Gadis Bellova adalah perempuan cantik dan imut, tinggi badannya 165 cm yang mempunyai tubuh langsing diusianya yang baru 20 tahun, dan seorang wanita berhijab serta taat beribadah. Gadis Merupakan anak yatim piatu yang diadopsi sejak berusia 6 tahun oleh keluarga Mahendra yang kaya raya dan atas permintaan sang anak laki-lakinya yang berumur 11 tahun, keluarga Mahendra pun akhirnya mengadopsi Gadis.
Kedua orang tua Gadis mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal. Sungguh malang nasib Gadis seorang anak kecil yang kehilangan kedua orang tuanya apalagi tidak ada keluarga yang mau menampung Gadis kecil itu dikarenakan kedua orang tuanya telah dihapus dari daftar keluarga mereka dengan alasan cinta terlarang yang dilakukan oleh mama dan papa Gadis.
Di pemakaman, Gadis menangis tak henti-hentinya, duduk sambil memegangi papan nama kedua orang tuanya. Bagaimana tidak! Seorang anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya malah dihadapkan dengan cobaan yang begitu berat.
"Mama ... papa ... ayo bangun, jangan tinggalkan Gadis sendirian. Bukankah papa dan mama sudah berjanji akan mengajak Gadis jalan-jalan ke pantai? Kalian bohong! Gadis benci mama dan papa, hiks...hiks...!" Rintihan Gadis begitu membuat ibu Mala mengeluarkan air matanya tapi dia berusaha menahannya saat berbicara dengan Gadis kecil itu.
Ibu Mala adalah pengurus anak di Panti Asuhan. Ketika tahu keluarga Mahardika mengalami kecelakaan dan mengakibatkan kedua orang tua Gadis meninggal, Bu Mala dengan berbaik hati ingin mengurus Gadis di Panti Asuhan yang ia miliki.
"Gadis, jangan menangis lagi, sayang! Gadis nggak sendirian, ada Ibu yang akan bersama Gadis. Sekarang Gadis ikut Ibu pulang ke Panti, nanti Gadis banyak teman di sana, jadi Gadis nggak akan sendirian lagi, mau ya?" bujuk Bu Mala sambil memegangi kedua pundak Gadis.
"Nggak mau, Bu! Gadis ingin mama dan papa. Mereka sudah janji akan bawa Gadis jalan-jalan, hiks...hiks...!" kali ini tangisan Gadis bertambah kencang.
"Jangan menangis, sayang. Nanti mama dan papa kamu sedih loh lihat anaknya yang cantik ini menangis. Dengerin Ibu ... mama dan papa sudah bersama Allah, nanti kalau Gadis kangen dengan mama dan papa, Gadis bisa berdo'a minta sama Allah agar dipertemukan walau dalam mimpi, sayang!" Bu Mala tampaknya sukses membuat Gadis tenang dan percaya dengan ucapannya.
"Memang bisa seperti itu ya, Bu?" tanya Gadis polos dan bangkit tersenyum.
"Iya, sayang. Nanti Ibu akan bantu mendo'akan mama dan papa kamu. Ayo sekarang ikut Ibu ke Panti ya," Bu Mala membantu Gadis berdiri dan memegang tangan anak kecil itu berjalan ke mobil menuju Panti Asuhan.
Malam hari setelah sholat magrib Gadis menadahkan kedua tangannya berdo'a didampingi oleh Bu Mala.
"Ya Allah, Gadis ingin sekali bertemu dengan mama dan papa. Gadis kangen banget dengan mama dan papa. Mereka janji akan ajak Gadis jalan-jalan ke pantai. Tolong berikan mama dan papa Gadis kembali. Ya Allah, tolong kabulkan do'a Gadis ya?" pinta Gadis yang masih polos pada sang Maha Pencipta.
Bu Mala meneteskan air mata dan mengusapnya perlahan, hati bu Mala begitu tersentuh dan terharu melihat seorang anak kecil yang meminta dipertemukan kembali pada kedua orang tuanya yang sudah tiada.
Keesokan harinya, Gadis masih murung walau ada banyak teman-temannya di Panti itu. Gadis duduk sendiri di bangku taman sambil menangis. Dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan Gadis.
"Hei, adik kecil mengapa kamu menangis?" tanya anak laki-laki yang sudah duduk di samping Gadis.
"Aku kangen mama dan papa!" jawab Gadis yang masih menangis dan menatap anak laki-laki itu.
