NovelToon NovelToon

Meraih Mimpi

Bab 1 PAMIT

Kanaya menghapus airmata dengan ujung telunjuknya seraya memeluk tubuh sang ibu yang berdiri di hadapannya.

"Kamu hati-hati di sana ya nduk. Jakarta itu besar. Jangan ikut-ikutan pergaulan yang ndak bener. Apalagi kamu perempuan. Ibu benar-benar khawatir." nasehat sang ibu lirih diiringi derai tangis di wajah keriputnya.

"Iya bu. Do'akan aku ya bu." ucap Kanaya sendu.

Kanaya meraih koper dan tas ranselnya lalu bergegas masuk ke dalam taksi online yang tadi sudah di pesannya untuk pergi ke stasiun. Dari dalam mobil ia memandang ke arah rumah. Sang ibu semakin deras tangisannya mengingat ini adalah pertama kalinya Kanaya meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Beliau pasti akan merindukan putri kesayangannya itu. Sementara sang ayah hanya bisa memandang anak gadisnya dari balik kaca jendela rumah.

Putriku sudah dewasa, batin sang ayah terharu. Tak disangka sekaranglah waktunya ia pergi demi menggapai cita-citanya.

"Jangan ditangisi bu. Anakmu itu pergi demi merajut mimpi-mimpinya hidup mandiri. Do'akan saja yang terbaik." ujar sang ayah bijak, diiringi anggukan pelsn sang ibu.

*

Di dalam kereta, Kanaya merapihkan barang\-barang bawaannya tadi ke tempatnya. Perjalanannya akan memakan waktu cukup lama. Baru besok malam ia tiba di ibukota. Ia melirik sekilas jam di tangannya.

"Masih 15 menit kereta berangkat." gumamnya pelan.

Segera ia duduk di kursinya. Pikirannya melayang tak karuan. Ini adalah perjalanan terjauh yang akan ia tempuh seumur hidupnya. Teringat wajah sang ibu tadi saat mengantarnya ke depan rumah. Tak terasa bulir bening berhasil menembus benteng pertahanannya.

Ibu, batinnya sedih. Belum-belum aku sudah merindukanmu, bu. Ah, betapa cengengnya aku, rutuk sudut hatinya yang lain. Suara-suara bergolak dalam hati Kanaya. Ada rasa gundah yang membuncah di dalam dadanya.

"Kamu harus kuat, Nay!" ujarnya tegas, berusaha menyemangati diri sendiri. Ia tidak ingin tekadnya kendur dan menyerah sebelum berjuang.

"Semangaaaattt...!!!!" pekiknya tiba-tiba, membuat beberapa penumpang menoleh dan tersenyum melihat tingkahnya.

Kanaya menggaruk\-garuk kepalanya yang tidak gatal lalu merebahkan punggungnya ke sandaran kursi kereta. Matanya terpejam berusaha mengalihkan pikirannya yang berkelana tanpa arah.

**

Kanaya adalah gadis periang. Ia sangat disukai karena sifatnya yang ramah dan tak pernah memilih\-milih teman. Semasa duduk di bangku SMA ia selalu menjadi tempat curahan hati teman\-temannya. Ia selalu menjadi pendengar yang baik untuk mereka. Hampir setiap hari telepon rumahnya berdering menjadi saksi bisu sesi curhat on air layaknya psikolog yang berbincang santai dengan para pasiennya.

Kebaikannya ini membawa berkah bagi hidup Kanaya. Salah seorang sahabat SMA nya menghubungi Kanaya beberapa hari yang lalu, menanyakan kabar dan bercerita bertukar rindu.

"Jadi kamu belum dapat kerja, Nay?" tanya Rita waktu itu.

"Belum, Rit. Belum ada panggilan." Kanaya menjawabnya dengan lesu.

Memang belum satu pun surat lamaran yang dikirimnya sejak lulus SMA itu yang diterima. Jaman sekarang sangatlah sulit untuk mencari pekerjaan yang layak. Apalagi ia hanya lulusan SMA. Sebenarnya Kanaya ingin melanjutkan kuliah, namun ia tak ingin menambah beban hidup yang dipikul sang ibu.

