NovelToon NovelToon

Four Seasons Of Love

SEASON 1 : DEAR UNCLE Tentang Dimas

Hai CLBK lovers... seperti janji mamake, lebaran ini mamake up season kedua dari CLBK Couples. Novel ini bercerita tentang anak2 dari Regan, Irzal dan Ega.

Selamat menikmati & Happy Reading😘😘

*********************************************

Setiap orang pasti bahagia saat dapat bersama dengan orang yang dicintainya. Demikian pula dengan Dimas. Setelah melalui penantian panjang, akhirnya dia dapat menikahi Sissy, sahabat sekaligus cinta pertamanya.

Kehidupan rumah tangga sepasang anak muda itu berjalan mulus tanpa masalah berarti. Keduanya kerap terlihat romantis dan harmonis. Siapa saja yang melihat pasangan itu pasti merasa iri. Dimas tak pernah sungkan memperlihatkan cintanya pada pasangan halalnya itu.

Namun tak ada gading yang tak retak. Dibalik kebahagiaan rumah tangga mereka, tak dapat dipungkiri hari-hari sepi kerap menyapa mereka. Tak seperti Rena yang langsung mengandung di tahun pertama pernikahan mereka. Pasangan Dimas dan Sissy masih belum dikaruniai anak. Berbagai cara telah mereka lakukan agar cepat memperoleh keturunan. Dari mulai menjalani program kehamilan sampai menggunakan cara-cara tradisional yang dipercaya dapat menghasilkan keturunan secara cepat.

Di tahun keempat pernikahan mereka akhirnya Allah menitipkan janin di rahim Sissy. Tentu saja ini menjadi kabar bahagia bagi keduanya. Sembilan bulan kemudian, Sissy melahirkan putri pertama mereka yang diberi nama Zahra Nafsha Saputra. Mereka memberi panggilan baby Ara padanya.

Semakin hari semakin jelas gurat kecantikan baby Ara. Hampir semua bentuk wajahnya diwariskan oleh sang ibu. Mata bulat, hidung mancung, dagu lancip dan bulu mata lentik semuanya identik dengan Sissy. Kehadiran baby Ara tentu saja menambah kebahagiaan keluarga besar Ramadhan.

Tepat setahun setelah melahirkan baby Ara, kesehatan Sissy mulai menurun. Dia sering cepat merasa lelah, sampai tidak bisa melakukan aktivitas fisik selama beberapa hari. Rambut mulai rontok hingga sering terdapat ruam pada kulitnya. Dimas memutuskan memakai jasa baby sitter dan menambah asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan di rumah, walaupun sudah ada mama Ambar yang ikut membantu. Saat ini Dimas sudah tinggal di perumahan yang sama dengan sang kakak, hanya selisih beberapa blok saja.

Dari hasil pemeriksaan, dokter memvonisnya terkena penyakit autoimmun jenis myasthenia gravis. Segala macam cara sudah Dimas lakukan demi kesembuhan sang istri. Namun apa daya kondisi Sissy lebih cepat memburuk dari perkiraan dokter sebelumnya. Seminggu setelah baby Ara berulang tahun yang ke-2, Sissy menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Dimas.

Kondisi Dimas kacau setelah kepergian Sissy, bukan hanya malas mengurus diri sendiri, namun bisnis restonya hampir saja bankrut kalau Poppy tidak turun tangan untuk membantu mengelolanya. Berkat dukungan dan kasih sayang keluarga, setahun setelah kepergian Sissy, Dimas kembali bangkit. Dia mulai semangat menjalani hidupnya kembali. Dibantu mama Ambar, dia membesarkan Ara sebagai single daddy.

Ditinggal istri tercinta membuat Dimas menutup hatinya untuk perempuan lain. Dia lebih memilih menghabiskan hari-harinya dengan bekerja dan mengurus buah hatinya. Berulang kali mama Ambar meminta Dimas untuk menikah lagi, tetapi ditolaknya. Dimas memang sudah bisa menerima menerima kepergian Sissy namun dia belum bisa membuka hatinya untuk wanita lain. Baginya tak ada wanita yang dapat membuat jantungnya berdegup kencang selain Sissy.

Waktu bergulir namun kesedihan nampaknya masih enggan beranjak dari kehidupan Dimas. Tiga tahun berselang giliran mama Ambar yang dipanggil Sang Maha Kuasa. Setelah mama Ambar tiada, Ara lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Irzal. Poppy membantu Dimas merawat putri semata wayangnya ini. Sepulang sekolah Ara akan tinggal bersama Poppy dan Dimas akan menjemputnya sepulang kerja nanti.

