NovelToon NovelToon

Stuck With My First Love

PERTEMUAN PERTAMA

Hari pertama masuk sekolah, semua siswa disambut dengan upacara penyambutan siswa baru. Wajah-wajah baru calon penghuni SMA terbaik di sekolah berbaris rapi di lapangan sekolah. Hari itu, aku jadi salah satu siswa baru. Perasaanku campur aduk. Senang tapi juga takut. Penasaran akan seperti apa hari-hari yang aku lalui di sekolah ini. Maklum saja hanya sedikit teman satu sekolahku yang diterima di SMA favorit di kotaku. Tak banyak yang aku kenal di antara semua siswa baru di lapangan ini.

“Hai, namamu siapa?” sapa seorang gadis padaku

“Oh, hai..namaku Vivi”

“Kenalan yuk..namaku Anti”sapa gadis itu dengan senyum tersungging di wajahnya. Aku pun menjabat tangannya. Dan kamipun akhirnya berteman.

Hari itu, aku berkenalan dengan seorang gadis cantik. Namanya Anti. Dia alumni SMP favorit di kotaku. Dari yang aku lihat, gadis ini adalah gadis yang cukup populer di kalangan siswa baru. Karena hampir semua siswa mengenal gadis ini. Mungkin karena sikapnya yang ramah dan supel membuat dia memiliki banyak kenalan. Belakangan baru aku tahu dia adalah salah satu mayoret di grup drumband SMP nya dulu. Pantas saja dia cukup terkenal.

Selesai upacara, semua siswa baru masuk ke kelas masing-masing. Aku dan Anti berjalan beriringan. Karena siswa baru yang lumayan banyak, dan lorong menuju kelas-kelas kalah lebar dengan banyaknya siswa yang berjalan, membuat kami sedikit berdesak-desakan. Sempat ketika berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kelas, segerombolan anak cowok jalan menyerobot antrian.

“Minggir..minggir..”teriak mereka sambil tertawa-tawa.

Kerumunan mereka memenuhi jalan. Membuat Anti menyenggol badanku. Lalu badanku menyenggol seseorang di sampingku.

“Aduh…”

Kepalaku menabrak bahu seseorang. Aku pegang dahiku yang kesakitan.

“Maaf ya”

Aku buru-buru minta maaf. Kutatap sosok di sampingku yang kutabrak tadi. Wowww..cowok cakep. Ganteng banget.

“Hmmm..”jawabnya

“Makanya hati-hati” katanya dengan ekspresi datar

What??helloooo…emang aku sengaja nabrak dia?

Aku benar-benar tidak terima dituduh seperti itu. Bisa-bisanya dia menuduh aku seperti itu. Jujur saja aku jadi kesal.

Sabarrrr...sabarrrrr!!!! Aku pun menghela nafas panjang.

“Iya” jawabku kemudian sambil tersenyum.

Dia…jalan begitu saja. Sumpahhh, Aku jengkel banget. Ya ampun, cakep-cakep tapi sombongnya minta ampun. Dasar cowok sombong! Wajahnya aja yang cakep tapi sikapnya minus.

“Kamu tak apa-apa?” tanya Anti padaku.

“Iya..”jawabku menahan kekesalan.

Aku dan Anti pun berjalan beriringan menuju kelas. Ternyata cowok itu juga masuk kelas yang sama denganku.

Dialah Coco. Cowok keturunan Cina-Jawa. Secara penampilan, kulitnya putih seperti kebanyakan keturunan Cina lainnya. Matanya tidak terlalu sipit. Rambutnya hitam dan lurus. Tingginya 183 cm. Berat badannya pun ideal. Dia pemain basket di sekolah. Good Looking. Smart juga. Dengan fashion brand ternama yang dikenakannya membuatnya semakin terlihat cool. Ganteng maksimal.

Awalnya di kelas X, kami tidak pernah saling sapa. Maklum saja, lingkungan pergaulan kami berbeda. Dia anak orang kaya. Sementara aku anak orang biasa. Kami memang hanya teman biasa. Jarang sekali bagi kami berbicara satu sama lain. Bahkan kesan pertamaku pada dia sangatlah buruk. Aku nilai dia anak yang sombong, sok cool (walaupun memang cool).  Sebulan pertama sekolah, aku dan dia tak pernah berbicara. Hanya sesekali aku mencuri pandang melihat dia. Karena dia memang cakep. Hahahaha…

*

*

*

*

Pernah satu ketika, waktu itu Bu Rina, guru Biologi kami berhalangan hadir tetapi ada tugas yang harus dikumpulkan. Karena di buku paket tidak ada/ tidak lengkap penjelasannya, akhirnya aku dan teman-teman sekelas memutuskan pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Aku dan Anti, sahabat baikku juga pergi ke perpustakaan. Begitu juga dengan dia dan Dedi, sahabat baiknya.

