Awal cerita
Pagi ini riuh kelas 11 SMK akuntansi tak terkendali, mereka asik dengan kegiatan masing-masing. Ada yang bermain game, berdandan, menyannyi, sibuk menggombal teman sekelas, menjahili teman, pacaran, ngerumpi, makan camilan, ada pula yang serius membaca buku pelajaran (hanya sebagian kecil dan sekitar 0.05 persen dari 43 orang jumlah penghuni kelas yang ada). Dan ... syut ! ada juga yang sedang asik nonton video porno (skip ya, perbuatan tidak terpuji untuk pelajar) mereka emang suka nakal. Hayo ! kalian ada yang pernah begini di kelas?.
Dari 43 siswa, 23 diantaranya perempuan, sisanya laki-laki. Pantes aja ya kalo kelas berisik, ceweknya lebih banyak sih, apalagi tau sendiri kan kerjaannya? kalo nggak ngerumpi berjamaah, ya ngomongin cowok ganteng. Terus gue sendiri lagi ngapain? gue lagi nulis di sebuah buku binder yang lumayan tebel. Nulis apa? pasti pada kepo ya? bukan lagi nulis materi pelajaran atau PR kok, tapi seperti biasanya gue cuma lagi nulis curhatan-curhatan, kejadian apa yang hari ini terjadi di kelas.
Dalam sebuah reuni banyak yang bilang ingin mengulang moment saat di sekolah dulu. Alasannya klasik, di sekolah bisa seru-seruan, mikirin uang jajan, pelajaran, sedikit di bumbui cinta-cintaan dan konflik persahabatan, sedangkan saat dewasa kelak akan ada tanggungjawab yang lebih berat. Untuk itu gue termotivasi mencatat kisah ini agar bisa jadi sejarah untuk bernostalgia. Cerita ini nggak bisa di ulang, jadi sayang kan kalo sekedar di simpan dalam ingatan, dengan kekurangan daya ingat bisa tergerus oleh tumpukan permasalahan dari rutinitas yang semakin padat.
Seperti dalam penggalan lirik lagu yang mengatakan "Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah, tiada kisah paling indah, kisah-kasih di sekolah," inilah kisah putih abu-abu yang terukir di SMK, cerita yang akan di rindukan bagi semua penghuni kelas yang ada. Rangkaian cerita ini suatu saat akan gue masukin ke dalam sebuah novel. Biar nggak sekedar jadi curhatan yang di baca sendirian, tapi bisa di nikmati sama penghuni kelas dan masyarakat luas. Mengubah curhatan menjadi sebuah karya, ya kan? Hihihi...! Inilah "CERITA ANAK SMK".
Oia, sebelumnya kenalin, nama gue Puri indriyani. Biasa di panggil Puri. Sekarang ini gue kelas 11 SMK jurusan akuntansi, di sebuah sekolah swasta yang cukup banyak cabangnya, sebut saja SMK hijau. Sekolah ini bertema warna hijau mulai dari cat, almamater sekolah, sampai formulir pendaftarannya aja warna hijau. Tapi entah mengapa sekolah ini masih suka di pandang sebelah mata sama orang-orang. Padahal lulusannya banyak yang sudah bekerja di perusahaan-perusahaan besar dan ternama. Biarlah orang berkata, buat gue sih dimana pun kita bersekolah, asal sungguh-sungguh pasti dapet ilmu dan bisa jadi orang sukses dan sebaliknya, sebagus atau sekeren apapun sekolahnya, kalau kita males, tetep aja bodoh. Ada yang sependapat? Lanjut ! gue ini orangnya humoris, puitis, dan romantis, tapi jutek dan gampang tersinggung juga, selebihnya, biar kalian yang menilai sendiri.
Di kelas ini gue punya lima orang sahabat. Kenalin nih sohib-sohib gue di kelas, bukan geng ya, karena gue bukan tipe orang yang suka mengelompokan dalam berteman. Mereka berlima ini yang paling dekat dan susah senang sama-sama, gila-gilaan bareng, temen curhat dan temen ngerumpi pastinya.
Yang pertama namanya Liza, si cewek pendiam paling pinter di kelas. Ngomongnya halus banget, saking halusnya nyaris nggak kedengeran. Kalo ngomong sama dia mendadak berasa jadi orang budeg.
