...Jangan Rubah Takdirku...
Di setiap doaku
Di setiap air mataku
Selalu ada kamu
Di setiap kataku
ku sampaikan cinta ini
Cinta kita
Ku tak akan mundur
Ku tak akan goyah
Meyakinkan kamu mencintaiku
Tuhan ku cinta dia
Ku ingin bersamanya
Ku ingin habiskan nafas ini berdua dengannya
Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya
Bersama sampai akhir.
^^^Andmesh Kamaleng^^^
Cinta bukanlah mencari pasangan yang sempurna, tapi mencintai pasangan kita dengan sempurna.
..."Asma Nadia"...
...****...
Sudah hampir satu jam lamanya, Zia masih semangat bergerak liar di atas tubuh suaminya hanya untuk membuat suaminya mencapai puncak. Wanita cantik berumur 26 tahun itu tidak peduli pada lelah fisiknya yang harus terus terkuras karna mendominasi permainan panas ini. Keringat bercucuran, bukan hanya di wajahnya, tapi hampir di semua bagian tubuhnya. Menandakan jika wanita itu amat kelelahan. Namun senyum manis dan tulus masih tersungging di bibirnya, hanya untuk suaminya yang sudah 5 bulan terakhir berubah dingin padanya.
"Sudah Zi.! Percuma saja,,"
Kata - kata itu selalu menjadi cambuk yang menyakitkan bagi Zia. Semangatnya meredup seketika, hatinya kembali merasakan sakit atas penolakan yang dilakukan oleh Gavin.
Zia menyingkir dari atas tubuh Gavin. Turun dari ranjang lalu memunguti satu persatu bajunya yang berserakan di lantai dengan sesak di dada yang kian menyiksa. Sejak tadi, wanita cantik itu berusaha menahan air matanya agar tidak membasahi pipi putihnya. Meski sejujurnya dia amat terluka dengan sikap Gavin.
Sudah 5 bulan ini Gavin enggan menyentuhnya lebih dulu. Zia yang ingin tetap mempertahankan rumah tangganya, mencoba untuk mengatasi sumber masalah utama yang terjadi pada bahtera rumah tangga yang baru berjalan 4 tahun ini.
Waktu yang masih terbilang singkat untuk usia pernikahan, namun sikap tidak sabar yang ditunjukan oleh Gavin dan keluarganya, membuat pernikahan itu akhirnya diterpa permasalahan hingga berada di ujung tanduk.
Gavin memakai kembali pakaiannya, dia terus menatap Zia yang beranjak ke kamar mandi dengan sedikit penyesalan di hatinya. Gavin menyadari sikapnya yang sudah keterlaluan pada istri yang dulu di puja - puja olehnya.
Gavin bahkan harus berjuang keras untuk mendapatkan hati Zia seutuhnya. Dia harus bersaing dengan beberapa pria yang memperebutkan Zia di kampusnya. Namun nasib baik berpihak pada nya, gadis cantik pujaannya itu lebih memilihnya daripada memilih pria yang jauh lebih kaya darinya.
Tapi apa yang dia lakukan pada Zia sekarang, dia hanya menorehkan luka setiap harinya.
Zia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sedikit basah. Dia baru saja mencuci wajahnya untuk menghapus kesedihan yang dia rasakan akibat penolakan Gavin.
Langkah Zia terlihat gontai, dia menuju ranjang dan membaringkan tubuhnya di sana tanpa melihat Gavin sedikitpun. Wanita itu pun langsung membelakangi suaminya.
"Maafkan aku Zi,,," Ucap Gavin lirih. Dia menatap punggung istrinya, rasanya ingin memeluk Zia untuk mengobati luka yang baru saja dia torehkan pada hatinya. Namun Gavin mengurungkan niatnya, dia sudah merasa jenuh dengan rumah tangganya bersama Zia yang sampai saat ini belum di karuniai seorang anak.