Semenjak ayahnya terkena serangan jantung dua tahun lalu, beban mencari nafkah dipikul oleh sang ibu. Ia tak tega melihat suaminya bekerja dan kelelahan karena tenaganya sudah tak mampu lagi. Sang ibu memilih berjualan nasi di teras depan rumahnya demi menyambung hidup. Apalagi Kanaya masih memiliki 2 orang adik laki\-laki yang masih kecil. Abi dan Ali. Keduanya anak kembar dan bersekolah di bangku SMP kelas 2. Jadi ia harus mengubur dalam\-dalam impiannya untuk kuliah. Ia bertekad ingin membantu ibunya mencari nafkah demi biaya sekolah kedua adiknya itu.

Beruntung Rita menawarkan pekerjaan untuknya. Di tempatnya bekerja ada lowongan menjadi cleaning service.

"Cleaning service? Mauu..mauu, rit. Aku mau deh. Tapiii...ijasah aku kan cuma SMA? Bisa kah?"

"Bisa laah. Aku juga pake ijasah SMA, Nay. Pokoknya kamu tenang aja. Kamu datang aja ke Jakarta. Nanti tinggal sementara di kosan aku. Baru pikirin selanjutnya mau gimana. Oke?"

Dengan berbekal uang seadanya hasil menjual cincin pernikahan ibunya, Kanaya pun berangkat. Di dompetnya hanya ada uang satu juta lima ratus yang sudah berkurang jumlahnya untuk membayar taksi online tadi. Sementara tiket kereta telah dipesankan terlebih dahulu oleh Rita.

"Maafin Nay ya bu sudah merepotkan ibu. Insyaallah kalo sudah bekerja dan dapat gaji, Nay akan mengganti cincin ibu ini." ujar Kanaya tak enak hati tadi malam sebelum keberangkatannya.

"Jangan terlalu dipikirkan nduk. Ibu tidak bisa memberimu uang lebih. Cuma itu barang berharga yang ibu punya. Kalau ini bisa membantu, ibu ikhlas nduk. Pasti kamu butuh uang lebih di sana." sang ibu menatap lembut wajah Kanaya. Ia tau pasti anak gadisnya itu enggan menerima uang darinya.

***

*Keesokan harinya*.

Kanaya menguap pelan berusaha mengusir kantuk yang melanda. Sambil mengerjap\-ngerjapkan mata ia melihat hapenya.

*Sudah hampir sampai, gumamnya pelan*.

Kanaya membuka beberapa pesan di aplikasi whatsappnya. Ternyata Rita. Sahabatnya itu telah sampai di tujuan untuk menjemputnya.

*1 stasiun lagi Rit. Tunggu yaaa*..

Kanaya membalas pesan Rita dan tak lupa menambahkan emotikon "cium" untuk sahabatnya itu.

Dua puluh menit kemudian Kanaya tiba. Rita berlari menghambur ke arah Kanaya dan memeluknya erat begitu melihat gadis itu keluar dari pintu stasiun.

"Kangen banget sama kamu, Nay." ujar Rita senang.

Kanaya membalas pelukan itu dengan hati lega. Akhirnya ia tiba juga di Jakarta. Perjalanan yang ia tempuh cukup jauh. Ia sempat takut membayangkan jika Rita tak bisa datang menjemputnya di stasiun. Tentu ia akan kebingungan mencari tempat kos Rita. Sedang di sana ia tidak mengenal siapa\-siapa.

"Makan dulu yukkk. Pasti kamu lapar kaaan..?"

"Ayo!" jawab Kanaya semangat.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca novelku. Semoga suka yaa mantemans.. ;)

Bab 2 DUNIA BARU

 

Kanaya bangun pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Suasana tempat kos Rita masih sepi. Sebagian penghuninya masih berada di balik selimut masing-masing. Baru jam 4 pagi. Kanaya terbiasa bangun pagi untuk sholat subuh lalu membantu ibunya memasak untuk jualan.

 

"Kok udah bangun, Nay?" ucap Rita baru menyadari setelah melihat Kanaya masuk ke kamar.

"Mandi, Rit. Bentar lagi kan udah subuh." jelas Kanaya setengah berbisik.

