NovelToon NovelToon

Portrait Of Infinity

Prolog

Pagi itu, langit memancarkan cahaya matahari yang hangat walau nampak sedikit mendung.

Alexa berdiri di bawah cahaya tersebut. Ia memejamkan matanya dan membiarkan angin berhembus lembut menyejukkan dirinya.

Saat itu, hanya ketentraman dan keharmonisan yang dirasakan oleh Alexa. Ia berada di dalam sebuah hutan kecil di belakang rumahnya.

Hutan yang ditumbuhi pepohonan rimbun, indah, dilestarikan, dan tidak berpenghuni itu sedikit mirip dengan taman.

Alexa sangat betah berada di tempat itu, hingga ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di sana setiap hari.

Di hutan itu, ia dapat menemukan banyak sekali hal-hal yang ingin dipotretnya, baik gambar-gambar yang mirip ataupun sama sekali baru.

Salah satu pemandangan favoritnya di hutan itu adalah mata air. Benar. Alexa amat menyukai suara, ketentraman, keindahan, dan kemurnian yang ada pada air terjun, kolam, serta berbagai macam mata air lainnya.

Bahkan, Alexa selalu memenangkan kontes atau kompetisi yang melibatkan pemotretan di perairan atau yang berhubungan dengan air. Baik itu juara pertama atau juara ke berapapun, serta apakah dari hal itu ia akan mendapatkan sebuah penghargaan atau tidak, semua hal itu tidak begitu penting baginya.

Alexa hanya ingin mengambil sebuah gambar yang bahkan membuat dirinya sendiri kelak ingin mengenangnya. Sebuah gambar yang meninggalkan sebuah kesan mendalam dan dapat menyuarakan isi gambar tersebut, yakni sebuah gambar yang bermakna.

Demi mendapatkan gambar-gambar menarik, Alexa dan keluarganya sering bepergian ke berbagai jenis tempat. Hanya saja, prinsip yang dimiliki oleh Alexa dan kedua orang tuanya tidaklah sama.

Alexa yang berusia 19 tahun dan telah lulus SMA tidak ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, dan memutuskan untuk bergabung dengan sebuah tim fotografer muda yang dikenal dengan sebutan "One Solution."

Sedangkan, ayah Alexa yang bernama Chris amat menjunjung tinggi pendidikan dan sering memaksa, serta bertengkar dengan Alexa demi memasukkan gadis itu ke sebuah perguruan tinggi.

Untungnya, sang ayah pun akhirnya tidak memaksa Alexa lagi setelah mengetahui tentang bakat yang dimiliki oleh anaknya itu. Bahkan, sang ayah telah bersedia untuk mengajarkan kepada Alexa mengenai teknik memotret dan membuat video perfilman, serta yang bersifat fisik atau dokumenter.

Sementara, sang ibu yang bernama Jane adalah seorang fotografer yang lebih cenderung memotret anak-anak sebagai model yang digunakannya.

Alexa mampu memotret apapun dengan indahnya, hingga membuat orang-orang lain terkagum dan puas saat membeli karyanya.

Namun, Alexa tidak merasa demikian. Ia selalu merasa bahwa ada hal yang kurang dari segala sesuatu yang dipotretnya.

Gadis yang selalu mendapatkan royalti dan pengakuan dari orang lain atas karya-karyanya itu, justru semakin merasa kurang dan dirinya benar-benar seperti orang gila yang selalu mencari suatu kesempurnaan yang dinamainya 'gambar infinit.'

Setelah berpikir-pikir sejenak, ia pun sadar akan suatu hal. Alexa belum pernah mengambil foto sesamanya.

Selama ini, Alexa sebagian besar hanya memotret pemandangan alam, air hujan, air terjun, pantai, dan lain sebagainya yang tidak memerlukan atau tidak harus disertai oleh gambar manusia di dalamnya.

Gaya memotretnya itu membuatnya merasa damai dan tentram. Namun, entah mengapa, ia selalu merasa ada hal yang kurang dari gambar-gambar yang diambilnya itu. Bahkan, hingga saat ini, dia sendiripun tidak mengetahui dengan jelas kekurangan apakah yang dimaksudkannya tersebut. Oleh karena Alexa memiliki berbagai alasan pribadi, ia hanya berharap agar ia mampu secepatnya mencapai kesempurnaan itu.

Bab 1

- FIKSI -

Saat ini jam menunjukkan sekitar pukul 1 pagi. Sementara Chris dan Jane, ayah dan ibu Alexa, sedang terlelap, gadis itu malah terjaga dan melihat-lihat hasil pemotretan di kameranya.

