NovelToon NovelToon

Ayah Dadakan

SEBUAH AWALAN

"Ayo pasang, cepetan di pasang." seru Bandar Judi dadu pada orang orang yang sudah berkumpul di arena perjudian.

Seorang pemuda yang memiliki wajah lumayan tampan, terlihat tertarik dan ingin mencoba mengundi nasib dengan memasang taruhanya pada nomer yang di pasangnya.

"Coba, saya pasang nomer ini Bang," Erik menaruh uang 30 ribunya pada nomer yang di tujunya.

"Ok, sip. siapa lagi hayo sekalian yang mau pasang taruhanya." ajak lagi si Bandar Judi pada orang yang mengerumuninya.

"Saya pasang ini bang, saya juga bang pasang yang itu." ucap orang orang yang kini mulai memasang taruhanya.

"Ok, kita kocok dadunya. Dan siapakah yang akan beruntung malam ini." ucap Bandar dengan tangan yang sedang mengocok dadu dengan batok kelapa.

Setelah dadu di jatuhkan, si Bandar tidak langsung membukanya, ia masih menutup hasil dadunya dengan batok kelapanya.

Semua orang yang memasang taruhan berikut Erik, terlihat sangat tegang di liputi mimik muka yang harap harap cemas, menunggu si bandar mengangkat batok penutupnya.

"Bhua ... ha..ha, biasa aja kaleee lihatnya." si Bandar tertawa terbahak melihat ekspresi tegang para penjudinya.

"Udah, Bang. Cepetan buka tutup batoknya, Kita semua sudah gak sabar." ucap salah satu penjudi yang memasang taruhanya yang berada di sebelah Erik.

"I ya, ya. Kita buka sekarang ya." jawab si Bandar seraya mengangkat batok penutup dadunya.

Semua orang terbelalak melihat hasil dadu yang bisa di lihatnya sekarang. Semua terlihat kecewa, tak ada sama sekali nomer yang keluar ketika itu.

"Ayo di pasang, pasang lagi ayo." seru si Bandar mengajak lagi orang orang yang mengerumuninya.

Erik terlihat putus asa, uang hasil kerja serabutanya kini tersisa 20 ribu rupiah.

Pasang lagi gak ya?

"Ayo Rick, pasang lagi. Baru 30 ribu aja sudah ngeluh." tantang si bandar pada Erick.

"Sorry Bang, lagi kere. Mungkin besok lagi saja Join taruhanya." Erick berbalik badan dan mulai meninggalkan Area perjudian.

Sambil melangkah Erick terlihat menjambak rambut di kepalanya yang terasa panas dan pusing.

"Sial, kenapa selalu kalah sih." Erik menendang kaleng yang tergeletak di hadapanya.

Dalam langkahnya, Erick tiba tiba berhenti dan merogoh saku jaketnya, terlihat dia mengeluarkan sisa uang 20 ribunya.

"Dua puluh ribu, mana cukup buat makan sampai besok. Mana kerjaan lagi gak ada lagi." Erick mendengus kesal pada keadaanya.

Di sela sela kebingunganya, terlihat seseorang yang menggunakan sweter berlari menghampiri Erick dan menyambar uang 20 ribu kemudian membawanya lari.

"Woyyy, tunggu!" teriak Erick seraya mengejar si pencuri sekuat tenaganya.

Dengan nafas tersengal sengal, Erick terus mengikuti kemana arah si pencuri yang berlari kencang tersebut.

Dan Erick heran, ketika melihat si pencuri tiba tiba berhenti dan tak melanjutkan pelarianya.

"Mau kemana kamu pencuri." ucap Erick sambil menyentuh pundak pencuri yang kepalanya masih tertutup kupluk sweternya.

Si pencuri tersebut membuka penutup kepalanya dan kemudian menepukan tangan seperti memberikan isyarat.

Dan benar saja, beberapa orang kini terlihat keluar dari semak semak, dan menghampiri Erick.

"Sial, ternyata aku di jebak." gumam Erick.

Erick mengedarkan pandanganya ke seluruh arah mencari sela untuk melarikan diri.

Erick berbalik dan coba jurus langkah seribunya.

"Kejar dia, jangan sampai lolos!" teriak Bram salah seorang ketua gangster.

Semua pengikut Bram, terlihat berlari kencang. Mereka berpencar mengejar Erick.

Bugh ...

Erick terhuyung ketika salah seorang gangster berhasil memukul Erick yang sedang berlari.