 

Rita bergumam lalu menarik selimutnya lagi. Cuaca memang sedang dingin. Pantas saja semua orang memilih meringkuk di kasur mereka masing-masing. Namun, Kanaya tak ingin bangun kesiangan. Apalagi sampai terlambat ke tempat kerja. Hari ini ia akan di wawancara. Meskipun hanya mengisi lowongan bagian cleaning service, prosedur penerimaan pegawai harus tetap ia lalui. Apalagi tempat Rita bekerja adalah sebuah perusahaan bonafit yang bergerak di bidang Real Estate. Rita sendiri bekerja di bagian kantin kantor. Ia bertanggung jawab untuk urusan katering karyawan kantor tersebut, menyediakan makan siang dan minuman untuk seluruh karyawan.

Semoga hari ini berjalan lancar, batin Kanaya sambil merapikan diri di depan cermin.

Kanaya mengenakan celana hitam dan atasan berwarna putih. Rambut panjangnya diikat ekor kuda lalu digulung ke atas dengan rapi, persis pegawai salah satu swalayan terkemuka di kotanya. Ia tersenyum geli melihat pantulan dirinya di cermin. Ia bahkan merasa dirinya terlalu rapi.

Rita masuk ke kamar sambil menenteng bungkusan di dalam kantong plastik. Ia pun tersenyum melihat Kanaya yang sudah rapi dan siap berangkat.

 

"Rapi amat neng." goda Rita.

"Udah kayak pegawai Matah*ri aja." lanjut Rita terkekeh geli.

 

*Tuh kan bener, batin Kanaya*.

 

"Aneh ya, Rit?" bibir Kanaya manyun. Rita tersenyum lagi.

"Ga kok, Nay. Bagus udah. Dijamin pasti diterima deh kalau liat penampilanmu ini." ujar Rita sambil mengitari tubuh sahabatnya itu.

"Aamiin... Eh bentar ya aku mau nelpon ibu dulu. Mau minta restu." ucap Kanaya seraya meraih hapenya di atas kasur.

Rita mengangguk. Tanpa dikomando lagi ia mulai menyantap nasi yang tadi dibelinya di warung depan kos. Sementara Kanaya sedang berbincang dengan ibunya di seberang telpon.

**

"Aduuuhhhh...!" pekik Rita tiba-tiba saat keduanya baru keluar dari tempat kos.

"Kenapa, Rit??!" Kanaya cemas bukan main melihat Rita berjongkok sambil meremas perutnya.

"Perutku sakiiitt. Pasti gara-gara makan sambel tadi. Nay." terang Rita sambil menahan sakit di perutnya. Tak lama ia pun kembali ke kamar kos. Di olesnya perutnya itu dengan minyak kayu putih. Sementara Kanaya berdiri mematung di dekat kasur. Raut wajahnya terlihat khawatir dan juga bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Wawancaranya akan dimulai tepat jam 9. Sedangkan melihat kondisi sahabatnya itu tak mungkin bisa mengantarnya ke tempat kerja.

"Kamu berangkat sendiri ga apa-apa kan?" pinta Rita tak enak hati. Ia sebenarnya tidak tega membiarkan Kanaya pergi sendirian ke tempat kerjanya. Tapi apa daya, perutnya sakit terasa melilit.

"Di pengkolan depan kalau pagi gini ada tukang ojek, Nay. Kasih alamat ini ke abang ojeknya. Pasti tau kok." ujar Rita menjelaskan seraya menyerahkan kertas kecil berisi alamat tempatnya bekerja.

Kanaya mengangguk ragu. Namun, ia tidak ingin membuat Rita kepikiran. Akhirnya Kanaya pun berangkat sendiri berbekal alamat yang diberikan sahabatnya itu.

Seperti yang dikatakan Rita, sesampainya di pengkolan ia melihat ada seseorang yang melambai ke arahnya.

"Temennya neng Rita ya?" tanya laki-laki itu ramah.

 

Kanaya mengangguk. Rupanya Rita yang menelpon laki-laki itu.

 

"Saya Ajay neng." sapanya sambil menghidupkan sepeda motornya.

 

*Waduuuhh..Udah kayak bintang film india aja ni orang. Ajay. wkwkwk*.