"Meminta maaf untuk mengulanginya lagi. Aku sudah bosan mendengarnya mas,," Sahutnya lirih.
Memang benar yang Zia katakan. Hari ini Gavin meminta maaf, tapi dikemudian hari dia akan kembali mengulangi kesalahan yang sama dengan penolakan. Gavin terus membuat luka, lalu menutupnya, kemudian membuat luka lagi dan menutupnya lagi, begitu seterusnya.
"Sampai kapan kamu akan bersikap dingin padaku. Aku sedang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga kita. Aku bahkan rela bersikap seperti seorang pela**r di atas ranjang, agar hubungan kita kembali seperti dulu."
"Kalau kamu terus seperti ini, bagaimana aku bisa hamil.? Kamu tidak pernah mau menyelesaikan permainan." Sesal Zia dengan nafas yang tercekat.
Zia menarik selimut, menutupi tubuhnya hingga sebatas leher. Sejujurnya dia sudah sangat malu pada Gavin. Zia yang terus mengemis pada Gavin untuk melakukan hubungan sek***l, tapi pada akhirnya selalu berakhir seperti ini.
Gavin selalu menghentikan permainannya, laki - laki itu seolah tidak bernafsu lagi padanya hingga sulit untuk mencapai puncak.
Apa kurangnya Zia.? Wanita berparas cantik dengan kulit putih, dan memiliki bentuk tubuh yang seksi.
"Aku sudah lelah Zi.! Kamu pikir 4 tahun bukan waktu yang lama.?"
"Selama itu kita sudah berusaha tapi nyatanya sampai detik ini tidak membuahkan hasil.!" Tegasnya. Gavin mulai terbawa emosi.
"Kamu ingin menyuruhku untuk bersabar lagi.? Sampai kapan Zi.?!!"
Nada bicara Gavin semakin meninggi. Zia menyentuh dadanya yang bergetar, suara tinggi Gavin mampu menghadirkan luka dalam dirinya.
"Banyak pasangan suami istri di luar sana yang bernasib sama seperti kita, bahkan ada yang baru memiliki anak di usia pernikahan mereka yang menginjak tahun ke 10." Tutur Zia dengan suara lembutnya.
"Kenapa kalian tidak mau bersabar lebih lama lagi."
"Kamu harus percaya mas, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil."
"Mungkin saat ini Tuhan ingin memberikan waktu lebih lama lagi bagi kita untuk menghabiskan waktu berdua, sebelum hadirnya buah hati di tengah - tengah kita."
Sakit di hati Zia memang belum pudar, tapi wanita berhati putih itu masih tetap bersikap baik pada Gavin. Berbicara dengan tutur kata yang lembut dan menenangkan.
Terdengar helaan nafas berat yang keluar dari mulut Gavin. Laki - laki itu sudah lelah membahas hal yang selalu membuat suasana hatinya memburuk.
"Besok aku keluar kota, ada meeting di restoran cabang." Tuturnya.
"Sebaiknya kita tidur,,"
Ini yang membuat Zia tidak suka pada Gavin. Laki - laki itu selalu mengalihkan pembicaraan atau memilih untuk mengakhiri pembicaraan sebelum mereka menyelesaikannya.
Zia berbalik badan, mencoba untuk berbicara lagi dengan Gavin. Namun Gavin membalik badan membelakanginya.
Entah hubungan rumah tangga macam apa yang mereka jalani akhir - akhir ini. Mereka lebih banyak merasakan kepedihan dan menguras emosi, dari pada merasakan kebahagiaan.
Tidak seperti awal - awal pernikahan hingga menginjak tahun ke 3, kebahagiaan dan keromantisan dalam hubungan bisa mereka rasakan setiap harinya.
...***...