Sesampainya di perpustakaan, kami mencari-cari buku yang sesuai untuk mengerjakan tugas dari bu Rina. Kebetulan kursi yang tersisa untuk mengerjakan tugas, hanya tersedia 4 kursi. Akhirnya aku, Anti, Coco dan Dedi duduk di kursi itu. Aku duduk berhadapan dengan Coco. Anti berhadapan dengan Dedi.

“Tugas bu Rina ini gimana kalo kita bagi berempat? Kalian mau ga?”ajak Anti

“Boleh juga”kataku sambil melirik ke arah Coco dan Dedi

“Ehmm..boleh..boleh”jawab Dedi setuju

Sementara dia…hanya menggangguk-angguk saja.

“Gimana Co? Kamu mau ga?”tanya Dedi sambil merangkul pundak temannya itu.

“Boleh”jawabnya singkat

“Ya sudah, kalian yang mencari buku tambahan ya..Aku sama Dedi akan coba mencari jawaban yang kira-kira ada di paket” ujar Anti membagi tugas.

Aku dan Coco kebagian mencari buku tambahan untuk mencari jawaban yang tidak ada di buku paket. Kami berjalan beriringan menuju deretan rak-rak buku. Mencari pada deretan buku-buku Biologi yang ada di sana. Awalnya memang susah. Dengan begitu banyak buku, kami harus membolak-balik buku. Mencari yang bisa kami jadikan referensi.

Apalagi rak bukunya tinggi. Kadang buku yang aku cari ada di rak atas. Tapi tanganku tidak sampai. Aku sampai harus berjinjit untuk meraihnya.Ketika sudah kutemukan buku yang aku inginkan, aku tarik buku itu perlahan-lahan. Buku itu hampir kuraih, sayang sekali beberapa buku disampingnya juga ikut tertarik dan hampir menimpaku. Aku pun refleks memejamkan mata. Pasrah jika buku-buku itu menimpaku.

Tapi ada yang aneh. Buku-buku itu tidak jadi jatuh. Tak ada satupun buku yang menimpa kepalaku. Kubuka mataku perlahan-lahan. Sepasang tangan dari belakangku dengan sigap berhasil menangkap buku-buku itu. Ketika aku menoleh, Coco ternyata sudah di belakangku, dengan kedua tangannya penuh buku. Dia menatap ke arahku. Mata kami saling berpandangan selama beberapa detik.

Deg..deg..deg..

Jantungku tiba-tiba berdegup sangat kencang.

Sumpah demi apa, kejadian itu benar-benar aneh. Bisa-bisanya kami bertatapan seperti itu. Membuat jantungku berdetak sangat kencang. Ada apa ini? Kenapa Aku jadi deg-degan gini?

Sebuah fakta yang aku temukan adalah anak itu ternyata tinggi banget. Sementara aku..pendek. Walaupun di antara anak-anak putri, aku tergolong tinggi. Tapi ketika berdiri berhadapan dengan Coco, aku sadar aku pendek. Aku sadar itu karena aku harus mendongakkan kepalaku saat melihat wajahnya waktu itu.

Kupandangi Coco yang merapikan buku-buku kembali ke tempatnya. Karena jarak kami yang sangat dekat, bisa kucium aroma tubuhnya yang wangi.

“Makasih ya?”

“Hemm..” jawabnya dengan ekspresi muka datar.

“Makanya kalo ga nyampe jangan dipaksain”katanya, tetap dengan ekspresi datar sambil mengembalikan buku-buku tadi ke tempatnya.

“iya.."

Aku kesal mendengar kata-katanya yang ketus dan terdengar menyebalkan.

Ketika dia berjalan menjauh kembali ke meja kami, aku sadar dia sangatlah tampan. Ganteng banget. Walaupun sikapnya sangat cool dan cuek.

Aku malu sekali ketika dia menengok ke arahku tepat saat aku memukul-mukul kepalaku sendiri, karena berpikir yang tidak-tidak tentang ketampanan Coco. Aku pun tersenyum padanya. Sementara dia..datar aja. Yah.. Begitulah dia.

Kami pun segera kembali ke kursi kami masing-masing. Kami mengerjakan tugas bersama-sama. Sesekali aku mencuri pandang padanya. Dalam hati aku benar-benar mengagumi makhluk ciptaan Tuhan yang sangat indah ini. Rambutnya yang hitam dan lurus berpadu dengan kulitnya yang putih bersih. Bulu matanya yang lentik dan hidungnya yang mancung. Benar-benar seperti pangeran. Dia sangat tampan.

