NovelToon NovelToon

ISTRI STATUS

IS chapter 01

Seorang gadis menuju altar pernikahan yang begitu mewah. Melangkah dengan perlahan, kaki jenjangnya seakan terbelit besi kuat, gemetar juga dirasakannya. Bagaimana tidak baru kemaren dia lulus dari SEKOLAH MENENGAH ATAS, namun saat ini dia akan menjadi seorang istri.

Semua saksi sudah menadahkan tangan mendoakan sepasang insan manusia yang sudah mengikat janji.

"SAH"

Kata itu seperti rantai yang mengikat gadis belia yang masih polos. INA ya panggilan namanya selama ini, ALMEESI RAINA JANUARDI anak tunggal pasangan JANUARDI dan MAYA. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan 10 tahun lalu. Dia sebatang kara hanya diasuh si mbok nya.

"Nak"

Tepukan di punggung Ina menyadarkan lamunannya, gadis belia itu menengok sumber suara yang berada di sampingnya, kedua paruh baya yang tersenyum manis.

"Salim sama suami mu"

Ina dengan cepat mengangguk dan meraih tangan besar, dari seorang lelaki matang yang baru saja menjadi suaminya. Tanpa melihat wajah si suami yang disebut kedua orang itu, sementara sepasang mata yang dijabat tangannya memicingkan matanya.

'Gadis ini, berani sekali tidak melihat ku'

Gumam lelaki yang sudah mempersunting Ina.

Mereka melakukan acara sungkeman dan pergi untuk berganti pakaian, untuk acara resepsi yang diadakan sebentar lagi. Acara resepsi begitu meriah, juga dengan dibanjiri lautan manusia para undangan.

Ina hanya tersenyum, kadang melirik kakinya yang sudah pegal apa lagi badannya. Namun tidak ada yang perduli dengan semua itu. Mereka tidak ada yang dikenal Ina satu pun.

'Kaki ku, pegal sekali'

Ina hanya bisa bergumam didalam hati nya.

Ina memejamkan mata untuk menghalau pegal juga rasa laparnya, berkali kali nafas panjang dihirupnya dan dikeluarkannya.

"Apa kau lelah?"

Suara itu mengagetkan Ina yang sedang menundukkan kepalanya. Ina tersentak kaget segera menengokkan kepalanya ke samping

Dengan cepat Ina menggelengkan kepalanya, karena ia tidak mau merepotkan orang lain.

"Tidak tuan"

Dengan lirih Ina berucap.

Tampak lelaki atau lebih tepatnya orang yang sudah menjadikannya istri itu menelpon seseorang.

"Nona mari saya antar ke kamar anda!"

Suara seorang lelaki dengan dua perempuan yang membantu merias Ina datang menjemputnya.

"Mari nona"

Ucap salah seorang wanita perias pengantin itu.

"Pergi lah dengan mereka"

Ucap lelaki yang menjadi suami Ina itu, Ina mengangguk menuruti mereka berjalan.

Menyusuri lorong dan akhirnya sampai di kamar yang di tuju, Ina dibantu melepas pakaian pengantinnya, lalu disuruh mandi dan di tunjukkan pakaian tidur. Setelahnya kedua penata rias itu keluar.

'Ya tuhan kamar ini besar dan bagus sekali'

Ina hanya bisa bermonolog didalam hatinya.

Dengan atau tanpa sadar Ina merebahkan dirinya di kasur empuk nan lembut itu, matanya perlahan menutup dan rasa nyaman seketika hinggap di dalam pikirannya.

"Bagaimana dia?"

Ucap lelaki itu yang tak lain pria yang baru saja menikahi Ina.

"Sudah saya antar ke kamar nyonya, tuan"

Bagas asistennya menjawab.

"Hem"

Mengibaskan tangan pada asistennya, lalu masuk ke kamar yang seharusnya menjadi saksi bisu dirinya dan sang istri memadu kasih, namun itu tidak untuknya saat ini.

'Kau kenapa mau menikah dengan ku?"

Lelaki itu mendekat ke tubuh gadis belia yang baru saja diperistrinya.