Kanaya tergelak. Hilang sudah rasa takut yang tadi sempat terlintas di benaknya membayangkan ia harus sendirian ke tempat asing yang tidak pernah ia tahu sebelumnya. Ajay begitu santai. Sambil mengemudi ia berceloteh dengan riang. Menceritakan pada Kanaya bahwa Rita adalah langganan tetap ojeknya, berusaha meyakinkan Kanaya bahwa ia aman bersamanya.

 

"Pokoknya mah aman kalo sama saya, neng.." jelas Ajay mantap sambil menepuk dada dengan tangan kirinya. Saking semangatnya menjelaskan tanpa Ajay sadari ada lubang di jalan di hadapannya. Ajay terkejut dan spontan membanting sepedanya ke arah kiri.

 

Braaaakkkk!!

Sepeda motor Ajay pun tumbang dengan kedua penumpangnya sukses terjungkal. Kanaya mengaduh. Dilihatnya lututnya terluka. Sementara Ajay sikunya juga terluka. Keduanya meringid kesakitan. Di saat itu juga datanglah seorang laki\-laki tinggi besar mengenakan jaket kulit warna hitam turun dari atas sepeda motor besarnya.

Laki\-laki itu menghampiri keduanya lantas membantu Kanaya dan Ajay berdiri. Ia melihat luka di lutut Kanaya lalu segera berlutut untuk memeriksanya. Kanaya mundur selangkah saat laki\-laki itu hendak menyeka darah yang mengalir di lukanya.

 

"Tidak usah. Aku tidak apa-apa." ujar Kanaya sopan. Ia mengambil tissu dari dalam tas lalu membersihkan darah itu.

Sementara laki-laki itu terus menatap Kanaya dengan raut wajah cemas.

"Aku antar ke dokter ya?" tawarnya lagi.

"Boleh bro." sahut Ajay asal. Kanaya terkejut lalu memukul pundak ajay dengan gemas.

 

*Aduuuh si Ajay asal nyahut aja. Buat apa coba ke dokter. Cuma luka begini aja pakai acara ke dokter segala lagi. Kasih plester aja sudah beres. Tepuk jidat*.

 

"Eh ga usah repot-repot mas...." ucapan Kanaya terhenti. Ia tidak tahu nama laki-laki itu.

"Reino. Panggil aja Rei." laki-laki itu mengulurkan tangan ingin menjabat Kanaya. Kanaya menerimanya dengan sopan.

"Kanaya. Ini Ajay." ujar Kanaya sambil menunjuk si Ajay.

 

Reino balas tersenyum. Kanaya semakin melongo dibuatnya. Tak berkedip mata gadis itu melihat makhluk tampan di hadapannya. Ajay garuk-garuk kepala melihat tingkah Kanaya.

\*Perempuan kalo sudah liat yang bening\-bening dikit langsung melotot kayak mau nelen aja. Haaaah...payaaahh. Rutuk hati Ajay kesal\*.

Dilihatnya sepeda motor miliknya dari kanan ke kiri ke depan ke belakang. Lalu dahinya mengeryit.

 

"Duh neng kayaknya abang Ajay ga bisa anterin neng Kanaya ke tempat kerja. Tuh lihat ban sepeda abang neng." tukasnya sambil menunjuk ban depan sepedanya yang bengkok.

 

*Duh gimana ini? Aku harus naik apa dong? Mana ga tau tempatnya lagi*.

 

"Aku anter yah?" ucap Reino menawari.

"Alhamdulillaaaah.. Neng masih rezeki ada yang mau anterin. Sok atuh neng cepetan keburu telat." Ajay sedikit mendorong Kanaya ke arah Reino membuat gadis itu tak sempat berfikir lagi.

 

Reino menyambut Kanaya mengisyaratkan kepada Kanaya agar segera naik ke boncengan motornya. Ia pun menurut. Setelah siap, Reino melajukan motornya perlahan menembus jalanan.

 

***

 

***RR Group***. Tulisan itu terpampang besar di depan sebuah gedung. Reino mematikan mesin motornya lalu turun. Kanaya pun mengekor di belakangnya. Ia menatap potongan kertas yang ditulis Rita tadi.

