kalinya, ternyata memang benar! Matanya berwarna abu-abu. Aih! Tampan betul!

Aku terus memperhatikan dirinya tanpa sadar, sahabat ku menjemput ku karena jam kerja kami sudah dimulai. Akupun lari terbirit-birit menyeberangi jalan bersama sahabat ku itu.

***

Harry

Menjelang sore,

Saatnya aku pulang, setelah berkutat seharian penuh di toko itu. Aku melambaikan tanganku kepada salah seorang sahabat baik ku. Dan segera berlari menuju Bengkel di seberang toko.

Aku ingin menjemput si cantik Reva. Semoga saja uang ku cukup untuk membayar biaya pengobatan si Reva yang suka ngambek itu.

Setibanya disana, ternyata para montir di bengkel itu masih berkutat ria dengan oli dan sparepart kendaraan.

Aku mencoba mencari-cari keberadaan sosok Pria tampan yang tadi mengotak-atik Reva ku. Namun sepertinya dia sudah tidak ada, apa mungkin dia sudah pulang, ya? Tapi para montir lainnya masih bekerja, lalu kemana Pria itu?

Aku ingin menanyakan keberadaan montir tampan itu kepada montir lainnya namun aku malu. Hehe, apa ceritanya coba! Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama sama montir tampan itu?!

"Bagaimana Reva ku, sudah sadar belom?!" tanyaku pada salah satu montir yang sering menangani Reva, namun hari ini montir tampan itu yang menanganinya.

"Tentu saja, kalau langsung sang ahli yang turun tangan maka apapun penyakitnya akan kembali normal tapi..." ucap montir itu, sambil melirik tajam kearah ku. Aku jadi curiga jangan-jangan biayanya pasti mahal.

"Tapi, apa?!" tanyaku,

"Kamu harus bayar mahal untuk kali ini, maaf ya!" ucap Montir itu sambil terkekeh pelan.

Gila, bisa-bisanya dia terkekeh seperti itu?! Sedangkan aku pusing memikirkan biaya berobatnya si Reva. Aku menghela nafas panjang,

"Berapa aku harus membayar nya?" tanyaku,

Hatiku dag-dig-dug saat itu, takut uang ku tidak cukup.

"Cuma 250 ribu!" ucapnya,

Ah, Busyet! Dia bilang CUMA, cuma apa? uang ku cuma 100 ribu doang! Itu baru, Cuma! Alamat jalan kaki nih... Nasib, nasib!

"Ya sudah, Mas. Reva nya aku titip saja! Besok aku ambil deh, aku janji!" ucap ku.

"Ok, Laura cantik!" sahutnya.

Aku melangkah gontai, mana jalan yang harus aku tempuh sangat jauh lagi. Tiba-tiba aku mendengar suara klakson dari belakang ku, sontak aku berpaling karena terkejut tentunya.

Ternyata si Reva yang sedang melaju dibelakang ku. Dan siapa yang sedang menunggangi si Reva ku? Tampan bener, rambutnya sedikit gondrong dan wajahnya itu lo, tampan sekali.

Lelaki itu berhenti tepat disamping ku bersama si Reva. Aku terdiam ditempat ku sambil memperhatikan lelaki itu turun dari si Reva.

"Nih! Bawa saja, kamu bisa membayar nanti!" ucapnya sambil menyerahkan Reva kepada ku.

Aku memperhatikan lelaki itu secara detail ternyata dia adalah Montir tampan yang tadi pagi mengotak-atik Reva ku. Wah! aku senang sekali. Ternyata dia sangat tampan setelah membersihkan dirinya.

Wajahnya yang tidak lagi belepotan sama oli, terlihat jauh lebih tampan. Lihat pakaiannya yang melekat erat di tubuhnya, memperlihatkan lekuk perutnya yang kotak-kotak.

"Terimakasih ya, Mas!" ucap ku,

Dia terus melangkah kedepan dan tanpa menoleh, dia mengacungkan jempolnya padaku.

Akupun segera menaiki si Reva hingga tiba dirumahku, lebih tepatnya dirumah Ibuku. Disaat aku memarkirkan si Reva, aku berpapasan dengan Eliza dan dua temannya. Eliza menatap ku tajam, begitupula teman-temannya.

"Eh, Eliza! Sekali-sekali kek kita ajak Laura ke club biar rame!" ucap salah satu sahabat Eliza,

Eliza menatap remeh padaku, "Halah! Ngapain, dia itu kuno, coba kalian lihat pakaiannya!" sahut Eliza

Serempak mereka terbahak, menertawakan ku. Aku yang sempat terdiam didepan mereka, kemudian melangkahkan kakiku meninggalkan tempat itu. Semakin lama aku disana, akan semakin pedas perkataan mereka.