Bukan berarti Alexa mengidap insomnia atau semacamnya, belakangan ini dia memang sering terbangun-bangun dari tidurnya demi mengecek hasil pemotretannya. Apalagi, saat benar-benar terlelap atau bermimpi, ia masih juga dibawa ke dunia fotografi oleh alam bawah sadarnya.

Hanya Jane yang terlampau sensitif yang selalu menyadari suara-suara kecil hasil pergerakan yang dibuat Alexa di luar kamarnya. Suara itu dibuatnya sekecil mungkin agar tidak membangunkan kedua orang tuanya. Namun, tetap saja tak lama kemudian, Jane terbangun dan mengajak putrinya berbicara.

"Alexa. Kau tidak bisa tidur, Nak?"

"Mom.. kok tiba-tiba bangun? Saat ini sangat larut dan tidak baik untuk mommy masih terjaga." jawab Alexa, tanpa aba-aba langsung mendorong lembut ibunya agar kembali ke kamarnya.

"Alexa. Mommy tidak bisa tidur karena kalian berdua. Daddymu itu mengorok dan mengigau dalam tidurnya, sementara kamu terjaga dan mengambil ini dan itu di luar kamarmu. Kamu sendiri harus kembali tidur. Kurang tidur itu tidak baik."

"Mom, jangan hanya menasihati orang lain. Mommy juga harus mementingkan diri mommy sendiri. Saking sifat mommy sangat selfless, maka dari itu mommy dapat bertahan atau memaksakan diri untuk mengalah terhadap daddy."

"Alexa, mommy hanya berbicara mengenai kebiasaan tidur daddy. Untuk apa kamu jadi membahas hal lain?"

"Mom, jangan berpikir bahwa Alexa tidak tahu. Sudah beberapa kali mommy menangis seorang diri pada sekitar pukul 2 pagi. Alexa ingin mommy bercerita dan mengeluh yang sejujurnya."

Mendengar perkataan putrinya, Jane sedikit terkejut. Setelah berpikir dalam batin, ia pun menjawab; "Alexa. Apa kamu bangun hanya untuk memeriksa hal yang tidak penting seperti itu?"

Alexa mengernyitkan alis tidak suka, lalu berkata; "Mom, kenapa bentuk perhatian dari Alexa dianggap demikian? Kalau mommy sampai mengalami tekanan batin, lalu bagaimana dengan Alexa?"

Ibunya tidak menjawab dan hanya terdiam.

"Mom, please. Tolong jujurlah pada Alexa. Jangan memendam segala sesuatu seorang diri."

"Alexa.. mommy tidak apa-apa, sungguh. Sedari tadi kita berbicara dengan suara sepelan ini di luar kamar. Namun, bisa saja daddy terbangun dan.."

"Dan?" Alexa memancing ibunya.

"...Baiklah. Mommy akan bercerita sedikit padamu."

Raut wajah Alexa nampak serius dan siap untuk mendengarkan perkataan ibunya.

"Alexa.. sebenarnya, mommy dan daddy akan.."

"Ya?" desak Alexa.

"Alexa.. kita berbicara di dalam kamarmu saja." bujuk Jane, seolah takut membangunkan suaminya.

Akhirnya, mereka pun berpindah ke dalam kamar Alexa yang sangat sederhana dan rapi.

"Mom, apa yang hendak mommy katakan barusan?" desak Alexa, karena sang ibu kembali terdiam.

"Alexa.. kamu pun mewarisi sifat daddy. Mommy benar-benar tidak kuat.. tidak kuat lagi, Alexa.." tiba-tiba Jane mendesah dengan nafas yang berat, lalu sedetik kemudian menangis sambil membenamkan wajahnya ke dalam kedua telapak tangannya.

Melihat keadaan ibunya itu, hati Alexa hancur. Gadis itu segera memeluk ibunya.

"Mom.. kenapa mommy menangis? Kenapa mommy tidak pernah mau bercerita apapun kepada Alexa? Padahal mommy sangat menderita.." melihat tangisan ibunya, Alexa tak tahan lagi dan turut menangis.

Jane selalu berusaha untuk menahan diri dan perasaan pribadinya. Namun, karena sudah terlanjur ditumpahkannya di hadapan Alexa, ia tidak dapat mengelak atau menutup-nutupi kebenaran lagi.

"Mom.."

"Alexa.. kamu jangan bersedih bila mommy mengatakan hal ini."

