Baru Sebulan, Keluarga Pak Burhan dan Bu Hindun menempati Rumah itu.
Waktu itu...
Bu Hindun dan Pak Burhan, serta Anak satu-satunya yang baru berumur Empat tahun itu, sedang Asyik menonton TV di Ruang tengah Rumahnya.
Tiba-tiba...
"Brug! Brug!Brug!" Terdengar suara aneh dari atas atap Rumahnya.
Kebetulan, malam itu malam Jum'at Kliwon.
Malam yang ditakuti oleh kebanyakan Orang. Karena, katanya, malam Jum'at Kliwon adalah, malam yang suka di pakai oleh Orang-orang yang suka menggunakan Ilmu hitamnya. Untuk Memanggil Sosok Makhluk halus, Peliharaannya.
Ridwan, yang baru saja terpejam matanya, di pangkuan Ibunya itu. Jadi terbangun kembali.
Dia menatap Wajah Ibunya.
Kemudian, menatap ke atas ke arah suara.
"Takut Bu!" Katanya, sambil memeluk Ibunya kuat-kuat.
"Suara apa itu Pak?..." Bisiknya di telinga Suaminya. Duduknya bergeser, mendekati Pak Burhan, Suaminya itu.
"Entahlah Bu!" Jawab Pak Burhan, tak kalah berbisik.
"Brug... Brug... Brug... Praak!"
Suara itu terdengar lagi. Kini, di akhiri dengan Suara sesuatu. Seperti suara genting yang jatuh dari atap. Dan... Pecah berantakan!
"Pak... Suara itu terdengar lagi. Aku takut Bu!" Ucap Bu Hindun lagi, lebih pelan daripada tadi. Hampir tidak terdengar.
"Bu... Aku takut!" Si kecil Ridwanpun, makin erat memeluk Tubuh Ibunya. Diapun lalu menangis, karena ketakutan.
"Ssst! Jangan nangis! Takut kedengaran sama yang di atas atap itu." Bu Hindun, mencoba membujuknya.
"Brug... Brug... Brug... Praak...
Praak... Gedebrug!!!" Suara itu terdengar lagi, kini semakin keras.
Sangat mengganggu pendengaran Keluarga kecil, yang menghuni Rumah itu.
"Bagaimana ini Pak?..." Bu Hindun bertanya, masih dengan berbisik.
Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Tubuhnya mulai gemetaran. Karena, rasa takutnya.
Jam di dinding, jarumnya baru menunjuk ke angka sepuluh.
Tetapi, suasana malam itu, terasa sangat sunyi dan mencekam. Apalagi, di tambah dengan terdengarnya suara-suara aneh. Yang sangat mengganggu. Sungguh! Membuat semakin takut saja di buatnya.
Ridwan kecil, semakin erat memeluk Ibunya.
Tangis ketakutan, terdengar perlahan di telinganya Bu Hindun.
"Bu! Aku mau keluar dulu ya! Mau lihat, ada apa dan suara apa yang di atas itu. Ibu sama Ridwan, diam di sini! Jangan keluar!" Ujar Pak Burhan.
Dia mau mencoba untuk melihatnya ke luar!
"Jangan Pak! Aku takut!" Istrinya melarang Pak Burhan, pergi ke luar Rumah. Dipeganginya tangan Pak Burhan, Dia mulai menangis ketakutan.
"Tidak apa-apa.. Bapak lihat dulu sebentar. Ibu sebaiknya berdo'a! Jangan menangis! Bapak cuma sebentar. Ingin memastikan, suara apa itu sebenarnya." Ujar Pak Burhan lagi.
"Braak... Brug!!" Suara itu terdengar lagi. Seperti yang sengaja. Kini makin kencang
Saja.
"Sebentar Bu!" Ujar Pak Burhan, sambil beranjak ke luar Rumahnya.
Dia merasa penasaran, dengan suara gaduh yang terdengar dari atap Rumahnya itu.
Bu Hindun berdo'a sebisanya. Sambil menenangkan Anaknya. Yang terus menangis ketakutan di pelukannya.
Pak Burhan segera mengarahkan cahaya senternya, ke atap Rumahnya. Dengan perasaan takut yang masih menggelayut, di dalam hatinya.