'Maaf karena tidak mempunyai cinta untuk mu'

Ucap lelaki yang tak lain adalah REVAN ERIC SYAHPUTRA pengusaha kaya raya, putra tunggal dari pasangan ERIC SYAHPUTRA dan MILA. Revan menghela nafasnya lalu memandang wajah belia yang tertidur pulas.

'Kau memang cantik, tapi takdir mu ada dalam tangan ku, karena kau kunci kepercayaan orang tua ku. Bahkan aku tidak mengerti mereka lebih memilih menunggu mu dari pada memberi kan restu pada ku'

Flash back on.

Beberapa tahun sebelum menikahi Ina. Revan selalu meminta restu pada kedua orang tuanya. Restu untuk apa? tentu saja untuk pernikahannya dengan seorang wanita cantik berprofesi sebagai model. RAVINA ADELIA NUSA, mereka dekat sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan resmi berpacaran setelah sama sama berada di tahun terakhir sekolah menengah atas.

"Mamah tidak merestui mu!"

Dengan lantang mamahnya mengutarakan ucapan yang sudah sering Revan dengar. Namun Revan tidak pernah menyerah dalam meminta restu agar pernikahan sirihnya dengan kekasihnya itu bisa diakui negara.

"Mah, restui lah kami, sehingga anak kami kelak tidak dituding dengan hal buruk"

"Kau takut hal buruk menimpa keturunan mu, bagaimana dengan mamah? kau anak tidak berbakti"

Bukan apa apa, tapi ini karena untuk menjaga status anak anaknya, yang akan dilahirkan Vina itu panggilan keseharian model cantik, yang mau meletakan profesinya dan menikah sirih dengan Revan seseorang pembisnis ternama itu.

"Tapi mah kami sudah menikah selama 7 tahun dan sekarang Vina sedang hamil anak kedua kami mah"

Dengan lembut Revan berkata, agar kedua orang tuanya luluh dengan kata kata anak yang baru saja terucap.

"TIDAK"

Dan kata penolakan itu lagi yang di terima Revan, lelah sudah pasti tapi dia ingin anaknya diakui statusnya.

"Mah, tolong ini demi status anak Revan mah"

Setengah memohon pada wanita paruh baya itu juga agar bisa menarik perhatiannya.

"Tidak Revan, status itu hanya akan menjadi milik wanita pilihan kami"

Sosok yang Revan segani muncul dibelakang mamah Revan, Revan dibuat terkejut dengan ucapan dari papahnya. Mata Revan terbelalak mendengar ucapan sang papah, tidak mungkin dia akan dinikahkan dengan gadis lain bukan?.

"A....apa maksud ucapan papah!"

Sungguh setelah 7 tahun kedua orang tuanya baru memberi tahukan hal sebesar ini. Hal yang menutup pintu hati untuk sebuah restu apakahtidak egois.

"Ya kau hanya akan menikahi gadis itu seorang dihadapan hukum, berapa pun selir mu"

Ucap sang papah telak, tanpa penawaran.

Revan sudah terduduk lemas lelaki 35 tahun itu baru mengetahui fakta mencengangkan ini.

"Kami tidak ingin memberitahu mu, karena gadis itu masih berada di lingkungan sekolah"

Betapa tak masuk akal pemikiran mereka, karena mengharapkan sesuatu yang tak masuk dalam logika, sedangkan status yang di tawarkan Revan itu nyata. Bahkan pewaris pun sudah di depan mata.

"Itu tidak masuk akal pah, sementara kami jelas jelas sudah terpampang nyata"

Kedua orang tuanya tidak menggubris sama sekali, ingin rasanya Revan menyerah tapi dia harus melakukan itu, dia tidak akan sanggup melihat wajah menggemaskan putra nya. Wajah sendu istrinya yang sudah berkorban untuk dirinya, menemani nya hingga mambuahkan buah hati untuk nya.

"Baiklah aku pulang dulu pah, mah"

FLASHBACK OFF

Revan meninggalkan kamar itu, dia kembali ke kamarnya sendiri yang tersedia di hotel itu.

Seorang gadis lebih tepatnya seseorang yang baru mendapat status baru, kini perlahan membuka matanya, menyapu sekeliling ruangan itu. Tak nampak apa pun selain dirinya, hanya kamar kosong. Dia beranjak ke kamar mandi membasuh seluruh tubuhnya agar lelah yang menempel itu segera luntur.