Zia sudah menyiapkan sarapan, juga menyiapkan baju kerja suaminya. Wanita cantik itu juga sudah mandi, berdandan cantik dan wangi untuk suaminya. Sejak awal pernikahan hingga saat ini, Zia memang selalu tampil sempurna di depan Gavin, hanya untuk menyenangkan hati suaminya yang kini mulai berubah.
"Bangun mas,," Zia berdiri di samping ranjang, dia menggoncang pelan lengan Gavin. Laki - laki tampan itu masih damai dalam tidurnya. Di pandanginya dengan lekat, wajah Gavin yang dulu selalu memberikan kebahagiaan untuknya. Hingga Zia merasa tidak butuh lagi sosok orang lain disisinya. Baginya, memiliki Gavin disisinya sudah lebih dari cukup.
Gavin bisa menjadi sosok pengganti kedua orang tuanya yang sudah lama meninggal, bahkan sebelum dia bertemu dengan Gavin.
"Mas,,, Bangun,,," Sekali lagi Zia mengguncang lengan Gavin. Laki - laki berbadan besar dan tinggi itu mulai menggeliat. Dia membuka mata, masih berusaha mengumpulkan kesadarannya.
"Jam berapa,,?" Suara serak Gavin membuat Zia mengulum senyum.
"Setengah tujuh,,"
"Katanya mau ke luar kota, jadi aku bangunin lebih awal. Takutnya di jalan macet,,,"
Gavin hanya diam mendengarkan penjelasan Zia. Dia terus menatap wajah cantik Zia yang sejak dulu tidak pernah memudar, bahkan terlihat semakin cantik.
"Baju kamu udah aku siapin,," Zia akan beranjak, namun Gavin bangun dan menahan tangannya.
Dia menarik tangan Zia, satu tangan lagi menarik pinggang Zia hingga wanita itu jatuh dalam pangkuannya.
Gavin langsung melu**t bibir Zia, m*nyes@pnya setiap inci bibir Zia yang sejak dulu menjadi candu baginya. Perlahan wanita cantik dalam pangkuannya mulai terbawa suasana, ciuman panas di pagi hari berlangsung cukup lama.
"Maafkan aku Zi,," Ucap Gavin tulus.
Dia menempelkan keningnya pada kening Zia. Dengan satu tangan menangkup pipinya.
Zia hanya mengangguk dengan seulas senyum.
...****...
Langsung masukin ke daftar favorit yah, jangan lupa tinggalkan like setelah membaca😊
Zianka, atau yang kerap di sapa Zia. Wanita berparas cantik itu memiliki hati seluas samudera dan kesabaran yang sampai saat ini belum mencapai batas, meski berkali - kali Gavin melukai hatinya dengan lisan yang begitu menyayat.
Cinta dalam hatinya begitu besar pada sosok suaminya. Hingga mampu menghapus setiap luka yang torehkan oleh Gavin.
Zia hanya bisa berdo'a, berharap rumah tangganya akan kembali harmonis seperti dulu. Tentunya Zia juga berdo'a agar segera di karuniai anak yang akan membuat rumah tangganya tetap utuh.
"Mandi dulu, nanti kesiangan berangkatnya,," Zia menangkup kedua pipi Gavin. Satu kecupan penuh cinta mendarat di bibir Gavin. Wanita cantik itu turun dari pangkuan suaminya. Sudut bibirnya terangkat, melempar senyum manis pada Gavin sebelum keluar dari kamar.
Gavin masih diam di tempatnya. Setiap kali mereka selesai berdebat masalah anak, dia selalu diselimuti kegundahan. Laki - laki berumur 28 tahun itu mulai bimbang dengan rumah tangganya yang tidak lagi seharmonis dulu. Sudah jarang kehangatan yang dia rasakan dalam menjalani hari - harinya bersama Zia. Kebahagiaannya pun kian meredup, bahkan rasa cinta untuk Zia perlahan sedikit memudar.