Ketika tak sengaja dia juga memandang ke arahku, aku menunduk. Aku malu jika sampai ketahuan mencuri pandang padanya. Aku akui sejak saat itu aku mulai jatuh hati padanya. Pada cowok sombong muka datar. Yang walaupun sombong, mau menolongku waktu itu. Membuat jantungku deg-degan setiap kali kami bertatapan.

Aku dengar dia udah punya gebetan. Vanya. Anak kelas sebelah. Dari yang aku dengar, dia yang mulai menyukai Vanya. Tapi Vanya yang ga mau. Bener apa enggak cerita itu, aku juga ga tau.

Anehnya sejak kejadian di perpustakaan itu, kami jadi sering bertatapan. Awalnya kan cuma aku yang melihatnya dari kejauhan. Maklum aja, mejaku dengannya berseberangan. Dia di deret pertama tengah. Aku deret kedua agak ke kiri. Dekat pintu kelas. Jadi kalo melihat dari kejauhan, harusnya aku ga ketahuan. Namun akhir-akhir ini, aku sering ketahuan. Sial sekali.

Ketika aku lihat dia dari tempat dudukku, dan dia sedang ngobrol santai dengan Dedi. Kebetulan duduknya menghadap ke kiri, karena Dedi duduk di sebelah kirinya. Sering aku merasa dia mengarahkan tatapannya ke arahku dan bukannya ke Dedi. Seakan-akan dia melihat ke arahku.

Setiap kali kejadian itu terjadi, aku pasti langsung salah tingkah. Entah itu tiba-tiba ngajak ngobrol Anti. Atau ngajak ngobrol Bima dan Satria yang duduk di belakangku. Atau langsung menunduk pura-pura nulis di buku. Pokoknya serba salah tingkah. Aku malu jika sampai ketahuan mencuri pandang padanya.

Kebetulan kami mengikuti ekskul yang sama yaitu PMR. Setiap kali latihan PMR, Aku sempatkan mencuri-curi pandang. Sehingga kadang apa yang disampaikan kakak senior kelas XI yang jadi pemateri tidak aku dengarkan. Untungnya ada Anti yang rajin mencatat materi kakak senior, sehingga aku tidak pernah ketingggalan materi. Aku senang kami sekelas dan mengikuti ekskul yang sama, sehingga aku bisa menatapnya dan jadi secret admirer nya.

Setiap kali dia tersenyum atau tertawa saat bersama dengan teman-temannya, membuatku ikut senang. Walaupun itu bukan denganku. Karena memang dia anaknya pemilih. Dia suka pilih-pilih teman. Tidak semua teman kelasku yang diajak ngobrol. Termasuk aku. Itu sebabnya aku nilai kami tidak selevel.

Anti, sahabat baikku, sering menggodaku. Mengatakan bahwa seleraku terhadap cowok itu aneh. Anti juga sebenarnya tidak terlalu mendukungku yang menyukai Coco sebelah pihak. Menurut Anti, seharusnya cowok yang mengincar cewek. Bukan malah sebaliknya. Menyukai cowok yang belum tentu suka pada kita itu nanti akan sangat menyakitkan. Itu yang selalu disampaikan Anti padaku. Tapi yang namanya perasaan bukan kita yang ngatur. Mau gimana lagi, aku sudah terlanjur suka.

LOMBA SEKOLAH

Waktu itu, ketika sekolahku berulangtahun yang ke 50tahun, seperti biasa, diadakan festival sekolah. Ada berbagai macam lomba diadakan. Mulai dari lomba classmeeting, lomba menghias kelas, kontes prince and princess sekolah, dan puncaknya adalah pentas seni yang dikuti beberapa sekolah di kotaku.

Saat lomba classmeeting, kelas kami masuk final lomba basket. Coco menjadi salah satu pemain yang ikut serta. Dia jadi kapten tim basket kelasku. Walaupun keringat bercucuran dan rambutnya jadi lepek, tapi aura kegantengannya justru semakin jelas. Kelihatan maskulin sekali. Cowok banget lah. Apalagi badannya yang sangat atletis, aduhhh…bikin jantung berdegup ga karuan.

Belum lagi jika tak sengaja perut sixpack nya tersibak dari balik jersey basket nya saat berebut bola dengan tim lawan, mau pingsan rasanya.. Aduhhh…aduhhh..surga dunia.

Sepanjang permainan, supporter kedua kelas yang bermain, yang didominasi cewek-cewek terdengar sangat histeris.Termasuk aku tentunya. Apalagi saat dia berhasil mencetak angka. Jerit histeris cewek-cewek supporter benar-benar membuat suasana heboh. Ramai sekali. Kami seakan menggila pada hari itu.

Ketika dia bermain basket, sisi lain dirinya terlihat jelas. Selain dia yang sangat fokus, serius dan konsentrasi tinggi, dia pasti akan tersenyum lebar ketika berhasil mencetak angka. Senyum yang sangat jarang diperlihatkan dalam kesehariannya. Karena dia memang cool dan cuek banget.