"Tidak ada apa-apa... Tetapi, kenapa suara gaduh itu masih jelas terdengar. Berarti... Ya Allah... " Gumamnya ketakutan.
Dia segera mengalihkan arah cahaya senternya.
"
Berarti.. Itu suara Makhluk yang tak kasat mata." Bathinnya.
Tidak nampak apapun di atas genteng sana.
Anehnya...
Suara gaduh itu masih jelas terdengar di telinganya.
Dengan menahan rasa takut, Pak Burhan berjalan perlahan.
Yang di tuju, Rumah Mertuanya. Yang ada di Belakang Rumahnya.
Dia mau minta pertolongan dari Mertua dan Kakak Iparnya yang Laki-laki.
Dia tak berani menghadapi kejadian aneh dan tidak masuk akal itu Sendirian.
Suara gaduh dan berisik itu,masih terus terdengar.
Suaranya seperti Orang yang tengah berlari-lari, di atas genteng Rumahnya.
Namun, tak terlihat siapa yang tengah berlarian di atas genteng itu.
"Tok... Tok... Tok!" Pak Burhan mengetuk Pintu Rumah Mertuanya.
"Assalamualaikum..." Ucapnya. Matanya terus memandangi atap Rumahnya.
Bulu kuduknya mulai terasa berdiri. Merinding, karena takut.
Pak Burhan pun merabanya.
Lalu bergidik sendiri.
"Tok... Tok... Tok!" Dia ulangi ketukkan Pintunya.
Karena, belum ada Orang yang membukakan Pintunya.
Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang mendekati Pintu.
"Waalaikumsalam... Siapa di luar?..." Tanya yang di dalam.
Pak Burhan merasa senang! Sebentar lagi, Dia akan dapat bantuan.
"Saya... Burhan!" Sahutnya, secepatnya Dia menjawab.
Setelah Pintu di buka, dengan cepat Pak Burhan masuk ke dalam! Walaupun belum di suruh.
Rahman, Kakak Iparnya merasa kaget! Dengan sikap Pak Burhan, Adik Iparnya itu.
"Ada apa?..." Tanyanya heran.
"Ma'afkan Saya Kak! Kakak dengar suara itu enggak?..." Tanya Pak Burhan, sambil telunjuknya mengarah ke atap Rumahnya.
"Iya.. Suara apa itu?" Rahman balik bertanya.
"Enggak tahu Saya juga! Ada suaranya, tapi tidak ada apapun di atas genteng itu!" Sahut Pak Burhan lagi. Dia berbicara dengan perlahan.
"Coba Saya pinjam Senternya." Rahman langsung mengarahkan cahaya senter ke arah atap Rumah Adiknya itu.
Tak ada apapun di sana!
Hanya terdengar suara Gaduh yang sangat kencang.
Keributan itu membuat seluruh Keluarga Pak Jaya, sibuk mencari-cari asal suara, yang tak ada Wujudnya itu.
"Mana Hindun sama Anaknya?" Bu Jaya menanyakan Anak dan Cucunya yang tidak kelihatan berada di sana.
" Mereka ada di dalam Rumah!" Sahut Pak Burhan.
"Ya Allah... Kasihan Mereka!" Pak Burhan segera berlari kembali ke Rumahnya. Di sana Nampak Istri dan Anaknya, tengah berdo'a sambil menangis ketakutan.
"Ayo! Kita ke Rumah Ibu!" Ujar Suaminya, sambil menggendong Anaknya itu.
"Sekarang, Hindun sama Ridwan di Rumah Ibu dulu! Biar Saya dan Kak Rahman di sini. Semoga semua kegaduhan di atap itu bisa di tangani!" Ujar Rahman, menyarankan kepada Adik dan Keponakannya itu.
"Iya Kak!" Sahut Hindun. Dia ingin segera melepaskan perasaan takut yang dari tadi menghantuinya.
Rahman dan Burhan, mencoba mengerahkan semua Do'a yang Dia kuasai.
Dibacanya Ayat suci Al-Qur'an dengan khusu.
Keduanya memohon perlindungan dari Allah SWT.
Semakin kencang lantunan Ayat-ayat suci Al-Qur'an, semakin gaduh juga suara di atas genteng itu.
Sepertinya, Makhluk tak kasat mata itu tengah menantang Keduanya.