Poppy prihatin dengan kondisi adiknya yang kian hari menjadi sosok yang pendiam dan tertutup. Tak ada lagi Dimas yang ceria, Dimas yang selalu menghidupkan suasana, Dimas yang selalu menjadi idola dan dirindukan para keponakannya. Kini Dimas kerap bersikap dingin dan jarang bicara. Tentu saja ini membuat para keponakannya bersedih. Elang dan Ayunda begitu kehilangan sosok om yang sering menggodanya. Bahkan Lilan, Rain, Reyhan, Azriel juga Gara merasa kehilangan sosok Dimas.

🍁🍁🍁

Kini Ara berusia 9 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Awalnya Dimas akan memasukkannya ke full day school namun Poppy melarangnya. Dia menyarankan Dimas menyekolahkan di sekolah biasa karena khawatir gadis kecil itu akan merasa dikucilkan oleh papanya sendiri. Poppy sendiri yang akan menjemputnya sepulang sekolah dan membawanya ke rumah. Setidaknya di sana Ara tidak akan kesepian.

Didorong rasa sayang pada adik sepupunya, Elang mengajak sahabatnya berkumpul dan mencari solusi untuk Ara. Elang, Firlan, Firly, Rain dan Gara berkumpul di teras rumah Firlan. Tak lupa Farel ikut bersama juga.

Farel adalah saudara tiri Elang dan Ayunda. Usianya lebih tua dua tahun dari Elang. Dia adalah anak jalanan yang diangkat Irzal. Secara resmi Irzal mengadopsinya saat berumur enam tahun dan menyematkan kata Ramadhan di belakang namanya.

“Om Dimas makin ke sini makin pendiam. Gue bahkan udah ngga ngenalin dia lagi sekarang,” Gara memulai percakapan.

“Iya, kasihan Ara,” timpal Rain.

“Pokoknya kita harus bisa kembaliin om Dimas yang dulu. Ngga bisa terus-terusan begini. Waktu kecil om Dimas selalu ada buat kita. Kalian ada usulan ngga?” kini giliran Firlan yang berbicara.

“Kita cariin om Dimas istri aja gimana?”

“Kalau om Dimas mau nikah lagi, udah dari dulu keles. Lo ngga inget Gar, udah berapa banyak cewe yang dikenalin almarhumah oma Ambar? Tapi ditolak mentah-mentah.”

“Gimana kalau kita mulai deketin lagi om Dimas. Selama ini kan om Dimas jarang interaksi sama kita. Jadi gimana kalau kita yang deketin dia, ibaratnya jemput bola gitu. Siapa tahu dengan kehebohan kita, hatinya om Dimas bisa lumer juga,” celetuk Firly.

“Sekarang tuh yang lebih penting gimana caranya Ara ngga kesepian. Kita mulai bagi waktu aja buat nemenin Ara. Siapa yang sempet dia yang bakalan nemenin Ara. Intinya jangan sampai dia merasa diabaikan. Gue tahu dalam hati kecilnya Ara tuh pengen banget punya keluarga utuh. Tapi kalian tahu sendiri om Dimas gimana. Ya gue harap sih dengan perhatian kita, bisa sedikit ngehibur dia.

Dan soal om Dimas, gue setuju sama usulan Firly. Kita harus buat dia sadar kalau dia ngga sendirian, walaupun tante Sissy udah pergi tapi masih banyak orang yang sayang dan peduli sama dia.”

Semua manggut-manggut dengan usulan Elang. Sebenarnya Elang adalah sosok yang tidak banyak bicara. Dia seperti foto copyannya Irzal. Namun jika di depan keluarga, sahabat atau membahas sesuatu yang penting, maka dia dapat berbicara panjang lebar. Selain itu dia juga terlihat yang paling dewasa di antara lain. Mungkin karena di usianya yang masih 18 tahun dia sudah terdaftar sebagai mahasiswa tingkat tiga, bahkan mengambil kuliah di dua jurusan sekaligus. Sedang Rain dan Gara baru kuliah tingkat 1, dan si kembar di kelas 12.

“Ok lah gue setuju usulan Elang. Soal om Dimas serahin ke gue. Kalian tahu kan gue punya banyak jurus buat deketin om ganteng kita,” Firly menaik turunkan alisnya.

Firly, kembaran Firlan saat ini berusia 17 tahun. Selain cantik, dia juga mempunyai kepribadian yang ceria. Tingkah lakunya persis Alea sewaktu muda. Selain kepo, jahil dan banyak akalnya, dia juga sanggup ngoceh berjam-jam lamanya. Sifatnya berbanding terbalik dengan Firlan yang cenderung pendiam.

“Lo punya ide apa buat deketin om Dimas?”

“Gampang. Di sekolah sebentar lagi kan ada acara perlombaan unjuk bakat. Salah satunya lomba masak. Gue tinggal bilang kalau gue ikut lomba itu dan minta diajarin masak. Om Dimas kan tahu mami tuh payah kalau urusan masak hehehe.”

“Nanti kalau om Dimas bilang kenapa ngga minta diajarin bunda Poppy atau mama Sarah gimana?” timpal Rain.