"Sepi, apakah tuan yang sudah menikahi ku itu tidak tidur semalaman?"

Gumam Ina dengan polosnya.

Tok

Tok

Tok

Pintu di ketuk dari luar, dengan segera Ina membuka pintu. Terlihat seorang lelaki berdiri dengan tegap.

"Iya?"

Lelaki itu tersenyum lalu berkata.

"Saya Bagas asisten tuan, beliau sudah menunggu anda nyonya, mari ikut saya"

Dengan segera Ina mengikuti lelaki asisten suaminya.

"Silahkan..........."

Belum sempat Bagas menyelesaikan ucapanya. Ina memasuki mobil mewah, dia duduk disamping kemudi.

"Kau kebelakang"

Deg.

Ina hapal suara bariton itu. Suara itu mengagetkan Ina. Hingga langsung saja Ina pindah ke belakang. Mobil yang di kemudikan supir berjalan menjauh dari hotel tempat resepsi pernikahan mereka.

"Kau istri ku bukan istri asisten ku, mengerti?"

Lengan lelaki itu mengelus rambut Ina yang halus nan wangi.

"Jadi kau harus selalu menurut hanya pada ku, mengerti!"

Tentu saja itu membuat Ina gemetar. Dengan sendirinya Ina mengangguk.

"Bagus"

Revan mengelus sebelah pipi Ina, gadis belia ini akan menjadi mainan terbaik Revan.

Kini kendaraan roda empat itu memasuki perumahan mewah dan berhenti disebuah halaman rumah yang indah nan megah.

'Mewah sekali rumah ini, apakah aku dan tuan ini maksud ku suami ku akan tinggal disini'

Ina terlihat melamun.

"Apa kau akan melamun disitu, hingga rumah itu yang menghampiri mu?"

Mata yang tajam menusuk langsung terarah pada Ina dengan pandangan yang begitu mengerikan.

"Maaf"

Lalu Ina menundukan kepalanya memasuki rumah mewah itu.

Revan mendudukan dirinya di sofa mewah di ruang tamu.

"Bagas cepat terangkan semuanya pada nyonya mu!"

Perintahnya mutlak.

"Baik tuan"

Dengan segera Bagas sebagai asisten Revan segera menjelaskan detail rumah, 3 orang pembantu yang tersedia di rumah berlantai 3 ini dan tentu saja masalah finansial yang akan di dapat oleh Ina.

Ina menghampiri Revan yang duduk di ruang tamu.

"Bagaimana? sudah jelas?"

Ina menganggukan kepalanya.

"Tuan saya ingin bertanya?"

Revan mengangguk dengan jelas.

"Apa boleh saya melanjutkan ke universitas?"

Dengan takut Ina bertanya.

"Silahkan lakukan sesuka mu, minta nomer bagas dan laporkan keseharian mu kepadanya"

Ina tidak mengerti dengan ucapan suaminya yang kini sudah beranjak dari hadapannya.

"Apakah anda mau bekerja?"

Revan berhenti diambang pintu, lalu menoleh pada gadis belia yang baru saja memberi status suami padanya kemarin. Lalu Revan tersenyum dan menggeleng di depan wajah gadis yang menyandang istri atas namanya.

"Tidak, aku akan pulang"

Ina mencerna ucapan lelaki yang berstatus suaminya, suaminya akan pulang bukan kah ini rumahnya? pikiran Ina berkecamuk. Revan sudah mendekat tepat berhadapan dengan istri belianya.

"Aku akan pulang ke rumah dimana istri dan anak anak ku tinggal".

DEG........

BERSAMBUNG.

IS. chapter 02

"Aku akan pulang dimana istri dan anak anak ku tinggal!"

DEG.......

Tentu jantung Ina memompa dengan cepat.

"A....apa maksud tuan?"

Dengan lirih Ina berucap.

Namun suami nya sudah keluar rumah, langkah lelaki itu hendak mencapai handle pintu roda empatnya. Ina berlari mengejarnya sampai mendekat.

"Tuan"

Ina mencoba meraih lengan kekar itu yang hendak meraih gagang pintu mobilnya dengan lembut.

"Bukan kah saya istri sah anda?"