"Memang orang tua kamu kemana?"
"Mereka di kuburan, ada di dalam tanah, mereka meninggalkan aku sendirian, hiks...hiks...!" jawab Gadis dan menangis mengingat mama dan papanya tak akan kembali lagi.
"Orang tua kamu meninggal? Sudah ... jangan menangis lagi. Kamu tidak sendiri kok, tuh ada banyak teman-teman kamu yang merasakan hal sama sepertimu, tapi mereka bahagia bisa tertawa," anak laki-laki itu memancing Gadis agar tak menangis lagi.
"Tapi aku ingin mama dan papa kembali," Gadis sedikit mengurangi tangisannya.
Anak laki-laki itu memandangi Gadis begitu dalam, terbesit dalam pikirannya dia sangat menginginkan Gadis dihadapannya itu bersamanya.
"Nama kamu siapa?"
"Gadis."
"Aku Devan, panggil saja Kak Dev! Emm ... kamu mau nggak menjadi adikku? Nanti kita bisa main bersama dan nanti orang tua aku akan menjadi mama sama papa kamu juga, gimana?" Dev menawarkan Gadis untuk tinggal bersamanya.
"Apa boleh?"
"Tentu! Kamu tunggu di sini, aku akan meminta pada mama dan papaku dulu," Dev langsung berlari menuju orang tuanya ke dalam rumah Panti yang sedang memberikan sumbangan pada bu Mala untuk anak Panti di sana.
"Ma...Pa...! Boleh Dev meminta adik kecil di sini?" tanya Dev yang membuat orang tuanya dan bu Mala bingung.
"Maksud kamu apa, Dev?" tanya mama Devan balik.
"Dev menginginkan Gadis," pinta Devan.
"Gadis?" tanya papa Devan bingung.
"Gadis yang duduk di bangku itu, Pa!" Devan menunjuk ke arah Gadis berada. Sedangkan papa Devan mengarahkan pandangan matanya yang ditunjuk oleh Devan begitu juga dengan mama Devan dan bu Mala.
"Oh ... itu namanya Gadis, orang tuanya baru 2 hari yang lalu meninggal karena kecelakaan," ucap bu Mala menambahkan.
"Kita bawa Gadis ke rumah ya? Dev ingin Gadis menjadi adik Dev, Boleh ya?" Devan kali ini benar-benar memohon pada orang tuanya. Pandangan mata mama dan papa Devan bertemu kemudian papa Devan mengangguk setuju.
"Baiklah, sayang! Mama dan Papa setuju," ucap mama Devan mengabulkan permintaan anaknya itu.
"Yeayyy! Terima kasih ya Ma...Pa...!" Devan lompat kegirangan lalu menghampiri Gadis kembali.
"Do'a kamu terkabul Gadis," batin bu Mala dengan mata berkaca-kaca.
2 bulan kemudian, Gadis terlihat bahagia karena sejak dia diadopsi oleh keluarga Mahendra, Gadis selalu mendapat perhatian layaknya anak kandung sendiri.
"Hei, Gadis ayo tangkap Kakak!" Teriak Devan mencoba berlari dari Gadis.
"Kakak ... jangan jauh-jauh, Gadis capek!"
"Ayo, kamu jangan lemah! Sini tangkap Kakak!"
"Aduh...!" Gadis terjatuh saat berlari mengejar Devan.
Devan yang mendengar kesakitan dari Gadis, dia pun menghampiri Gadis dengan panik.
"Gadis, kamu tidak apa-apa? Maafkan Kakak ya?" Devan membantu Gadis berdiri.
Tapi tiba-tiba dengan akal cerdiknya, Gadis mencoba memeluk Devan dalam dekapannya.
"Nah ... Kakak tertangkap! Horeee ...!" teriak Gadis senang.
"Ih, kamu curang!" kesal Devan.
Dari kejauhan, kedua orang tua Devan yang berada di depan teras memperhatikan anak-anaknya itu sedang bermain.
"Lihat mereka, Pa! Devan begitu bahagia sejak ada Gadis di rumah ini," ucap mama Devan.
"Semoga mereka selalu bahagia bersama ya, Ma?" kata papa Devan menatap istrinya tersenyum.
"Aamiin...!" jawab mama Devan.
Begitulah awal kisah Gadis Bellova sedari kecil yang penuh haru dan bahagia bersama keluarga Mahendra.