Erick terjatuh, dirinya mengusap darah segar dari ujung bibirnya dan mencoba bangkit kembali untuk melawan gerombolan gangster yang kini mengelilingi dan mengepungnya.

Pertarungan sengit dan tak berimbang pun, kini tak bisa di elakan lagi. Erick terus melawan dengan gigihnya para gangster yang di pimpin oleh Bram.

Bakkk ...

Sebuah pukulan melayang ke arah tengkuk Erick, dan berhasil menjatuhkanya. Dan dengan cepat gerombolan gangster Bram memukuli Erick habis habisan hingga Erick babak belur dan tak sadarkan diri.

"Hentikan!" seru tangan kanan Bram yang bernama Fernando.

Semua orang yang memukuli Erick kini berhenti setelah mendengar peringatan tersebut.

"Kita apakan dia Bos?" tanya salah seorang pengikutnya pada Fernando.

"Seret dia, dan serahkan pada Bos besar!" titah Fernando.

Alangkah malangnya, Erick yang sudah babak belur dan tak sadarkan diri. Kini dirinya di seret dengan kejam, layaknya hewan buruan yang tak ada nilainya sama sekali di mata mereka.

Sesampai di Base camp Bram, kedua tangan Erick di ikat ke atas dengan tubuh yang menggantung.

Brusss ...

Bram menyiram Erick dengan se ember air agar dirinya cepat sadar dari pingsanya.

"Bangun kau tikus kecil!" bentak Bram sambil meludah ke arah wajah Erick

Visual Erick Hendriansah.

Erick menggigil dan kini mengerjap ngerjapkan matanya.

"Ampuni aku," ucap Erik dengan lirih memelas pada Bram.

Alih alih iba dan simpati, Bram malah tertawa mendengar Erick yang memelas ampunan padanya.

"Bhua ... ha ..ha, apa aku tidak salah dengar?" Bram mendekatkan telinganya pada mulut Erick.

Bram menangkup dagu Erick dan mengangkat wajahnya.

"Gampang sekali kau minta ampun, lalu bagaimana dengan hutang hutangmu dulu padaku?" Bram menatap geram sambil menunjuk kening Erick dengan telunjuknya.

"Aku berjanji, aku akan melunasi semua hutang hutangku, beri aku waktu sedikit lagi." Erick kembali memohon belas kasihan Bram.

Bugg ....

Bram meninju perut Erick sekuat tenaga hingga membuat Erick memuntahkan darah segar dari mulutnya.

"Ahhh," Erick memekik menahan rasa sakit di perutnya.

"Mulai sekarang, kau tak perlu lagi membayar semua itu. Karena nyawamu lah sebagai bayaranya." Bram tersenyum dingin menatap Erick yang sudah tertunduk lemas tak berdaya.

"Mana senjatanya, cepat berikan padaku!" pinta Bram pada Fernando tangan kanannya.

Dengan sigap Fernando melangkah membawa sebuah pemukul kasti menghampiri Bram.

"Ini, Bos." Fernando memberikan senjata tersebut pada Bram.

Bram menerima senjata tersebut dan tertawa lepas melihat Erick yang masih tertunduk dengan tangan yang menggantung pada ikatan talinya.

"Rasakan ini bajingan!" Bram melayangkan seranganya ke arah kepala Erick hingga berdarah.

Semua gangster menunduk, dan tak ada yang berani menyaksikan aksi kejam Bram secara langsung.

Erick yang menerima pukulan keras di bagian kepalanya tersebut. Terlihat langsung diam tak berkutik, kepalanya bocor dan terus mengeluarkan darah.

"Seharusnya, kubunuh kau sedari dulu." Bram membantingkan senjata yang sudah berlumuran darah Erick ke tanah.

Fernando menempelkan telunjuk tanganya pada hidung Erick untuk memastikan masih hidup atau belum.

"Bos, tikus kecil ini sudah tewas. Kita apakan dia sekarang?" tanya Fernando.

Bram berbalik menghadap ke arah Fernando.

"Buang mayatnya ke sungai!, dan pastikan tak ada seorang pun yang tahu dan melihatnya.

Hi semua, ni novel ke 3 dari saya. moga aja reader suka dan bisa menikmatinya.

Jangan lupa kasih Like dan ratenya ya. Terima kasih.

TRAGIS

Setelah mendapat titah Bram, malam itu juga Fernando di bantu beberapa anak buahnya membawa jasad Erick, kemana lagi kalau bukan ke sungai untuk di hanyutkan.