Lancang memang, tapi meski masih 18 tahun usia Ina namun dia mengerti arti pernikahan. Ina menantikan jawaban dari lalaki yang menikahinya, hingga tangan lelaki itu melepaskan diri dari cekalan Ina.

"Hahahaha lihat Bagas, dia lancang sekali bukan?"

Bagas sekretarisnya hanya menunduk saja tanpa ada niat menjawab, karena itu bukan kuasanya, ia hanya seorang asisten bagi tuannya.

Ina memundurkan langkahnya, dengan gemetar. Sementara Revan sudah mencekal sebelah tangannya.

"Jadilah istri status ku yang penurut"

Perkataan Revan begitu penuh penekanan dan mengiris hati Ina, sungguh ucapan Revan seperti mata pedang yang menghunus jantung Ina.

"Awwwww"

Lengan Ina dikibaskan Revan, meski tidak kencang namun perbandingan tenaga lelaki dan wanita itu berbeda jauh. Kembali Revan melangkah hendak mencapai pintu mobilnya.

"Tapi aku adalah istri sah mu tuan"

Dengan perlahan Ina bangkit dan segera berdiri.

"Benarkah? tapi sayangnya aku sudah memiliki istri dan dua buah cinta kami, dan kau! kau hanyalah istri status untuk ku tidak lebih, MENGERTI!"

"Lalu kenapa kau menikahi ku, bukan kah kita tidak saling mengenal mengapa kau mengikat ku"

Dengan suara lantang Ina berkata bak menerjang ombak dahsyat dihadapannya.

"Itu urusan mu dengan kedua orang tua ku, tidak ada sangkut pautnya dengan ku"

Sambil membuang muka Revan masuk ke mobilnya, membanting pintu mobil dengan kencangnya.

"Aku tidak pernah mencintai mu, apa lagi menginginkan mu"

Ina masih terdiam di tempatnya dengan air mata yang sudah jatuh membelah pipi mulusnya. Sementara mobil yang membawa Revan sudah pergi menghilang, Revan begitu di kuasai kemarahan akan ucapan wanita yang baru saja menyandang status istrinya.

'Istri hah, aku menikahi bocah pembangkang, sekarang dia seperti singa"

Revan larut akan lamunannya yang entah terbang kemana, sementara Bagas hanya geleng geleng kepala saja.

'Istri mu bisa menyita perhatian mu, jika kau tinggal serumah dengan istri yang seperti itu, maka dalam hitungan bulan kau pasti jatuh ke dalam pesona istri mu sendiri, tuan'

Bagas pun bosan dengan gerutuan Revan yang tidak jelas itu.

'Sampailah aku pada titik terbosan ku'

"Kita akan kemana tuan?"

Akhirnya karena bosan Bagas bertanya,

Bagas melirik spionnya, untuk mendapat jawaban dari tuannya yang duduk di belakang.

"Ke taman kuno"

Bagas memutar ban roda empat itu berdecit ke jalanan yang agak sepi, ya taman kuno adalah istilah yang digunakan Revan untuk menyebut taman yang sudah lama di buat, Revan begitu nyaman di kolam teratai ini.

"Maaf tuan sudah sore"

Bagas memperingatkan tuannya agar segera kembali ke huniannya. Tidak baik untuk kesehatan otak tuannya jika lama dibiarkan melantur emosi karena istri kecil yang sepertinya bandel dan susah dikendalikan.

"Antar aku ke hotel semalam Gas!"

Ucap tuannya.

Bagas dengan segera mengangguk dan melajukan kendaraan roda empat tuannya. Kini mereka sampai, Revan pergi ke kamarnya.Begitu pun Bagas, hanya berbeda lantai saja.

Revan menghela nafasnya mengendurkan dasi, membuang jasnya sembarang dan merebahkan raganya yang dalam mode full kacau.

Menerawang ke langit langit kamar seolah disana banyak sekali memori indah.

'Begini kah takdir, mempermainkan ku, mencabik ku bahkan meluluh lantakkan jiwa dan raga ku, ooohhh sungguh aku menyesal mengapa harus aku'

Sesal Revan dalam hati kecewa sudah pasti, semua karena kesalahannya. Dia terlalu buta akan cinta dan pada akhirnya Revan terlalap dengan seragam kerja yang masih melilit di tubuhnya.