Seorang pria yang berpakaian rapi dengan setelan jas berwarna navi, duduk di kursi kebesarannya menahan amarah yang terlihat dari kepalan kedua tangan yang digenggamnya seolah ingin menghantam pukulan pada seseorang, juga tatapan matanya yang begitu tajam.
"Sial ... baru 1 jam yang lalu saya sampai di Jakarta, tiba-tiba ada kabar buruk seperti ini. Arghhh...!" Elan mengerang marah.
"Semuanya sudah di atasi oleh tuan Leon dan tuan Vero. Tanpa mereka berdua, mungkin perusahaan Tuan El akan berdampak buruk," jelas John asisten pribadinya yang ditugaskan di Jakarta.
"Tapi bagaimana pun juga saya tidak akan tinggal diam, saya akan beri perhitungan pada mereka yang berani bermain-main dengan saya," Elan menarik senyumnya sebelah dengan sinis.
Elan Ferdiand Bocelli merupakan pria tampan yang mempunyai tinggi badan 187 cm, wajahnya begitu dikagumi oleh kaum wanita yang bergaya macho dengan sedikit bulu-bulu halus yang menghiasi wajahnya ciri khas orang Eropa. Elan yang mewarisi wajah ayahnya keturunan Italia sedangkan ibunya asli orang Indonesia.
Elan atau sering disapa El itu berusia 28 tahun yang terkenal mempunyai sifat dingin, cuek dan pembunuh berdarah dingin, El paling tidak suka ada orang yang mengganggu keluarganya, pekerjaannya dan hidupnya, maka dia tidak segan-segan akan memangsa para 'parasit' yang mengganggunya, itu lah istilah yang sering dijulukinya.
Elan merupakan seorang CEO perusahaan besar dan terkenal di Italia pada perusahaan otomotif yang bernama Ferdiand Group, juga mempunyai perusahaan cabang di Jakarta.
"Maaf, Tuan. Apa kita berangkat ziarah ke makam almarhumah nyonya Davira sekarang?" tanya John mengingatkan.
"Oh ya, siapkan mobilnya sekarang, 10 menit lagi saya akan turun!" perintah Elan yang kaget oleh ucapan John.
"Baik Tuan," John berbalik melangkah keluar dari ruangan Elan menuju parkiran mobil.
"Kalau hari ini bukan peringatan kematian mama, saya tidak akan berada di sini sekarang. Dasar parasit gila, tunggu pembalasanku!" umpat Elan sembari menggebrak meja kerjanya dengan keras.
*******
Di pemakaman, Gadis berjongkok memandangi makam orang tua angkatnya dengan sedih, pikirannya selalu teringat bagaimana dia dibesarkan oleh orang tua angkatnya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Mama, Papa ... Gadis merindukan kalian. Kejadian ini terulang kembali. Gadis kehilangan orang tua untuk kedua kalinya. Terima kasih sudah menganggap Gadis seperti anak kalian sendiri dan tidak membeda Gadis dengan kak Devan," air mata Gadis menetes membasahi pipinya. Gadis tidak akan menangis seperti saat masih kecil dulu yang merengek untuk ikut pergi dengan kedua orang tuanya yang telah meninggal. Gadis sudah dewasa dan dia harus kuat menghadapi masa depannya tanpa orang tuanya lagi.
Gadis bangkit berdiri dan berbalik melangkahkan kakinya untuk pulang dengan membawa keranjang yang berisi bunga mawar yang berwarna merah, putih dan pink. Bunga-bunga itu akan dia berikan untuk orang-orang secara gratis karena mengingatkan tentang kebersamaan Gadis dengan mama angkatnya yang selalu merawat bunga-bunga mawar itu penuh suka cita.
Langkah Gadis terhenti saat dia melihat makam yang sepertinya tidak terawat, makam itu tak jauh dari makam mama dan papa angkatnya. Kemudian Gadis mendekati makam itu dan memberikan bunga mawar di atas makam itu dengan masing-masing warna, lalu Gadis kembali melanjutkan langkahnya keluar dari pemakaman dan berdiri di pinggir jalan sembari menunggu taksi online yang dia pesan, setelah itu Gadis memasuki taksi yang telah berada di depannya.
Tak lama kemudian taksi itu menepi di lampu merah, Gadis pun turun dari taksi tersebut. Gadis berjalan di trotoar dengan membawa keranjang berisi bunga mawar yang akan dia berikan pada orang-orang pejalan kaki. Gadis biasa melakukannya di sini. Gadis memberikan bunga itu pada ibu-ibu, bapak-bapak, anak remaja bahkan anak kecil yang memang sangat menyukai bunga, dengan begitu kesedihan Gadis sedikit terobati.