Sungguh malang sekali nasib bujangan tampan ini, belum sempat mencicipi indahnya surga dunia, tetapi hidupnya harus berakhir tragis seperti ini.

Salah seorang bawahan Fernando yang mengusung jasad Erick, dengan tidak sengaja melihat jari telunjuk Erick yang sedikit melakukan gerakan.

"Bang Nando, tunggu sebentar!" seru salah satu bawahan Nando.

Fernando yang memimpin di depan, seketika berbalik memnadang bawahanya.

"Ada apa, kenapa lagi hah?" Fernando mengedikan kepalanya bertanya pada bawahanya.

"Bang, aku lihat tangan Erick bergerak." jawab si bawahan itu pada Nando.

"Apa kau tidak salah lihat?" tanya lagi Nando meminta kepastian apa yang telah di lihat bawahanya tersebut.

"Untuk apa aku berbohong, Bang." jawabnya.

Mendengar penuturan bawahanya, Fernando menyuruh ke 4 anak buahnya agar segera menurunkan keranda pengusungnya.

"Coba kau cek pergelangan tanganya, apa denyut nadinya masih berdenyut." titah Fernando pada salah satu bawahanya.

"Siap, Bang." jawab salah satu si bawahan dan langsung mengerjakan apa yang di perintahkan padanya.

Bawahan Fernando menggelengkan kepalanya sambil memandang ke arah Fernando.

"Dia sudah jelas tewas, Bang." ucap bawahan Fernando setelah memeriksa denyut nadi Erick.

Fernando mengangguk dan memerintahkan agar kembali melanjutkan tugas yang di berikan Bos Bram padanya untuk membuang jasad Erick.

Bawahan Fernando kembali tak sengaja melihat tanda kehidupan Erick lewat tanganya yang bergerak gerak kecil.

Dirinya terus mengosok mata dengan punggung tangan untuk memastikan apa yang di lihatnya bukanlah sebuah khayalan.

"Bang Nando, dia benar benar masih hidup." ucap bawahan Nando padanya.

Nando yang merasa geram pada bawahanya, dirinya langsung menghanpiri bawahanya dan langsung menodongkan pistol pada kepalanya.

"Sudah ke empat kalinya kau berucap kalau si tikus kecil ini masih hidup." Fernando membentak anak buahnya.

"Tapi aku tidak bohong Bang, aku benar memihat jari telunjuknya bergerak." jawab si bawahan meyakinkan Fernando.

"Diammm ...!, jika sekali lagi kau berhalusinasi. Maka aku tidak akan segan lagi, dan aku pastikan kau tidak akan bisa melihat mentari esok lagi." Fernando menarik pelatuk pistolnya mengancam bawahanya.

"I ya, Bang. Maaf, mungkin saya terlalu lelah dan salah melihatnya." ucap si bawahan meminta maaf dan pengampunan pada Nando.

"Bagus, lebih baik kita langsung membuang jasadnya ke sungai sebelum ada seseorang yang melihat kita." Nando memasukan kembali pistol ke dalam sarung dan melanjutkan kembali langkahnya.

Dan tak berselang lama, sampailah Fernando beserta ke empat anak buahnya di mulut sungai.

"Ayo cepat, hanyutkan jasadnya ke sungai!. Dan kau, ambil foto sebagai bukti untuk di berikan pada Bos Bram." titah Nando pada ke empat bawahanya.

Ke empat bawahan Fernando terlihat menurunkan keranda yang di pikulnya dan membuka penutup kerandanya.

Dan ke tiga anak buahnya mengangkat mengangkat Erick dari keranda dan mulai menghanyutkanya jasadnya.

"Bagaimana, sudah kau ambil gambarnya?" tanya Nando pada bawahannya.

"Sudah, Bang." jawab salah satu bawahanya sambil memasukan kembali handphonenya ke dalam saku celananya.

"Bagus, Ayo kita bergegas kembali ke markas, sepertinya Bos Bram sudah tak sabar menunggu hasil pekerjaan kita." titah Fernando pada semua bawahanya.

Semua bawahan Fernando mengangguk dan mengikuti langkah Fernando dari belakang untuk menuju kembali ke markas besarnya.

Sementara, jasad Erick yang telah di hanyutkan. Kini jasadnya terlihat terombang ambing oleh derasnya air sungai.

Di suatu tempat, terlihat sebuah keluarga kecil yang terbilang cukup bahagia. Keluarga tersebut terdiri dari seorang suami dan istri jemudian dua anak perempuanya yang terbilang masih kecil, kurang lebih 1 tahun 8 bulan.

