Manhattan, New York City.
Dareen memandang pemandangan diluar kaca jendela caffe tempatnya mengistirahatkan dan merelaxkan pikiran dan tubuhnya dari beban yang dialaminya setengah hari ini.
Manik sewarna daun menatap tiap lembar daun kemerahan yang terlepas dari cabang, tersentak pelan oleh angin dan jatuh tergeletak dijalanan. Yang pada saat itu nyaris dipenuhi daun-daun yang menguning dan kemerahan dimusim gugur, awal bulan Oktober.
Banyak orang berlalu lalang, sementara kendaraan beroda empat berkendara memadati jalanan Manhattan disiang hari itu. Menemani dirinya yang duduk disatu meja sendirian, di siang yang cerah dengan cahaya matahari yang perlahan menembus menyorot pejalan kaki dibalik guguran pohon dimusim gugur yang berangin.
Banyak orang mengagumi wajah Dareen. Bibir tipis berwarna merah muda alami, dengan hidung tajam dan bangir serta sepasang manik hijau daun menggoda yang mempesona dengan kesan misterius dan tajam yang secara alami tertampilkan. Batu jamrud berlindung dibalik helaian bulu mata lentik yang melengkung dan panjang. Serta alis tipis yang melengkung sesempurna bulan sabit menambah kesempurnaan kecantikan dari Dareen.
Surai pirang panjangnya diikat rendah dengan pita rambut hitam. Senada dengan mantel yang dikenakannya, melapisi kemeja biru gelap dan celana jeans abu-abu cerah semata kaki yang pas dikaki ramping dan jenjangnya.
Dareen Alexandra Parvaita namanya, adalah wanita berusia 24 tahun dengan pembawaan yang tenang. Kata-kata yang diucapkannya membawa setengah dari makna yang ingin disampaikannya, dan setengahnya lagi menjadi sebuah misteri. Tak ada yang khusus darinya, memang. Ia hanyalah karyawan biasa disebuah perusahaan besar.
Nyatanya, itu hanya sebagian kecil dirinya dimata umum. Karena tak ada yang tahu bagaimana sebenarnya dirinya.
Ayahnya bernama Jason Alexander Parvaita. Pria berusia 49 tahun. Pria berkepribadian tegas dan keras., namun dimata publik begitu bijaksana dan patut dihormati. Menjadi seorang CEO perusahaan besar, dirinya tak jarang muncul dilayar kaca dan menjadi sorotan karena ketampanannya, meskipun ia sudah hampir mencapai usia setengah abad. Namun pesona dan kharismanya tak pernah luntur termakan usia.
Ibunya Malliva Roseana Violentine, wanita berusia 47 tahun dengan berkah kecantikan adalah mantan model top terbaik di New York City. Lembut, penyayang dan penyabar adalah figurnya yang diketahui oleh orang lain.
Di caffe itu, Dareen memandang cincin emas yang melingkar dijari manisnya. Cincin itu memiliki tampilan ramping, namun indah. Mengusapnya selama beberapa detik, Dareen mengalihkan tatapannya keluar dan menyender didinding caffe. Namun teralihkan ketika merasakan ponsel disakunya bergetar.
"Halo?"
[Dimana?]
Dareen menjawab dengan suara setenang air. "Di caffe. Ada apa?"
[Mama mengundang kita makan malam. Jika mama bertanya padamu, katakan saja kau akan datang bersama Aileen. Aku tidak bisa datang karena masih ada rapat bersama pemegang saham sampai larut.]
"Baik, aku mengerti."
[Hn.]
Ketika panggilan telepon diakhiri, Dareen terdiam tanpa suara. Hingga jemarinya bergerak mengangkat cangkir porselen dan kembali menikmati kopi hangat didalamnya dalam diam.
...***...
Ketika daun berguguran dan terjatuh dibahunya, Dareen dengan tenang mengambilnya dan memandanginya. Menutupi cahaya matahari sore dibalik pepohonan, ia melepaskan capitan pada daun ditangannya.