Gavin begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam hidupnya. Di tambah dengan tekanan dari pihak keluarga yang membuat keinginan Gavin semakin kuat, hingga akhirnya menjadi duri dalam rumah tangganya sendiri.
Adik perempuannya yang usianya sama dengan Zia, bahkan sebentar lagi akan melahirkan anak kedua.
Jika mereka sedang berkumpul keluarga, pertanyaan yang menyayat hati sering kali dia terima. Gavin sadar bukan hanya dirinya saja yang terluka, Zia pun merasakan hal yang sama.
Dan terkadang hal itu membuatnya merasa kasihan pada Zia. Tapi ego Gavin terlalu besar, dia mencoba untuk tidak peduli dengan sakit hati yang diterima oleh Zia akibat ucapan keluarganya.
...***...
Gavin menghampiri Zia yang sudah menunggunya di meja makan. Melihat dasi yang belum terpasang dan masih menggantung begitu saja di leher Gavin, dengan sigap Zia berdiri dan meraih dasi itu.
Zia begitu telaten memasangkan dasi di leher Gavin dengan penuh rasa cinta dan baktinya sebagai seorang istri.
Seharusnya Gavin bersyukur memiliki istri sebaik dan setulus Zia. Zia paham betul akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Dia nyaris sempurna dalam melayani suaminya. Sikapnya pun begitu lembut dan tidak pernah sekalipun membatah ucapan suaminya.
Sayangnya, hanya karena Tuhan belum memberikan kehidupan didalam rahimnya, Gavin melupakan keistimewaan Zia yang begitu sempurna sebagai seorang istri.
"Makasih,,," Satu kecupan mendarat di kening Zia. Wanita cantik itu tersenyum kaku dengan mata yang berkaca - kaca. Andai rumah tangganya baik - baik saja sampai saat ini, pasti kecupan itu tidak akan meremas hatinya sepertinya.
Meskipun dia tau jika Gavin tulus melakukannya, tapi kecupan itu terasa hampa. Tidak ada rasa didalamnya. Bagaimana hatinya tidak sakit.
"Kamu berangkat jam berapa.?" Tanya Gavin, dia mulai duduk di depan meja makan.
"Suruh supir saja yang mengantar,,"
Zia ikut duduk di samping suaminya, menyendokan makanan kedalam piring milik Gavin.
"Jam 9. Laporan keuangan bulanan sudah menunggu,,," Sahutnya. Zia tersenyum kecil untuk mencairkan suasana.
"Kamu tidak lelah.?" Gavin terus menatap istrinya sejak tadi. Meski Zia mengulas senyum tapi Gavin bisa melihat kesedihan di matanya.
2 tahun menjalin kasih, dan 4 tahun membina rumah tangga bersama Zia. Waktu yang terbilang cukup lama, tentu saja Gavin bisa mengetahui seperti apa suasana hati Zia hanya dengan melihat sorot matanya.
"Ada Mitha yang bisa menghandle nya. Jangan terlalu di pusingkan dengan urusan resto Zi,," Tambahnya lagi. Gavin mulai menyuapkan makanan kedalam mulut.
"Justru aku akan lebih pusing kalau tidak menghandle resto." Tuturnya.
"Aku butuh kesibukan untuk melupakan permasalahan kita, meski hanya sesaat,," Suara Zia begitu tercekat, dia begitu terluka tapi mencoba untuk tetap bertahan dalam badai yang sedang menerpa rumah tangganya. Baginya selama tidak ada kekerasan fisik dan perselingkuhan, Zia akan tetap bertahan sebesar apapun luka yang akan dia dapatkan pada akhirnya. Asal rumah tangganya baik - baik saja setelah ini.
"Ziii,,," Tegur Gavin dengan suara lirih. Dia tidak mau membahasnya lagi. Sejujurnya Gavin juga terluka, tapi tidak ada jalan keluar yang bisa dia ambil untuk menyelesaikan masalah mereka. Gavin tidak mungkin menceraikan Zia. Meski cintanya sedikit memudar, tapi laki - laki itu tidak sanggup jika harus melepaskan Zia.