Wanita yang baru dinikahi Revan kemaren dan di tinggal begitu saja hanya menundukkan kepalanya, masih berdiri mematung di teras rumah. Sementara langit telah berwarna jingga di ufuk barat.

Ting...tong.

Bel apartment Revan berbunyi, Revan segera membuka nya.

"Mahen kau disini?"

"Aku kebetulan lewat tadi melihat mu dengan Bagas kemari, maaf tidak hadir di pesta pernikahan mu"

Malik Mahendra Adam sepupu Revan.

"Kau ada pasien dihotel ini?"

Ucap Revan sambil membuka minuman kaleng untuk adik sepupu pertamanya dokter Malik.

"Tidak, aku baru sampai jm 3 pagi tadi"

"Ohh"

"Jangan cemberut kak, masa pengantin baru muka nya ditekuk gitu"

"Sudah lah jangan meledek ku!"

"Ha...ha...ha"

Dokter Malik bisa mengecek kakak sepupunya itu, mereka terus berbincang.

"Non"

Ina tersentak dan berbalik, tersenyum pada dua paruh baya yang di pekerjakan untuk membantunya.

"Saya Lasmi dan ini Lina"

Mereka memperkenalkan diri pada majikan yang akan mereka layani.

"Saya Wisnu, supir sekaligus tukang kebun disini"

Pak Wisnu juga ikut berkumpul dengan dua wanita tadi.

"Jadi disini hanya ada kalian bertiga"

Ina membuka perkenalan dengan orang yang dipercaya untuk mengurusnya.

"Sekarang kami bertiga non, dlu kami banyak"

Pak Wisnu sedang menjelaskan namun Lasmi segera menyikut perut krempeng Pak Wisnu.

"Maaf non, Wisnu memang suka nyrocos aja mulutnya gak ada remnya blong"

Pak Wisnu mendelik.

"Rem ku ini cakram Las"

Namun bik Lasmi hanya acuh, Ina tersenyum, menurutnya mereka itu lucu.

"Tidak apa lanjutkan saja ceritanya"

Ina ingin mendengar kisah lelaki yang baru mempersuntingnya.

"Jadi 5 tahun lalu, supir masih 5 orang non dan kawan kawan Lasmi masih 30 orang, tapi semenjak aden kecil masuk sekolah, sopir di tarik 4 kesana"

Cerita Pak Wisnu terhenti kala pintu gerbang terbuka, nampak lelaki paruh baya berjalan mendekat.

"Apa kabar nona saya di tugaskan pak Eric untuk kepala pelayan disini"

Seraya membungkukkan badannya di hadapan Ina.

Sedangkan Lina, Lasmi dan pak Wisnu saling pandang.

"Silahkan pak"

Ina mempersilahkan sambil tersenyum.

'Meesi kau sudah besar, aku akan menepati sumpah ku'

Orang itu hanya bisa berkata dalam hati, tanpa bisa di ungkapkan, hanya melalui sorot matanya, ia selalu merealisasikan kata hatinya.

"Panggil saja saya Indra nona"

Ucap chef itu, Ina kembali tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah, aku memanggil mu paman Indra, bagaimana?"

Tawar Ina pada chef yang di kirim mertuanya.

"Baiklah saya setuju"

Chef itu segera menyetujuinya. Bik Lasmi dan Bu Lina segera menunjukan kamar yang lebih besar di dekat dapur yang sejajar dengan kamar mereka.

'Sepertinya aku mengenal chef tadi, dari siluetnya saja begitu familiar tapi dimana?'

Memutar otaknya beberapa saat, namun Ina tidak dapat menemukan bayangan orang itu dalam benaknya.

Ina memasuki kamar,membongkar koper kecilnya, merapikan barang barang pribadinya. Disana terdapat bingkai foto usang satu satunya miliknya ada 3 orang dia, ayah dan juga ibunya. Mengusap bingkai foto usang itu dengan jari lentiknya, dipandanginya wanita cantik yang tersenyum manis dengan wajah sempurna seperti dirinya. Keluarga yang penuh kehangatan juga kasih sayang, sebelum semuanya musnah karena tragedi memilukan itu.