"Ada apa, mommy? Katakanlah. Alexa siap untuk mendengarkan."

"Alexa.. sebenarnya.. kami akan.. bercerai." kata Jane akhirnya, dengan terbata-bata.

Mendengar perkataan yang baru saja diucapkan oleh sang ibu, wajah Alexa menegang. Ia menggelengkan kepala.

"Tidak.. tidak. Tidak mungkin. Tidak boleh. Tidak akan Alexa biarkan hal ini terjadi."

"Alexa.. kau.. kenapa kau sangat keras terhadap mommy seperti Chris, daddymu itu?!" sentak ibunya tiba-tiba.

Wajah Alexa memucat dan mulutnya sedikit menganga. Apa yang baru saja kudengar? segera batinnya berkata demikian.

"Mom---"

"Tidurlah. Besok pagi-pagi mommy akan keluar dari rumah ini." sela Jane yang sepertinya tidak memahami perasaan Alexa, karena telah memendam berbagai sakit hati atau kepahitan seorang diri.

"Mom.. jangan seperti ini.. please, mom.. Alexa mohon." tangis Alexa sambil memeluk lengan Jane.

Melihat Alexa menangis, hati Jane pun luluh. Ia tersadar akan perkataan yang diucapkannya secara sembarangan barusan, lalu ia menyentuh kepala Alexa dan membelainya dengan sayang.

"Alexa.. maafkan mommy. Jangan menangis, Nak."

"Mom... ini apa?" tiba-tiba Alexa menyingkapkan sesuatu yang membuat matanya terbelalak dan hatinya dihujam kemarahan.

Jane memandang ke arah yang ditunjuk oleh putrinya dan..

"Alexa.."

"Mom! Kenapa mommy diam saja selama ini? Kenapa? Kenapa mommy harus bertahan dan tidak melawan, sementara daddy bersikap seperti seorang jahanam seperti ini!"

"Alexa! Jangan berkata-kata kasar terhadap orang tuamu." tegur Jane.

"Mom.. bisa-bisanya mommy menyembunyikan ini dari Alexa.. mommy pikir Alexa tega melihat mommy diperlakukan seperti ini?!" jerit Alexa, ia menangis keras.

"Alexa.. maaf, Nak. Jangan begini.. Jangan menangis, Alexa.." Jane mengelus rambut putrinya sambil membesarkan hatinya sendiri.

"Kenapa mommy malah menutupinya selama ini? Bagaimana jika semua memar dan.. semua ini membekas dan tidak pernah hilang?!" Alexa buru-buru melihat lagi kepada lengan ibunya yang nampak mengerikan.

Lengan Jane bagaikan benda hancur yang penuh luka dan memar, namun selalu ditutupi dan disamarkan rasa sakitnya. Bagi Jane, hatinya telah jauh lebih sakit dan menjadi dingin selama ini. Akhirnya, tanpa membantah, ia membiarkan Alexa memeriksa tubuhnya, kemudian menceritakan segalanya kepada putrinya itu.

Kini, Alexa benar-benar membenci sang ayah. Bahkan, sejak lama ia tidak pernah dapat menerima sifat ayahnya yang keras dan main tangan dalam hal-hal sekecil apapun itu.

Belum lagi, didengar dari ibunya bahwa sang ayah yang walau bagaimanapun masih dihormati oleh Alexa itu telah beberapa kali melucuti harga diri dan merusak perasaan sang ibu tanpa belas kasihan sedikitpun. Tidak hanya kekerasan yang tak bermoral, bahkan perselingkuhan pun dilakukannya.

Selama ini, Chris adalah seorang yang amat dihormati dan nampaknya harus dihormati oleh sesamanya. Di luar urusan rumah tangga, dia benar-benar sempurna. Bahkan, wanita-wanita manapun mau ditarik ke dalam pelukannya.

Siapa tahu bahwa ia adalah seorang pria yang tidak manusiawi sedikitpun? Benar, dia bukan manusia, melainkan setan yang telah merenggut kehormatan dan kepercaya dirian sang ibu dalam mempertahankan rumah tangga ini.

"Mom.. tunggu saja. Mommy tidak perlu lagi menderita seorang diri seperti ini. Mulai sekarang, kemanapun mommy pergi, dimanapun dan kapanpun mommy bertemu dengan daddy, segera laporkan kepada Alexa. Bila daddy sampai berbuat demikian sekali lagi saja, Alexa akan melaporkannya kepada polisi."