"Aku mohon jangan membahas masalah kita lagi,,"
Gavin meraih tangan Zia yang ada di atas meja, dia menggenggamnya erat. Zia menatap Gavin, keduanya saling pandang dengan tatapan dalam penuh luka.
"Kita akan berusaha lagi,," Ucapnya tegas.
Gavin sadar, mungkin sudah seharusnya dia bisa lebih sabar lagi menghadapi ujian dalam rumah tangganya. Seperti Zia yang selalu sabar menerima ucapan menyakitkan dari dirinya dan keluarganya.
Zia hanya meresponnya dengan anggukan kepala. Dia sudah sering mendengar ucapan itu dari mulut Gavin. Tapi nyatanya Gavin selalu menyerah.
Zia tau akan kegundahan Gavin, yang membuat semangat berjuangnya naik turun.
Sarapan pagi mereka di lewati dengan keheningan setelah membahas masalah itu. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing - masing.
Selepas mengantar Gavin sampai ke depan, Zia kembali pergi ke dapur untuk meminum obat penyubur kandungan. Meski tidak ada masalah dengan rahimnya dan terbilang subur, Zia tetap meminta obat penyubur kandungan setiap kali selesai konsultasi ke dokter.
Entahlah, Zia saja bingung. Padahal baik dirinya maupun Gavin, mereka tidak mempunyai masalah untuk mendapatkan keturunan. Mungkin mereka memang harus lebih bersabar lagi sampai Tuhan memberikan kepercayaan untuk menghadirkan buah hati dalam rumah tangga mereka.
Jika tidak di uji dalam hal materi ataupun orang ketiga, rumah tangga bisa di uji dalam hal sulit mendapatkan keturunan. Seperti yang sedang di alami oleh Gavin dan Zia.
Dan sudah sepatutnya mereka harus sabar menghadapi ujian yang menerpa rumah tangganya.
...***...
Zia yang sudah sampai di resto, langsung mengecek laporan keuangan bulanan yang sudah ada di meja kerjanya.
Sudah 1 tahun terakhir, Zia memang terjun langsung mengurus restoran cabang milik mereka. Tepatnya sejak rumah tangga mereka sering dibumbui dengan perdebatan.
Hal itu dilakukan Zia untuk bisa melupakan masalahnya sejenak, meskipun hanya saat berada di resto saja.
Dia tidak mau pikirnya hanya fokus pada permasalahan yang sedang mereka hadapi, dan pada akhirnya hanya akan membuatnya semakin sakit dan terpuruk.
"Zi,,," Seseorang masuk kedalam dan menyapa Zia, namun rupanya pikiran Zia sedang melayang jauh. Perdebatan tadi malam dan pagi tadi, membuatnya terus memikirkan hal itu.
"Zianka Pramesty,,!!" Kali ini dia lebih keras lagi memanggil Zia, bahkan menyebutkan nama lengkap Zia.
Wanita cantik itu tersentak kaget, dia menatap orang yang baru saja memanggilnya.
"Mitha..! Kamu mau bikin aku jantungan.?!" Tegurnya.
Yang di tegur hanya tertawa kecil.
"Lagian kamu Zi,,, pagi - pagi sudah melamun."
"Pak Gavin berulah lagi.?"
"Hempaskan saja laki - laki model seperti itu, Zi,!"
Ketus Mitha. Dia ikut merasakan kepedihan yang di alami oleh Zia.
Akhir - akhir ini Zia memang menceritakan masalah rumah tangganya pada Mitha. Manager resto sekaligus bawahannya itu, sudah di anggap seperti sahabat oleh Zia. Bahkan Mitha memanggil Zia hanya menyebutkan namanya saja, tanpa ada embel - embel Bu / Ibu. Usia Mitha pun tidak jauh berbeda, hanya selisih 2 tahun lebih tua dari Zia.
