Namaku Nila sari, aku berasal dari keluarga sederhana, Aku menikah untuk yang pertama kali diusiaku yang ke 26. Bukan nikah muda memang.
Aku menikah setelah usia dewasa. Sebenarnya aku enggan untuk menikah, tapi setiap hari Uciku,
Tetanggaku yang masih kerabat dekat denganku, menyindirku.
" Untuk apa jadi bunga desa, kalau tidak
nikah-nikah. Apa gunanya dicintai banyak orang tapi satu saja tak ada yang mau dijadikan suami. Setiap
hari, setiap malam selalu ada yang mengantri dan mencarimu Maen, tapi mengapa tak kunjung-kunjung juga
kau memutuskan untuk memilihnya. Sedang putraku saja telah kau buat patah hati dengan penolakanmu,
Tapi uci maklum, ia sudah duda beranak satu, tak tega juga aku sama parumaen yang secantik bulan bertabur bintang seperti ini mendapatkan duda, walaupun itu putraku sendiri, rasanya tak adil, Kata Uciku Alna entah itu sindiran macam apa namanya.
Ya tak dapat disalahkan kata orang, aku Nila Sari, bunga desa paling dipandang didesaku,
siapapun yang datang kedaerahku, pada masa itu semuanya takkan dapat mengalihkan pandangan mereka dari pada diriku. Setelah aku mengabaikan mereka, barulah teman- temanku yang lain dapat terlihat. Cahayaku
bahkan memudarkan cahaya bulan dan bintang dimalam hari, Kalau aku sedang mandi disumur, maka seluruh bunga-bungaan yang menjadi pelapis kedua pagar sumur akan bermekaran, kata tetanggaku, Coba lihat kilauan yang memancar dari tubuhnya saat ia mandi sejauh ini sampai kesini
" Bagaimana ia akan menyukai dirimu wahai iparku yang kurang sadar, jadi jangan paksakan untuk
mengejarnya ! " Kata tetangga yang jarak dua rumah denganku pada
Utieh Us menggoda iparnya yang naksir berat denganku, bahkan sudah meminta ayah mereka melamarku.
Teman kuliah, kakak kelas di SMU, polisi muda yang tampan, sahabat,
para paribanku tersayang semua sudah berusaha keras untuk mengambil hatiku.
Tapi bukannya hatiku dan cintaku yang tidak bisa diambil, melainkan jiwaku yang lemah
yang tak kuat untuk membuat keputusan, apalagi sebuah pilihan, bahkan dikatakan
kekasih saja dengan orang aku agak berat, takut ia menuntut untuk menikah.
Sebenarnya aku pernah jatuh cinta diusiaku remaja dulu, ketika aku masih duduk dikelas 1 SMU,
Tapi aku tak sanggup menerima komitmen dengannya.sesungguhnya.padahal hampir seluruh jiwaku
sudah dipenuhi rasa dan bunga-bunga rindu padanya.
Bahkan ditidur malamku ku selalu memimpikannya.
Tapi itulah aku, aku menolak ungkapan cinta yang tulus darinya,
dengan alasan tak sepadan dengannya karna ia orang berada.
Aku bahkan takkan lupa seumur hidupku dengan betapa kecewanya ia ketika aku
menolak pernyataan cintanya yang sudah jauh-jauh hari ia siapkan
" Maafkan Nila Fian, Nila mungkin sudah PHPin fian dengan sikap Nila yang seperti
menyukai fian. Sekali lagi maaf atas kebersamaan dan keakrapan kita selama ini,
sebenarnya Nila senang bareng Fian, tapi Nila senangnya kita sahabatan saja,
seperti ini lebih indah. Lagian adaIra Nila cinta sama fian, Ia lebih sepadan
dengan Alfian, maafin aku ya." kataku menolaknya.
Dengan muka yang pucat ia menarik nafas panjang setelah aku menolaknya. Dengan sigap dan tanpa ampun diminumnya kopi panas yang dihidangkan Inang kecilku padanya.