Itu sebabnya, aku sangat menikmati  pertandingan basket yang diikutinya. Mulai dari penyisihan grup, perempat final, semifinal dan final aku pasti tak pernah absen menyaksikan pertandingan basketnya.

Pertandingan 4 x 10 menit itu berlangsung 1 jam lamanya dikarenakan kejar mengejar nilai diantara kedua tim. Dan akhirnya pemenang lomba basket classmeeting ini diraih kelasku..Yyyeeeeyyyy…

Skor akhir pertandingan 86 : 76 selisih 10 poin.

*

*

*

*

“Siapa nih yang mewakili kelas kita kontes prince and princess?” tanya Arman, ketua kelasku ketika musyawarah di kelas

“Kita harus pilih yang memenuhi kriteria kalo pingin menang”jawab Ella teman sekelasku

“Emang kriterianya apa aja?” tanya Arsy

“Sebentar ya, aku baca dulu”jawab Arman, yang mengikuti Technical Meeting Festival Sekolah sambil membolak-balik juknis lomba yang dibagikan panitia.

Teman-teman berharap tahun pertama kami di sekolah, kami  bisa ikut menyemarakkan festival sekolah. Dan berharap juga bisa menang. Walaupun saingannya lumayan berat. Kelas XI dan kelas XII pasti lebih berpengalaman dibandingkan kami yang baru kelas X. Tapi itu tak menyurutkan semangat kami untuk menang.

“Kriterianya 3 B : Brain, Beauty, Behaviour” jawab Arman setelah membaca kriteria penilaian lomba

"Dah berasa ikut Miss Universe aja kriteria penilaiannya 3 B" canda Fenda

"Iya..ya"sahut teman-teman yang lain

“ Masak prince kriterianya Beauty, harusnya Handsome dong” canda Bima

Sekelas langsung terbahak-bahak mendengar candaan Bima. Karena menurutku perkataan Bima ada benarnya juga.

“Oke, berarti kita harus pilih cowok dan cewek yang memenuhi kriteria itu” ujar Ella menenangkan keadaan

“Aku usul, gimana kalo prince nya… si Coco. Lalu Princess nya…si Vivi” usul Fenda sambil menunjuk ke arahku dan Coco

Weeeh..kok aku yang diusulkan? Apa-apaan ini?

Aku kaget mendengar usulan Fenda. Aku dan Coco sempat berpandangan. Sepertinya dia juga tak menyangka akan diusulkan Fenda.

“Iya..iya..aku setuju”jawab beberapa teman yang lain. Teman-teman bergantian melihat kearahku dan Coco.

Aku merasa semakin terpojok, karena banyak yang setuju.

“Jangan aku dong teman-teman.. aku kan pemalu. Aku ga pernah ikut lomba kayak gituan. Jangan aku ya..pliiissss!!!” kataku sambil mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku. Memohon kepada teman-teman agar aku tak dipilih lomba.

“Anti aja ya?” kataku sambil menunjuk kearah Anti.

“Heh..kok aku?”Anti kaget.

“Kamu kan pernah jadi mayoret”

Aku akui aku tak pernah mengikuti lomba/kontes kecantikan sebelumnya. Walaupun banyak yang bilang wajahku cantik dan body ku seperti model. Tapi Ayahku tak pernah setuju aku ikut kontes- kontes kecantikan seperti itu.

Menurut ayah, kecantikan fisik tak ada artinya jika tak diimbangi dengan inner beauty. Makanya ayahku lebih memilih aku ikut les privat pelajaran/les music/les menyanyi ketimbang ikut kontes kecantikan yang ujung-ujungnya hanya menonjolkan kecantikan fisik saja.

Tiba-tiba Arsy menawarkan diri menjadi kontestan prince,

“Boleh tidak aku mengajukan diri menjadi prince school mewakili kelas kita?” usul Arsy.

Arsy adalah teman sekelasku yang dijuluki playboy. Penampilannya sih lumayan, walaupun tidak setampan Coco. Anaknya ramah. Asyik juga. Tapi kalau sudah sama anak cewek dia termasuk tipe yang perhatian. Karena itu banyak yang salah paham dengan perhatian  Arsy. Makanya dia sering dijuluki buaya darat. Saking banyaknya cewek yang sudah jadi pacarnya.

“Gimana teman-teman, kita punya empat kandidat nih?” tanya Arman

“Kita voting aja gimana?”usul Ella

Teman-teman pun setuju. Akhirnya diadakan voting untuk memilih prince and princess school 20XX. Kandidatnya aku, Anti, Arsy dan Coco.