'Ayah, ibu, Ina rindu, kenapa Ina berada disini sekarang? apa yang harus Ina lakukan? seburuk inikah hidup yang harus ku lampaui? apa kesalahan ku?"

Ratapan tak henti terlontar dari mulut cantik Ina, air mata begitu kuat mengalir deras membasahi pipi mulusnya, hingga ia lelah dan tertidur.

Sementara di balik tembok itu kedua tangan seseorang mengepal mendengar tangis memilukan keponakan terakhirnya.

'Paman akan membawa mu pergi dari sini, bersabarlah sebentar lagi'

Monolog orang itu dan menyelinap pergi di keremangan rumah itu.

Dalam buaian mimpi Ina kecil begitu bahagia, berlarian disebuah halaman sederhana, yang indah nan hijau dengan rumput tebal, yang bisa di jadikan untuk tubuh kecilnya berguling.

'Meesi....Meesi ayo masuk sudah mulai sore'

Samar samar suara perempuan cantik menyerukan namanya. Ina berlari mendekat dan........

Duuaarrrrrrrrr

Tabung gas meledak dari dalam rumah.

"Tidaaaaaaakkkkkkk"

Keringat mengucur deras dan Ina seketika terbangun dari tidur nyenyaknya. Bik Lasmi dan bu Lina sudah berlarian menuju lantai 2 rumah megah itu.

"Non........"

Ina kaget, dia clingukan menatap sekeliling. Kini dia sadar bahwasannya dia di tempat tinggal barunya.

"A...aku hanya mimpi buruk"

Bik Lasmi menyodorkan segelas air putih dan langsung di teguk Ina hingga tandas.

Dari pantulan gelas Ina melihat sepasang mata, ya mata itu, mata yang sangat dikenalnya.

"Anda memerlukan saya nona?"

Dengan menunduk sosok itu menghadap.

"Tidak paman, aku akan tidur kembali, maaf membuat kalian khawatir"

Senyum cemas ditampilkan Ina.

"Ah tidak nona, ini masih jam sebelas malam"

Mereka semua undur diri. Dan sosok itu melihat dalam kegelapan wajah yang dirindukannya.

'Kau begitu menderita'

Ya saat kejadian itu Ina kecil atau Meesi sempat di rawat, karena pingsan akan kerasnya suara ledakan, hingga sekarang kepalanya berdenyut nyeri di belakang.

BERSAMBUNG

IS. chapter 03

Hari ini tepatnya, Ina baru akan memulai aktivitas pertama dengan status berbeda. Rumah megah tapi hanya di tinggali dirinya seorang. Meski ada beberapa pembantu, sopir juga chef tetap saja berbeda, sedangkan di desa itu dia bersama nenek Sri, yang baru diketahui jika nenek Sri itu adalah pengasuhnya bukan neneknya.

Flash back on.

Sehari sebelum dirinya dinikahkan, Ina tinggal di desa pinggiran kota, dia begitu bahagia layaknya remaja seumurannya. Ditambah lagi kemaren baru saja dia lulus, dari sekolah menengah atasnya. Meski di desa, namun sekolah Ina ini adalah sekolah nomer satu, dengan kedisiplinan dan pengajaran terbaik. Semua di ajarkan disana dan Ina termasuk salah satu siswa berprestasi di bidang eksaktanya.

Piala juara dibawa Ina, dengan senyum yang mengembang menuju rumah sederhana yang di tempatinya, bersama sang nenek.Sri itulah namanya. Namun Ina heran ketika melihat di halaman berjajar beberapa mobil mewah.

'Apa aku salah rumah?'

Monolognya dalam hati, dia berpikir sejenak, dia tidak salah ini rumah terakhir di jalan kecil dekat persawahan ini. Dengan berani Ina mendorong pintu rumah itu, terlihat beberapa orang disana yang memandang ke arahnya.

"Nak, sudah pulang?"

Wanita paruh baya, namun tetap cantik dengan gaun mewah yang melekat di tubuhnya, juga perhiasan yang melingkar di beberapa bagian tubuhnya terlihat sangat glamour.

"Ina duduklah nak"

Nenek Sri segera menghampiri Ina, karena terlihat terdiam di ambang pintu, tanpa berniat menjawab sapaan wanita tadi.