Aku terus berjalan menuju kamarku yang berada di ruangan paling ujung. Aku sempat berpapasan dengan Ibuku namun dia seolah tidak melihat diriku yang melewatinya.

***

Keesokan harinya,

Hari ini aku kembali melaju bersama Reva dan hari ini dia tidak ngambek-ngambek lagi. Ya iyalah berhenti ngambek, aku harus menggali tabungan ku lagi, mana banyak banget sampe 250 ribu.

Setibanya disana, bukannya langsung ke toko, aku malah mampir ke bengkel. Aku ingin bayar hutang ku sekaligus melirik Montir tampan itu.

Ketika aku memarkirkan Reva, seseorang memarkirkan sebuah motor sport bening blink-blink tepat disamping Reva. Lelaki itu melepaskan helm nya kemudian mengibaskan rambutnya.

Astaga! Aku membulatkan mataku! Ternyata lelaki itu adalah si Montir tampan. Aku terus memperhatikan dirinya,

"Hey, Nona! Kau menghalangi jalanku!" ucapnya,

"Oh, Maaf!"

Ternyata benar, karena saking terpesona nya, aku malah menghalangi jalannya.

"Ehm, Mas! Aku ingin bayar hutang ku kemarin." ucap ku sambil mengikuti langkah kaki jenjangnya.

Dia berhenti melangkah kemudian berpaling kearah ku.

"Kamu bisa serahkan langsung ke kasir." sahutnya

Setelah mengatakan hal itu, dia kembali melangkah dan akupun kembali mengikutinya. Aku memasuki Bengkel itu dan segera membayar hutang ku.

"Terimakasih!"

Setelah membayar hutang, akupun kembali ketempat kerja. Disaat jam kerja, mataku terus saja tertuju pada bengkel itu.

"Heh! Kamu kenapa sih?" tanya sahabatku, Mimi. Sapaan nya membuyarkan lamunan ku,

"Kenapa, apanya?" sahut ku

"Kok, kamu terus memperhatikan bengkel itu, memang ada apa?" tanya nya lagi sambil ikut memperhatikan bengkel itu.

Aku terkekeh, "Aku lagi memperhatikan cowok itu tuh! Lihat kan? Yang sedang bongkar mesin!" ucap ku sambil menunjuk kearah si Montir tampan.

"Hah?! Itukan si Pemilik Bengkel!" seru Mimi.

Aku mengerutkan kening ku, "Hah? Pemilik Bengkel?!"

"Astaga, Laura! Lelaki itu pemilik Bengkel. Apa kamu tidak tahu, disini kan cuma salah satu cabangnya. Sedangkan Bengkel nya berada di Kota X." seru Mimi lagi, sambil membulatkan matanya

"Kok kamu tahu, Mi?!"

"Ya, aku tahu lah! Ibu ku kan bekerja sebagai ART di kediaman Mr. Edward Sebastian, Ayahnya Lelaki itu."

"Benarkah? Apa kamu tahu siapa namanya?"

"Ehmm, Kalau tidak salah namanya Harry." sahutnya

Aku tersenyum, akhirnya aku tahu siapa namanya, "Harry!"

"Sudahlah, Laura... lupakan saja! Lelaki itu bagai Bintang di langit, bisa kau lihat namun tak mungkin dapat kau raih. Daripada kecewa, lebih baik belajar untuk melupakannya mulai dari sekarang." ucap Mimi sambil menepuk pundak ku.

Mimi pergi meninggalkan aku yang masih mematung sambil tersenyum melihat kearah bengkel itu.

***

Sore Menjelang,

Saatnya kami pulang dan aku melaju bersama Reva. Di perjalanan, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah motor sport yang terjengkang di tanah. Yang sepertinya motor milik Harry, si Montir Tampan.

Aku menghentikan Reva dan meletakkannya di tempat yang aman. Kemudian mencari keberadaan si Pemilik motor.

Tiba-tiba mataku membulat, Si Harry sedang dikerubuti oleh beberapa Preman bengis yang memegang senjata tajam.

Disaat salah satu Preman itu ingin menyerang Harry, aku reflek mengambil batu yang ada di tanah sebesar jari jempol dan melempar nya ke kepala Preman itu.

Sekarang, semua Preman itu menatap ku dengan tatapan membunuh. O-ow!!! Aku ketakutan disaat salah satu dari mereka mengacungkan senjata tajam itu kearah ku.