Kami berempat berdiri berjejer di depan kelas. Masing-masing siswa memberikan suaranya dengan menuliskan satu nama kandidat prince dan satu nama kandidat princess di selembar kertas. Kami berempat juga diberi kesempatan ikut memberikan suara kami. Saat itu, aku memilih Coco sebagai kandidat prince dan Anti sebagai kandidat princess.

Setelah semua siswa memberikan suaranya, Ella yang menuliskan hasilnya di papan tulis, sementara Arman yang membacakan hasil voting teman- teman. Satu per satu kertas suara dibuka dan ditulis di papan tulis. Setiap kali namaku disebut, badanku rasanya lemas. Aku terus berdoa semoga bukan aku yang terpilih.

Hasil voting pun keluar. Yang menjadi kontestan prince and princess school mewakili kelasku adalah …. Aku dan Coco. Hiks..hiks..(;_;)

Jujur rasanya aku mau menangis waktu itu. Kenapa harus aku? Aku kan ga PD. Harus melenggang di catwalk bak model di depan banyak orang. Aku benar-benar ga PD.

*

*

*

*

Ketika hari perlombaan tiba, aku benar-benar nervous. Tak pernah sekalipun aku ikut kontes seperti ini. Ketika diantar ayah dan bunda ke salon, aku rasa-rasanya mau mengundurkan diri saja. Tapi karena teman-teman sudah mempercayakan padaku, mau tidak mau aku HARUS mau.

Ketika dirias di salon, penata riasku berkali-kali memuji kecantikanku. Aku hanya bisa tersenyum saja mendengar pujian mereka. Bundaku juga hanya tersenyum. Sedangkan ayah nampak tak suka. Karena ayah memang tak setuju aku ikut kontes itu. Tapi karena bunda berhasil membujuk ayah, akhirnya ayah setuju. Kata bunda, ini bisa jadi pengalaman berharga untukku, diusiaku yang masih muda.

Sampai di sekolah, suasananya sudah sangat ramai. Karena memang festival sekolah selama 1 minggu ini, benar-benar dimanfaatkan siswa siswi di sekolahku untuk bersenang-senang. Mumpung tidak ada pelajaran. Jadi kami bisa bebas selama 1 minggu ini. Semua kelas mempersiapkan kelas semeriah mungkin. Sekolah juga dihias dengan sangat indah. Spanduk dan baliho besar di pasang di depan sekolah. Sementara itu bendera umbul-umbul dipasang sepanjang jalan dari gerbang sekolah sampai masuk ke lapangan sekolah. Perayaan festival sekolah memang selalu meriah setiap tahunnya.

Ketika aku turun dari mobil, Anti sudah menunggu di tempat parkir. Aku memang sengaja menghubungi Anti untuk menungguku di tempat parkir, karena ketidakPDanku dengan penampilanku hari itu. Walaupun bunda berkali-kali menyemangatiku bahwa aku sangat cantik dan pasti menang, tapi tetap saja aku tidak PD.

Konsep kontes kali ini adalah international look. Jadi aku memakai gaun putih panjang. Riasanku pun dibuat flawlesss, karena bunda memang tidak setuju jika aku terlalu banyak riasan. Hanya rambutku saja yang dibuat sedikit bergelombang.

Setelah berpamitan pada ayah dan bunda, aku dan Anti berjalan ke kelas. Karena gaun yang aku pakai sedikit terbuka di bagian dada, maka aku menutupinya dengan memakai jaket.

Mulai dari tempat parkir, lorong sekolah sampai ke ruang tunggu peserta kontes, aku merasa setiap pasang mata melihat kearahku. Entah itu kakak kelas maupun teman seangkatanku memandang kearahku. Beberapa kali, kakak kelas cowok yang berpapasan dengan aku dan Anti memanggil- manggil namaku. Membuatku semakin nervous. Aku benar-benar tidak PD.

Sampai di ruang tunggu, Anti berpamitan padaku. Karena memang hanya peserta lomba yang diijinkan berada di ruang tunggu. Saat aku masuk ruang tunggu itu, kulihat sudah banyak berkumpul perwakilan masing-masing kelas. Mereka semua terlihat sangat elegan dan anggun. Cantik-cantik semua. Sementara yang cowok juga terlihat tampan dengan tuxedo ataupun setelan jas yang mereka kenakan.

Begitu aku masuk ruangan, aku merasa mereka semua memandang kearahku. Lagi-lagi aku tambah nervous. Peserta cewek saling berbisik satu sama lain. Sementara peserta cowok memandang ke arahku dan memanggil-manggil namaku. Beberapa bahkan ada yang bersiul ketika aku melewati mereka.