Ia baru sadar ketika tenggorokannya kepanasan , sebenarnya melihatnya
yang kesakitan ingin aku memeluknya dan meminta maaf padanya, tapi aku takut nanti
bisa merubah keputusanku. Jadi akhirnya aku melepaskan cinta pertamaku malam itu
dengan mengingkari hatiku sendiri. Sampai ia terbaring sakit dan tidak sekolah dua minggu,
aku hanya meneteskan airmata penyesalan yang mendalam yang kusembunyikan
rapat-rapat darinya. Kupintakan temanku Helena untuk menjenguknya, aku menunggu
dengan hati yang sebenarnya sama hancurnya dengan yang ia rasakan saat kutolak
cintanya, namun apa boleh buat, aku takut dengan cintaku.
Aku hanya bisa menangis melepas cinta pertamaku.
Setelah hari itu aku tak mau lagi berdandan kesekolah, bahkan berbedak saja
aku enggan. Tapi aku tak bisa menutup wajahku dari pandangan teman-temanku
permpuan yang menyayangiku. itulah kekurangannya zaman itu,
dimana orang belum memakai masker seperti saat ini. kalau sekarang kita dengan
mudah memakai topeng untuk menutupi wajah kita.
Waktu itu kami ngak ada yang mengenal topeng. Ketika mereka melihat wajahku
yang polos tanpa bedak bayipun, temanku mengeluarkan bedak dari tasnya.
"Hey cantik, sayang sekali ngak pakai bedak, maaf ya cani ngak tahan kau sia-siakan
kecantikanmu, jangan marah, ini muka akan aku bedakin, katanya penuh kuasa lalu membedakiku.
Jangan Protes, kalau protes ngak dimaafin katanya.
" Ngak Usah pakai bedak Cani, aku takut makin banyak menyakiti orang".
" Nikmati aja masa muda kenapa? Apa Nila takut ngak juara satu lagi kalau pacaran?
" Bukan itu cani, aku ngak bisa mengungkapkan alasannya, biar aku sama Tuhan yang tahu, kataku
yang membuat dahinya berkerut.
" Ini orang cantiknya ngak ketular tularan sama awak, tapi anehnya
bikin kepala awak puyeng tujuh lereng.
Ha...Ha...Ha...Kami tertawa serentak, membuat teman yang lain pada merapat.
Apaan sih yang kalian ketawakan, bagi-bagi dong!
Hanya dimomen-momen seperti inilah aku bisa tertawa, sedang bila aku sudah sendiri dirumah, ketika
akan tidur, tiap aku mengingat cinta dan laki-laki yangku sayang, aku takkan bisa tertawa lagi,
bahkan untuk tersenyum saja sulit.
aku akan terfikir pada peristiwa masa kecilku itu
Aku terus menjalani kehidupanku, menekuni sekolahku dengan baik dan mendapatkan
berbagai prestasi akademik dan non akademik, sampai
Aku menamatkan sekolahku aku masih sentiasa jadi idola para teman baik cewek ataupun cowok.
Melihat mata sayu, wajah indah, tubuh bohay, prestasi gemilang, lelaki mana yang ngak penasaran,
Tapi untuk mencintai seorang Nila sari mereka banyak menelan pil pahit penolakan.
Itulah yang aku takutkan, luka dihati mereka karna ku, aku sebenarnya tak menginginkan itu,
tapi apa mau dikata jiwaku lemah untuk menerima sebuah hubungan.
Begitulah yang sering terjadi, hingga aku tamat kuliah dan bekerja, orang -orang ada yang
memberanikan diri untuk melamarku pada orangtuaku, tapi lagi- lagi aku tak bisa terima.
Hingga akhirnya, karna banyak sindiran, banyak tekanan, dan bahkan banyak ancaman,
maklum kehidupan dikampung. Dan kala itu aku sedang mengalami ketakutan yang baru ditempat
kerjaku, ada seorang yang sudah tua tergila-gila padaku, aku sangat takut dengannya, hingga
akhirnya aku memutuskan untuk menerima pinangan dari seorang rekan seprofesi yang seusia
denganku.