“Tinggal bilang, belajar sama chef profesional langsung itu lebih bagus dan hasil akhirnya bisa lebih baik. Gimana?”

“Ya terserah elo deh Ly, pokoknya usaha lo harus berhasil.”

“Tenang aja.”

Firly menyunggingkan senyum optimis. Di kepalanya sudah tersusun beberapa rencana untuk mendekati Dimas. Sepertinya otak Firly sedikit banyak dipengaruhi oleh tante Rena. Melihat Firly saat ini seperti melihat Rena di masa lalu.

🍁🍁🍁

**Masih ingat Dimas kan? Dia itu adiknya Poppy, istrinya Irzal. Dan Firly itu anak dari pasangan Ega & Alea.

Habis baca jangan lupa ya buat

Like..

Comment..

Vote..

Thank you😉**

SEASON 1: DEAR UNCLE Misi Dimulai!!

“Assalamu’alaikum, om Dimas! Ara!”

Minggu pagi Firly sudah berada di kediaman Dimas. Misinya dimulai hari ini. Dia sengaja memilih hari ini karena tahu setiap hari Minggu om gantengnya itu selalu meluangkan waktu berdua dengan putri cantiknya.

“Waalaikumsalam,” bi Parmi asisten rumah tangga Dimas membukakan pintu.

“Om Dimas sama Ara-nya ada bi?”

“Ada non, lagi di taman belakang.”

“Ok, makasih bibi cantik,” Firly menoel dagu bi Parmi, wanita paruh baya itu hanya geleng-geleng saja melihat tingkah gadis itu.

Firly bergegas menuju halaman belakang. Di sana dia melihat Dimas sedang mengajari Ara gerakan taekwondo. Sudah menjadi aturan wajib bagi keluarga Ramadhan, setiap anggota keluarganya harus bisa bela diri. Hal ini untuk melindungi diri sendiri dari bahaya yang sewaktu-waktu mengancam. Dan ini menular pada yang lainnya. Si kembar Lilan, Rain, Reyhan, Gara, Azriel, Akhtar dan Bilqis juga diwajibkan.

“Om Dimas, Ara.”

Dimas menyudahi latihannya saat melihat Firly. Gadis itu segera menghampiri lalu mencium punggung tangan omnya. Ara berlari menghampiri Firly lalu memeluknya.

“Kak Ily mau main di sini?”

“Iya, kak Ily mau main sama kamu sambil belajar. Om sini deh,” Firly menuntun Dimas kemudian mendudukkannya di atas kursi santai. Dia sendiri duduk di hadapan Dimas.

“Om, di sekolah kan lagi ada acara unjuk bakat. Nah rencananya Ily mau ikut lomba masak. Ajarin Ily masak dong om, biar Ily menang.”

“Ngga bisa Ily, om sibuk. Minta ajarin bunda Poppy atau mama Sarah aja.”

“Bunda lagi sibuk bantuin tante Rena di yayasan. Mama Sarah lagi ke Jakarta nemenin papa Regan. Jadi tinggal om Dimas harapan Ily. Om tahu sendiri mami mana bisa masak. Ya om ya, ajarin Ily,” Firly memulai rayuan pulau kelapanya.

“Kalau om mau ngajarin Ily, seminggu ini tugas antar jemput Ara biar jadi tanggung jawab Ily. Dan Ily bakal nemenin Ara di rumah sampai om Dimas pulang, gimana?” Firly menaik turunkan alisnya.

“Bantuin kak Ily pa,” Ara ikutan membujuk.

“Ayo dong om Dimas sayang, yang ganteng, baik hati dan tidak sombong. Please jangan malu-maluin Ily, masa punya om chef terkenal tapi keok ikut lomba masak. Mau taruh di mana muka Ily nanti? Harga diri Ily dipertaruhkan di sini om. Jadi pleaaaaseee tolongin Ily kali ini aja.”

Firly menunjukkan puppy eyesnya. Dimas menghela nafas panjang. Sebenarnya dia tidak punya kesibukan apapun tapi memang sengaja menghindar dari para keponakannya. Melihat mereka mengingatkan Dimas akan sosok Sissy.

“Maaf Ily, om benar-benar ngga bisa. Ara, cepat mandi dan Ily lebih baik kamu pulang.”

Ara kecewa dengan jawaban papanya. Dia sudah senang sekali mendengar ucapan Firly yang akan mengantar jemputnya plus menemaninya di rumah sambil menunggu papanya pulang. Di antara yang lain, Ara memang paling dekat dengan Firly, mungkin karena mereka mempunyai banyak kesukaan yang sama. Dengan langkah gontai gadis itu memasuki kamarnya yang terletak di lantai atas.

“Om, Ily punya salah ya sama om?”

“Ngga Ily. Om beneran lagi sibuk. Belajar masak itu ngga bisa sehari jadi dan om ngga bisa luangin waktu buat kamu karena pekerjaan om banyak.”