Ketika angin menyapu berkala, bulu matanya sedikit bergetar dan perlahan, jari kelingkingnya menyelinap untuk menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga. Bersamaan dengan terdengarnya suara anak-anak kecil berlarian dari gedung Ne Elementary School.
"Mama! Papa!"
Anak-anak kecil berlarian dan menghampiri masing-masing orangtua yang menunggu dihalaman NES, untuk menjemput putra-putri masing-masing. Wajah-wajah bahagia dan cerah anak-anak dengan senyuman yang mengembang. Membuat senyum Dareen tak bisa tidak terbit, meski itu hanyalah senyuman setipis kertas.
Dareen sedikit tersentak ketika sesuatu memeluk perutnya. Ketika menoleh, anak laki-laki dengan manik senada maniknya itu tersenyum cerah kepadanya. Memberikan warna pipi kemerahan dan kilauan tepat dibawah surai hitam berkilaunya.
"Mama, Aileen capek~"
Dareen terkekeh pelan. "Kalau gitu kita pulang terus tidur sebentar ya? Nanti, kita makan malam dirumah grandma dan grandpa."
"Kita mau kerumah grandma dan grandpa? Sama papa Azra?" tanya Aileen.
"Em, papa Azra sepertinya tidak bisa ikut karena sibuk. Kita berdua saja ya? Nanti, Aileen main sama aunty Vel," kata Dareen membujuk.
Meskipun memiliki wajah kecewa selama beberapa detik, Aileen kembali memasang wajah ceria dan mengangguk dengan antusias. Anak laki-laki didepannya adalah satu-satunya kebahagiaan yang dimiliki oleh Dareen. Satu-satunya yang tidak akan pernah membuat Dareen terluka dan selamanya menjadi kebanggaannya.
Dia adalah putranya, Aileen Alexander Parvaita.
...***...
Golden Street adalah salah satu perumahan elite yang ada di Manhattan. Golden Street dibangun dengan investasi dana yang tidak main-main, dan membuahkan hasil manis ketika 150 rumah mewah diperumahan ini dihuni oleh mereka tokoh-tokoh terkenal seperti pengusaha kondang dan keluarga konglomerat yang berpengaruh. Bahkan tak jarang, aktor dan aktris juga memilih tinggal diperumahan yang terkenal aman, nyaman dan berkelas ini.
Diantara semua rumah, rumah yang paling mewah adalah rumah utama keluarga Leonardo. Kepala keluarga Leonardo bernama Lasniel Leonardo, pria berusia 48 tahun yang merupakan CEO Leonardo Corp. Pembawaannya yang hangat, ramah dan adil membuatnya menjadi pemimpin yang disenangi karyawannya juga oleh banyak orang.
Sementara istrinya bernama Veryana Dresta Andriea, seorang wanita cantik berusia 48 tahun yang memiliki status sebagai desainer ternama di Amerika Serikat. Bahkan karya-karyanya dikenakan oleh model-model internasional ketika ada peragaan busana. Bukan main-main, Veryana adalah wanita yang berbakat juga sangat lemah lembut dan penyayang.
Keduanya menikah pada 10 Desember dan menjalani pernikahan harmonis selama puluhan tahun. Dan diberkati dengan karunia terindah berupa dua putra-putri yang paling mereka cintai.
Vellary Laisyra Leonardo adalah putri bungsu dari pasangan Lasniel dan Veryana. Memiliki paras cantik dan manis, gadis berusia 17 tahun ini duduk dibangku sekolah menengah atas dan menjalani pasang surut kehidupan remaja dengan penuh semangat. Begitulah yang terlihat dari sifatnya yang murah senyum, hangat dan sedikit jahil.
Sementara si sulung, adalah pria seusia Dareen yang dingin dan pendiam. Juga acuh, untuk sesuatu yang tidak disenanginya. Bahkan kedua orangtuanya bingung, darimana sifat putra sulung mereka berasal ketika mereka memiliki sifat hangat dan cerah.