Aku masih ingat, kala itu yang menolak malah ibuku, karna pria itu kurang berpenampilan menarik
dan kurang mampu secara financial, apalagi ia juga berasal dari keluarga brokenhome.
Tapi kali ini entah mengapa aku mamtap ingin menikah dan dinikahi oleh pria yang kata adikku
tidak mmenuhi kriteria it.
" Kali ini aku harus menikah ibu, aku tak bisa lagi menunggu lama,
usiakupun sudah dewasa, sudah 26 Tahun.
" Tapi Adikmu belum selesai kuliahnya, bagaimana kau akan membantu kalau kau menikah dengan
Pria yang kurang mampu? Pokoknya ibu kecewa padamu, Nila Kata ibuku. Entah nungkin
karna takdir, akhirnya dengan melewati berbagai konflik keluarga akhirnya proses pernikahan
berlangsung dengan baik, Karna bantuan keluarga kami juga dapat menggelar pesta yang cukup
meriah.
Masa itu masih ada tradisi berkunjung kerumah keluarga paska pesta pernikahan
Mungkin akulah generasi terakhir untuk acara Mebat ( Berkunjung kerumah keluarga )
setelah menikah.
Ya setelah masa musim nikah kami ditahun 2010 itu, aku tak pernah lihat
lagi ada pengantin baru dikampungku yang sengaja diundang oleh Kakek, nenek, sanak saudara,
atau kerabat, mereka untuk makan dirumah mereka dan sebelum pulang diberi hadiah berupa
perkakas dapur, pakaian,bekal dan Uang saku untuk memuliakan pengantin baru.
Aku dan suamiku sibuk sekali sehabis acara pernikahan kami, karna setiap hari dan malam
selama cuti nikah kami, kami selalu dapat undangan untuk makan dirumah kerabat, apalagi waktu itu,
keluargaku yang tua -tua masih hidup, walaupun sudah dalammasa usia senja.
Aku masih ingat ketiaka aku dan suamiku diundang sama ongku tuo untuk datang kerumah mereka,
malam itu kami datang dan disambut oleh anak-anak kedua lansia itu. Kami dihidangkan makanan,
diberi hadiah.
" Waktu salaman mau pulang, nenek tuoku yang sudah pikun sempat komentar," Itulah
yang namanya jodoh tak dapat ditebak ya dik, sebanyak ini anak lelaki yang menggilaimu,
kok seminim ini wajah yang jadi pasanganmu, kata nenek tuoku yang sontak membuat
aku terkejut dan memandang suamiku, takut ia tersinggung dengan ucapan nenek.
Untunglahia bersikap biasa-biasa saja, mungkin karna ia tak mengerti
ucapan nenekku, lantaran nenekkuberbicara dengan bahasa melayu totok kampungku.
Sedang ia orang mandailing, ngak memahami ucapan nenekku,
terbukti ia hanya senyum-senyum saja mendengar ucapan nenek tuo.
Akupun menghapus dada dan berucap syukur karna abang
tak faham ucapan cemooh nenekku padanya.
Sebenarnya tak habis fikir juga aku dengan nenek,
sedang berdiri dan membasuh kotoran sendiri
saja nenek tuo tak pandai lagi,
tiap hari ia sudah berbuat dan bertindak seperti Bayi kecil,
tapi begitu menatap wajahku dan suamiku
ia masih bisa memberi komentar tajam seperti itu padanya.
Aku memang sengaja memilih ia yang kurang dari kata tampan,
biar ia bersyukur memiliki aku yang cantik kata orang-orang
yang melihat dan bertemu denganku.Aku takut sekali kalu harus
dipermalukan karna noda masa kecilku, dibeberkan didepan keluarga, untuk
itu entah mengapa memilih dia sepertinya aku tak merasakan ketakutan seperti
tatkala aku menghadapi pria lain.
Dan memang benar seperti dugaanku, diwaktu MP Kami semalam setelah pesta, ia tak
Mempermalukanku, ia hanya menanyakannya padaku.