Tiba-tiba pandangan mataku tertuju pada sosok pria tampan yang duduk di pojok ruang tunggu. Duduk santai dengan menyilangkan kakinya sambil membaca buku. Dia mengenakan setelan jas dan celana hitam dengan kemeja putih. Ya ampun Coco ganteng banget.. Rasa-rasanya aku meleleh melihat ketampanannya waktu itu.

Begitu kakak kelas cowok peserta kontes heboh dengan kehadiranku, dia barulah menoleh ke arahku. Dia baru sadar aku datang. Aku pun tersenyum padanya. Aku berjalan ke arahnya lalu duduk disampingnya.

“Kamu udah lama datangnya?”tanyaku padanya begitu duduk disampingnya

“Belum lama”jawabnya singkat

Dia melirik padaku lalu bertanya,“Kenapa pakai jaket? sakit?”

Tumben dia perhatian. Ga biasanya dia begitu padaku. Karena malu kedengaran yang lain, aku pun berbisik padanya,

“Aku malu. Belum pernah pakai gaun seperti ini”jawabku lirih

“Ooo”jawabnya singkat

Mau seperti apapun, Coco tetaplah Coco. Super cool dan cuek.

Supaya aku tidak nervous, aku pun memberanikan diri mengajaknya ngobrol. Karena kalo diam aja, aku akan nervous terus.

“Kamu nanti akan nunjukin bakat apa waktu sesi Unjuk Kebolehan? Main basket?”

Dia masih asyik membaca tanpa melihat ke arahku lalu menjawab

“Rahasia”dengan ekspresi cool

Aku ga percaya, bisa-bisanya dia jawab seperti itu. Aku kan partnernya. Iiihhh..gemes banget deh dengan kelakuannya.

“Kamu sendiri mau ngapain?”tanyanya masih tanpa melihat padaku

“Sama…RAHASIA” jawabku ketus lalu kupalingkan wajahku.

Aku sebal karena tadi aku tanya baik-baik, dia malah ga mau jawab. Aku balas dong..Rasain! Salah sendiri, kenapa tadi aku tanya malah jawabannya ngeselin dan nyebelin gitu..

How Can I Not Love You

Lomba pun akhirnya dimulai. Satu per satu peserta kontes masing-masing kelas dipanggil panitia untuk kemudian mulai berjalan di atas karpet merah. Melenggak lenggok bagai model professional. Peserta dipanggil sesuai urutan undian ketika technical meeting.

Aku dan Coco mendapat urutan akhir. Apes sekali kan! Dari 30 kelas mulai dari kelas X sampai kelas XII kami urutan terakhir. Udah dandannya dari pagi banget. Maju lombanya malah yang terakhir. Untungnya penata riasku sudah pro, jadi riasanku tidak luntur meskipun hari sudah menjelang siang.

Satu per satu peserta yang sudah berjalan di atas karpet merah selanjutnya menuju aula untuk mengikuti sesi Unjuk Kebolehan dan sesi Tanya Jawab dengan dewan juri. Sehingga di ruang tunggu semakin sedikit pesertanya. Selama menunggu dipanggil, aku benar-benar tidak tenang. Beberapa kali dilihat jam dinding yang ada di ruang tunggu. Aku merasa jarum jam hari itu bergerak sangat pelan. Kaki dan tanganku saking nervousnya sampai gemetaran.

Mungkin karena dia risih melihatku yang sangat nervous, akhirnya dia mengajakku bicara.

“Kamu kenapa? Nervous?” tanyanya sambil menunjuk kaki dan tanganku yang gemetaran

Aku jawab sambil kupaksakan untuk tersenyum.

“Hehehehe..iya. Aku nervous banget. Aku tuh ga PD”

Iseng-iseng aku bertanya padanya,

“Menurutmu bagaimana penampilanku hari ini?”

Dia dengan ekspresi cool nya hanya melirikku dan dengan enteng menjawab

“Biasa aja”

Sumpah ya..rasanya pingin aku timpuk kepala anak ini! Nyebelin banget! Iiihhhh...gemesss...

Aku kan butuh support. Butuh motivasi. Tapi dia malah begitu. Membuatku semakin pesimis. Memang aku yang salah, ngapain juga tanya cowok seperti Coco.

“Kamu tuh ga asyik banget ya? Padahal kan aku butuh support. Ya walaupun aku ga cantik seperti peserta yang lain, bohong dikit kenapa sih? Kamu malah jawabnya gitu. Coba yang jadi partnerku si Arsy. Pasti dia akan lebih suportif ketimbang kamu. Pasti dia bisa menyemangati aku” protesku panjang lebar karena sudah sangat sebal.

Waktu itu aku benar-benar marah padanya. Tak kuhiraukan peserta lain yang melihat ke arahku karena suaraku tadi memang lumayan keras. Dia sih sukanya menyulut emosiku. Dasar Coco jahat!