"Ayat Qursi baca dengan lantang. Jangan sampai kalah! Kita Manusia, lebih mulia daripada Syetan dan sebangsanya." Ucap Rahman.
Keduanya terus mengulang-ulang bacaan Ayat Qursi itu...
Dari jam sebelas malam, Pak Burhan dan Pak Rahman terus membacakan Ayat Qursi, dengan berulang-ulang.
Jam satu malam telah berlalu, Suara gaduh itu masih terdengar berisik.
Jam Dua... Jam Tiga...
Belum ada perubahan!
Rahman dan Burhan sudah nampak kelelahan...
Tapi keduanya tidak menyerah dengan begitu saja. Walau keringat dingin sudah bercucuran membasahi Tubuhnya.
Hingga akhirnya...
Perlawanan Rahman dan Burhan tidak sia-sia!
Kegigihannya mulai membuahkan hasil...
Do'anya Alhamdulillah... Di dengar dan di kabulkan oleh Allah SWT.
Tepat! Jam Empat pagi, suara gaduh itu mulai menghilang dari pendengaran Keduanya.
Suasana kembali sunyi...
Tak terdengar keributan lagi.
Hanya desiran angin yang semilir, menerpa dedaunan di luar sana.
"Alhamdulillah... Terimakasih Ya Allah! Kau telah mengabulkan Do'a Kami." Ucap Kedua Orang itu.
Di usapnya cucuran keringat, yang membasahi Tubuhnya.
Tak lama kemudian...
Adzanpun terdengar berkumandang, membangunkan Ummat Islam, untuk segera menunaikan Ibadah Shalat Subuh.
#####
Beberapa Tahun yang lalu...
Sebelum Rumah itu berdiri di sana...
Setelah selesai Shalat Subuh, Keluarga Pak Burhan dan Bu Hindun, sudah bersiap-siap untuk pergi ke lahan yang akan di jadikannya sebagai Tempat tinggalnya nanti.
Di atas Tanah itu, tumbuh sebatang Pohon Beringin yang sangat besar sekali.
Besarnya, kira-kira tiga kali rentangan tangan Orang Dewasa.
Sejak Bu Hindun masih kecil, Pohon Beringin itu sudah Tumbuh di sana.
Tak Seorangpun yang berani untuk menebangnya.
Karena, sudah beberapa kali di coba akan di tebang, Orang yang menebangnya, pasti merasa tidak kuat. Bahkan, Sudah banyak yang akhirnya jatuh Sakit.
Tanah itu, adalah Tanah Warisan dari orangtuanya Bu Hindun.
Sejak dulu...
Tanah itu tidak bisa di tanami. karena tidak ada sinar Matahari yang sampai ke sana.
Karena...
Terhalang rimbunnya daun Beringin yang rimbun itu.
"Kalian sudah yakin, mau membangun Rumah di sana?" Bu Heni, Ibunya Hindun memastikan kembali.
Sebelum Hindun Dan Suaminya, pergi ke Tanah yang ada Pohon Beringin nya itu. Waktu itu, Hindun dan Burhan tengah mempersiapkan peralatan yang akan di bawanya.
"Iya Bu... Kami akan mencobanya. Pak Ustadz Sulaeman yang akan memimpin penebangan Pohon Beringin itu." Sahut Burhan.
"Iya baiklah kalau begitu! Ibu sama Bapak juga akan ikut ke sana." Ujar Pak Jaya, yang baru keluar dari Kamarnya.
"Sekarang tidak Memanggil Eyang Kurdi?..." Tanya Bu Heni, Karena biasanya, kalau menyangkut masalah magis, Eyang Kurdi selalu tampil di barisan paling depan!
"Dia kan Sesepuh di Kampung ini. Tak mungkin kalau kita tidak mengundangnya." Ucap Pak Jaya.
"Bapak sudah berpesan dua hari yang lalu! Bahwa Kita, akan menebang Pohon Beringin yang ada di lahan itu." Lanjutnya.
Di ambilnya, Caping untuk menutupi Kepalanya.
"Rahman! Burhan! Ayo Kita berangkat sekarang. Mungpung masih Pagi! Biar tidak kepanasan. Ibu sama Hindun, nanti menyusul. Sekalian sambil membawa Makanan! Kita Sarapan di sana saja!" Pak Jaya mengajak Anak dan Mantunya, untuk pergi bersama.