Kedua Arlin, masih 11 12 nih sama si Liza, dia anak pinter kedua dikelas, tapi nggak se-pendiam Liza. Biar kelihatannya pendiam tapi arlin cukup luwes dan masih bisa diajak sedikit kerjasama, terutama dalam hal mencontek. Arlin ini temen sebangku gue, sekaligus penyelamat gue kalo ada materi pelajaran atau pr yang susah.
Ketiga Riska. Si cewek centil, bawel dan paling suka dandan. Dikantong bajunya selalu ada kaca kecil, spoon dan bedak tabur yang di bungkus dalam lembaran kertas, karena nggak mungkin bawa bedak utuh ke sekolah, disini ada larangan bawa makeup. Ada hal nyeleneh lain dari si Riska, katanya cowok ganteng gak cuma di liat dari mukanya, tapi juga dari kuku kakinya, kalo bersih-bersih berarti itu cowok pinter jaga kesehatan, klo kotor apalagi sampe cantengan, "Ih... Ilfeel ! katanya" Hahaha ...! aneh emang nih anak satu.
Keempat Raya. Raya ini cewe paling galak di kelas, nggak ada yang berani sama dia kalo udah marah, anak cowok sekalipun menghindari kalo udah berurusan sama dia. Ya dia paling setrong dan berani diantara kita berenam kalo soal menyampaikan aspirasi, dia juga jadi tameng temen-temen yang lain buat ngelawan guru killer.
Kelima Aini. Aini ini cewek paling cantik diantara kami berenam, sikapnya paling dewasa dan keibuan, jadi dia yang suka nengahin kalo kita lagi berselisih paham.
"Ada pak Hamdi ...!!"
Teriak Rafli si cowok gendut yang kerjaannya nongkrong di depan pintu kelas, sambil berlari ke tempat duduknya. Mendengar hal itu membuat makhluk seisi kelas menghentikan aktivitasnya dan berubah menjadi anak yang manis. Termasuk gue juga, langsung menutup buku catatan, gaswat kan kalo sampe ketahuan.
"Assalamualaikum".
Ucapan salam dari daun pintu yang tidak tertutup. Dengan senyum lebarnya berjalan menuju kursi guru.
"Waalaikum salam wr wb". Kompak jawaban penghuni kelas.
"Kaifa haluk?". Ucapnya dalam bahasa arab.
"Ana bi khoir". Lagi kekompakan penghuni kelas.
"Gimana liburan kalian?"
"Gak asik pak, nggak seru ...!
Celetuk Yadi ketua kelas paling nyeleneh.
"Loh, kenapa yadi?".
"Nggak dapet duit jajan pak !"
Sontak saja ucapannya membuat teman-teman lainnya tertawa.
"Haduh ...!". Pak hamdi menggelengkan kepala. "Yang lain gimana liburannya?". Kali ini tak ada satupun yang menjawab. Setelah beberapa lama. "Puri, gimana liburannya?.
"BT pak".
Jawab gw jujur, ya karena emang sama kayak Yadi, liburan nggak dapet uang jajan.
"Loh kenapa? Ikut-ikut yadi aja, Jangan-jangan kalian jodoh nih !" Goda pak hamdi.
"Swit ... Wiw...!"
Rafli bersiul membuat yang lain ikut menggoda.
"CIE... CIE ...CIE ! Yadi sama Puri. Prikitiew ...!" Kompakan ucap seisi kelas sambil menatap kearah gue.
Ah ... sial ...! Gara-gara salah jawab gue jadi di ledekin begini kan. Sepintas gue melirik ke arah yadi yang duduk di pojok kelas, dia memanyunkan mulutnya seolah mau mencium dari kejauhan. Ih...! Merinding gue ngeliatnya, geli.
"Udah-udah, kasian Puri mukanya sampe merah gitu, maafin bapa ya Puri. Cuma bercanda". Ucap pak Hamdi yang hanya bermaksud mencairkan suasana. Dan Gue cuma bisa tersenyum menjawab maaf pak Hamdi.
"Anak-anak, ada hal penting yang harus bapak sampaikan, mengenai Prakerin (praktik kerja industri) atau pkl (praktik kerja lapangan)". Ucap pak Hamdi sambil menaikan kacamata yang sedikit merosot dari hidungnya yang mancung. Penghuni kelas mulai antusias dan tak ada yang mengeluarkan suara sedikit pun.