" Siapa yang melakukannya dik? Abang rasa noda itu sudah lama?
Jawab yang jujur ya, abang takkan bicarakan ini pada siapaun, katanya.
Aku menangis tersedu-sedu dalam pelukannya, aku tak mengerti bang, aku tak
mengerti waktu itu, aku masih berusia 5 Tahun waktu itu,
Ayah sambugku yang melakukannya. Setelah itu abang percayakan
Berciuman saja Nila belum pernah melakukannya, Nila selama ini menutup diri
untuk tidak berpacaran.
" Abang percaya, abang yang akan mengajarimu berrcumbu
dan melupakan noda itu.
" Mf kan Nila bang, Nila sudah mengecewakan abang, nila kira noda
itu akan sembuh, tapi ternyata..
" Sudahlah jangan menangis lagi, sekarang abang tahu mengapa Nila menolak
Cinta paribanmu yang notabennya berpangkat itu, takut rahasia ini terbongkar ya.
Katanya. Aku mengangguk dan kembali menangis dalam pelukannya.
" Nila tidak dosa kok dik, Nila diperkosa. Lebih banyak dosa abang, di Medan dulu abang
pernah melakukan zina. Itu dosa besar. Mfkan abang ya, abang juga tak perjaka lagi.
Kamipun berpelukan lagi, sekaaranga jangan tutup lagi kakinya ya, biar abang ngak
susah ya. Santai saja, lupakan semua itu. Okey !
Aku bersyukur pada Tuhan, satu masalah besarku sudah terselesaikan,
iapun dengan lembut mengajarkan diriku yang kaku dan tanpa ekspresi
bagaimana bercumbu dan mencumbu, palan- palan akhirnya aku bisa menikmati
percintaan kami.
Hari Ini hari minggu, pasar dikampung LBK,
Kampung Mamak dan saudara dari keluarga ibu.
Mamak dan uciku meminta
kami datang hari ini. Karna besok masa cuti kerja kami habis, pagi-pagi kami
sudah berangkat ke LBK. Disana kami disambut dengan hangat oleh keluarga.
Aku Melihat uci dan mamakku berbelanja barang perkakas rumah tangga,
Semuanya alat utuk memasak mereka sediakan, ditambah bekal seminggu dan cabe,
kebetulan mereka baru panen cabe.
Kesana juga datang iparku yang dulu pernah aku tolak, tapi sekarang ia sudah punya
isri dan anak, ia datang mengantar kado kain sarung sama stelan
untukku yang baru saja disuruh belinya sama istrinya dipasar.
Dan banyak lagi yang datang kerumah mamak untuk mengantar kado.
Sesampainya dirumah aku dan suamiku terkejut dangan kondisi rumah,
Aku lihat ucapan selamat datang pesta kami sudah dirusak,
Pakaian kami sudah diluar, Aku kembali meneteskan airmata untuk semua ini.
Sesore-sorenya hari aku cari mobil untuk pindahan ketempat kerja kami.
Adikku Noni yang melakukan ini, Aku diusir dari rumah, baru 14 hari pernikahanku,
Baru akulah orang minang melayu pertama yang turun dari rumah gadang baru beberapa
hari setelah menikah, untunglah akupunya rumah dinas baru ditempat kerja.
Kakek Haji yang selama ini sayang juga padaku yang mengantar kami dan
barang- barang pindahan kami disore itu juga. Airmata yang menjadi pengiring perjalananku.
Sepertinya aku memang ditakdirkan untuk bersimbah airmata disetiap waktuku.
Bagaimana aku tidak sedih, aku diusir oleh adik kecilku, sedangkan sang bundo kanduong
hanya diam saja.
" Sudahlah jangan menagis lagi, lihattu matanya sudah mulai membengkak.
Kata suamiku diusapnya puncuk kepalaku, menghiburku, dihembuskannya nafas
panjang, aku tahu ia juga sangat tersinggung dengan apa yang kami alami.
Sedang ongku haji Yang membawa mobil hanya bisa diam, sambil sesekali
mengintip dari spion mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!