Leonardo Azraell Leviano, adalah pria rupawan dengan kelebihan yang tak bisa diragukan. Menjadi pengusaha terkaya di Amerika Serikat, wajahnya tak asing lagi muncul diberbagai media sosial dengan berbagai penghargaan yang diraih dengan tangannya sendiri.
Dan dengan ketampanan yang dimilikinya, semua wanita bahkan akan tunduk ketika melihatnya. Bahkan, jika diumpamakan, wanita yang mengantri untuk dirinya bahkan akan sampai memutari bumi sebanyak 2 kali.
"Cucu grandma! Sini sayang~"
Ketika melihat kedatangan Aileen, wanita setengah baya itu berjongkok dan menyambut Aileen dengan hangat. Aileen memeluknya sembari memekik dengan suka cita. Wanita itu, Veryana.
"Aileen kangen grandma~" kata Aileen dengan senyuman.
Sementara dibelakangnya, Dareen dengan balutan baju berlengan panjang dan berkerah tinggi polos warna putih dipadukan mante hitam selutut dan rok dua pertiga kaki berlipat warna peach melangkah dengan papper bag ditangannya.
Ia mengulurkan tangannya dan memberi salam kepada Lasniel.
"Pa," ucap Dareen.
Lasniel tersenyum hangat, "Bagaimana kabar kamu dan Ell? Aileen juga, betah kan diapartemen?"
Dareen mengangguk dan berkata dengan tulus. "Iya, pa. Semua baik-baik saja. Juga, kebetulan hari ini Azra tidak bisa datang karena masih ada rapat dikantor sampai malam."
"Hah, anak itu. Selalu saja sibuk diperusahaan, sampai keluarganya sendiri diabaikan." Gumam Lasniel sembari menggelengkan kepalanya.
Dareen hanya mengulas senyuman tipis.
Ini adalah rumah keluarga suaminya. Ya, Dareen telah menikah dengan Azraell sejak satu bulan yang lalu. Setelah pernikahan yang diadakan secara tertutup itu, Azraell memboyong Dareen dan Aileen untuk tinggal diapartemen yang dibeli oleh Azraell. Apartemen berlantai dua itu luas dengan fasilitas yang memadai.
"Aileen!" Lengkingan kuat dari dalam membuat mereka menoleh dan mendapati gadis dengan baju santai muncul, dan dengan segera menyambar Aileen dipelukan Veryana.
"Aunty Vel!" Pekik Aileen melihat Vellary.
Vellary menariknya kedalam, "Aunty kangen Ai~"
"Sama~"
Ketika kedua orang itu bercanda ria, Veryana menghampiri Dareen disamping suaminya dan memeluknya. Memberi sambutan hangat kepada menantu perempuannya.
"Ell tidak ikut ya?" tanya Veryana membuat Dareen menganggukkan kepala mengiyakan.
"Hah, anak itu. Ya sudah, ayo masuk. Dingin diluar. Vel, ajak Aileen masuk untuk menghangatkan diri." Kata Veryana membuat Vellary mengangguk.
"Halo, kakak ipar~"
Dareen tersenyum dan merespon Vellary dengan anggukan kecil. Ketika angin bertambah dingin diluar, keluarga hangat itu masuk untuk menikmati makan malam yang sama hangatnya.
Leviano Corp adalah perusahaan berkembang dan termaju. Bahkan dalam peringkatnya, Leviano Corp menjadi perusahaan terkaya nomor satu di Amerika Serikat.
Tak hanya memegang bidang manufaktur yang menjanjikan, Leviano Corp juga merajai bisnis dalam bidang perhotelan juga kuliner di Amerika Serikat dengan banyak cabang tersebar diseluruh penjuru dunia, dengan perusahaan pusatnya berada di New York City, tepatnya di Manhattan.
Azraell, adalah pendiri, pemilik dan penggerak Leviano Corp. Hingga bisa semaju dan menjadi orang terkaya di Amerika Serikat, Azraell benar-benar tidak main-main dalam usahanya.