Kami pun akhirnya saling diam. Aku jadi malas mengajaknya bicara. Dia juga tampaknya lebih asyik membaca ketimbang mengajakku ngobrol. Jadilah kami berdua membisu selama menunggu dipanggil.

Akhirnya giliranku pun tiba. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kubuka resleting jaketku perlahan lalu kulepaskan jaketku. Aku taruh di kursi yang tadi kududuki.

Dia juga berdiri dari tempat duduknya lalu meletakkan buku yang dibacanya tadi di kursi yang diduduki. Dia merapikan setelan jas yang dipakainya. Merapikan rambutnya dengan melihat cermin panjang besar yang disediakan di ruang tunggu.

Aku juga merapikan gaunku. Lalu merapikan rambutku dan melihat riasanku. Jantungku berdetak semakin cepat. Aku nervous banget. Rasa-rasanya langkah kakiku sangat berat.

Kulihat dia melirikku lalu berjalan di sampingku.

“Peserta nomor 30 bersiap” kata salah seorang panitia yang bertugas memanggil para peserta.

“Baik”

Coco yang membukakan pintu ruang tunggu. Lalu kami berjalan perlahan menuju karpet merah. Tak bisa kusembunyikan rasa gugup dan nervousku. Tiba-tiba dia melihat ke arahku dengan lengannya diarahkan kepadaku. Memberi isyarat padaku untuk menggandeng lengannya. Aku pun melingkarkan tanganku pada lengannya dengan malu-malu. Lalu kami berjalan beriringan.

“Tak usah gugup. Kamu..cantik sekali hari ini”katanya padaku tiba-tiba tanpa melihat kearahku. Membuatku refleks menengok kearahnya.

Kata-katanya barusan benar-benar membuatku senang. Tak bisa kusembunyikan kebahagiaanku mendengar pujiannya padaku. Aku senyum-senyum sendiri setelah mendengar pujiannya padaku. Kami melenggang di atas karpet merah yang sudah digelar sepanjang lorong sekolah dari kelas-kelas kemudian berhenti di depan aula.

Kulihat siswa siswi kelas X sampai kelas XII semuanya tumpah ruah memenuhi sepanjang karpet merah digelar. Mereka berdiri di kanan kiri karpet tersebut. Sesekali kudengar suara-suara mereka yang memujiku ataupun memuji ketampanan Coco hari itu.

“Woooowww..cantiknya”kata beberapa cowok

“Cowoknya ganteng banget”kata beberapa cewek

Kulihat ke arahnya sesekali. Dia tersenyum. Aku jadi ikut tersenyum. Dalam hati aku berkata pada diriku sendiri, bahwa kalaupun aku tidak menang, aku tak masalah.

Bisa kulihat teman-teman sekelasku berkumpul menjadi satu memberi kami semangat. Kulihat Anti mengacungkan jempolnya kearahku. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku memberi isyarat dan tersenyum pada teman-temanku.

Tiba di aula sekolah, kami dipersilahkan masuk oleh panitia.

“Mau gandengan tangan sampai kapan de?”tanya salah satu panitia padaku dan Coco.

Rupanya kami masih bergandengan tangan. Refleks aku lepaskan pegangan tanganku di lengannya. Kami benar-benar tidak sadar masih bergandengan tangan.

“Maaf kak”

Kakak panitia hanya tersenyum melihat kelakuan kami. Membuatku benar-benar malu.

Akhirnya aku dan Coco berjalan menuju kursi peserta. Di depan kami ada panggung kecil tempat Unjuk Kebolehan. Tak jauh dari panggung, duduk para juri yang menilai Kebolehan para peserta.

Saat aku duduk menunggu giliran, bisa kulihat masing-masing peserta berusaha menunjukkan kebolehannya dan kepandaiannya dalam menjawab pertanyaan juri. Pada sesi Unjuk Kebolehan ada yang menyanyi, menari, stand up comedy, dan masih banyak lagi. Bisa kulihat, mereka semua berbakat.

Di ruangan itu memang hanya peserta dan juri yang diijinkan masuk. Sementara penonton tidak boleh masuk. Sehingga mereka hanya bisa mengintip dari kaca jendela aula. Bentuk aula sekolahku mirip gedung teater dimana kursi penonton berundak ke bawah dengan panggung di bagian bawah.

Akhirnya tiba juga giliran kami. Yang pertama dipanggil adalah Coco. Dia maju ke atas pangung dengan penuh percaya diri.

“Peserta nomor 30A, silahkan memperkenalkan diri”kata Pak Willy yang juga guru olahragaku

“Peserta nomor 30A, nama Marco Reynand Valencio Kelas X.3”jawab Coco dengan penuh percaya diri.

Dewan juri memberikan beberapa pertanyaan untuk menguji kami dalam Uji Intelektualitas. Kulihat Coco dengan penuh percaya diri dapat menjawab semua pertanyaan juri dengan sangat mudah.