Mobil yang berhenti tepat di depan Gadis saat lampu merah berikutnya. Seorang pria yang duduk di belakang sopir sedang sibuk memainkan ponselnya sesekali melihat ke arah luar, Gadis masih saja belum beranjak pergi dari sana karena dia masih ingin memberikan sisa bunga yang masih ada di keranjang. Pria itu menghentikan aktivitasnya lalu melihat Gadis yang ada di samping mobilnya terkejut kemudian pria itu menurunkan kaca mobil perlahan dan memandang Gadis dengan pandangan kerinduan.
"Bunga!" teriak Elan pada Gadis kemudian Gadis memindai pandangannya ke arah Elan. Ya, pria itu adalah Elan.
"Oh, Tuan mau bunga? Ini ... terima lah," Gadis langsung menyodorkan bunganya pada Elan.
Elan ragu menerimanya karena sesungguhnya bukan bunga mawar yang diberikan Gadis yang dimaksudkannya. Terpaksa Elan mengambil bunga itu dari tangan Gadis.
"Saya mau 5 tangkai bunga mawar," pinta Elan meneruskan.
"Baiklah ... Ini Tuan!" Gadis memberikan 4 tangkai bunga mawar lagi pada Elan.
"Perempuan ini, wajahnya begitu mirip dengan Bunga," batin Elan.
"Tuan ... Tuan ...?" suara Gadis membangunkan lamunan Elan yang memandangi Gadis dengan tatapan sendu.
"Eh, maaf ... Berapa harganya?" tanya Elan sembari menerima bunga mawar itu.
"Ini gratis, Tuan!" Gadis tersenyum.
"Hah, gratis? Saya tidak mau menerimanya jika gratis," tolak Elan.
"Uangnya berikan saja pada orang yang lebih membutuhkan, Tuan!" seru Gadis.
Tin...tin...tin
Lampu hijau pun menyala sedangkan mobil di belakang Elan membunyikan klakson tidak sabaran. Elan berdecak kesal. Kenapa tiba-tiba lampu merah itu cepat berganti ke lampu hijau, padahal Elan masih ingin berlama-lama dengan perempuan yang mirip dengan seseorang yang dikenalnya.
"Maaf Tuan, kita harus segera pergi dari sini," John langsung bergegas menjalankan mobil tanpa perintah Elan.
"Ah, sial...! Bahkan saya belum menanyakan namanya," kesal Elan yang masih menatap Gadis walau mobilnya telah melaju.
"Maafkan saya, Tuan."
"Ya sudah, fokus saja menyetirmu!" perintah Elan dingin dan memindai tubuhnya ke arah depan dan menghembuskan nafasnya kasar.
Beberapa menit kemudian mobil Elan telah sampai di pemakaman. Elan keluar dari mobil sambil membawa bunga mawar yang ada ditangannya, dilihatnya bunga itu kemudian dia tersenyum. Saat Elan telah sampai di makam mamanya, ada sesuatu yang membuat Elan terkejut, di makam mamanya ada 3 buah bunga mawar yang berbeda warna. Elan membulatkan matanya tak percaya.
"Siapa yang menaruh bunga mawar di makam mama? Dan kenapa bunga ini mirip dengan bunga yang saya bawa?" pandangan mata Elan tertuju ke arah makam yang berada tak jauh dari makam mamanya, hanya berbeda 2 makam dari makam mamanya. Kemudian Elan mendekat ke arah 2 makam yang berdampingan itu lalu dilihatnya papan nama yang tertera.
"Bunga ini juga sama dengan bunga-bunga di atas makam mama. Apa bunga-bunga ini dari satu orang yang sama? Jangan-jangan perempuan yang di lampu merah tadi itu adalah ... ah, mungkin hanya kebetulan. Siapa pun yang memberikan bunga ini pasti orang yang baik," Elan berpikir imajinasinya terlalu berlebihan, kemudian Elan berjongkok di samping makam mamanya dan menaruh bunga mawar di atas makam almarhumah mamanya.
Keesokan harinya, langkah demi langkah ia susuri jalanan dengan senyuman indah sambil membawa keranjang yang berisi bunga-bunga yang indah. Gadis masih saja memberikan bunga-bunga itu secara cuma-cuma pada orang-orang yang dia jumpai di jalan.