Malam itu angin berhembus. Jendela mungkin akan berembun karena dinginnya angin malam itu, apalagi, hujan rintik-rintik juga turun menimpa ketanah. Pukul 10 malam, orang-orang biasanya sudah ada dijam tidur mereka. Enggan beraktivitas dimalam yang dingin. Nyatanya, meskipun malam, beberapa orang masih beraktivitas karena pekerjaan.
"Sayang, malam ini mau menginap diapartemenku?"
Wanita itu bertanya dengan nada manja dipangkuan Azraell. Pria bersurai hitam dengan balutan kemeja hitam dengan lengan yang dilipat sedikit keatas itu mengecup puncak kepala wanitanya dengan sayang dan lembut.
"Lain kali saja ya, sayang. Pekerjaanku masih banyak," jujur Azraell.
Erinesta Queener adalah kekasih dari Azraell. Wanita yang dicintainya, meskipun ia telah memperistri Dareen. Eri panggilannya, adalah wanita berusia 24 tahun yang meniti karirnya sebagai model semenjak lulus bangku sekolah menengah atas dan berhasil menjadi model papan atas dalam beberapa tahun. Juga dikarirnya, Eri telah menjadi model tetap untuk berbagai merek yang kini terkenal dan mendunia pasarannya.
Mengerucutkan bibirnya yang berlapis lipstik merah, Eri mencuri ciuman dipipi Azraell dan turun dari pangkuannya. Dress biru gelap berlengan panjang dan panjang setengah paha itu memperlihatkan kakinya yang ramping. Ia menyibakkan surai panjang dengan warna ombre merahnya.
"Baiklah. Aku akan pulang, jadi jangan lupa untuk datang besok malam. Ya?" tanya Eri dengan nada manis.
Azrael tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Setelah kekasihnya keluar, maniknya berfokus pada berkas selama beberapa jam lagi, sebelum rasa pening mendera kepalanya. Meletakkan berkas diatas meja, ia memijat pangkal hidungnya, dan menghela napas panjang. Setelah beberapa saat berlalu dalam keheningan, pria itu meraih jas luarnya, berdiri dan melangkah keluar.
"Anda akan pulang tuan?"
Begitu keluar, seorang pria menyapa Azraell yang membuat Azraell mengangguk. "Ya, kau juga pulanglah."
"Baik tuan. Mohon berhati-hati dijalan."
Azraell memegangi pundaknya dan bergumam samar, setelah dia berlalu pergi memasuki mobilnya yang ada di basement. "Hari yang melelahkan. Hah~"
...***...
Jam tidur Dareen biasanya malam. Sebab Dareen memiliki insomnia ringan yang hanya membuatnya telat tidur selama beberapa jam. Jadi oleh karena itu, untuk mengisi waktu sampai kantuk melandanya saat larut malam, Dareen akan membaca buku atau sekedar bermain ponsel untuk melihat-lihat berita terkini.
Ketika ia sedang asyik menyelami sebuah buku, suara pintu apartemen yang terbuka membuatnya mengalihkan tatapan sejenak. Ia melangkah keluar kamar, menuruni tangga dan mendapati sosok Azraell tengah melepaskan sepatu didepan pintu. Azraell melonggarkan dasi dan membawa dirinya melangkah masuk.
"Kemarikan jasmu." Ucap Dareen sembari meraih jas yang tersampir dilengan Azraell.
Pria itu nampak lesu dan dengan diam membiarkan jas luar dilengannya diambil alih Dareen. "Akan kusiapkan air panas untukmu mandi."
Azraell bergumam samar dan Dareen melangkah menuju kamar mandi dikamar keduanya untuk menyiapkan air panas. Azraell sendiri menuju dapur untuk mengambil air minum. Dapur itu didesain terbuka dan terhubung dengan ruang makan. Jadi, dapur dan ruang makan dipisahkan dinding yang sengaja dilubangi membentuk persegi panjang untuk bisa saling terlihat.
Diruang makan, meja makan sendiri ada satu meja panjang dari kaca hitam dan 4 bangku yang ada dikedua sisi memanjang.