“Ily kangen om Dimas yang dulu. Om Dimas yang perhatian, yang selalu dengerin ocehan kita. Om Dimas yang selalu menghibur kita kalau kita lagi sedih. Ily kangen om Imas.”

“Ily berapa kali om bilang om ngga suka dipanggil begitu!”

Firly terkejut Dimas membentaknya. Hatinya mencelos, tanpa dikomando matanya berkaca-kaca. Om Dimasnya sudah banyak berubah. Dimas bukan hanya berubah menjadi pendiam tapi juga kasar.

“Maafin Ily om. Maaf kalau Ily udah ganggu om dan buat om jadi ngga nyaman. Ily janji ngga akan ganggu om lagi. Ily pulang om.”

Firly yang baru pertama kali mendapat bentakan Dimas langsung shock. Semangat dan keberaniannya menguap begitu saja. Hatinya sakit melihat tatapan dingin Dimas. Airmata yang sudah menggenang luruh begitu saja membasahi pipinya. Dengan kasar dihapusnya airmatanya. Kemudian berbalik meninggalkan Dimas.

Dimas tak kalah terkejut melihat reaksi Firly. Tak menyangka gadis itu akan menangis mendengar bentakannya. Ada perasaan bersalah menyusup dalam hatinya. Dengan cepat dikejarnya Firly.

“Ily tunggu,” Dimas memegang lengan Firly, menahannya untuk pergi.

“Maaf om ngga bermaksud bentak kamu.”

“Ngga apa-apa om. Emang Ily yang salah hiks.. hiks.. tolong bilang ke Ara, Ily pulang hiks.”

Firly hendak pergi tapi Dimas masih menahannya. Dibalikkannya tubuh Firly menghadap padanya. Dihapusnya airmata gadis itu yang terus mengalir.

“Maaf sayang, maafin om. Sini kita duduk dulu,” Dimas mengajak Firly duduk di sofa. Dirangkulnya bahu Firly.

“Ily mau belajar masak apa?”

“Om Dimas mau ngajarin Ily?”

“Hmm.”

Yess, hati Firly bersorak. Kalau tahu airmatanya bisa meluluhkan hati Dimas secepat itu, sejak awal harusnya memperagakan adegan melow.

“Temanya ada masakan nusantara, western food sama Asian. Ily milih Asian food. Pengennya sih masak makanan Korea. Kan om Dimas jago masakan Korea atau Jepang, makanya Ily minta ajarin om Dimas.”

“Kamu mau bikin apa?”

“Tteokboki, bimbimbap sama patbingsu.”

“Ya udah om ajarin. Tapi kita beli bahannya dulu.”

“Beneran om?” tanya Firly dengan mata berbinar. Dimas hanya mengangguk. Firly bersorak senang, dipeluknya Dimas yang duduk di sampingnya. Kepalanya menelusup ke dada bidangnya.

“Om,” panggil Firly seraya mendongakkan kepalanya.

“Hmm.”

“Mandi gih, om bau keringet.”

PLETAK

“Auw..” Firly mengelus keningnya yang terkena sentilan Dimas. Bibirnya dimajukan beberapa senti, pipinya sedikit menggembung karena cemberut. Dimas tertawa melihat wajah Firly yang mirip ikan buntal.

“Hahaha,” Dimas mengacak-acak rambut Firly kemudian berdiri, melangkahkan kakinya menuju kamarnya sambil terus tertawa. Ara yang baru saja turun bingung melihat papanya yang tertawa lepas. Sudah lama sekali dia tak melihat ayahnya tertawa seperti itu.

“Papa kenapa kak?”

“Ngga tau, kesambet kali.”

“Ara baru lihat papa ketawa kaya gitu.”

“Masa? Ya udah mulai sekarang kak Ily bakal bikin papa kamu ketawa terus kaya gitu. Kalau perlu sampai rahangnya kram.”

“Hahaha, kak Ily bisa aja.”

Ara mengajak Firly ke dapur untuk sarapan. Perutnya sudah keroncongan karena baru terisi segelas susu saja. Di meja makan sudah tersedia bubur ayam buatan bi Parmi. Dengan lahap kedua gadis itu menikmati sarapannya.

🍁🍁🍁

Dimas menepati janjinya mengajari Firly memasak. Semua bahan sudah dibelinya bersama Firly dan Ara. Dimas memakaikan apron ke badan Firly lalu memakai untuk dirinya sendiri. Dia menjelaskan satu per satu bahan yang digunakan. Pelajaran hari ini membuat tteokboki.

“Salah satu bahan untuk bikin saos tteokboki itu gochujang atau pasta cabe yang difermentasi. Berhubung gochujang yang dijual diragukan kehalalannya, om bikin sendiri dan ini yang dipakai di restoran om. Pertama, kita bikin tteok-nya dulu.”