Astaga! Bodohnya aku... apa yang sudah aku lakukan?! Disaat para Preman itu ingin mendekatiku, Harry berlari kearah ku dan menggapai tanganku.

"Lari!!!" ucapnya sambil menggandeng tanganku.

***

Melarikan Diri

"Ayo cepat!!!"

Harry menarik tangan ku sambil terus berlari. Akupun saking ketakutan nya bahkan sampai lupa jalan. Yang penting lari saja!

Bahkan para Preman itu terus mengejar kami dengan beringas nya sambil mengacungkan senjata mereka.

"Aduh, bagaimana ini?! Bagaimana ini?!" gumam ku panik sambil terus berlari,

"Lari terus!!!" sahut Harry

Hingga akhirnya langkah kami terhenti diujung jalan. Didepan kami ada sebuah jembatan yang sudah terputus dan jauh dibawahnya ada air yang mengalir sangat deras. Sedangkan para Preman itu sudah sangat dekat.

"Kamu bisa berenang?!" tanya Harry sambil menatap mataku lekat.

Aku membulatkan mataku, "Bisa! Tapi..."

Akhirnya para Preman itu sudah berada didepan kami. Mereka terbahak karena melihat posisi kami yang terpojok.

"Loncat!" seru Harry sambil menarik tanganku

Dan "Aaaakkkhhhh!!!!!!....."

Aku memejamkan mataku ketika tubuhku terjatuh dari tempat itu. Sedangkan Harry terus memegangi tanganku.

Byuuuurrrrr!!!

Kamipun meluncur bebas ke air sungai yang mengalir sangat deras. Setelah masuk kedalam air, aku mencoba mengangkat tubuhku untuk naik kepermukaan.

"Huahhh...!" aku muncul dipermukaan air dan mencoba mencari pegangan karena air sungai itu sangat deras. Namun tak ada satupun yang bisa dijadikan pegangan.

Berkali-kali aku tenggelam namun aku tidak menyerah, aku terus mencoba naik kepermukaan untuk bernafas. Hingga akhirnya Harry menangkap tubuhku dan membawaku ke pinggir sungai.

Aku merebahkan tubuhku diantara bebatuan dan mencoba mengatur nafas ku. Begitupula Harry, kulihat dia tak kalah lelah dari ku. Nafasnya pun masih tersengal-sengal.

Setelah beberapa saat, Harry sudah bisa bangkit dan melepaskan pakaiannya. Akupun dengan susah payah bangkit dan duduk disalah satu batu dipinggir sungai sambil merogoh saku celana ku.

"Huft!!!" Aku membuang nafas berat ketika melihat ponsel kesayangan ku ikutan berenang ria bersama ku.

"Hu... hu... hu... Ponsel ku..." ucap ku sambil memasang wajah menyedihkan, karena aku memang sangat sedih saat itu.

Walaupun ponsel ku butut, sebutut Reva namun banyak sekali kenangan manis di ponsel ku itu. Hah! Bagaimana nasib Reva yang aku tinggal ditempat itu? Teringat akan Reva, akupun menangis terisak.

Harry mendekatiku, "Kamu kenapa?" tanyanya

"Aku mengkhawatirkan Reva! Bagaimana kalau para Preman itu menghancurkan Reva ku, aku tidak akan bisa memperbaikinya lagi dan bagaimana caranya aku pergi bekerja jika Reva rusak?!" Akupun kembali menagis histeris.

Aku bahkan melupakan rasa maluku kepada Montir Tampan itu.

"Siapa Reva?!" Harry nampak kebingungan,

Aku menyeka airmata ku, "Motor butut ku, yang kemarin kamu perbaiki!" sahut ku.

Harry terkekeh setelah mendengar jawaban ku, kemudian dia duduk disamping ku.

"Tenang saja, nanti akan ku perbaiki! Gratis..." ucap Harry,

"Benarkah?!" tanyaku dengan wajah serius.

"Ya, aku serius! tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu nekat melempari mereka dengan batu? Mereka itu anggota geng sadis, mereka tidak akan membiarkan siapapun yang berani berurusan dengan mereka." ucap Harry sambil menatap ku.

Aku membulatkan mataku disaat mendengar orang-orang itu adalah para gangster,

"Aku reflek, Mas! Saat mereka ingin melukai mu, tiba-tiba saja tanganku melempari mereka dengan batu itu!" sahut ku sambil menggigit jari.

Harry terdiam namun matanya terus menatap tajam kearah mataku.