Rasa haus yang dirasakan Azraell membuatnya menghabiskan satu gelas air putih dalam beberapa kali tegukan besar. Menghela napas lega, Azraell meletakkan gelasnya, menaiki tangga menuju kamarnya dan melangkah menuju kamar mandi setelah Dareen keluar.
"Air mandinya sudah siap, Zra. Mandilah dan kemudian istirahat." Ucap Dareen sembari menyeka tangannya yang basah dengan tissue.
Azraell bergumam mengiyakan dan melangkah memasuki kamar mandi dengan lemari pakaian yang disiapkan disamping kamar mandi. Jadi, ketika selesai mandi, ia bisa mengeringkan tubuh dengan handuk dan berpakaian langsung dikamar mandi. Dikhususkan untuk piyama dan baju santai. Sementara pakaian pergi, ada ruang pribadi didalam kamar.
Dengan balutan piyama hitam polos berlengan panjang, Dareen melangkah ketempat tidur berukuran besar itu dan kembali melanjutkan membaca buku dengan tenang.
20 menit berlalu, Azraell keluar dari kamar mandi dengan balutan piyama abu-abu gelap berlengan pendek. Surai hitamnya yang sedikit basah sesekali menitikkan air dan acak-acakan.
Ketika Azraell hendak menuju tempat tidur, Dareen menahannya. "Rambutmu masih basah. Keringkan dahulu atau kau akan terkena flu nanti."
"Aku sedang malas melakukannya." Ucap Azraell mengatakan kenyataan.
Ia lelah dan ia ingin segera tidur, jadi ia malas harus mengeringkan rambutnya saat dia sudah lelah.
Dareen meletakkan bukunya dinakas meja dan berjalan menuju meja rias untuk mengambil hairdryer dari dalam laci dan membawanya tertancap ke lubang listrik disamping tempat tidur.
Dareen menatap Azraell sesaat, "Aku akan membantumu."
"Hm." Gumam Azraell sembari memposisikan dirinya duduk nyaman diranjang putih dengan selimut navy itu.
Azraell sedikit meremang ketika udara panas disemburkan kekepalanya. Helaian rambutnya berterbangan dan usapan tangan dengan lembut ketika memilah rambut basah terasa dikepalanya. Sensasi itu membuat matanya semakin memberat, dan tubuhnya memberontak untuk menyuruhnya segera tidur.
Ia bertanya dengan suara berat, "Sudah selesai, Reen?"
"Sebentar lagi." Dareen merespon jujur.
Beberapa saat kemudian, setelah surainya benar-benar kering, Azraell tak menahan dirinya untuk segera jatuh ditempat tidur dan berselimut selimut hangat. Dan bahkan, tak sampai hitungan 5 menit, pria itu sudah terlelap disisi ranjang. Menatapnya sesaat, selepas mengembalikan hairdryer, Dareen kembali kesisi ranjang yang lainnya dan melanjutkan kembali membacanya dengan ditemani lampu tidur disampingnya.
Tidak mengganggu tidur nyenyak dengan sinar terang lampu dilangit-langit.
Ketika ponselnya menyala, Dareen meraihnya dan melihat seseorang mengiriminya pesan di WhatsApp. Jadi Dareen melihatnya dan membaca pesan dari seseorang yang dikenalnya, yakni sahabatnya, Seyra.
[Reen, sudah mendengar kabar terpanas belum?]
^^^[Apa?]^^^
[Tentang Jasseline dan Ernand bercerai karena suaminya berselingkuh. Sangat menjengkelkan. Suaminya sangat tidak tahu diri.
[Kau tahu, aku sangat jengkel dengan Ernand yang bodoh. Jika aku melihatnya aku akan memarahinya.]
^^^[Benarkah? Bagaimana dengan Lian?]^^^
[Karena dia masih berusia 1 tahun, tentunya dia akan bersama Jasseline. Lagipula jika sampai hak asuh itu jatuh ketangan Ernand, aku akan menuntut pengadilan detik itu juga.]