Gadis melihat seorang nenek yang sudah tua, duduk sembari berjualan kerupuk di pinggir jalan. Beruntung sekali, banyak orang yang membeli kerupuk nenek tua itu, mungkin orang yang membelinya itu merasa kasihan atau mungkin karena kerupuk nenek tua itu memang begitu enak. Gadis pun mendekati nenek tua itu dengan langkah penuh semangat.
"Bunga nek, ini untuk nenek, terimalah ini gratis untuk nenek," Gadis memberikan dua tangkai bunga mawar merah pada nenek tua itu.
"Kenapa kau memberinya gratis, Nak?" tanya nenek sembari mengambil bunga mawar dari tangan Gadis lalu menciumi bunga itu.
"Agar nenek lebih bersemangat berjualan kerupuknya," jawab Gadis dengan lembut.
"Terima kasih ya, Nak semoga kau selalu bahagia," ucap nenek mendo'akan.
"Terima kasih juga atas do'anya, Nek. Semangat ya Nek!" Gadis tersenyum sambil memberi semangat pada nenek dengan genggaman tangannya sendiri yang diangkatnya ke atas.
Gadis duduk sejenak di pinggiran jalan sembari merenggangkan otot-ototnya yang sedari tadi berjalan kaki sambil memangku keranjang yang berisi bunga.
"Mama ... papa ... Gadis merindukan kalian, setelah kalian pergi meninggalkan Gadis, kak Dev selalu melakukan perbuatannya di luar batas. Rumah kita sekarang seperti club malam, banyak wanita-wanita penghibur yang diajak kakak ke rumah. Gadis tidak nyaman di rumah itu lagi. Gadis ingin kak Dev yang dulu, yang baik, perhatian dan sayang sama Gadis," ucap Gadis pilu.
Gadis bangkit dan melanjutkan perjalanannya entah ke mana lagi. Gadis benar-benar bingung saat ini, semenjak setahun yang lalu papa angkatnya meninggal karna serangan jantung disusul mama angkatnya yang meninggal 3 bulan yang lalu karena diabetes. Gadis hanya ingin menenangkan dirinya sendiri agar hatinya tenang saat pulang kerumah dan bertemu dengan kakak angkatnya, Devan.
*******
Devan Mahendra adalah pria tampan dengan usianya 25 tahun yang memiliki tubuh tinggi 185 cm. Devan atau yang disapa Dev merupakan CEO di perusahaan ternama di Jakarta. Memiliki perusahaan otomotif yang bernama Mahen Group peninggalan sang papanya. Devan merupakan kakak angkat dari Gadis bellova. Devan begitu sangat menyayanginya.
Dulu Devan adalah pria yang baik tetapi setelah orang tuanya meninggal, Devan mulai berperilaku seperti pria nakal penjajah wanita. Devan orang yang paling berkuasa. Sifatnya yang sekarang mulai disegani dan ditakuti oleh para pegawainya di kantor.
"Andy bagaimana situasi di rumah? Apa Gadis ada di sana?" Berdiri menatap ke arah bangunan dari jendela yang bersampingan dengan kantor perusahaannya sambil memasukan kedua tangannya ke kantong celana di samping kanan dan kiri.
"Nona Gadis masih melakukan aksinya dengan memberi gratis bunga-bunga di jalanan, Tuan," jawab Andy sang sekretaris kepercayaan Devan.
"Cih ... dia masih saja melakukan aksi sosialnya seperti itu, apa aku hancurkan saja bunga-bunga di taman biar Gadis tidak berkeliaran di jalanan seperti gembel?" Membalikan badannya kemudian berjalan dan menduduki kursi kebesarannya.
"Bunga-bunga itu adalah peninggalan nyonya, apalagi non Gadis juga sangat menyukainya. Kalau bunga-bunga itu dihancurkan pasti non Gadis akan sedih. Bunga-bunga di taman itu mengingatkan non Gadis pada nyonya besar, Tuan. Makanya non Gadis memberikan bunga-bunga itu sebagai rasa hormatnya pada nyonya," kata Andy menjelaskan agar tuannya tidak bertindak ceroboh.
"Aku tidak suka dia selalu membantah perkataanku. Dan kau, kenapa begitu perhatian pada Gadis? Apa kau menyukainya?" Devan melirik Andy tidak suka.