"Sekarang ini kalian sudah memasuki kelas 11, dan itu artinya, sebentar lagi kalian akan mengikuti kegiatan ini, bapak pesan satu hal pada kalian, sebelum kalian terjun di perusahaan masing-masing, bapak mohon dengan sangat, jaga attitude kalian, jaga almamater kebanggaan kalian, jangan sampai membuat malu diri sendiri dan pihak sekolah. Ambil ilmu dari tempat kalian magang nanti, supaya kelak saat kalian sudah lulus dan terjun ke dunia kerja, kalian sudah siap. Sekali lagi bapak tekankan, jaga sikap kalian, jangan samakan dengan di kelas". Pak Hamdi memberi wejangan.
"Dan sekarang bapak akan mengumumkan pembagian nama-nama kelompok untuk prakerin ini".
Bersambung
"Bapak akan mulai mengumumkan nama-nama kelompok prakerin, tolong di ingat nama temen kelompoknya ya".
Kelompok 1. Reva, Yunia, Faizal dan Hasbi.
Kelompok 2. Rania, Mae, Zulkipli dan Judika.
Kelompok 3. Puri, Aini, Riska dan Lidya.
Kelompok 4. Rima, Nina, Tyas, Ade dan Arif.
Kelompok 5. Liza, Arlin, Raya, Adit, Robi dan Ikhwan.
Kelompok 6. Cipta, Dinda, Devian, Sendi, Rafli, Mulki.
Kelompok 7.Nadia, Siska, Fahri, Jihan, Iqbal, Yadi dan Hasan.
Kelompok 8. Hana, Wanda, Chika, Erika, Aryan, Samsul dan Gibran.
"Nah, itu tadi nama-nama kelompoknya. Apa ada yang namanya belum di sebut?". Tanya pak hamdi. Keadaan hening, tak ada jawaban. karena masing-masing merasa namanya sudah di sebutkan. "Ada pertanyaan?". Kembali pak hamdi bertanya.
Bermacam pikiran bergelayut di kepala setiap penghuni kelas. Tentu saja mereka tidak sejalan dengan kelompok yang baru saja di umumkan, mulai dari anggota yang tidak sesuai, hingga jumlah anggota yang berbeda-beda.
"Pak saya mau tanya". Ucap Rima memecah kesunyian kelas sambil mengangkat tangannya.
"Iya silahkan Rima".
"Ini anggotanya gak bisa di ganti pak? Sesuai keinginan kita gitu?". Tanya Rima dengan nada protes. Pak hamdi mengangguk, seperti sudah tau jika akan muncul pertanyaan semacam ini.
"Ada lagi pertanyaan lain?". Pak hamdi mengumpulkan pertanyaan agar bisa di jelaskan sekaligus.
"Saya pak, kenapa jumlah anggotanya beda-beda? Kan nggak adil pak". Kembali si ketua kelas Yadi bertanya.
"Yang lainnya, ada lagi yang ingin bertanya?". Kembali pak hamdi bertanya.
"Pak, untuk perusahaannya sendiri apa sudah di tentukan?". Kali ini Raya buka suara.
" Baik, sudah 3 pertanyaan terkumpul, apa masih ada yang ingin bertanya?". Suasana hening tercipta, sepertinya 3 pertanyaan itu sudah cukup mewakili isi kepala mereka semua, dan tidak sabar untuk menunggu penjelasan pak Hamdi.
"Kalau tidak ada, bapak akan menjawab satu persatu".
"Yang pertama, bisa gak di ganti temen kelompoknya? Bapak balik tanya sama kalian, memang ada apa sama temen kelompok yang barusan di sebutin? karena bukan satu geng?setelah lulus nanti, kalian akan bekerja di perusahaan dan lingkungan baru, kalian harus mengenali karakter tiap orang, itu sebabnya, bapak dan bu Nendah sudah berembuk hingga terbentuk kelompok-kelompok ini, tujuannya biar kalian gak hanya bergaul dengan yang biasa deket sama kalian, tapi yang justru jarang kalian sapa, agar kalian makin akrab. Intinya pembentukan kelompok ini berdasarkan masukan dari bu Nendah, yang memang tau keseharian kalian seperti apa. sampai sini paham ya?". Pak hamdi mengedarkan pandangannya 11 keseluruh siswa.