Firly memperhatikan cara Dimas membuat tteok. Dia merekam semua aksi Dimas dengan ponselnya. Tangan Dimas begitu terampil membuat adonan tteok. Di mata Firly omnya ini jauh terlihat lebih tampan saat sedang memasak.

“Nah ini tteok-nya udah jadi tinggal dikukus. Sekarang kita bikin saosnya.”

Lagi-lagi Firly disuguhi kecepatan tangan Dimas ketika mencincang atau mengiris bahan-bahan untuk saos. Tangannya bergerak cepat memasukkan semua bahan kemudian mengaduknya hingga matang. Aroma khas gochujang tercium dari asap yang keluar.

Dimas mengambil kue beras yang sudah matang kemudian mencampurnya dengan saos. Dia memasukkan tteokboki ke dalam mangkok kemudian diberi taburan wijen.

“Nah udah jadi tteokboki-nya. Kamu juga bisa kasih mozarella di atasnya terus dibakar. Rasanya bakal lebih gurih. Mau coba?”

“Mau om,” Firly mengangguk antusias.

Dimas memasukkan tteokboki ke dalam mangkok lain, memberi taburan mozarella parut di atasnya. Dia mengambil portable torch yang sudah dipasangi gas hi-cook kemudian membakar mozarella sampai meleleh. Air liur Firly hampir saja menetes melihat hidangan di depannya.

“Cobain.”

Firly terlebih dulu mencoba tteokboki original. Rasanya benar-benar enak, dia seperti tokoh wanita yang sedang menikmati camilan khas negeri ginseng dalam drama Korea yang sering ditontonnya.

“Hmm.. enak banget om. Sekarang Ily coba yang ini ya,” Firly mencoba tteokboki yang ditaburi mozarella.

“Daebak, ini enak banget om. Ily bikin yang ini aja pas lomba nanti. Ara sini cobain.”

Ara yang sedang menonton televisi segera menghampiri Firly. Dia membuka mulutnya saat Firly menyuapkan tteokboki berlapis mozarella. Mata Ara membulat, kemudian mengangkat telunjuk dan ibu jarinya membentuk huruf O. Firly mengambil lagi tteokboki, kemudian mengarahkannya pada Dimas.

“Om aaaa,” Dimas membuka mulutnya menerima suapan Firly.

“Hmm.. enak, ini bener-bener enak. Om bikin banyak kan? Ily mau bawa pulang, pasti mami seneng banget.”

“Iya bawa aja,” Dimas membereskan peralatan yang tadi dipakainya. Sudah menjadi kebiasaannya membereskan kembali peralatan yang digunakannya memasak tanpa menyuruh bi Parmi. Firly menghentikan makannya dan membantu Dimas. Setelah selesai dia membawa tteokboki ke ruang tengah. Dia memakannya bersama Ara sambil menonton televisi.

Dimas memperhatikan wajah Ara yang terlihat gembira. Sepertinya anak itu tengah merasakan kehangatan keluarga yang sempat hilang semenjak kepergian sang mama. Matanya tampak berbinar. Sesekali Firly menggodanya dengan mengalihkan suapan yang tadi untuk Ara tapi dialihkan pada dirinya atau Dimas.

“Kak Ily!”

“Hahaha.. jangan ngambek dong sayang. Nih, aaaaa... uluh-uluh anak pintar,” Firly mengusap puncak kepala Ara.

“Ara besok berangkat sekolah bareng kak Ily. Jam enam lebih seperempat kak Ily jemput ok.”

“Ok, kalau pulangnya?”

“Pulangnya sama bunda Poppy dulu ya. Begitu kak Ily pulang sekolah, kita main bareng sambil nunggu papa pulang.”

Ara mengangguk senang. Sudah terbayang apa yang akan dilakukannya besok bersama Firly. Hati Dimas menghangat melihat pemandangan di depannya. Belum pernah dia melihat Ara tersenyum selebar ini.

“Om besok kita belajar masak lagi kan?” pertanyaan Firly membuyarkan lamunan Dimas.

“Iya, besok om usahain pulang cepat, jadi kamu bisa belajar lagi. Besok kita bikin bimbimbap.”

“Ashiyaaap bos,” Firly tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Anak kecil yang dulu sering digendong, dipangku dan bermanja padanya kini sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Melihat Firly sekarang, menyadarkan dirinya akan waktu-waktu yang telah dia lewatkan. Dimas mengingat Elang yang sudah tumbuh menjadi pemuda tampan, juga Ayunda, yang mulai beranjak remaja.

Tak terasa hari menjelang sore. Sehabis memasak, Ara mengajaknya bermain di kamarnya hingga anak itu tertidur. Dimas memasukkan tteokboki ke dalam beberapa wadah. Dia ingin memberikan pada para keponakannya. Firly menghampiri Dimas di dapur.

“Kamu ke sini tadi naik apa?”

“Jalan kaki om, sekalian olahraga.”