"Baik Pak! Ayo!" Sahut Burhan yang sudah siap dengan Peralatan Perangnya.
Mereka bertiga berangkat beriringan.
Sedangkan Bu Heni dan Hindun, pergi ke Dapur untuk menyiapkan makanan untuk bekal di sana.
Setelah selesai sarapan, Pak Ustadz Sulaeman mendekati Pohon Beringin yang sangat besar itu.
Di bawah juntaian akar-akarnya, Beliau duduk bersila. Seakan tengah berinteraksi dengan Seseorang yang ada di sana.
Semua Mata memandang ke arahnya.
Seakan penasaran, dengan apa yang dilakukan oleh Pak Ustadz Sulaeman.
Tiba-tiba...
"Saya tidak mau di usir dari Tempat ini.. " Terdengar suara yang berat, dari Seorang Tetangga yang berada di antara Kami, nyeletuk begitu saja.
Semua Mata beralih memandang ke arah datangnya suara.
Ternyata... Istrinya Kepala Kampung yang berbicara begitu.
Matanya nampak memerah, seperti yang menahan amarah yang membuncah di dalam dadanya, yang terlihat naik turun.
"Bu! Sadar Bu..." Kepala Kampung mengingatkan Istrinya.
Yang di ingatkan malah memelototi Kepala Kampung. Seperti yang tidak suka.
"Bu... Nyebut!" Ujarnya lagi. Sambil di pegangnya tangan Istrinya itu.
Tetapi...
"Huuaah!" Ucapnya, Tangan Suaminya Dia kibaskan dengan sangat kasar. Hingga membuat Tubuh Kepala
Kampung itu, Terjerembab ke atas rerumputan yang lembab, di bawah Pohon Beringin.
"Ibu... Apa-apaan ini?..." Ujar Kepala Kampung, dengan sangat heran akan perlakuan
Istrinya yang seperti itu.
Mendengar ada suara Ribut-ribut di belakangnya.
Pak Ustadz Sulaeman, segera menoleh ke belakang.
Kemudian, Beliau menghampirinya.
"Biarin saja Pak Ketua. Biar... Saya mau bicara dengannya. Dia bukan Istri Pak Ketua yang bicara tadi. Tapi, Sosok Makhluk yang tak kasat mata, yang meminjam Tubuhnya." Ucap Ustadz Sulaeman, mengingatkan.
Mendengar perkataan Pak Ustadz Sulaeman seperti itu, Pak Ketua Kampung, mundur beberapa langkah.
Matanya tajam menatap mata Istrinya yang merah menyala. Tidak seperti biasanya.
Pak Ustadz Sulaeman berjalan mendekati Istrinya Ketua Kampung.
Yang di dekati mundur seperti yang ketakutan.
"Pergi... Menjauh Kau dari sini! Panas... Panas..." Ujarnya, sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Pak Ustadz Sulaeman, menghentikan langkahnya.
Istri Ketua Kampung tidak menjerit-jerit lagi. Kedua telapak tangannya, kini tidak menutupi wajahnya lagi. Tapi, Dia menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Kenapa... Kamu tidak mau di Pindahkan dari Pohon Beringin itu?" Tanya Pak Ustadz Sulaeman.
"Kami... Sudah lama tinggal di sini. Ini Rumah Kami... Hiii.... Hiii.... Hiiii..." Ucap Istrinya Ketua Kampung. Suaranya membuat bulu kuduk merinding. Apalagi mendengar tertawa cekikikannya itu.
Semua Orang yang ada di sana, dengan segera meraba tengkuknya.
"Astaghfirulahaladziiim... Istrinya Ketua Kampung kerasukan rupanya.." Orang-orang terdengar berbisik-bisik satu dengan yang lainnya.
Pak Ustadz Sulaeman, terus
bersitegang dengan Istri Ketua Kampung, yang tengah
Kerasukan oleh Makhluk yang tidak kasat mata, penunggu Pohon Beringin yang akan di tebang itu.
"Kami Manusia, makhluk Allah yang paling mulia!" Ujar Pak Ustadz Sulaeman dengan suara yang lantang.
Pak Ustadz Sulaeman, nampak membacakan Ayat-ayat suci Al-Qur'an, dan di arahkan ke Muka Istrinya
Ketua Kampung.