Mantap...! Gue setuju banget sama penuturan pak hamdi, telak banget buat si Rima yang suka nge-geng dan pilih-pilih dalam berteman. Muka si Rima berubah memerah, antara malu sama kesal tuh, dan sepertinya masih nggak terima dengan keputusan ini. Puri
"Yang kedua, kenapa beda-beda pak jumlah kelompoknya? Karena kebutuhan perusahaan yang kita ajak kerjasama itu berbeda, jadi kita harus menyesuaikan atas persetujuan perusahaan".
"Yang ketiga, perusahaannya udah di tentuin belum pak? Sejauh ini kita sudah konfirmasi ke instansi terkait, dan sudah mendapat jawaban 60%, jadi kita tinggal tunggu kepastian bulannya, karena kita juga gantian dengan sekolah lain, kan yang mau prakerin bukan cuma sekolah kita, jadi waiting list. Ini pun harusnya 3 bulan, mengingat banyaknya sekolah yang mengajukan, jadi cuma bisa 2 bulan, biar bisa kasih kesempatan sekolah lainnya juga. Paham?". Jelas pak Hamdi.
"Paham pak". Lagi kekompakan penghuni kelas, namun dengan nada yang tidak begitu bersemangat.
"Yasudah kalau begitu. Untuk Kelompok 1, sekarang ikut bapak ke ruang guru, kita breefing, kemungkinan minggu ini kalian bisa langsung mulai, karena pihak perusahaan sudah konfirmasi. Baik anak-anak, cukup sekian yang bisa bapak sampaikan. Wassalamualaikum wr wb".
"Waalaikum salam wr wb". Jawaban salam penghuni kelas.
Pak hamdi pergi meninggalkan kelas, di ikuti kelompok 1 yang berisi Reva, Yunia, hasbi dan Faizal. Kelas kembali gaduh. Masing-masing membahas kembali yang baru saja di sampaikan.
Gue lihat si Rima masih belum terima dengan keputusan ini, dan berencana buat protes lagi secara pribadi langsung ke pak Hamdi. Mereka kan awalnya emang ingin prakerin berenam, Rima, Yunia, Reva, Tyas, Lidya dan Nina. Tapi kenyataan malah terpecah begini. Jelas lah orang yang suka nge-geng kayak mereka gak akan terima.
Oia lupa ngenalin, yang tadi masuk itu pak Hamdi, dia guru bahasa Arab sekaligus kesiswaan, orangnya baik, ganteng, putih tinggi, Kalo ngajar nggak kaku, jadi kita nyaman belajar sama beliau, guru favorit lah pokoknya mah.
"Eh...! Untung kita cuma kepecah dua kelompok ya?". Ucap Raya bersemangat sambil membalikan bangkunya menghadap gue. Liza tak kalah antusias dan ikut membalikan kursinya juga.
"Ikutan donk" Riska dan Aini yang duduk di bangku belakang mendekatkan diri. Gue dan Arlin berinisiatif menggeser bangku ke kanan dan kiri agar terbentuk lingkaran kecil dan lebih asik untuk berdiskusi.
"Nah gitu donk, kan jadi kedengeran semuanya" samber Aini.
"Eh, lu liat gak sih, kelompok 1, isinya yang cakep-cakep semua" Riska membuka topik pergibahan.
"Iya, gue juga mikir dari tadi, kenapa pilih kasih gitu ya, mentang-mentang mereka cakep dan ganteng-ganteng, udah gitu kelompoknya maju duluan pula". Raya menimpali.
"Emangnya mereka mau prakerin dimana sih? Kok kayaknya dapet perlakuan istimewa banget? Sampe di pilih yang ganteng dan cakep-cakep gitu?". Aini kepo.
Sementara Arlin dan Liza cuma bisa diem, karena emang gak ada yang tau jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Gue sendiri merhatiin si Lidya, Tyas, Rima dan Nina. Keempatnya terlihat berdiskusi, dan Rima yang paling menggebu untuk protes.
"Puri, kok lo bengong sih?". Celetuk Riska sambil menepuk pipi gw dengan spon bedaknya.
"Ih apaan sih lo ris?". Ucap gue sambil mengusap pipi bekas spoon bedak riska menempel.