“Ya udah om anterin. Ini udah om wadahin tteokboki-nya. Buat Elang, Yunda, Ilan, Azriel, Rain, Rey, Gara, Farel, Akhtar sama Bilqis.”

“Lah buat Ily mana om?”

“Kan kamu udah makan banyak tadi.”

“Tapi Ily kan masih mau. Tteokboki buatan om enak banget soalnya,” Ily memberengut karena tak dapat jatah. Dimas terkekeh melihatnya.

“Besok om buatin lagi.”

“Bener om? Janji ya?” Firly mengacungkan jari kelingkingnya. Dimas mengaitkan jari kelingkingnya kemudian menautkan kedua ibu jari mereka.

Dimas mengeluarkan mobilnya, Firly masuk seraya membawa tote bag berukuran besar. Roda kendaraan bergulir menuju persinggahan pertama, rumah Gara. Destinasi kedua adalah rumah Bilqis. Dan terakhir tentu saja rumahnya. Mobil yang dikendarai Dimas berhenti di depan rumah Firly.

“Om mau mampir dulu ngga?”

“Ngga, nanti Ara bangun nyariin om.”

“Ok, makasih buat pelajaran hari ini. Daaagghh om Dimas.”

Firly turun dari mobil namun sebelumnya dia memberikan kecupan di pipi omnya itu. Dimas mengulas senyum tipis, kelakuan Firly masih sama seperti waktu kecil dulu. Setelah melambaikan tangannya, dia menekan pedal gas, memacu mobilnya meninggalkan Firly yang masih melambaikan tangan ke arahnya.

🍁🍁🍁

**Wah kayanya om Dimas udah mulai cair nih.. Penasaran kisah mereka selanjutnya?

Like, comment n vote nya dulu dong biar mamake semangat buat up lagi, ok😉**

SEASON 1 : DEAR UNCLE Upin Ipin

Sepulang sekolah, Firly menjemput Ara di rumah Poppy. Ara pamit pulang pada bundanya itu. Mereka memutuskan berjalan kaki pulang ke rumah sambil menikmati udara sore hari. Jarak rumah Poppy dan Dimas hanya terpisah enam blok saja. Dalam waktu lima belas menit mereka sudah sampai di rumah.

Sesampainya di rumah Ara langsung membersihkan diri. Firly membantu gadis kecil itu menyisir rambutnya. Wajah Ara sedari tadi tak lepas dari senyuman. Dia senang sekali ada Firly yang menemaninya di rumah ini. Walau dia tak merasa kesepian di rumah Poppy, namun sebenarnya suasana di rumahnya sendiri yang sangat diinginkannya. Firly berhasil membuatnya merasakan kehangatan di rumahnya sendiri.

“Nah Ara udah cantik sekarang.”

“Kita tunggu papa di taman depan aja yuk kak.”

“Ayo.”

Keduanya menuruni tangga kemudian menuju taman yang berada di depan rumah. Ara memilih duduk di ayunan yang terpasang di tengah taman. Ayunan berbentuk kursi yang terbuat dari kayu jati. Mereka duduk bersisian sambil bercerita banyak hal. Firly lebih banyak sebagai pendengar, membiarkan Ara bercerita tentang kegiatannya hari ini.

Sekilas Firly terkenang masa kecilnya dulu. Saat Dimas berkunjung ke rumah, dia sering sekali menyita waktu omnya itu dengan cerita-ceritanya. Dengan setia Dimas mendengarkannya. Persis seperti yang Firly lakukan saat ini.

Celotehan Ara terhenti saat BMW Z4 warna putih memasuki pekarangan rumah. Dimas keluar dari dalamnya. Dengan langkah riang Ara menyambut kepulangan papanya. Firly mengikutinya dari belakang.

“Papa,” Ara mencium punggung tangan Dimas, demikian juga dengan Firly.

“Anak papa udah cantik nih.”

“Iya dong pa. Ini bagus ngga kepangan rambut Ara?”

“Bagus, anak papa jadi kelihatan cantik banget.”

“Siapa dulu yang dandanin. Ini kak Ily loh yang kepangin rambut Ara. Ara seneng kak Ily main di sini, jadi Ara ngga kesepian,” Dimas tersenyum, sambil merangkul anaknya mereka masuk ke dalam rumah.

“Om mandi dulu ya Ly.”

“Tenang aja om. Prakteknya abis maghrib aja. Biar om istirahat dulu. Aku sama Ara mau nonton tivi aja.”

Dimas mengangguk kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Ara dan Ily memilih ke ruang tengah untuk menonton film kartun kesukaan Ara, apalagi kalau bukan Upin Ipin. Biarpun usianya sudah 9 tahun tapi Ara tak pernah bosan melihat film yang menceritakan anak kembar berkepala botak itu.

“Ini filmnya kak Ilan sama kak Ily ya. Kak Ilan, Upinnnya kak Ily, Ipinnya.”