"Panas... Panas... "Teriaknya sampai memekakkan telinga semua Orang yang mendengarnya.
"Kalau Kalian bersikeras tidak mau pindah dari Tempat ini. Kalian akan merasakan yang lebih panas lagi dari ini!" Ujar Pak Ustadz Sulaeman lagi, dengan suara yang tidak kalah kencang dari tadi.
"Ampun... Ampun... Ampun!"
Istrinya Ketua Kampung menjerit histeris ketakutan.
"Tempat Kami boleh Kalian tebang! Tapi, Kami mau tetap berada di sekitar Tempat ini. Karena Kami harus menjaga Permata Merah Delimanya Ratu Kami
Hiii... Hiii... Hiii!" Ujarnya lagi, dengan suara yang menyeramkan.
Setelah berkata begitu, Tubuh Istrinya Ketua Kampung, langsung lemas seperti yang tak bertenaga.
Diapun terkulai, dan jatuh pingsan di bawah Pohon Beringin itu.
Bu Heni dan Ibu-ibu yang lainnya, yang kebetulan tengah berada di sana. Segera menghampiri Bu Ikah, Istri Ketua Kampung itu.
Mereka sibuk menyadarkan Bu Ikah yang tidak sadarkan diri.
Setelah beberapa sa'at, Bu Ikah nampak membuka matanya perlahan.
Dia menatap sekeliling. Nampak begitu heran.
"Alhamdulillah... Ibu sudah sadar." Ucap Bu Heni bersyukur.
"Memangnya... Saya kenapa?..." Bu Ikah bertanya keheranan.
"Ibu... Tadi Pingsan!" Sahut Bu Heni.
"Kenapa... Saya Pingsan?.." Tanya Bu Ikah lagi.
Seperti yang kebingungan.
"Sebelum Pingsan... Ibu sempat kerasukan." Ujar Bu Heni lagi.
"Astaghfirulahaladziiim..."
Ucap Bu Ikah.
Tiba-tiba...
"Apa-apaan ini?..." Eyang Kurdi bertanya dengan sangat marah.
Dia sepertinya tidak suka, melihat Orang-orang telah berkumpul di bawah Pohon Beringin itu, tanpa menunggu kehadirannya.
"Alhamdulillah... Eyang Kurdi sudah tiba.. " Ucap Pak Ustadz Sulaeman, menyambutnya dengan ramah.
"Jadi... Kita bisa mulai Penerbangannya." Lanjut Pak Ustadz Sulaeman lagi.
"Ooh... Belum di mulai?..." Tanya Eyang Kurdi, mereda.
"Belum Eyang... Tidak mungkin Saya melakukannya tanpa menunggu kehadiran Eyang." Ujar Pak Ustadz Sulaeman lagi.
"Baiklah... Kalau begitu. Ayo! Kita mulai." Ujar Eyang Kurdi.
Eyang Kurdi segera memulai Ritualnya. Dia memakai sesajen dan Kemenyan sebagai perantara, untuk Memanggil dan berinteraksi dengan Sosok Makhluk halus, penunggu Pohon Beringin itu.
Beda dengan yang dilakukan oleh Pak Ustadz Sulaeman tadi.
Tak lama, setelah Eyang Kurdi membacakan mantra-mantra andalannya, Dia terlihat seperti yang tengah berinteraksi dengan Seseorang. Namun, tak terlihat dengan Siapa Dia bicara...
Beberapa sa'at kemudian, Eyang Kurdi manggut-manggut.. Sepertinya Dia mengerti dan memahami, dengan apa yang di katakan oleh lawan bicaranya.
Eyang Kurdipun lalu menatap ke arah Pak Jaya. Dan katanya...
"Pak Jaya... Rupanya yang menunggu di Pohon Beringin ini, tidak mau di Pindahkan. Mereka membolehkan Pohon Beringinnya di tebang. Tetapi, Mereka akan tetap tinggal di Sekitar Tempat ini. Mereka tidak mau pergi dari Tempat ini. Bagaimana?..." Ujar Eyang Kurdi.
Perkataannya sama seperti yang di ucapkan tadi, sama Bu Ikah waktu kerasukan.