"Alexa.. kau---"

"Jangan melarang Alexa dan bersikukuh untuk menahannya lagi, mom. Malam ini mommy tidur saja bersama dengan Alexa. Bila besok keputusan kita telah bulat, kita akan bersama-sama meninggalkan rumah ini. Jangan berpikir bahwa Alexa dominan dan tidak mempedulikan perasaan mommy. Alexa tidak seperti daddy. Alexa tidak ingin mengakui dan tinggal lebih lama lagi bersama daddy. Tolong jangan tinggalkan Alexa seorang diri, mom.." sela Alexa dengan perkataan yang tulus.

"Baiklah. Mommy mengerti. Terima kasih ya, Nak. Mommy takkan sanggup lagi mengatasi dan memahami perasaan mommy dan harus berbuat apa.. bila tidak dapat bertemu dengan putri mommy lagi."

"Mom.."

Ibu dan anak itu berpelukan dan kembali tertidur dengan tenang. Sementara itu..

Di luar pintu kamar tersebut, sang ayah dengan wajah menyeramkan menahan amarah dan kembali ke kamarnya setelah mendengar perkataan-perkataan yang dibahas dan diucapkan oleh Jane dan Alexa.

Entah apa yang akan dipikirkan dan dilakukan olehnya setelah ini..

Bab 2

Keesokan paginya, sekitar pukul 8 pagi..

"Alexa, bangunlah. Kita harus bersiap-siap sekarang. Daddymu sudah pergi dari tadi." ucap Jane, sambil menggoyang tubuh anaknya.

"Mom, apa kita harus pergi sekarang juga?" tanya Alexa, setengah terpejam.

Mendengar perkataan Alexa, sang ibu langsung lesu dan berkata dengan kecewa; "Tuh kan, kamu memang tidak berniat untuk menemani mommy, seperti perkataanmu semalam."

"Bukan begitu, mom. Alexa merasa tadi malam daddy telah menguping pembicaraan kita." kata Alexa dengan cepat.

"Alexa, kamu tidak perlu mengelak lagi. Sudah, mommy akan pergi seorang diri." Jane tiba-tiba mulai meringkas dan memasukkan barang-barangnya ke dalam sebuah koper besar berwarna hitam.

"Mom! Kenapa sih mommy begini terus? Kapan mommy akan mengerti maksud Alexa?" Alexa menggerutu.

"Kamu di sini saja, ikut daddy. Mommy akan pergi dari sini." Jane berkata dingin.

"Mom..!" Alexa memeluk ibunya.

"Sudah, tidak usah berpura-pura. Kau sudah cukup besar untuk mengetahui fakta. Mommy tidak sesukses daddy, jadi kamu harus ikut dengannya agar kamu bisa hidup layak." kata Jane dengan berat hati, namun berhasil ditutupi olehnya dengan sangat baik.

"Mom...!!" Alexa memekik dengan tangisan.

"Sudah, simpan saja air matamu. Mommy harus pergi sekarang juga, sebelum daddymu kembali."

"Mom!! Teganya mommy meninggalkan Alexa! Mommy jahat!" Alexa menangis keras.

Melihat putrinya yang menangis cukup serius dan memilukan, hati Jane mulai tergerak kembali.

"Alexa.. mommy hanya ingin pergi dari tempat ini dengan secepatnya." ucap Jane sendu, sambil duduk kembali di atas ranjang.

"Namun, apakah mommy sudah memiliki rencana akan tinggal dimana?" tanya Alexa tiba-tiba, secara logis.

"Alexa, itu.."

Jane terdiam. Ternyata, ia memang benar-benar belum memikirkan segalanya, dan hanya terbawa emosi serta kebutuhan untuk segera meninggalkan suaminya. Ia benar-benar telah dibutakan oleh luka hati dan kekecewaannya.

"Mom, kumohon berikan Alexa waktu. Alexa akan mendiskusikan hal ini kepada Aunty Elise, seorang pemimpin dari tim fotografiku. Dia baik dan suka menolong. Selama ini, dia telah menyediakan banyak sekali bantuan dari harta kekayaannya untuk para orang miskin dan juga anggota tim yang kesulitan."

"Alexa, bagaimana jika dia menolak untuk membantu kita?" Jane bertanya gusar.

"Mommy tidak usah khawatir. Dia benar-benar orang yang sangat baik. Alexa tidak mengarang-ngarang. Dia adalah seorang wanita berkebangsaan Prancis yang sudah lama tinggal di Indonesia dan sudah amat sangat membantu orang lain." kata Alexa meyakinkan ibunya.