Ina duduk berdampingan dengan nenek Sri dan berhadapan dengan sepasang pria dan wanita yang kaya raya, terlihat dari semua yang melekat di tubuh mereka.

"Perkenalkan nak nama saya Eric dan ini istri saya Mila, kami kesini bermaksud membawa mu"

Terang Eric pada Ina gadis yang baru merayakan kelulusannya di sekolah menengah, mengapa Eric tahu karena jelas Ina masih memegang ijasah dan piala peringkatnya.

"Tapi saya tidak kenal dengan kalian dan kenapa saya harus ikut kalian?"

Terlihat ekspresi bingung Ina dengan semua kenyataan yang baru saja diterimanya.

"Kami adalah teman orang tua mu, kau tahu sebelum mereka tepatnya Januardi ayah mu, meminta kami agar menjaga mu dan menjadikan mu istri dari anak kami"

Mila menjelaskan maksud kedatangannya supaya gadis itu mengerti.

"Benar, setelah kau berumur cukup untuk menikah kau kami jemput, karena selama ini kau tinggal dengan Sri pengasuh mu dan semua yang kalian butuhkan kami tanggung, maafkan kami jika mengasingkan mu di desa ini, itu karena kami takut jika ada orang yang mencelakai mu"

Jelas Eric panjang lebar supaya gadis 18 tahun itu mengerti.

"Kami ingin melindungi mu dengan menjadi anggota keluarga kami, tolong ikutlah dengan kami"

Ina memandang ke arah nenek Sri dan beliau mengangguk.

"Tuan Erik dan nyonya Mila adalah orang baik Ina, ikutlah dengan mereka supaya bisa menjaga mu"

Ina hanya mengangguk dengan ucapan yang baru di lontarkan sang nenek atau pengasuhnya sedari kecil ini.

Ina bersedia ikut dengan sepasang paruh baya itu.

Kini Ina hanya menghela nafas panjang mengingat semuanya, nyatanya disini pun tidak ada yang menerima dia, sama dengan teman teman sekolahnya sedari kecil.

Flash back off.

"Non"

Sebuah tangan menepuk bahunya, Ina sampai terkaget dibuatnya.

"Eh bik Lasmi, sampai kaget ada apa bik?"

Ina berbalik badan berhadapan dengan pembantunya.

"Itu ada Tuan Bagas kemari non"

"Baiklah, ayo temui dia"

Ina mengikuti arah langkah Lasmi yang menuju ruang tamu, disana sudah duduk sang asisten Tuan muda mereka, yang sudah rapi dan cool dengan penampilannya.

"Tuan Bagas"

Yang merasa namanya terpanggil menoleh dan langsung berdiri, serta membungkukkan badannya.

"Nyonya, saya di utus tuan untuk menyerahkan ini"

Sebuah amplop besar di sodorkan asisten Bagas. Dengan cepat Ina menerimanya,dan Bagas pun pamit undur diri.

"Saya permisi nyonya"

Ina mengangguk, asisten suaminya itu segera pergi dan melajukan kendaraannya.

Disana terdapat beberapa kartu dan tulisan instruksi untuknya, tentang penggunaan kartu itu, ya itu adalah ATM yang bisa di gunakan untuk membeli semua yang Ina mau.

"Bik aku mau berkeliling rumah ini dulu"

Melihat si bibik yang masih berada disisinya.

"Mau bibik temani non"

Ina menggeleng dan berlalu, melihat keindahan rumah megah berlantai 3 ini. Dari halaman hingga ke bagasi terdapat beberapa mobil mewah juga 2 sepeda motor matic. Ina tersenyum dia mempunyai ide untuk ini.

Dengan segera Ina mengeluarkan matic untuk jalan jalan.

"Non mau kemana?"

"Aku mau jalan jalan bik"

"Tapi non tidak di perbolehkan pergi"

"Sebentar saja bik"

"Non"

Tangan bibik sudah mencekal lengan Ina.

"Ina janji akan segera kembali"

Dengan segala bujuk rayu, Ina akhirnya bisa mengendarai roda dua matic milik si suami nya.

Triitt

Triit

Triitt

Sebuah sedan menghadang laju matic Ina, hingga gadis itu berhenti di pinggir jalan. Ina begitu gemetar jangan jangan suaminya sudah tahu, Ina menundukan kepalanya, hingga tidak melihat seorang lelaki mendekat padanya.