"Apa tidak akan membahayakan bagi Kami?.." Pak Jaya langsung bertanya dengan perasaan yang Khawatir.
"Tidak Pak Jaya... Mereka tidak akan mengganggu! Kalau Kita tidak mengganggunya." Sahut Eyang Kurdi lagi. Dia berusaha untuk meyakinkan.
"Baiklah kalau begitu... " Pak Jaya menyetujuinya. Setelah berunding dengan Seluruh Keluarganya.
"Karena, Keluarga Pak Jaya sudah setuju.. Baiklah... Para Bapak-bapak semua, ayo Siapa yang mau naik untuk menebas Ranting dan dahan-dahannya?" Ujar Eyang Kurdi menawarkan.
Ternyata... Tak Seorangpun yang bersedia untuk memanjat, naik ke Pohon Beringin itu.
Semuanya, hanya saling pandang satu sama yang lainnya. Tidak ada yang
menyanggupinya.
"Biarin... Saya saja yang manjat." Ucap Pak Burhan. Mantunya Pak Jaya.
"Iya... Sama Saya, Eyang!" Ujar Rahman, Kakak Iparnya.
Mendengar ada yang sanggup mau manjat Pohon Beringin itu, Semua mata melirik ke arah datangnya suara. Tatapannya terlihat seperti yang merasa lega, terbebas dari satu masalah.
"Kalau begitu, baiklah. Silahkan... Jangan lupa berdo'a dulu!" Pak Ustadz Sulaeman mengingatkan.
"Baik Pak Ustadz... Semuanya... Do'akan Kami! Biar tidak mendapatkan rintangan apapun. Biar lancar prosesnya." Ucap Rahman dan Burhan, serempak meminta Do'a kepada Seluruh Warga Kampung yang hadir di sana.
"Amiin... Ya Robbal Alamiin...!" Seluruh Warga yang hadir serempak mengaminkan.
Perlahan, Rahman dan Burhan memanjat Pohon Beringin yang sangat besar itu. Diiringi tatapan Khawatir Seluruh Warga Kampung yang hadir di Tempat itu.
Pertama-tama... Burhan menebas akar-akarnya, sedikit demi sedikit. Begitu pula dengan Kakak Iparnya.
Diapun sama menebas akar-akar Beringin yang menjuntai menutupi Pohon Beringin.
Alhamdulillah... Sampai penebangan Ranting-ranting dan Dahan-dahannya. Pekerjaan Burhan dan Rahman nampak lancar-lancar saja. Tidak ada kejadian yang tidak di harapkan.
Hingga Sore hari, hampir seluruh Ranting dan dahan Pohon Beringin itu, sudah berada di atas tanah.
Selama hampir Tiga Bulan, penebangan pohon beringin itu baru selesai. Dahan-dahannya sudah di potongin, di pisahkan dari cabang dan ranting-rantingnya.
Batang pohon beringin yang sangat besar itu, telah rapi dipotongin, untuk di jadikan kayu bakar.
Akarnyapun tak lupa di bongkar! Dikeluarkan dari dalam Tanah.
Dengan menyisakan Lobang yang sangat besar...
"Alhamdulillah... Penebangan telah selesai. Tinggal Kita merencanakan Pembangunan Rumahnya." Ujar Pak Jaya.
"Lobangnya harus di tutupi terlebih dahulu! Karena, Rumahnya akan di dirikan di atas lobang itu." Ujar Pak Jaya.
"Baiklah kalau begitu.. Sekarang Kita menutup lobangnya dulu." Para Pekerjapun dengan segera menggali Lubang untuk pembuangan sampah.
Sementara itu, Tanah hasil dari galiannya di buat untuk menutupi Lobang bekas akar pohon beringin itu.
Karena, dikerjakan secara beramai-ramai, Penutupan lobang itu cepat selesai.
Keesokkan harinya, Pengukuran Tanah pun di lakukan.
Setelah mendapatkan ukuran yang inginkan. Mulailah Pembangunan Pondasipun di laksanakan.
Waktu Penempatan batu Pondasi, di tanah bekas lubang pohon beringin itu...
Terjadilah keanehan.
Batu selalu kelelep masuk ke dalam tanah. Padahal... Lubang itu sudah di timbun dengan tanah, dan sudah di padatkan pula.
Seorang Pekerjapun, kakinya terjebak masuk ke dalam tanah itu...