"Orang Prancis?" Jane terkejut.

"Iya, mom. Tapi, jangan khawatir. Dia benar-benar lancar berbahasa Indonesia dan dia sangat ramah serta enak diajak bicara." kata Alexa.

"Tapi.. darimana kamu tahu bahwa daddymu menguping semalam?" tanya Jane.

"Hmm.. untuk tingkat kesensitifan, Alexa tidak kalah dengan mommy dan daddy. Bukankah kita bertiga adalah fotografer yang sejak dulu selalu sigap menemukan dan menangkap sosok apapun yang bergerak sekalipun ketika memotret? Makanya, kita dijuluki -Keluarga Fotografi Fantastis- bukan? Sedikit saja daddy bergerak semalam, Alexa sudah bisa merasakannya." jelas Alexa.

Sang ibu mendesah, lalu berkata; "Baiklah. Mommy berharap kepadamu. Jangan sampai kamu lupa bertanya atau berdiskusi dengan wanita itu."

Alexa mengangguk, kemudian ia berkata; "Mom, tidurlah lebih lama lagi bila mommy masih mengantuk. Semalam nampaknya mommy masih susah tidur."

"Alexa.. kenapa kamu jadi ikut terbangun gara-gara mommy?"

"Sudahlah, mom. Tidak perlu terlalu mengkhawatirkan apapun. Sebaiknya, sekarang mommy beristirahat sementara Alexa akan membuatkan makan pagi untuk kita berdua." Alexa beranjak dari ranjang.

"Alexa.." Jane hendak beranjak pula dari ranjang, namun--

"Mom, istirahatlah. Alexa mohon. Lihat, betapa pucatnya wajah mommy.." Alexa menghalangi ibunya turun dari ranjang.

Jane ragu-ragu sejenak, kemudian membalas; "Baiklah, Alexa. Terima kasih ya, anakku."

Alexa dengan riang segera berjalan keluar kamar menuju dapur. Ia mulai menyiapkan susu cair dan membuat breakfast sandwich yang terdiri dari roti tawar, scrambled egg, beberapa irisan tomat tipis, ham, keju, saus barbecue, dan sedikit mayonnaise.

Ia menusukkan setiap potongan sandwich tersebut dengan sebuah tusukan kayu yang sedikit panjang, kemudian meletakkannya dengan rapi dari atas alas memotong ke sebuah piring. Ia juga mengambil nampan, lalu meletakkan makanan dan minuman itu di atasnya.

"Mom, makanannya sudah si---" ketika Alexa memasuki kamarnya, sang ibu sudah tertidur lelap.

Alexa hanya tersenyum lembut melihat ibunya yang akhirnya dapat beristirahat dengan baik. Ia meletakkan nampan berisi makanan itu di atas meja makan, lalu menutupinya dengan tudung saji.

Ia menutup pintu kamar, lalu makan seorang diri di meja ruang tamu sambil menonton TV.

Ia memutar saluran Netflix dan mulai memilih film yang berjudul "Our Planet".

Alexa memang suka menonton film yang berhubungan dengan kamera dan alam. Ia pun memutar film binatang setelah selesai menonton film tersebut.

Tak terasa, ia sudah keasikan menonton TV selama 3 jam. Sang ibu sudah terbangun dan mandi, kemudian ia melihat Alexa yang masih saja menonton TV.

"Alexa, mandilah. Jangan terpaku dengan TV terus." suruh Jane kepada putrinya.

"Baik, mom." Alexa beranjak dari sofa, kemudian mencuci piring dan bersiap untuk mandi.

Setelah selesai mandi, tiba-tiba..

"AAAAHHH!!"

Ia mendengar suara jeritan sang ibu.

"Mommy?!" Alexa mencari ibunya dengan amat khawatir, ia melemparkan handuk yang melingkar di bahunya ke atas sofa ruang tamu. Ia sudah berpakaian lengkap, namun rambutnya masih basah dan meneteskan air.

Seketika menemukan ibunya, wajah Alexa langsung menegang dan matanya membesar penuh amarah.

Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sang ibu sedang dipukuli oleh ayahnya... yang membawa seorang wanita lain.

"CUKUPP!!" Alexa menjerit, lalu melindungi ibunya dengan pelukan erat.

"Alexa..! Minggir, cepat minggir! Pergilah, Nak!" Jane memerintahkan putrinya untuk membiarkannya seorang diri.

"Tidak mau!! Alexa tidak akan meninggalkan mommy! Tidak mauu!!" Alexa menjerit.