"Aku mencintainya Mit,," Ujar Zia lirih. Itu sudah cukup menjadi jawaban jika Zia tidak mampu meninggalkan Gavin.
"Persetan dengan cinta, pada akhirnya kamu sendiri yang tersiksa." Tegasnya.
"Lihat aku dong, sekarang aku jauh lebih bahagia setelah menghempaskan laki - laki brengsek itu."
"Jangan menggunakan logika untuk menghadapi laki - laki yang berpotensi 'habis manis sepah dibuang'.!" Geram Mitha penuh kekesalan.
Nasib Mitha bahkan lebih tragis, suaminya sudah berselingkuh.
"Jangan menjadikan anak sebagai patokan keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan dalam berumah tangga Zi. Nyatanya Aldo selingkuh di belakangku meski kami sudah di karuniai 2 orang anak,,"
"Laki - laki memang hanya bisa memikirkan kebahagiaannya sendiri."
"Selama ini apa kurangnya kita sebagai seorang istri yang selalu melayaninya dengan baik. Tapi mereka tidak menghargai itu,," Geram Mitha penuh emosi.
Apa yang di katakan Mitha memang hampir seluruhnya benar. Tapi Zia tidak terpengaruh sedikitpun, dia masih punya harapan untuk membuat rumah tangganya bahagia seperti dulu lagi. Zia akan terus berusaha untuk menghadirkan buah hati dalam rumah tangga mereka.
...***...
Likenya jangan sampai ketinggalan 🥰.
Jangan lupa vote juga yah,,,
Mitha menggeleng melihat Zia yang hanya diam tanpa bereaksi apapun meski dirinya sudah mencoba untuk menyadarkannya. Bos sekaligus sahabatnya itu memang terlalu mendalami cinta, hingga menutup logika. Sudah berulang kali Gavin menyakitinya meski tidak menggunakan kekerasan fisik, tetap saja Zia masih bertahan. Padahal dari penuturan Zia, Mitha bisa melihat kalau Gavin sudah tidak menghargai Zia sebagai istrinya.
"Kamu itu terlalu banyak berfikir Zi." Ujarnya.
"Di luaran sana pasti banyak laki - laki yang mau sama perempuan cantik seperti kamu. Tentunya yang jauh lebih baik dari pak Gavin dan bisa menghargai kamu,,"
Sebagai sesama perempuan, Mitha bahkan mengakui kalau Zia terlalu sempurna sebagai seorang perempuan sekaligus istri.
Rasanya sangat di sayangkan kalau Zia masih mau bertahan dengan Gavin yang tidak lagi menghargainya sebagai istri, hanya karena mereka tak kunjung di karuniai seorang anak.
Zia menghela nafas berat, menatap Mitha dengan raut wajah yang serius.
"Ini bukan perkara tentang yang lebih baik dan tidak Mit. Aku dan Gavin sudah lama bersama. 6 tahun bukan waktu yang singkat untuk membiarkan hubungan ini berakhir begitu saja."
Rasa sesak kembali menyeruak dalam hatinya. Terlalu banyak kenangan indah yang sudah mereka lukis bersama, yang tidak akan mudah untuk dia hapus begitu saja.
"Selagi aku masih mampu bertahan, dan tidak ada kekerasan fisik ataupun orang ketiga, aku siap terluka demi keutuhan rumah tanggaku Mit."
"Aku yakin Tuhan hanya sedang menguji rumah tangga kami. Ujian yang nantinya akan membuat kami lebih bijak dan tegar untuk menghadapi segala permasalahan yang mungkin akan kembali menerpa."
Zia sangat yakin kalau dia dan Gavin mampu melewati semua ini, dan Tuhan akan memberikannya buah hati secepatnya.