"Kakiku... Kakiku... Tersangkut!" Ujar Seorang Pegawai, sambil menarik-narik kakinya, yang terperosok ke dalam Tanah bekas Akar pohon beringin itu.
Pegawai yang lainnya, sibuk menggali kembali Timbunan Tanah itu.
Akhirnya, dengan susah payah, Kaki Pegawai itupun bisa di keluarkan dari timbunan Tanah itu.
Pekerjaanpun terpaksa si tunda untuk beberapa sa'at.
Hampir setiap hari, ada saja yang terperosok ke dalam bekas akar pohon beringin itu.
Setelah Pemasangan Pondasi beres. Tinggal pemasangan batu batanya. Agar Bangunan segera berdiri.
Batu bata pun dipasang satu demi satu.
Sudah ada kira-kira satu meter tingginya, batu bata itu terpasang.
Siang itu...
Para pekerja tengah menikmati santapan makan siangnya, sambil beristirahat.
Tiba-tiba...
Batu bata merah yang sudah di pasang itu. Dengan perlahan-lahan... Masuk ke dalam tanah. Tepat! Di atas bekas Tumbuhnya pohon beringin itu.
Semua mata melotot! Menyaksikan kejadian itu.
"Astaghfirulahaladziiim..." Bu Heni, yang berada paling dekat dengan tempat itu, terpana kaget. Menyaksikan kejadian aneh itu.
Matanya melotot dengan mulut yang ternganga ketakutan.
"Ya Allah... Kenapa bisa begini?... Pertanda apa ini?.."
Bu Hindun menjerit ketakutan.
"Pak Ustadz! Bagaimana ini?.." ujar Pak Jaya cemas.
"Eyang! Kenapa bisa begitu?.." Yang lainpun bertanya tak mengerti.
"Ibu... Aku takut... Ini pertanda buruk!" Ucap Bu Hindun kepada Ibunya, Dengan penuh khawatir.
Dipeluknya Anaknya itu. Bu Heni mencoba untuk menenangkan Anaknya.
"Tidak usah nangis! Nanti, pasti ada jalan keluarnya" ujarnya menenangkan hati Putrinya.
"Tenang... Tenang... Semuanya harap Tenang!" Ucap Pak Ustadz Sulaeman.
"Iya Tenang... Selama ada Saya, kalian semua jangan takut! dan jangan merasa cemas! Semuanya akan Saya tangani! Harap Tenang! Semuanya." Eyang Kurdi mencoba menenangkan, dengan menyanggupi akan menanganinya.
Perkataan yang takabur!!!
"Eyang Kurdi bicaranya takabur" Ucap Pak Ustadz Sulaeman, bergumam.
Beliau kurang setuju dengan perkataannya Eyang Kurdi.
"Baiklah... Sekarang Kita bereskan lagi! Mungkin, Timbunan tanahnya kurang padat. Ayo! Kita padatkan lagi tanahnya. Setelah itu, Kita dirikan lagi temboknya." Ucap Pak Ustadz Sulaeman.
Para Pegawai dan Seluruh Warga Kampung itu berdo'a dengan khusu.
Sedangkan Eyang Kurdi, membakar Kemenyan nya, untuk berkomunikasi dengan Makhluk penunggu pohon beringin itu.
Setelah beberapa saat, Eyang Kurdi nampak manggut-manggut.
Tak lama kemudian...
"Pak Jaya... Ternyata Makhluk yang tinggal di sini itu, meminta tumbal. Bagaimana ini?.." Ujar Eyang Kurdi. Dia mengatakan apa yang Dia dengar.
"Mohon ma'af Eyang... Kami Sekeluarga tidak akan menurutinya. Kami serahkan Semuanya kepada Allah SWT." Sahut Pak Jaya. Tetap pada pendiriannya.
"Iya Eyang... Sekarang, kita serahkan semuanya kepada Allah SWT. Kita jangan menuruti keinginan Setan dan sejenisnya. Lebih baik Kita memohon pertolongan kepada Allah SWT." Ujar Pak Ustadz Sulaeman.
"Kalau begitu keputusannya, terserah! Saya tidak bertanggung jawab. Kalau suatu saat nanti. Ada suatu kejadian yang tidak di inginkan!!" Ujar Eyang Kurdi.