Tiba-tiba, Chris yang mengamuk secara buta itu menarik tubuh Alexa dengan kasar dan hendak memukuli istrinya lagi, namun--

"Tidakk!! Jangan pukul mommy!! Daddy..! Alexa mohon.." Alexa menjerit histeris sambil menangis, ia menahan kaki ayahnya dalam kedua lengannya.

Akhirnya, sang ayah yang seperti kesetanan itu mulai bernafas pendek-pendek dan keras, lalu berangsur-angsur tenang kembali.

Ia membungkukkan badan, kemudian menyentuh lengan putrinya dan berkata; "Alexa.. Daddy--"

PLAK

Tiba-tiba, Alexa menampar tangan ayahnya dengan kasar. Ia terlihat begitu marah dan kecewa. Matanya merah dan menyorotkan kebencian.

"Alexa..!" Jane berseru khawatir.

PLAK!

Tiba-tiba, wanita asing yang dibawa oleh Chris melayangkan sebuah tamparan pada pipi Alexa.

Melihat itu, kedua orang tua Alexa langsung berseru marah secara bersamaan.

"Stt, tunggu dulu. Aku tidak pernah melihat anak yang sekurang ajar ini kepada ayahnya. Lebih baik kamu mengendalikan diri, gadis kecil. Bila tidak, aku akan benar-benar merebut ayahmu." kata wanita asing yang terlihat barbar dan seenaknya itu.

"Amanda!" bentak Chris.

"Sayang, anakmu itu kurang ajar sekali padamu. Jadi, aku tidak tahan untuk memberinya pelajaran." tiba-tiba wanita itu berubah manja dan sok dekat dengan sang ayah.

Pemandangan itu membuat Alexa amat terkejut, jijik, dan muak. Matanya memandang tajam kepada mereka dengan penuh amarah.

"Tuh, lihat bukan? Anakmu itu melotot seperti setan. Bila kau memiliki seorang anak dariku, pastinya tidak akan seperti dia." ucap wanita bernama Amanda itu dengan pandangan menghina dan tanpa tata krama.

"Diam kau! Dasar wanita murahan! Pergi dari sini atau kami yang akan meninggalkan tempat ini sekarang juga!!" Alexa mengamuk.

"Alexa!" Jane segera menghampiri putrinya yang terguncang dan memeluknya erat.

"Jadi begitu. Kalian berdua memang bersekongkol untuk meninggalkanku? Kalau begitu, pergi! Pergi dari sini sekarang juga dan jangan membawa apapun!!" seru Chris dengan kejam dan dingin.

"Daddy jahat! Alexa sangat kecewa pada daddy! Alexa tidak akan pernah bertemu lagi dengan daddy, selamanya!!" Alexa menangis dan berlari menuju kamarnya.

"Alexa!" Jane pergi mengikuti putrinya.

Sementara itu, Chris pun merasa menyesal akan perkataannya. Ia nampak amat kesal pada dirinya sendiri dan memukul-mukul dinding dengan tangannya yang terkepal.

"Chris, sudahlah sayang. Lupakan saja keluarga kecil yang sama sekali tidak menghargaimu itu. Kamu masih memiliki aku." ucap Amanda, sambil menyentuh bahu Chris.

"Diamm!!"

PRANGG

Wanita itu menjerit. Chris membanting segala sesuatu yang ada di meja ruang tamu, termasuk vas bunga dan asbak rokok sehingga pecah berkeping-keping.

"Chris!!"

Wanita itu memanggil lelaki berusia 50 tahun tersebut, lalu berlari mengikutinya keluar meninggalkan rumah.

Sementara itu, Alexa dan ibunya berada di dalam kamar dengan suasana hati yang gundah, begitu pedih, dan susah untuk dikatakan.

Alexa hanya duduk termenung di atas ranjang, sementara ibunya itu sesekali menepuk-nepuk punggung Alexa lembut dengan salah satu tangannya, dan tangan lainnya menyisir rambut gadis itu setelah ia mengeringkannya dengan handuk.

"Alexa, bangunlah dan keringkan rambutmu dahulu, Nak." ucap Jane.

Alexa beranjak dari ranjang, dan dengan kurang bersemangat mengeringkan rambut dengan hairdryer. Akhirnya, ibunya pun membantunya.

Hari ini begitu penat dan menyesakkan dada bagi mereka. Namun, kini mereka telah mengerti tabiat sang ayah, dan akan selalu lebih waspada serta siap untuk meninggalkan rumah itu kapan saja muncul kesempatan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!