^^^[Aku mengerti. Jasseline pasti sedih sekali]^^^
[Tentu saja. Dan kau tahu?]
[Selingkuhannya adalah Cassandra! Sungguh tak tahu malu, kan? Huh! Aku benar- benar ingin mencakar j*lang yang licik dan menggelikan itu!]
^^^[Katakan pada Zima untuk memberi Jasseline cuti dan tiket untuk liburan ke liar negeri selama 3 hari bersama Lian. Juga katakan untuk menaikkan gaji Jasseline ]^^^
[Kau sangat pengertian, Reen! Kya~ Aku makin mencintaimu!]
^^^[Sampai jumpa besok]^^^
[Baiklah, selamat tidur nyonya~ Mimpi indah ya bos!]
^^^[Kamu juga.]^^^
Ketika satu chat terakhir terkirim, Dareen mengunci layar ponselnya dan meletakkan kembali ponselnya keatas nakas meja bersanding dengan bukunya. Ketika ia merasa kantuk menyerangnya, Dareen berkedip ringan sebelum akhirnya dengan tenang membaringkan dirinya membelakangi Azraell dan memejamkan mata untuk tak lama menyelam kealam mimpi.
Sinar mentari pagi jatuh kewajah Dareen. Bulu matanya bergetar sebelum menampilkan sepasang batu jamrud yang untuk sesaat, nampak kosong. Mengerjap beberapa saat, sepasang manik hijau itu memiliki cahaya kembali setelah benar-benar sadar.
Melirik jam dinakas meja, Dareen mendapati jam menunjukkan pukul 6 pagi. Ada rutinitas yang harus dilakukannya dipagi hari. Sembari meregangkan tubuhnya, Dareen menurunkan kaki untuk memakai sepasang sandal rumah berbulu yang lembut. Ia bangkit berdiri dan melangkah kekamar mandi untuk mandi selama 20 menit, dan keluar dengan balutan kemeja putih polos yang sedikit kebesaran dan celana jeans warna hitam.
"Azra, bangun."
Kegiatan selanjutnya adalah membangunkan Azraell, untuk mandi sarapan dan berangkat keperusahaan pukul 7 lebih. Gerakan Dareen membangunkan Azraell tergolong normal. Hanya menepuk pelan lengan Azraell yang memeluk guling, hingga membuat pria itu terganggu dan membuka matanya secara paksa.
Ia bertanya dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Jam berapa sekarang?"
"Jam 6 lebih 20 menit. Mandilah, aku sudah siapkan air mandimu." Dareen kemudian melangkah keluar meninggalkan Azraell yang mengumpulkan nyawanya sesaat sebelum bangkit dan dengan wajah bantalnya yang tetap rupawan melangkah menuju kamar mandi.
...***...
Dareen mendekati ranjang tidur Aileen. Dikamar bernuansa biru muda itu, Aileen tidur bergelung nyaman dengan selimutnya. Tersenyum kecil, Dareen mendaratkan ciuman diwajah Aileen untuk membuat anak itu bangun.
"Bangun sayang, mama tau kamu sudah bangun~" kata Dareen.
Aileen awalnya masih tenang. Sebelum bulu matanya bergetar dan menerbitkan lesung pipi dikedua pipinya untuk tersenyum dengan cerah. Aileen bangkit duduk dan meraih leher Dareen untuk dipeluk.
Ia menyapa Dareen,"Pagi mama~"
"Pagi. Anak mama mandi terus sarapan ya," bujuk Dareen membuat Aileen mengangguk dan berlari menuju kamar mandi setelah mendaratkan ciuman ringan dipipi Dareen secepat kilat.
"Anak itu," gumam Dareen.
Tersenyum tipis, Dareen berdiri dan berjalan kedapur untuk membuat sarapan. Melihat bahan masakan dikulkas, Dareen memutuskan untuk membuat tumis ayam untuk dinikmati bersama bubur yang kemarin malam dibawakan oleh Veryana.