Keluarga kecil tersebut, tidak menyadari bahwasanya beberapa pencuri telah mengintai dan siap melancarkan aksinya mencurinya.

"Gimana anak anak kita, apa mereka sudah tertidur?" tanya Daren pada istrinya yang bernama Alexa.

Alexa yang baru menutup pintu kamarnya dirinya tersenyum memandang Daren.

"Sudah, Pah. Baru saja." jawab Alexa sambil merangkul pinggang suaminya.

"Baiklah, ayo kita segera beristirahat." ajak Daren yang di balas anggukan istrinya.

Di dalam kamar, Alexa terlihat sedikit cemas dan gusar, entah apa yang sedang di pikirkanya, Author sendiri pun tidak tahu kepastianya.

"Mama kenapa lagi, tidak bisa tidur?" tanya Daren.

"I ya, Pah. Mama juga tidak tahu kenapa." Alexa menatap sedih ke arah Suaminya.

Daren terdiam sejenak berpikir, sambil memeluk Alexa yang sedang berbaring dengan posisi miring.

"Papa tahu mama kenapa?" Daren berbisik di telinga Alexa.

Alexa membenarkan posisi tidurnya menjadi terlentang sambil mengusap pipi Daren.

"Tahu apa," tanya Alexa pada Suaminya.

Alih alih menjawab pertanyaan dari sang istri tercinta, Daren malah langsung mendaratkan bibirnya dan berhasil membungkam Alexa dengan ciumanya.

Daren menyangka kegelisahan Alexa berasal dari rasa ke inginan di perhatikan, melalui belaian dan kasih sayang dari seorang suami yang selalu sibuk dengan pekerjaanya.

Daren terus menikmati setiap jengkal ke indahan dari tubuh istri tanpa melewatkanya sedikitpun

Hingga pada puncak pergulatan panasnya, Daren langsung menenggalamkan pusaka pamungkasnya ke dalam lubang kehornatan Alexa.

Alexa hanya bisa menggelinjang kenikmatan, merasakan hentakan demi hentakan yang di lakukan Daren padanya.

Namun sial, hampir saja Daren menggapai klimaksnya, semua harus terhenti dan buyar karena terdengar seseorang mengetuk pintu rumah.

"Ah, sial. dasar tetangga, tidak tahu orang lagi nanggung apa!" Daren mendengus kesal.

Daren turun dari tempat tidur dan menggunakan kembi celana boxernya.

"Tunggu sebentar sayang, pertarungan kita belum berakhir." ucap Daren seraya keluar dari kamar menuju ruang tamu menghampiri seseorang yang telah merusak suasana indahnya.

Sedangkan Alexa, dirinya langsung menggunakan piyamanya kembali dan beralih ke dalam kamar anak kembarnya.

Daren yang baru saja membuka pintu ruang tamunya, dirinya di kagetkan dengan aksi para pencuri yang langsung masuk dan menodongkan senjata kepadanya.

"Siapa kalian, dan apa mau kalian sebenaranya?" tanya Daren dengan wajah yang kini terlihat ketakutan.

Salah satu pencuri memandang ke arah pintu kamar anak kembar Daren yang kini terbuka.

"Jangan!" Daren menendang bokong salah satu pencuri hingga jatuh terjerembab.

Alexa yang mendengar kegaduhan di ruang tamunya, dirinya mengintip lewat pintu kamar yang sedikit terbuka.

Alexa kaget, dan dirinya kini beralih memandang pada kedua anak kembarnya.

Alexa dengan terpaksa mengambil insiatif menyembunyikan kedua anak kembarnya yang masih tertidur lelap, dan memasukanya dalam lemari kemudian menutup dan lupa menguncinya.

Sementara Daren yang sedang menghajar si pencuri, kini dirinya harus bernasib sial.

Si ketua pencuri, tak ingin aksinya terdengar warga. Dirinya kini lebih memilih mengakhiri nyawa Daren dengan menembaki tubuh Daren hingga tak bernyawa.

Sedangkan Alexa, dirinya yang melihat aksi biadab tersebut. Dirinya memilih kabur melarikan diri lewat pintu belakang rumahnya.

"Kejar dia!" titah si ketua pencuri.

Alexa berhasil keluar dari rumahnya lewat pintu belakang dan terus berlari meninggalkan rumah dan kedua anak kembarnya.