"Ina"

Seperti mengenal suara itu, Ina mendongak lelaki berkulit manis nan tampan tersenyum kepadanya, begitu pun Ina membalasnya.

"Masih kenal aku gak?"

Ina berpikir sebentar lalu mengangguk.

"Coba siapa?"

"Kak Ardi"

"Pinter"

Ina mengangguk dan tersenyum dan itu membuat jantung SATRIA ARDIAN LUKAS, berdegup bak genderang perang.

Ya Satria ardian lukas atau disapa Ardi itu, pernah mengunjungi sekolah yang menjadi tempat sekolah Ina, bahkan ketika itu sempat memberikan ilmu ilmu yang bermanfaat, selama 3 bulan untuk sekolah Ina di karenakan akan mengadakan ujian akhir.

"Sedang apa di kota ini?"

Ardi mendekat dan Ina hanya menunduk saja.

"Ayo ke Cafe kakak, Ina?"

"Kakak punya Cafe?"

Ardi mengangguk dan membawa serta Ina. Ina begitu senang hingga dia lupa ada sepasang mata yang memperhatikannya, tepat berada disana pula.

"Wah kak, ini sangat besar dan mewah"

"Hmm, kau suka?"

Ina mengangguk dan tersenyum dengan manis kepada Ardi.

"Disini ada party birthday anak kakak ku, jadi ramai sekali"

Ina hanya mengangguk melewati kerumunan itu dan sepasang mata yang tajam mengawasinya.

'Kenapa dia disini? sudah ku bilang agar Lasmi mengawasinya, LALAI'

Ina berkeliling Cafe milik Ardi yang mewah dan indah, dia tersenyum dengan manis dan cantik.

"Aku suka ikan itu kakak cantik"

Seketika Ina menoleh dan tersenyum pada anak 9 tahun, yang juga tersenyum dengan tampan ke arahnya.

"Hai, sedang apa disini?"

"Seharusnya aku yang bertanya, karena aku lelaki?"

Ina langsung mengerutkan keningnya, menahan senyum.

"Baiklah, silahkan bertanya"

"Perkenalkan nama ku IDZHAR ADZIO SYAHPUTRA, kakak cantik boleh memanggil ku Azio"

Ina kembali tersenyum melihat tingkah anak lelaki kecil yang sok dewasa itu.

"Hai Azio, perkenalkan nama ku...."

"Aku sudah memutuskan untuk memanggil mu, kakak cantik"

"Baiklah"

Ina begitu senang berjumpa dengan anak lelaki kecil ini. Belum selesai keterkejutan Ina dengan sikap anak itu, tapi tangan anak itu terulur ke arah Ina.

"Berikan hadiah untuk ku, karena aku sedang berulang tahun hari ini"

"Haha..."

Tawa Ina pecah dengan tingkah konyol anak itu.

"Kenapa kau tertawa, aku hanya meminta hadiah tidak meminta mu menjadi pacar ku"

"Haha...itu tidak mungkin karena aku sudah menikah, baiklah aku akan memberikan mu hadiah, ikut aku"

Ina menggandeng bocah lelaki yang sangat tampan itu, memasuki taman dan duduk disebuah bangku.

"Tunggu disini ya, aku akan membelikan mu sesuatu"

Anak itu mengangguk patuh dan Ina segera berlalu. Lalu anak berusia 2 tahun berlari dan motor melaju kencang ke arah anak itu. Azio melihat dan segera mendorong anak itu sehingga Azio yang terserempet kakinya.

"Aziiioooooo"

Teriakan Ina mengundang banyak atensi orang dan begitu juga seorang lelaki dan perempuan, dewasa mendekat.

"Azio apa yang terjadi?"

Azio hanya tersenyum pada Ina yang mengkhawatirkan dirinya.

"Kau menabrakan anak ku?"

Suara keras wanita menggendong anak lelakinya yang berusia 5 tahun memecahkan keheningan.

"Maaf nyonya saya ti........."

Ucapan Ina terhenti, kala mendongakkan kepalanya, pada sosok menjulang yang menatapnya tajam.

"APA YANG KAU LAKUKAN!"

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!