Ia mencuci daging ayam dan mengeringkannya. Mengambil talenan dan pisau, Dareen memotong dada ayam berbentuk dadu dan memotong beberapa bahan tambahan lain seperti sosis, bakso dan udang. Untuk paprika, bawang merah dan bawang putih Dareen memblendernya hingga halus dan menumisnya dengan mentega. Menambahkan sedikit kalau jamur, garam dan beberapa tambahan bubuk bumbu untuk menyedapkan rasa dan memasukkan daging ayam dan yang lain kedalamnya untuk ditumis selama beberapa saat hingga cukup matang.
Merasa cukup, Dareen menaruhnya diatas piring dan menatanya diatas meja dan beralih untuk memanaskan bubur menggunakan microwave. Beberapa menit kemudian bubur telah hangat dan ikut tertata rapi diatas meja makan.
"Mama, Aileen sudah selesai mandi." Ucap Aileen muncul dengan baju hijau berlengan panjang dan celana pendek hitam.
Aileen menoleh kesekelilingnya sekilas dan beralih menatap Dareen. "Papa Azra dimana ma?"
Suara Azraell muncul dibelakangnya, "Papa disini."
"Papa Azra!" seru Aileen senang.
"Ada apa?" tanya Azraell sembari mendudukkan dirinya diatas kursi dan menatap Aileen disampingnya sembari mengusap rambut anak laki-laki itu.
"Papa Azra kapan ada hari libur?" tanya Aileen.
Azraell bergumam dengan nada bertanya, "Hm?"
Aileen sedikit menunduk dan bergumam, "Besok disekolah Aileen ada perayaan hari ulang tahun sekolah. Dan orangtua akan datang kesekolah. Karena, karena sekarang papa Azra adalah papanya Aileen, apa papa Azra akan datang?"
Azraell terdiam dan melirik kearah Dareen. Menunjukkan tatapan, bahwa dirinya tidak bisa ikut menemani. Azraell ingat bahwa pekerjaanya banyak, belum lagi, dirinya sudah berjanji akan menemani Eri untuk melakukan tes kesehatan rutin esok hari.
Melihat arti tatapan Azraell, Dareen berjongkok disamping Aileen dan membujuknya dengan lembut.
"Aileen, besok papa Azra sibuk dan banyak pekerjaan. Anak baik tidak boleh mengganggu kerja papa Azra ya? Besok bersama mama saja, ya?" bujuk Dareen membuat Aileen sedikit menunduk kecewa sebelum mengangguk dengan senyuman setelah dia berhasil menenangkan kekecewaannya.
Bagaimanapun, Aileen sadar bahwa pekerjaan papanya berat.
"Mm!" gumamnya menyetujui.
"Lain kali, jika papa tidak sibuk. Aileen mau kekebun binatang bersama papa?"
Tak tega melihat wajah kecewa Aileen, Azraell menawari Aileen opsi lain yang sejurus membuat wajah Aileen kembali cerah dalam hitungan detik. Anak berusia 6 tahun itu menganggukkan kepalanya dengan antusias, dan tak lupa memamerkan deretan gigi susu putih dan rapinya.
...***...
Ketika Dareen melihat Aileen telah memasuki bangunan sekolahnya, Dareen melajukan mobilnya melintasi jalan raya yang cukup ramai untuk menuju sebuah perusahaan besar di Manhattan. Ketika mobil terparkir di basement perusahaan, ia melangkah menuju lift dan menekan lift kelantai pertama tempat dimana lobi berada.
Dentingan lift terdengar, Dareen dengan balutan kemeja hitam berlengan panjang berlapis mantel biru gelap dipadukan dengan celana jeans biru gelap dan hells coklat setinggi 5 centimeter tertutup. Surai panjangnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun. Wajah Dareen cantik alami, hanya terlapisi bedak tipis dan lipbalm merah muda untuk membuat wajahnya tidak terlihat pucat. Namun, kecantikan sosok Dareen benar-benar nyata.
"Reen!