“Enak aja, kak Ily cantik gini disamain sama Ipin yang botak gitu,” Ara tergelak mendengarnya.

Lima belas menit kemudian Dimas keluar dari kamarnya. Tubuhnya terbalut T-Shirt berwarna abu dengan celana santai selutut. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, namun ketampanan Dimas masih tercetak jelas di wajahnya. Dia mendaratkan bokongnya di samping Ara.

“Om, mau dibuatin apa? Teh atau kopi?”

“Tolong bilangin ke bi Parmi, om mau kopi hitam, gulanya sedikit aja.”

“Biar Ily aja yang buat om,” Firly bangkit dari duduknya. Namun baru beberapa langkah Dimas memanggilnya.

“Ly, kamu tahu kan gula yang mana?” Firly mendelik, kesal mendengar pertanyaan konyol omnya ini.

“Kali aja kamu ngga bisa bedain mana gula mana garem,” sambung Dimas dengan santainya.

“Ya kali Ily ngga bisa bedain gula ama garem. Ily emang ngga bisa masak tapi ngga oon juga sampe ngga bisa bedain garem sama gula,” jawab Firly sewot.

Dimas tergelak, dia senang bisa menjahili keponakannya lagi. Firly mencebikkan bibirnya pada Dimas kemudian berbalik pergi. Senyumnya mengembang, omnya sudah kembali jahil.

Ara melihat papanya lekat-lekat, sejak kedatangan Firly kemarin papanya sudah lebih banyak tersenyum bahkan tertawa. Ada rasa bahagia menelusup dalam hatinya.

Ya Allah semoga Ara bisa terus lihat papa tersenyum dan tertawa. Kalau Ara boleh meminta tolong berikan Ara mama baru yang bisa membahagiakan Ara juga papa.

Firly datang membawa nampan yang berisi secangkir kopi dan dua gelas jus mangga lalu meletakkannya di meja. Dimas mengambil cangkir kopinya kemudian menyesapnya perlahan.

“Ini yang buat siapa?”

“Ily, kenapa?”

“Asin.”

“Masa sih om?” mata Firly membelalak, tak percaya dengan apa yang dikatakan Dimas. Dia mengambil cangkir kopi dari tangan Dimas kemudian menyesapnya sedikit.

“Asin dari mana? Ngga kok.”

“Beneran asin, kalau dikasih garem hahaha.”

“Ish si om ya bener-bener nyebelin,” Firly meletakkan cangkir kopi di atas meja dengan kesal. Lagi-lagi dia dikerjai oleh Dimas.

🍁🍁🍁

Selepas maghrib Dimas dan Firly sudah siap bertempur di dapur. Keduanya telah mengenakan apron. Ara duduk manis memperhatikan mereka memasak. Dimas mengeluarkan semua bahan yang diperlukan. Dia mulai mengiris wortel dan kyuri. Pergelangan tangannya bergerak cepat memotong kedua sayuran itu menjadi bentuk korek api. Firly ternganga melihat kecepatan tangan Dimas. Kemudian Dimas lanjut memotong bayam, mengiris daging sapi tipis-tipis dan tak lupa jamur.

Satu per satu Dimas menumis sayuran yang hanya dibumbui garam saja lalu diletakkan ke dalam wadah. Kemudian mulai menumis jamur juga daging. Untuk daging dia menambahkan saos tiram agar rasanya lebih strong.

“Ly, kamu masih ngga suka toge?”

“Iya om, please togenya diskip aja ya.”

Dimas hanya mengangguk. Kini dia mulai mengolah telor dengan cara diceplok dengan kuning telur dibiarkan utuh setengah matang. Setelah semuanya siap, Dimas mengambil tiga buah dolsot lalu memoleskan minyak wijen di dasarnya. Satu per satu bahan mulai masuk ke dalam mangkuk tahan panas itu.

Pertama-tama nasi, lalu menata sayuran di sekelilingnya. Kemudian meletakkan telor ceplok, menaburkan biji wijen putih dan minyak wijen. Terakhir menambahkan gochujang ke dalam mangkok. Bibimbap sudah siap tersaji. Kini langkah terakhir memanaskannya di atas kompor.

Tak butuh waktu lama bagi Dimas untuk memanaskan dolsot tersebut. Kini ketiga bimbimbap sudah tersedia di atas meja. Tangan Firly langsung gatal untuk mengabadikannya. Beberapa kali dia menjepretkan kameranya untuk mendapatkan hasil dan angle yang bagus. Langsung saja dia mengupload foto tersebut di laman IG –nya.

“Ayo makan,” ajak Dimas.

“Ngga tega om, bentuknya cantik banget. Rasanya ngga sampai hati mau ngaduk-ngaduknya.”

“Lebay,” cibir Dimas. Tanpa ampun dia mengaduk-aduk bimbimbap miliknya juga Ara. Gadis cilik ini sudah tidak asing dengan makanan di depannya. Sudah beberapa kali Dimas membuatkan untuknya.