Namun naas, di depan kali yang airnya sangat deras. Alexa merasa bingung karena tak ada lagi jalan untuk dirinya kabur.

Si pencuri tak ingin tindak kriminalnya tercium dirinya memilih menembak Alexa, dan membuatnya terjatuh dan hanyut terbawa derasnya arus sungai.

LIKE ... LIKE JANGAN LUPA TINGGALKAN LIKE DAN RATENYA YA

POLISI MUDA

Deras air sungai membuat jasad erick terpontang panting kesana kemari kemari, hingga pada akhirnya jasad Erick tersangkut pada sebuah batu yang berukuran besar, tempat yang tidak jauh dari jatuhnya Alexa ke sungai karena insiden penembakan yang di lakukan pencuri semalam padanya.

Ke esokan harinya, pihak kepolisian di gegerkan dengan sebuah laporan warga yang melihat tubuh Daren tergeletak di depan pintu rumahnya dengan tubuh yang bersimbah darah.

Pihak kepolisian yang mendengar laporan warga, mereka langsung terjun menuju TKP untuk melakukan penyelidikanya.

Di dalam penyelidikanya, polisi sedikit mendapat kesulitan mencari barang bukti, bagaimana tidak, si pencuri dalam melancarkan aksinya, tidak meninggalkan jejaknya sama sekali.

Selesai dengan penyelidikanya, pihak kepolisian langsung membawa jenazah Daren yang sudah tidak bernyawa untuk di otopsi sebelum di makamkan.

Sebelum kepergianya, pihak kepolisian di kagetkan kembali dengan suara tangisan anak kecil yang berasal dari rumah Daren.

Surono yang ketika itu memimpin penyelidikan, dirinya kini turun dari mobil dan kembali masuk ke dalam rumah Daren yang telah di beri garis polisi.

Di dalam rumah, Surono mengedarkan pandanganya mencari dari mana arah suara tangisan anak kecil itu berasal.

Dan setelah jelas, Surono langsung menghampiri pintu kamar yang ia duga suara tangisan itu berasal.

Surono masuk ke dalam dan melihat pintu lemari yang kini terbuka lebar.

Surono tak menyangka bahwa ada anak kecil yang tak berdosa yang luput dari pemeriksaanya.

"Cup ... cup, anak manis. Jangan nangis ya." Surono menggendong salah satu bayi yang di temukanya.

"Cepat kau bantu aku gendong satunya lagi dan bawa kedua anak ini ke rumah sakit untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut." titah Surono pada bawahanya.

"Siap, Pak." ucap bawahan Surono yang kini terlihat langsung menggendong bayi kecil satunya.

Surono dan beberapa bawahanya terlihat keluar dari rumah Daren, mereka melangkah masuk ke dalam mobil dan perlahan meninggalkan kediaman Daren menuju rumah sakit.

Kedua anak kembar yang baru berusia Satu tahun 8 bulan tersebut, tak henti hentinya menangis sambil dan seseksali menghisap jempolnya.

"Pak, mungkin anak kembar ini lapar dan haus." ucap salah bawahan pada Surono.

"I ya, kau benar. Tapi apa yang bisa aku lakukan sekarang, Susu pun tak ada di dalam mobil ini." Surono.

"Pak, bagaimana kalau kita mampir ke toko swalayan terdekat terlebih dahulu?" ucap salah satu bawahan menyarankan pada Surono.

"Buat apa kita kesana?" tanya Surono dengan polosnya.

Semua bawahan Surono menepuk jidatnya bersamaan melihat kekonyolan atasan yang lelet dalam berpikir.

"Bapak ini bagaimana, untuk membeli susu lah, Pak." tegas salah satu bawahan Surono.

Kini bagian Surono yang menepuk jidat sambil menggelengkan kepala.

"Maaf, saya lupa. Baiklah kalau begitu, kita mampir ke swalayan terdekat dulu." ucap Surono.

Sampai di swalayan Surono yang dangkal akan pengetahuanya mengurus bayi, dirinya terlihat bingung dalam memilih susu mana yang akan di beli dan cocok untuk usia anak kembar yang berada di dalam mobilnya.

"Maaf, Pak. ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita yang bertugas sebagai pelayan di swalayan tersebut.

"Saya cari susu, mba, ada?" tanya Surono.

"Ada, Pak. banyak, untuk usia berapa?" tanya lagi si petugas tersebut.

Surono terlihat kembali bingung, karena memang dia belum mengetahui dengan pasti, berapa usia anak kembar yang berada di dalam mobilnya.