"Ya sudah terserah kamu saja Zi. Aku hanya mencoba untuk membuka mata dan hati kamu. Karena kamu pantas bahagia,,"
Sebagai seorang sahabat, Mitha memang tidak seharusnya ikut campur terlalu jauh dengan masalah rumah tangga Zia. Namun wanita itu terlanjur kasihan pada sahabatnya yang menurutnya terlalu baik dan sabar itu.
"Makasih banyak Mit, kamu sudah peduli padaku,,"
"Tentu saja Zi, aku akan selalu peduli dan ada untukmu,,"
Keduanya melempar senyum tulus.
...***...
Saat jam makan siang, Zia mendapat pesan dari Gavin. Suaminya itu akan langsung menjemputnya setelah pulang dari luar kota.
Gavin memang tidak pernah absen mengantar jemput Zia, mereka pun sering terlibat obrolan santai ataupun serius tentang masalah resto yang mereka kelola. Hanya saja sikap Gavin sebagai seorang suami, berubah dingin. Gavin tidak sehangat dan seromantis dulu.
Sementara itu Gavin sudah bersiap untuk pulang. Dia baru saja memimpin rapat di resto cabang terbesar yang ada di kota Bandung. Juga mengecek perkembangan resto di sana.
Kaki jenjangnya mulai menapak tegap, keluar dari ruang rapat di susul sekretarisnya yang mengekorinya di belakang.
"Maaf Pak, saya boleh langsung pulang.?" Tanya Nindy dengan hati - hati. Dia sudah berhasil mengejar langkah Gavin hingga bersejajar dengan atasannya itu.
Saat Gavin menoleh, Nindy segera mengalihkan pandangannya. Mata tajam Gavin selalu berpotensi membuat jantungnya berdegub kencang.
"Kamu pakai apa kesini.?" Suara datar Gavin saja mampu membuatnya meremang.
"Pakai taksi online pak,,"
"Lalu pulangnya.?"
"Eh,,,?" Nindy mendongak, menatap Gavin dengan wajah bengongnya.
"Pakai taksi online lagi pak,,"
"Saya antar kamu pulang,," Ucap Gavin tegas. Dia kembali melangkahkan kakinya, tanpa membiarkan Nindy menjawab lebih dulu.
Wanita berumur 25 tahun itu segera berlari kecil mengejar Gavin.
"Maaf Pak, makasih tawarannya. Saya pulang sendiri saja,," Tolaknya halus. Nindy membungkuk hormat pada Gavin.
Selain tidak mau merasakan senam jantung, Nindy juga ingin menghindari fitnah.
"Tidak ada penolakan Nindy,," Ucap Gavin penuh penekanan.
Gavin merasa bertanggung jawab atas sekretarisnya itu. Dia juga tidak mungkin membiarkannya pulang sendiri menggunakan taksi online lagi yang sudah pasti akan merogoh kantong yang lumayan.
Lagipula mereka akan sama - sama pulang ke Jakarta.
"Ba,,baik Pak,,"
Mau tidak mau, Nindy tetap ikut pulang bersama dengan Gavin.
Perjalanan dari Bandung ke Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 jam, tapi terasa begitu lama bagi Nindy. Suasana di dalam mobil terasa begitu canggung, meski hanya Nindy saja yang merasakannya. Sedangkan Gavin tetap bersikap santai dan biasa saja.
"Terima kasih banyak Pak,,," Ucap Nindy sembari menundukkan kepalanya.
"Hemm,,," Jawaban singkat Gavin membuat Nindy semakin kikuk. Wanita itu segera keluar dari mobil Gavin dan menutup pintunya kembali.
Saat itu pula Gavin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Laki - laki itu menuju restoran untuk menjemput istrinya.
Nindy terlihat menghela nafas lega. Sejak di dalam mobil, dia seperti menahan nafas karena gugup.
...***...