"Lalu sekarang aku harus bagaimana, Mas? Kok aku jadi takut! Memang sebenarnya Mas punya masalah apa sama mereka, hingga mereka mengejar Mas seperti itu?" tanyaku lagi,

Harry menundukkan kepalanya kemudian menghela nafas panjang setelah itu ia kembali menegakkan kepalanya dan menatapku,

"Sebenarnya mereka adalah musuh kebebuyutan Ayahku. Mereka memiliki dendam di masa lalu dan mereka tidak pandang bulu. Bahkan aku dan Mami ku yang tidak tahu menahu pun menjadi sasaran mereka." sahut Harry,

Aku masih menatapnya dan dia kembali melemparkan senyuman nya kepadaku. Hehe, sejenak aku melupakan pelarian kami yang begitu tragis ketika melihat senyuman manisnya. Uh! manis sekali.

"Kenalkan, namaku Harry Sebastian. Sebut saja Harry!" ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

Aku dengan semangat menggebu-gebu menyambut uluran tangannya. "Laura!" sahut ku.

Untuk beberapa detik aku dan Harry saling tatap. Kemudian setelah tersadar, akupun segera membuang pandangan ku ketempat lain.

"Sebaiknya kita cari jalan pulang. Ini sudah hampir gelap." ucap Harry.

Harry memeriksa ponselnya dan mencari tahu keberadaan kami sekarang. Ponselnya keren dan tahan air, makanya masih bisa beroperasi dengan baik walaupun ia juga ikut berenang ria bersama Harry.

Harry meraih pakaiannya dan kembali mengenakannya, "Ikuti aku!" ucapnya sambil memperhatikan ponselnya.

Akupun mengikuti langkah kakinya. Kami menelusuri jalan yang ditujukan oleh GG Map, beruntung jaringan di ponsel Harry lancar jaya.

Ternyata jalan yang kami lalui tidaklah dekat. Mana harinya semakin gelap. Aku bahkan sudah sangat ketakutan dan juga kelelahan.

"Apa kita masih jauh, Harry?" tanyaku,

"Ya, apa kamu lelah?" tanya Harry balik,

Aku mengangguk, aku memang sangat lelah. Kaki ku bahkan sudah gemetar dan perutku ini sudah berkali-kali bernyanyi.

"Sini, biar aku gendong!" ucap Harry sambil menunjuk punggungnya

"Hah?!"

Aku membelalakan mataku, aku tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Harry barusan.

"Aku serius, naiklah!" ucapnya lagi sambil tersenyum padaku.

"Ah! tidak, tidak... Aku bisa sendiri." ucap ku sambil nyengir.

Yang benar saja, aku harus naik ke punggungnya padahal kami baru saja kenal. Walaupun aku begitu tergila-gila kepadanya, tapi aku tidak tega harus menaiki tubuhnya.

Kami pun kembali melangkah menelusuri jalan pulang. Dan setelah satu jam perjalanan yang begitu melelahkan, akhirnya kami tiba ditempat, dimana aku dan Harry meletakkan motor kami.

Beruntung para Preman itu sudah tidak ada disana. Harry terus memperhatikan tempat itu hingga ia merasa benar-benar aman dan iapun segera mengajakku mendekati motor kami.

"Hah! Beruntung motor kita tidak mereka hancurkan, ya kan?!" ucap Harry sambil terkekeh,

Aku tersenyum mendengarnya kemudian segera mendekati Reva dan menghidupkan mesinnya.

"Ah, sebentar!"

Harry mendekatiku dan memberikan ponselnya padaku. "Ambillah, anggap ini ganti rugi ku karena mengajak mu berenang hari ini!" ucapnya seraya tersenyum kemudian mengedipkan matanya kepada ku.

"Tidak, tidak usah!" ucap ku,

"Ambil saja!" Harry meletakkan ponselnya di saku motor butut ku.

"Terimakasih!" ucap ku,

Kemudian kami pun segera melajukan motor kami ke tujuan kami masing-masing.

Setelah tiba dirumahku, aku terkena semprot oleh Mama ku.

"Dasar anak tidak berguna! Sebenarnya kamu itu kerja apa? Jadi wanita malam, Iya!" hardik Mama sambil menyeret tubuhku hingga menuju kamarku.

"Ampun, Ma! Ampun! Tanganku sakit..."

Mama sama sekali tidak mempedulikan rintihan ku. Dia terus saja menyeret ku hingga kedalam kamar ku kemudian mengunci ku dari luar.

"Ma, aku mohon! Jangan kurung aku!"

Ini artinya aku akan tidur dengan perut kosong. Padahal tadi siang aku cuma makan roti saja, karena uangku habis untuk menebus Reva.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!