Berapa ya?, mana aku tahu. Ya sudah sudah aku kira kira saja.

"Pak, usia berapa?" tanya lagi si petugas yang membuat Surono kembali sadar dalam lamunanya.

Surono terhenyak dan kini kembali fokus dalam obrolanya.

"Saya belum tahu, mba. Tapi yang jelas, anak tersebut baru terlihat belajar berjalan seperti itu." jelas Surono.

"Ouwh, baik. Tunggu sebentar Pak." si pelayan mengambilkan dua susu kaleng bebelac 1000gr.

"Gede bener, susunya?" ucap Surono dengan pandangan melihat susu kaleng yang di peluk pelayan tersebut.

"Maksud, Bapak?" si pelayan gagal fokus.

Surono menggelengkan kepala dan beralih memandang wajah si pelayan tersebut

"I ya, susunya gede, besar gitu." ucap Surono yang makin membuat si pelayan gagal fokus dan merasa malu.

"Pak, ini susunya. Bayarnya di kasir sana." Si pelayan memberikan dua kaleng susu tersebut pada Surono.

Si pelayan berbalik menutupi kedua payu dara dengan melipat tanganya di dada.

"Buset, gede, besar lagi ini susu. Repot juga bawanya." ucap Surono yang terdengar jelas di telinga si pelayan.

Surono memeluk kedua kaleng tersebut dan melangkah menuju kasir untuk membayarnya.

Sedangkan si pelayan tadi, terlihat berlari kecil dan masuk ke dalam toilet dan mengunci pintunya.

Pelayan cantik swalayan tersebut terlihat berdiri di depan cermin toilet, dengan mata yang terus memandang ke arah dadanya.

"Emang gede banget ya?" si pelayan bertanya pada diri sendiri dengan tangan terus mengukur payu daranya.

"Masa bodo lah, di kasihnya segini ya udah di syukurin aja." ucap si pelayan tersebut sambil membenarkan pakaian dan kembali keluar dari toiletnya.

Setelah mengantri, kini bagian Surono yang menyerahkan belanjaanya pada kasir. Sang kasir menghitung semua yang di ambil surono dalam belanjaanya.

Setelah selesai, Surono keluar dari swalayan dan kembali menuju mobilnya.

"Pak, susunya mana?" tanya salah satu bawahanya.

"Ini, di dalam." jawab Surono sambil menunjukan belanjaanya yang berisi susu berikut dotnya.

"Terus, apakah anak kembar ini kita suruh mengmonsumsi susu ini tanpa menggunakan air?" tanya lagi bawahanya pada Surono dan membuat kedua anak kecil kembar itu tertawa riang.

"Sial, apa itu artinya aku harus kembali masuk ke swalayan itu?" tanya Surono yang langsung di balas anggukan oleh bawahanya.

Dengan rasa malas, Surono membawa Dot yang sudah ia isi dengan takaran susu menuju masuk swalayan itu kembali.

Di dalam swalayan, Surono kembali bertemu dengan pelayan yang tadi melayaninya.

"Mba," panggil Surono.

Si pelayan tadi berbalik dan sedikit kaget melihat Surono yang tiba tiba datang kembali.

"I ya, Pak. kenapa?" tanya si pelayan tersebut.

"Susunya." ucap Surono.

Si pelayan kini terlihat malu dan menutup kedua dada dengan melipat tanganya.

"Kenapa lagi susunya?" si pelayan menunduk dan enggan melihat wajah Surono.

Surono memberikan Dot susu pada pelayan tersebut, dan secara tidak sadar memegang lama tangan si pelayan.

"Boleh saya minta air panas sedikit, untuk menyeduhnya." pinta Surono.

Si pelayan mendongak memandang Surono dan segera melepas pegangan tangan Surono.

"Maaf, mba. saya lupa." Sorono menunduk malu.

"Bisa, tunggu sebentar." Si pelayan melangkah pergi membawa Dot yang di berikan Surono padanya.

Dan tak berselang lama, si pelayan tersebut sudah membuatkan susu dan memberikanya pada Surono.

Surono terlihat senang dan membalas senyuman manisnya pada si pelayan yang sangat ramah tersebut.

"Terima kasih mba," ucap Surono seraya berbalik dan melangkah meninggalkan si pelayan cantik yang terus menatap kepergianya.

LIKE ... LIKE ... JANGAN LUPA LIKE AND RATENYA YA.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!