“Hari ni kamu mau menampilkan kebolehan apa?” tanya Bu Riska, juri lomba yang juga guru Seni.

“Saya ingin menunjukkan kebolehan saya memainkan alat musik bu”jawabnya dengan tenang. Tak nampak keragu-raguan dalam dirinya.

“Oke..silahkan tunjukkan kebolehanmu”kata Pak Iwan, guru musik kami mempersilahkan dia menunjukkan kebolehannya.

Dengan langkah penuh keyakinan, dia pun berjalan ke arah piano yang ada di panggung sebelah kanan. Dia duduk di kursi lalu mulai memainkan piano itu. Lagu yang dimainkannya sangatlah merdu. Tangannya sangat piawai memainkan piano. Semua peserta kontes dan para juri sangat menikmati pertunjukan musiknya. Awalnya aku tak tahu lagu apa yang dimainkan. Belakangan baru aku tahu dia memainkan lagu River flows in you karya Yiruma. Melodinya sangatlah indah. Aku dan penonton yang menyaksikan penampilannya seperti dibius kepiawaiannya memainkan tiap nada dalam piano itu. Sungguh merdu.

Terlepas dari sikapnya yang sangat cool bahkan menyebalkan, dia yang memainkan piano waktu itu, benar-benar seperti pangeran. Wajahnya yang tampan dibalut black suit, dia juga jago basket dan jago main piano . Membuat hatiku benar-benar meleleh.

Selesai memainkan piano, dia pun berdiri. Semua yang hadir di aula memberinya standing ovation. Ga nyangka permainan pianonya sebagus itu. Dia pun memberi hormat kepada juri dengan sedikit menundukkan kepalanya, kemudian turun panggung.

Sekarang tiba giliranku. Kakak panitia memberitahuku untuk segera bersiap menuju panggung. Aku pun beranjak dari kursiku. Menuruni tangga menuju ke panggung. Aku dan Coco sempat berpapasan di tangga.

“Semangat ya” bisiknya padaku ketika kami berpapasan.

Aku sempat mematung mendengar ucapannya barusan. Sampai tak sadar, kakak panitia menyuruhku segera turun ke panggung.

“Eh..iya kak, maaf”kataku pada kakak panitia yang menegurku.

“Peserta 30B silahkan memperkenalkan diri” ujar Bu Riska

“Emm.. perkenalkan..saya..peserta 30B. Nama saya…Viviane Mikaylafayza Putri”kataku dengan suara terbata-bata. Karena aku memang gugup.

“Jangan gugup, santai saja ya”kata Pak Willy menyemangatiku

“Baik pak”

Sama seperti sebelumnya, dewan juri satu persatu memberikan pertanyaan. Walaupun tak sePD Coco, tapi untungnya aku bisa menjawab semua pertanyaan itu.

“Kamu mau menampilkan kebolehan apa?”tanya pak Iwan

“Saya akan menyanyi pak”

“Oke..silahkan dimulai”Pak Willy mempersilahkan aku mulai

Aku menghela nafas panjang untuk mengusir perasaan nervous dan gugupku. Hari itu aku menyanyikan lagu dari Joy Enrique, How Can I Not Love You. Salah satu lagu kesukaanku. Lagu itu adalah soundtrack film Anna and The King. Mungkin tak banyak orang yang tahu. Karena penyanyinya tidak terlalu terkenal. Tapi aku suka lagunya. Liriknya sangat dalam. Berikut ini adalah beberapa penggalan lirik lagu itu,

Cannot touch, cannot hold

Tak bisa menyentuh, tak bisa mendekap

Cannot be together

Tak bisa bersama

Cannot love, cannot kiss

Tak bisa mencintai, tak bisa mencium

Cannot have each other

Tak bisa saling memiliki

Must be strong, and we must let go

Harus kuat, dan kita harus rela

Cannot say what our hearts must know

Tak bisa katakan yang hati kita harus tahu

How can I not love you?

Bagaimana mungkin aku tak mencintaimu?

What do I tell my heart?

Apa yang harus kukatakan pada hatiku?

When do I not want you here in my arms?

Kapan aku tak inginkanmu di sini dalam dekapku?

How does one walks away from all of the memories?

Bagaimana caranya seseorang begitu saja lupakan kenangan?

How do I not miss you when you are gone?

Bagaimana agar aku tidak merindukanmu saat kau tak ada?

Cannot dream, Cannot share

Tak bisa bermimpi, tak bisa berbagi

Sweet and tender moments

Saat-saat indah dan menyenangkan

Cannot feel how we feel

Tak bisa rasakan perasaan kita

Must pretend it's over

Harus berpura-pura semua tlah usai

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!