"Udah lah, kita nggak usah ngeributin ini, lagian kita sekelas ini berteman kan? Saling kenal? Ngapain sih harus di ributin?". Sepertinya ucapan gue agak keras, sampe terdengar Rima and the geng, keempatnya sempat melirik ke arah gue dengan ekspresi yang tidak bersahabat.
"Udah ah, gue mau ke kantin, haus, mau ikut gak?". Gue bangkit dari duduk.
"Emang udah istirahat Ri?". Tanya Riska.
"Di jam tangan gue udh 11.40, dua puluh menit lagi juga istirahat, kan? Ayo mau ikut gak?". Ajak gue. Cuma Aini, Riska dan Raya yang mengekor, sedangkan Liza dan Arlin masih duduk di tempatnya. Mereka berdua emang anak baik, gak akan keluar kelas kalau belum waktunya istirahat, apalagi di ajak bolos.
Perbincangan berlanjut di warung belakang sekolah.
hallo kaka reader, mohon dukungannya ya, like dan vote nya. agar author lebih bersemangat lagi dalam menulis. terimakasih sebelumnya
Sampai di warung belakang sekolah. Gue memesan segelas es teh manis. Mengambil piring dan memotong 2 lembar bala-bala dan 2 lontong yang di siram sambal kacang, mantap jiwa rasanya. Warung ini tempat favorit buat nongkrong dan jajan. Selain murah, makanannya cukup lengkap, mulai dari lontong, gorengan, mie sampe nasi uduk juga ada. Warung ini juga jadi tempat gibah paling asyik, mulai dari ngomongin pelajaran, gebetan, guru-guru killer bahkan gak jarang tempat buat ngerjain PR kalo lagi kepepet. Hahaha.
"Eh Cuy...! Kalian lihat gak sih? Si Rima tadi menggebu banget gak terima sama pembagian kelompok". Gue membuka percakapan, sambil menyuap sepotong lontong. Sementara Aini dan Raya masih sibuk dengan ponselnya.
"Iya, pas si Raya ngomong aja gue lihat mereka melirik dengan wajah gak suka, terutama si Rima". Aini menanggapi dengan sangat antusias.
"Haha...! Biarin aja, rasain mereka terpecah-pecah. Lagian jadi orang suka nge-geng". Raya menimpali.
Sementara Riska malah asyik ngaca sambil nempel-nempelin spoon bedak di mukanya. Ampun ini anak, demen banget dandan. Padahal dia udah cantik dengan kulit hitam exotis nya, gak perlu di dempul-dempul bedak, yang ada kayak burung buwek. Hahahah.
"Heh Riska, loe ngaca mulu, biasanya paling seru kalo di ajak gibah". Celetuk Raya.
"Ya ampun...! Kenapa sih bep?" Ucapnya sambil cengar cengir. "Yaudah sih, yang penting kita satu kelompok, kan? Gausah perduliin mereka. Yang jelas gue udah gak sabar ih...! Pengen cepet-cepet ngerasain prakerin". Riska berkomentar dengan ekspresi seperti biasa, badan getar-getar kayak cacing menggeliat kepanasan.
"Iya juga sih, tumben pikiran lu bener Ris?". Ledek gue.
Aini dan Raya hanya senyum-senyum. Yang di katakan Riska memang benar adanya. Sekarang ini waktunya fokus mempersiapkan diri dan jangan mikirin hal lain.
"Oia, kita satu kelompok sama Lidya kan? menurut kalian si Lidya bisa di ajak kerjasama gak sih?". Ucap Aini sambil memandang gue dan Riska.
"Entar loe bertiga bisa di makan sama dia, loe semua tau sendiri kan? dia orangnya jutek banget? nggak boleh salah dikit." Raya menimpali.
Iya bener juga apa kata si Raya, si Lidya emang seperti itu, apa dia bisa di ajak kerjasama dengan baik ya? Tapi biar gimana juga si Lidya beda kok dari yang lain, selama yang gue perhatiin Lidya nggak terlalu nge -geng kayak si Rima. Lidya lebih bisa berbaur sama yang lain. Cuma harus bener-bener jaga sikap aja sama dia, nggak bisa sembarangan bicara dan bercanda. Orangnya mudah tersinggung.