\*Betul ini dia kantornya\*.

Kanaya merapikan baju dan rambutnya. Sementara Reino memperhatikan gadis di depannya itu dengan penuh tanda tanya.

 

"Mau ngelamar kerja ya?"

"Iya. Ada lowongan sebagai cleaning service mas."

 

Cleaning Service? tanya Reino dalam hati. Ia terkejut mendengar ucapan Kanaya yang seakan biasa-biasa saja mengatakannya. Jaman sekarang masih ada perempuan seperti yang mau kerja kasar?

 

"Ya udah. Semoga sukses ya. Aku pergi dulu."

"Terima kasih atas bantuan mas Reino ya." ucap Kanaya tulus seraya mengulurkan tangan.

"Sama-sama."

 

Reino berlalu dari hadapan Kanaya yang masih menatapnya hingga bayangan laki-laki itu menghilang di tikungan tempat parkir.

 

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Kantor "RR" sangat megah. Gedungnya tinggi menjulang dan entah ada berapa lantai di sana. Kanaya berjalan menyusuri lorong panjang di lantai 3, diantar seorang pegawai perempuan berusia lebih tua darinya. Pakaiannya sangat rapi. Ia memakai blus lengan panjang biru muda dipadukan dengan rok span selutut yang membingkai tubuh langsingnya. Dan yang paling menonjol adalah parfum yang dipakainya. Aroma lavender tercium semerbak meskipun jarak beberapa meter.

Kanaya dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan besar di sudut lorong. Ia pun menunggu. Sementara perempuan tadi berjalan mengitari sebuah meja dan menjangkau telepon.

"Pak Hendra? Iya pak kami sudah siap di ruang HRD. Oh...oke. Baik, pak. Ditunggu." akhirnya ia menutup sambungan telepon.

"Kamu tunggu di sini ya. Sebentar lagi pak Hendra yang akan melakukan wawancara datang kemari. Beliau masih ada tamu." ujarnya memberitahu Kanaya.

"Terima kasih, mbak." jawab Kanaya sopan.

Perempuan tadi berlalu meninggalkan Kanaya di ruang HRD. Ia duduk gelisah membayangkan akan seperti apa wawancaranya nanti. Ini adalah pengalaman pertama baginya. Dalam hati ia berdo'a semoga semuanya berjalan lancar dan ia bisa diterima bekerja di sana. Semua itu demi keluarganya di kampung.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Bab 3 KABAR BAIK

 

Siang ini begitu terik. Jalanan semakin padat merayap menambah sesak hiruk\-pikuk kehidupan. Kanaya termenung sendiri, duduk bertopang dagu di tepian jendela kamar kos Rita. Pandangannya menerawang tak tentu arah. Sesekali lamunannya buyar oleh suara anak\-anak kecil yang sedang bermain riuh di depan gang.

Sekilas ia melirik hape di atas meja. Sunyi. Tak ada satupun notifikasi di hapenya. Ia menghela nafas dalam\\-dalam. Apa kabar wawancaraku? batin Kanaya hampir putus asa. Sudah hampir 4 hari berlalu namun tak ada tanda sedikitpun bahwa ia diterima kerja di sana. Padahal dulu Rita hanya menunggu 1 hari kerja untuk tahu hasil wawancara kerjanya.

Di tengah kebimbangannya tiba\\-tiba saja hapenya berteriak nyaring. Kanaya terlonjak kaget namun dengan segera ia meraih dan menjawab panggilannya. Nomor tidak dikenal. Mungkinkah dari kantor "RR" grup?

 

"Halo?? Iya betul dengan saya sendiri.." Kanaya semakin merapatkan hape itu ke telinganya.

"Oh iya pak. Baik pak. Iya. Iya. Terima kasih pak." jawab Kanaya sebelum menutup sambungan telponnya.

Alhamdulillaaaah. Akhirnya aku dapat pekerjaan, ujarnya dalam hati.

 

Kanaya segera menelpon sang ibu untuk memberi tahu kabar baik ini. Beliau pasti senang mendengarnya. Sebentar lagi aku pasti bisa membahagiakan ibu, bisik hatinya bahagia.