Panggilan itu membuat Dareen menoleh dan mendapati seorang wanita bersurai dark brown sebahu dengan balutan baju rajutan berlengan panjang berlapis mantel merah lembut. Bawahannya, wanita itu mengenakan rok jeans warna samar setengah paha. Wanita itu memiliki wajah cantik.
Dareen membiarkan wanita itu merangkul lengannya, "Sudah katakan?"
Seyra Anyeliee Zaldion, adalah sahabat baik Dareen semenjak mereka berdua ada dibangku perkuliahan. Keduanya sama-sama masuk perguruan tinggi yang sama dan bahkan bekerja disatu bangunan yang sama. Anye panggilannya, adalah wanita yang aktif, ceria, terbuka dan tak bisa bertahan dalam kesunyian. Artinya, dia wanita yang cerewet dan orang yang senang bergosip.
Sangat berbeda dengan Dareen yang pendiam, tenang dan dalam beberapa kesempatan terlihat sangat terasing. Namun, itulah yang membuat keduanya menjadi sahabat. Karena mereka saling peduli dan itulah kuncinya. Meski Dareen menjadi pendukung dalam diam saat Anye dalam masalah, Anye bisa mengetahuinya. Dan dia menghargainya karena cara Dareen memang berbeda.
Anye mengangguk, "Sudah dong! Hari ini Jasseline dan Lian akan berangkat. Ngomong-ngomong, makan siang hari ini ayo ke restoran yang baru dibuka didekat sini. Katanya, masakan disana sangat enak."
"Kau akan mentraktirku?" tanya Dareen membuat Anye menatapnya dengan tatapan memicing tajam.
"Bagaimana bisa bawahan mentraktir bossnya. Boss~ Traktir aku ya?" ucap Anye dengan manik berbinar penuh harapan memandang Dareen.
Tak bisa mengatakan tidak, Dareen tersenyum geli dan menganggukkan kepalanya, "Hm."
"Reen! Aku mencintaimu!" pekik Anye senang.
"Aku akan kedepartemenku. Selamat bekerja, Reen~"
Anye berujar sembari melambaikan tangannya dan menaiki lift yang menampung beberapa orang yang sama untuk naik ke lantai 3, menuju ruang kerja masing-masing.
Dareen melihat pesan dari asisten kepercayaannya masuk keponselnya.
[Boss, aku tidak bisa menyelesaikan memeriksa beberapa file terakhir dari tim perencanaan. Perjalanan rapat dadakan dengan investor Singapura. Boss bisa selesaikan?]
^^^[Potong gaji.]^^^
[Boss membunuhku! Jangan boss, aku miskin dan butuh uang untuk cucuku!]
^^^[Dimana cucumu? Lanjutkan saja ke draf yang kukirim ke email sebelumnya. Dan kuberi satu hari tambahan untukmu bermain di sana. Berpuas lah dengan anam cucumu.]^^^
[Boss yang terbaik!]
Melangkah memasuki lift, Dareen menekan tombol lantai teratas dan menunggu selama beberapa saat untu sampai dilantai 10. Ketika ia telah sampai, lorong sepi adalah yang pertama menyambutnya.
Lantai 10 adalah lantai yang dikhususkan untuk CEO dan beberapa perlu izin untuk berada dilantai ini. Ia melangkahkan kaki rampingnya kepintu paling ujung dan membukanya. Menampilkan ruangan monoton berwarna hitam putih dengan satu meja kerja dan bangku putar nyaman, lemari buku yang penuh dan sofa juga meja untuk mengobrol. Diseberang meja tepatnya didinding didekat pintu yang disudut, sebuah televisi besar yang hampir memenuhi dinding terpasang. Untuk menampilkan kurva dan data juga siaran televisi dari berbagai channel.
Dareen mendudukkan dirinya dikursi kebesaran selepas menaruh mantel disandaran kursi dan dengan tenang memeriksa berkas-berkas diatas meja. Selain orang-orang yang dipercayai dan dekat dengannya, tak ada yang tahu, bahwa sebenarnya Dareen, adalah pemilik perusahaan ini yang beroperasi dari balik layar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!