"Iya, bener loe Ray, si widia emang begitu. Tapi semoga aja dia bisa di ajak kerjasama dengan baik, kita harus jaga sikap, harus lebih hati-hati ngomong sama dia". Sambung gue.
Pesanan mie Aini, Raya dan Riska akhirnya jadi juga, teh Rere mengantarkan ke meja kami. Dan es teh manis pesenan gue juga udah jadi, segera gue mengambilnya ke genggaman tangan dan menyeruput sedotan. sreg...! ah...! mengalir melewati tenggorokan rasanya adem banget, untuk cuaca yang cukup panas hari ini.
Ketiga sahabat gue itu terlena dengan kenikmatan mie rebus pesanan mereka masing-masing, terutama Raya si Ratu sambel. Liat kuahnya aja gue langsung mules. Kami pun menikmati makanan masing-masing.
"Eh cuy boleh gabung gak?" Tiba-tiba aja suara itu memecah kekhusyukan Aini, Riska dan Raya. Mereka menoleh kearah suara itu dengan mie yang masih menggantung di mulut mereka masing-masing.
"Uhuk-uhuk...!". Raya tersedak. Entah betulan atau tidak, mengingat siapa yang baru saja menyapa kami, salah satu orang dari geng yang tidak kami sukai. Yang beberapa menit lalu menjadi topik perbincangan kami.
"Nih minum...! Makanya kalo makan pelan-pelan, gue berusaha membuat acting Raya lebih natural. Lalu menyodorkan es teh manis yang gue pegang dan menepuk-nepuk bahunya.
"Sini Lid duduk. Silahkan gabung aja". Ucap gue sopan sambil tersenyum tipis. Walaupun dari lubuk hati terdalam belum terlalu respek, mengingat dia dari geng yang fanatik.
"Iya makasih, Lidya duduk di samping kiri gue, berhadapan dengan Aini dan Riska. Sementara Raya bangkit dari duduknya beralasan ingin mengambil air putih.
"Loe udah pada pesen makanan ya?" Ucapnya sedikit canggung membuka perbincangan.
"Iya nih, gue malah udah abis lontong 2 sama gorengan 2". Gue menimpali sambil menunjukan piring bekas gue makan yang udah bersih tak tersisa. Sedangkan Aini dan Riska melanjutkan makannya, sambil senyum tipis berusaha ramah kepada Lidya.
"Busy*t...! rakus juga loe Ri, badan kecil makannya banyak ya! ". Ucapnya terkejut.
"Haha... Sialan Loe...!".
"Emang Lid, si Puri badan doang imut begitu, kalo udah makan amit-amit. Hahahah...!". Samber Aini.
Mereka tersenyum puas udah mengejek gue kayaknya. Gue cuma diem masang wajah bete. Gak lama si Raya dateng. Wajahnya nampak jelas masih kurang bersahabat dengan kehadiran Lidya, meskipun berusaha di tutupi.
"Loe kenapa Ray?" Tanya Lidya.
"Keselek Biji cabe nih gue". Raya sedikit nyengir untuk mencairkan suasana. Ternyata cukup piawai juga aktingnya.
Lidya bangkit dari duduknya. "Gue mau pesen mie rebus juga ah, kayaknya liat si Raya mantep banget tuh pedes begitu". Ucapnya sambil menuju ke depan meja warung teh rere.
"Ngapain dia? Tumben nyamperin kita?". Raya berbisik ke kuping gue.
"Feeling gue dia mau bahas soal prakerin". jawab gue. Balas berbisik ke telinga Raya. Sementara Aini dan Riska saling beradu pandang, penasaran dengan apa yang gue dan Raya omongin.
Selesai memesan mie rebus Lidya kembali duduk di samping gue sambil membawa segelas es teh manis. "Eh cuy, gimana nih soal prakerin?". Ucapnya sok asyik sambil mengedarkan pandangan ke gue dan lainnya.
Tuh kan feeling gue bener, gak biasanya dia nyamperin kita, pasti dia mau ngomongin masalah ini. Raya melirik gue, sepertinya apa yang di pikirannya sama dengan gue.
"Kalo kita sih gak gimana-gimana Lid, ikut aja apa kata pak Hamdi". Jawab Aini.
"Loe sendiri gimana Lid? Keberatan nggak satu kelompok sama kita bertiga?". Tanya Riska to do point.