 

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

 

Waktu baru menunjukkan pukul 6 pagi namun Kanaya sudah berada di depan gedung tempatnya bekerja dengan mengenakan seragam barunya. Dengan penuh semangat ia melangkahkan kaki menuju ruang Service. Di sana sudah ada beberapa orang yang bersiap\-siap untuk briefing pembagian tugas. Kanaya ikut berbaur bersama teman\-teman barunya itu.

 

"Selamat pagi semua." seseorang membuka briefing pagi ini dengan sedikit formal. Seorang laki-laki paruh baya terlihat serius mengamati lembaran kertas di tangannya.

"Ada anggota baru rupanya." ujar laki-laki itu mengamati satu-persatu nama di hadapannya.

"Hmm..yang mana Kanaya?" ia meneliti wajah-wajah yang sudah biasa ditemuinya setiap pagi lalu melanjutkan lagi, "Kamu ya?" tanyanya menunjuk ke arah Kanaya.

 

Kanaya mengangguk mengiyakan. Seluruh anggota tim serentak menoleh ke arahnya.

 

"Kenalkan namaku Kanaya. Panggil aku Nay." jelas Kanaya sambil tersenyum ramah. Satu persatu orang di ruangan itu menghampiri gadis itu lalu menyalaminya.

"Selamat datang di tim ya Nay. Aku Dewi." datang seorang gadis yang terlihat seumuran dengannya menjabat erat tangan Kanaya.

"Terima kasih." ujar Kanaya ramah. "Semoga betah kerja di sini, Nay. Pak Didik itu galak loh." lanjut Dewi setengah berbisik. Seakan punya indera keenam tiba-tiba saja pak Didik menoleh ke arah keduanya. Kontan saja Kanaya merasa tidak enak. Ia takut pak Didik mendengar ocehan Dewi.

"Baiklah. Tugas pagi ini seperti kemarin ya. Hanya saja ada beberapa bagian ruangan direksi di lantai 5 yang harus diperhatikan lagi kebersihannya karena besok akan ada meeting besar di sana. Lalu untuk bagian toilet dan dapur nanti jangan lupa di cek lagi kran air yang kemarin diperbaiki. Takutnya air masih ada yang menggenang di sana." ujar pak Didik menjelaskan.

"Nah untuk kamu Nay saya tugaskan di lantai 7 bersama Dewi dan Sasya. Tolong kalian pastikan ruangan pimpinan dan sekretaris rapi dan bersih. Perhatikan juga kebersihan karpet dan sofa. Harus di vacuum sampai ke sudut-sudutnya ya."

"Baik pak Didik." jawab ketiganya hampir bersamaan.

 

Setelah briefing selesai, semua bergerak menuju pos masing\-masing sesuai yang telah disampaikan oleh pak Didik tadi. Kanaya mengikuti Dewi dan Sasya yang lebih tahu letak ruang pimpinan dan sekretaris. Mereka pun segera memulai pekerjaan masing\-masing. Dewi meminta Kanaya untuk membersihkan meja\-meja, kursi dan mengelap pinggiran jendela. Dewi membersihkan karpet dan sofa, sedangkan Sasya merapihkan buku\-buku dan majalah yang berserakan di meja. Ketiganya harus bergerak cepat karena pekerjaan mereka harus selesai sebelum jam masuk kantor. Kalau tidak selesai dijamin bakal dapat omelan gratis dari pak Didik seharian penuh. Begitu pesan Dewi pada Kanaya tadi.

 

Jam 12 di kantor "RR".

Kanaya meluruskan kakinya yang terasa sedikit kebas. Terlihat beberapa kali ia memijit\\-mijit betisnya karena lelah. Tadi setelah selesai bersih\\-bersih di ruang pimpinan dan sekretaris, Kanaya,Dewi dan Sasya mendapat tugas tambahan mengepel lobi dan teras depan. Hari ini begitu sibuk dan melelahkan.

Tak lama Dewi muncul dari balik pintu membawa nampan berisi 3 gelas es teh dan sepiring gorengan. Tanpa dikomando lagi mereka bertiga menyerbu dan menghabiskan semuanya karena merasa sangat lapar dan haus. Lalu ketiganya pun larut dalam obrolan panjang hingga jam istirahat pun usai.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!