“Cepetan makan. Kalau dingin nanti ngga enak.”

“Tapi ngga tega om.”

Dimas mengambil dolsot milik Firly kemudian mengaduk-aduknya. Wajah Firly nampak tak rela melihat tatanan cantik tadi kini sudah tak berbentuk lagi. Dimas mengambil sesendok bimbimbap kemudian menyuapkan ke mulut Firly. Mata gadis itu membulat ketika merasakan makanan tersebut. Dengan cepat direbutnya sendok dari tangan Dimas lalu mulai memakan bimbimbap miliknya dengan lahap.

“Ly, mami masih belum bisa masak?”

“Belum om. Paling ngandelin bi Surti doang. Kayanya mami udah hopeless belajar masak hehehe. Kalau mau makan menu yang ngga biasa paling delivery order aja.”

“Kamu masih suka makan ayam bakar madu sama sup ikan kakap?”

“Masih lah om. Cuma udah jarang banget aku makan itu. Bikinan bi Surti ngga sama kaya bikinan om Dimas. Apalagi bang Ilan, udah lama dia pengen makan iga asam manis.”

Dimas terdiam, dulu dia sering membuatkan makanan favorit Firlan dan Firly. Sejak kecil keduanya memang lengket padanya karena sering dibuatkan makanan. Jika mereka mulai tidak berselera makan, Alea akan menelponnya meminta bantuan.

“In Sya Allah kalau om ngga sibuk, om akan buatkan.”

“Beneran om?” mata Firly nampak berbinar.

“Kalau Azriel senengnya apa?”

“Dia mah apa aja juga doyan om. Tapi dia lebih seneng Japanesse food kaya sushi atau beef teriyaki. Cuma ya gitu, sekarang kan dia udah mulai pelatihan buat ikut turnamen, jadi pola makannya mulai diatur deh. Ada ahli gizi yang ngatur menu makannya tiap minggu.”

Azriel adik Firly seumuran dengan Ayunda, sekarang berusia 13 tahun. Dia hobi bermain bulu tangkis, oleh karenanya sejak kecil Ega memasukkannya ke dalam klub bulu tangkis. Kini kepiawaiannya bermain tepak bulu itu semakin berkembang. Dia sudah mulai mengikuti turnamen nasional tingkat junior.

“Udah beres makannya? Ayo om anter kamu pulang. Nanti mami sama papi nyariin.”

“Tenang aja om, Ily udah bilang kok. Lagian Ily ngga bawa centong pasti ngga bakal dicariin.”

“Dasar.”

Dimas membereskan peralatan bekas makan kemudian membawanya ke dapur. Firly berinisiatif untuk mencucinya. Rasanya malu saja, tidak melakukan apa-apa. Selesai mencuci piring Dimas mengeluarkan mobilnya kemudian mengantarkan Firly pulang. Seperti biasa Ara tidak ikut karena harus mengerjakan PR.

Mobil milik Dimas berhenti di depan rumah Firly. Keadaan rumahnya tampak sepi. Firly melihat ke arah Dimas sejenak.

“Om, makasih ya buat hari ini.”

“Sama-sama. Mami sama papi kayanya belum pulang.”

“Mami sama papi lagi ke Jakarta nengok oma Santi. Semenjak ditinggal opa Willy, oma sering sakit-sakitan. Tadi kata om Andra, oma sesak nafas jadi dibawa ke rumah sakit.”

Wajah Firly nampak sendu. Oma Santi memang sangat menyayanginya. Apalagi kini hanya oma Santi yang tersisa. Oma Fanny, opa Hilman dan opa Willy sudah terlebih dulu pergi meninggalkan alam dunia. Dimas memeluk keponakannya ini. Diusapnya puncak kepala Firly beberapa kali.

“Jangan sedih, kamu berdoa aja ya buat kesembuhan oma Santi.”

“Iya om. Ily turun ya. Makasih banyak buat hari ini, Ily seneng banget. Om Dimas langsung pulang ya jangan keluyuran kasihan Ara di rumah nanti kesepian.”

“Emang mau ngapain om keluyuran?”

“Kali aja mau godain banci di jalan Sumatra”

PLETAK

Firly memajukan bibirnya beberapa senti ketika sentilan Dimas mendarat di keningnya. Dimas terkekeh, kehadiran Firly dua hari ini mengubah suasana hatinya menjadi lebih baik.

CUP

Firly mencium pipi Dimas kemudian turun dari mobil. Seperti biasa, Dimas menurunkan kaca jendelanya.

“Daaagghh om,” Firly melambaikan tangannya. Dimas melemparkan senyum manis sebelum menjalankan kendaraannya. Firly masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia.

🍁🍁🍁

**Jangan nyosor om Dimas Mulu Lu, nanti klo baper gimana?😁

Jangan lupa buat

Like..

Comment..

Vote**..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!