"Gue sih sama, gak masalah sama siapa pun. Asal jangan sekelompok sama si Yadi aja. Ketua kelas pea". Jawabnya dengan nada ketus.
Jadi si Lidya ini dulu pernah ribut besar sama si Yadi waktu kelaa 10. Yadi pernah kurang ajar menggenggam tangan Lidya, maksudnya cuma bercanda, tapi Lidya nggak suka ada kontak fisik kayak gitu. Lidya bener-bener jijik sama si Yadi. Dan sebaliknya, Yadi juga menganggap sikapnya terlalu berlebihan, dan menjuluki Lidya dengan cewek jutek dan angkuh. Sejak saat itu mereka berdua punya catatan buruk sejarah pertemanan di kelas. Meskipun Yadi sudah meminta maaf, sampai pak Hamdi ikut turun tangan menengahi pertengkaran mereka, tetep aja Lidya masih sebel kalo inget kejadian itu.
"Yaudah, jangan di bahas si Yadi, nanti luu inget kejadian yang lalu. By the way kita kan belum tau mau prakerin di perusahaan apa". Lanjut Riska.
"Gue udah dapet bocoran, tadi kan gue nganter si Rima ke ruang pak Hamdi. Ternyata ada 3 kelompok yang bakalan prakerin di Bank. Sesuai sama jurusan kita". Lidya memberikan informasi yang dia tau.
" Semoga aja kelompok kita salah satunya ya, sahut gue. Eh, tapi loe ngapain sama Rima ke ruang pak Hamdi?". Tanya gue kepo.
"Rima protes secara langsung ke pak Hamdi, berharap masih bisa di rubah kelompoknya. Tapi keputusan pak Hamdi udah bulat dan gak bisa di ganggu gugat".
"Oh gitu ya? Tapi maaf ya lid sebelumnya, kalo gue perhatiin temen loe itu nge-geng fanatik banget ya, kayaknya apa-apa mau nya berenam, padahal kan kita semua di kelas berteman, kan? Jujur aja gue kurang suka sama dia. Eh...! tapi jangan bilang dia ya, nanti loe ngadu lagi sama dia". Gue mengeluarkan unek-unek.
" Haha...! Tenang aja, gue gak bakalan ngadu, ngapain juga, gak ada untungnya". Sahut Lidya.
"Oia, kalo kelompok 1 prakerin dimana Lid? Tanya Riska kepo. Dianemang oenasaran banget kenapa isinya semua orang-orang pilihan.
"Di Restaurant Pizza Ris". Jawab Lidya.
" Oalah...! Pantes aja...!". Celetuk gue spontan.
"Kenapa Ri? Tanya mereka berempat kompakan.
"Pantes aja kelompok 1 itu isinya orang-orang yang secara fisik oke, si Reva, Yunia, Hasbi sama Faizal. Mereka kan cantik-cantik dan ganteng-ganteng.
"Lah apa hubungannya? Tanya Lidya.
" Yeay...! Masa kalian gak paham sih? Kalo di restoran itu penampilan harus okay, bersih, cakep, rapi dan wangi. Namanya juga di tempat kuliner. Lah coba itu, kalo misalkan si Riska yang prakerin di sana, udah kucel, kumel, yang ada orang pada gak mau dateng dan makan di sana, nanti eneg ngeliatnya. Bisa-bisa itu restaurant malah bangkrut. Cela gue dengan sangat puas. Tentu cuma maksud bercanda.
"Eh..! Sialan loe Ri, kalo ngomong sembarangan.
"Hahahaha...!. Aini, Raya dan Lidya tertawa melihat pertengkaran gue dan Riska.
" Si Puri kalo ngomong suka bener ya? Ekspresinya polos banget lagi, gue kira loe mau ngomong apa? Ternyata mau nyela si Riska. Hahaha...! Kocak loe berdua. Udah kayak Tom and Jerry, tau ga?". Ucap Lidya sambil tertawa geli yang membuat mata sipitnya semakin tak terlihat.
"Ya beginilah kita Lid, jangan kaget ya kalo nanti prakerin bareng kita-kita. Banyakin sabar, haha...!". Aini menasehati.
Ternyata Lidya jauh berbeda sama si Rima, nggak seburuk yang di bayangkan, dan dari Lidya gue jadi dapet informasi tambahan tentang prakerin.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!