Semuanya saling pandang, setelah mendengar perkataan Eyang Kurdi, yang seperti mengancam. Karena,
Tidak mematuhi semua perkataannya.
Sedangkan Pak Ustadz Sulaeman dan Pak Jaya Sekeluarga tidak mau melakukannya. Karena, Mereka takut tergolong Orang-orang yang Musyrik.
"Ayo! Kita kerjakan lagi seperti tadi. Semoga, sekarang temboknya tidak akan roboh lagi." Pak Ustadz Sulaeman berharap.
"Baik Pak Ustadz." Sahut para Pekerja.
Mereka mulai membangun tembok dari awal lagi.
Dengan perasaan cemas dan Khawatir, satu demi satu batu bata itu di susunnya dia atas adukan pasir dan semen.
"Coba sekarang, jangan langsung di susun banyak-banyak. Setelah satu baris, biarkan mengering dulu adukannya. Setelah kering, baru di tambahin bata lagi." Ujar Tukang, mengingatkan Para Pegawainya.
"Semoga dengan cara ini, dinding temboknya tidak akan roboh lagi." Lanjutnya lagi.
Semuanya lalu bekerja sesuai dengan apa yang di perintahkan.
Hingga menjelang Sore, Alhamdulillah... Tidak ada lagi Insiden di Tempat pembangunan Rumah itu.
Dinding Temboknya tidak ada yang roboh lagi.
Tidak ada lagi, kaki yang terperosok ke dalam timbunan tanah, bekas akar pohon beringin bersemayam itu.
Semua merasa senang, dengan hasil yang Mereka inginkan.
"Semoga Pembangunan Rumahnya cepat selesai. Jadi, di Tempat ini tidak akan terlihat gelap, dan menyeramkan lagi seperti dulu." Ujar Pak Ustadz Sulaeman.
"Iya Pak Ustadz.. Kami juga berharap begitu. Karena, hari sudah sore... Pekerjaan hari ini, Dicukupkan sampai di sini saja. InsyaAllah... Hari esok Kita lanjutkan kembali
Pekerjaannya. Selamat sore selamat beristirahat! Supaya besok pagi, Tenaganya pulih kembali! Dan, Kita bisa bekerja lagi dengan penuh Semangat! Mari Semuanya! Assalamualaikum!" Ucap Pak Jaya, mengingatkan kepada para Pekerjanya.
Semua bubar untuk kembali pulang ke Rumahnya masing-masing.
Keadaan pun jadi Sepi lagi...
Tempat itu jadi lengang lagi...
Tak ada Seorangpun yang nampak di sana. Semua sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Semua merasa senang dan tenang, Karena, tidak ada gangguan apapun lagi.
Sampai selesai rumah itu di bangun.
Tidak ada lagi hal-hal yang aneh di Tempat itu.
Tanah yang dulunya nampak terlihat sangat Angker dan menyeramkan itu, karena adanya pohon beringin yang sangat besar, dengan dahan dan ranting-rantingnya yang menjulur kemana-mana.
Kini...
Tidak ada lagi kesan angker dan menyeramkan di sana.
Cuma...
Kalau malam hari tiba, hawa magis masih sedikit terasa di sana.
Entah karena, Sosok Makhluk halus penunggu pohon beringin itu tidak mau pindah dari sana.
Yang jelas...
Seminggu setelah Rumah itu selesai di bangun, lalu di adakan lah Syukuran kepada Allah SWT.
Maka...
Keluarga kecil Pak Burhan pun, menempatinya.
Tanpa adanya rasa takut ataupun ngeri dan khawatir.
Dan...
Benar saja! Tidak ada apapun yang terjadi di sana!
Tidak ada yang mengusiknya.
Hingga sampai satu Bulan,
Pak Burhan dan Bu Hindun serta Anak satu-satunya, yang baru berusia empat tahun itu, menempati Rumah itu.
Namun...
Ketenangan itu tidak berlangsung lama, dirasakan oleh Keluarga kecil itu.
Hingga suatu malam...
Keluarga Pak Burhan di ganggu oleh suara gaduh dari atas atap rumahnya.
Seperti suara yang tengah berlarian di atas genteng. Namun, tak terlihat siapa yang melakukannya.
Siapa yang berlarian di sana?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!