"Aku peringatkan ... jangan pernah kau menyukainya apalagi mencintainya, mengerti?" pinta Devan pada Andy yang sedang menunduk patuh.
"Saya bertindak sesuai naluri, Tuan. Saya hanya menyayanginya sebagai adik dan tidak lebih."
"Bagus! Terus awasi Gadis, jangan sampai ada orang yang menyentuhnya apalagi menyakitinya," perintah Devan yang tidak boleh dibantah.
"Saya sudah menyuruh anak buah saya agar selalu mengikuti nona Gadis, Tuan."
"Ya, beri tahu aku jika gadis sudah pulang ke rumah. Aku akan bicara padanya."
"Apa Tuan akan memarahinya?"
"Itu urusanku, Andy. Gadis sudah dewasa, mana mungkin aku memarahinya. Kau mencemaskan Gadis?" tanya Devan sambil menatap Andy dengan pandangan tidak suka.
"Saya hanya bertanya saja, Tuan," jawab Andy khawatir.
*******
Di kantornya, Elan sedang mengadakan rapat tahunan bersama para karyawan, karena dia begitu jarang berada di perusahaan cabang Jakarta. Elan selalu fokus pada perusahaannya di Italia. Perusahaannya di Jakarta, Elan tugaskan pada orang kepercayaannya juga John sebagai asistennya.
Pikiran Elan begitu tak karuan, selintas dia terpikir oleh perempuan yang memberinya bunga mawar di lampu merah. Wajah perempuan itu selalu mengingatkan Elan pada seseorang yang dia sayangi. Karena tidak begitu fokus dengan jalannya rapat, akhirnya Elan meninggalkan ruang rapat menuju ruang kerjanya disusul dengan John di belakangnya.
"Kenapa tiba-tiba Tuan meninggalkan rapat? Ada apa, Tuan?" tanya John khawatir.
"Saya ingin kamu cari perempuan yang saya temui kemarin di lampu merah saat dia memberikan saya bunga mawar!" pinta Elan sembari menyandarkan kepalanya di kursi kerjanya.
"Ada apa dengan perempuan itu, Tuan?" tanya John lagi.
"Dia mengingatkan saya pada Bunga yang meninggal 2 tahun lalu, bukankah waktu itu kau juga ikut ke pemakaman?" jelas Elan kemudian bertanya.
"Oh, iya Tuan. Tapi kenapa anda mencari perempuan itu?" tanya John penasaran.
"Saya merindukan Bunga dari wajah perempuan itu," jawab Elan sembari membayangkan wajah orang yang dirindukannya.
"Tapi mereka berdua itu berbeda, Tuan," seru John.
"Bisa tidak kau jangan banyak bertanya? Turuti saja perintah saya dan tidak usah membantah!" Elan menegakkan kepalanya dan memandang John dengan tatapan tajam.
"Ba...baiklah Tuan," gugup John sedikit gemetar.
"Tunggu apalagi, cepat bergerak!" titah Elan kembali.
"Sekarang, Tuan? Tapi saya tidak tahu wajahnya seperti apa, Tuan."
"Sial...!" Elan menghela nafasnya.
"Ini foto Bunga. Perempuan yang kemarin saya temui seperti ini wajahnya," Elan mengambil ponsel lalu mencari foto Bunga dan memperlihatkannya pada John.
"Tapi ... wajah yang mirip seperti ini banyak, Tuan. Lagi pula saya kemarin tidak melihat perempuan yang Tuan maksud," sangkal John bersuara gemetar.
"Perempuan kemarin itu pakai hijab," jelas Elan kesal.
"Perempuan yang pakai hijab banyak, Tuan," sangkal John tidak kapok.
"Hei, cari saja yang wajahnya mirip Bunga. Kau ini payah sekali sih. Sudahlah ... biar saya saja yang cari dia!" Elan akhirnya menyerah berbicara pada asistennya itu.
"Semoga cepat bertemu dengan perempuan itu,Tuan," John begitu lega.
"Saya mencari perempuan itu ya dengan kamu, John!"
"Oh, i...iya pasti saya akan bantu, Tuan," John sontak menegang lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah, keluarlah...! Tunggu perintah dari saya selanjutnya," titah Elan dengan menekuk wajahnya.
John mengangguk dan berbalik melangkah keluar ruang kerja Elan.
"Huh ... sifatnya masih saja seperti itu dari dulu, sabar...sabar...," batin John menggelengkan kepalanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!