Begitu pintu di buka, Zia langsung tersenyum lebar pada laki - laki yang duduk di kursi kemudi dengan setelan jas yang masih rapi, dan wajah yang masih tetap tampan meski hari sudah menjelang sore.
Gavin membalas senyum Zia, senyum tulus namun sedikit dibumbui kekecewaan.
"Gimana meetingnya mas.? Lancar,,?"
Zia menutup pintu, lalu memasang seatbelt di badannya. Wanita cantik itu tiba - tiba diam memaku, begitu juga tangannya yang tidak bergerak meski tadi sedang memasang seatbelt.
Indera penciumannya sedang menghirup dalam aroma parfum wanita yang terasa menguar di dalam mobil.
"Aku mengantarkan Nindy. Kasian kalau dia harus bolak - balik menggunakan taksi,,," Jelas Gavin.
Rupanya laki - laki itu paham apa yang ada di dalam pikiran Zia.
Zia bernafas lega, hampir saja dia berfikir buruk pada suaminya.
Entah akan sehancur apa hatinya jika Gavin memiliki wanita lain di belakangnya.
"Maaf mas,, aku,,,
" Tidak apa Zi,,," Jawab Gavin lembut.
Dia tau apa yang di khawatirkan oleh istrinya.
Gavin sadar, mungkin karena perubahan sikapnya pada Zia, membuat wanita cantik itu mulai menaruh curiga padanya.
Gavin langsung melajukan mobilnya menuju rumah.
Begitu sampai, keduanya langsung masuk kedalam kamar.
Rumah besar mereka terasa sangat sepi meski ada penjaga rumah dan beberapa asisten rumah tangga.
Itulah kenapa Gavin begitu menginginkan kehadiran seorang anak dalam rumah tangga mereka. Karena setiap pulang ke rumah, dia merasa ada yang kurang. Membuat dirinya terkadang merasa hampa akhir - akhir ini.
"Mau langsung mandi mas.?" Tawar Zia dengan wajah yang selalu melempar senyum pada suaminya.
"Aku siapin airnya dulu yah,," Zia hendak berjalan ke kamar mandi, namun Gavin memegang tangannya.
Zia sempat melirik sekilas pergelangan tangannya yang di genggam oleh Gavin, lalu beralih menatap suaminya dengan perasaan cemas. Zia takut Gavin akan kembali membahas soal anak dan membuat mereka berdebat lagi nantinya.
"Mau mandi bareng,,?" Tawar Gavin. Kecemasan Zia lenyap begitu saja, kini jantungnya yang di landa masalah karena terus berdetak kencang.
Sudah lama sekali Gavin tidak pernah mengajaknya mandi bersama, tiba - tiba saja hari ini dia mengajaknya setelah tadi malam sempat berdebat.
Mungkinkah Gavin sedang mencoba untuk mengembalikan keharmonisan rumah tangga mereka seperti dulu.? Zia bertanya - tanya dalam hatinya.
"Zi,,," Tegur Gavin.
Lamunan Zia buyar seketika. Wanita itu langsung mengangguk dengan senyum yang mengembang penuh. Setidaknya ajakan mandi bersama yang di tawarkan oleh Gavin, mampu mengembalikan sedikit kebahagiaannya yang sempat menghilang.
Keduanya masuk kedalam kamar mandi, berendam dalam bathtub.
Hanya selang beberapa menit, adegan panas tidak bisa di hindari. Kali ini Gavin yang memulainya.
Laki - laki itu mencoba berusaha lebih keras lagi untuk menghadirkan buah hati dalam rumah tangga mereka. Tapi entah sampai kapan Gavin mampu untuk berusaha kembali.
Desahan keduanya memenuhi kamar mandi luas itu. Rupanya Gavin tak sampai di situ, meski keduanya sudah melakukan pelepasan, Gavin membawa Zia ke ranjang dan mengulangi kegiatan panas itu lagi dengan gairah yang menggebu.
...****...
Pastikan like setelah baca😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!