Tengah malam di suasana yang sedang genting. Sepasang suami istri dengan ditemani Asisten pribadinya mengemudikan mobilnya dengan tujuan ke rumah sakit terdekat.
Sang istri, bernama Rebecca, tengah mengandung sembilan bulan dan malam itu sudah waktunya untuk ketiga bayinya lahir. Hamil di usia muda, berusia 19 tahun. Namun Rebecca tidak pernah mempermasalahkan itu.
Suaminya bernama Yusuf Ali, seorang chef dan pemilik restoran serta minimarket di beberapa titik di Kota mereka tinggal.
"Ngantuk?" tanya Adam kepada Willy.
"Iya, Tuan. Saya baru kembali dari Australia dan malah … ya, biasalah!" keluh Willy.
"Yang sabar, ya. Menunggu orang lahiran memang seperti ini. Aku akan menemanimu, tenang saja." ucap Adam menepuk Bahu Willy.
Adam dan Willy memutuskan untuk ke mushola. Mereka akan istirahat di sana, sampai mendengar kabar bahagia dari Yusuf dan Rebecca. Sementara Airy yang sudah panik di minta masuk oleh Yusuf untuk menemaninya.
Adam dan Airy adalah kandung dari Yusuf Ali. mereka menyempatkan waktu untuk bisa menemani adik iparnya melahirkan. Sementara Willy, ia adalah Asisten pribadi Rebecca. Rebecca mantan Ratu Mafia yang tak terkalahkan pada masanya.
Menikah dengan seorang lelaki sholeh dan lembut seperti Yusuf yang bisa membuat Rebecca berubah jauh lebih baik.
---
Tepat jam 3 pagi, akhirnya ketiga bayi itu lahir dengan selamat. Satu bayi laki-laki dan dua bayi perempuan. Lahiran dengan normal, namun Rebecca pingsan dan harus di tangani lebih lanjut lagi.
Keunikan dari ketiga bayi itu sudah terlihat. Bayi laki-laki yang lahir lebih dulu ini memiliki mata biru seperti Rebecca, namun rambutnya ikal hitam.
Lalu, bayi kedua, memiliki lesung sejak lahir. Ketika nangis, lesung nya sudah terlihat sangat jelas.
Bayi ketiga, memiliki rambut pirang seperti Rebecca. Namun badannya lebih besar dari dua saudara yang lainnya. Bayi ketiga ini tidak sering menangis, ia cenderung lebih banyak tidur daripada bayi kedua yang sangat usil.
"Lucu, ya. Lihat mata anak lelaki ini, cantik sekali," ucap Airy menimang bayi lelaki tersebut.
"MasyaAllah, adil banget. Allah memberi Yusuf putra putri yang masing-masing memiliki kesamaannya dengan ibu dan ayahnya," sahut Adam yang sudah sampai saja di sana.
"Ah iya, aku punya sesuatu buat keponakan pendekar ini."
Adam menyematkan sebuah gelang berwarna hitam dengan lambang keluarga keluarganya.
"Apa itu?" tanya Airy.
"Ini lambang keluarga kita. Aku cuma buat dua sih, buat Rafa sama ini doang, hehehe …." senyuman Adam yang menyebalkan bagi Airy.
"Kenapa cuma dua, keponakan Mas Adam kan bejibun nantinya!" seru Airy. "Yang adil dong!"
"Iya, aku bikin lagi buat Baby Feng. Kalau anaknya Falih cowok, ntar aku berikan juga," jawab Adam.
"Sayang, si baby boy-nya punya tanda lahir di lengan kiri. Seperti mirip bentuk elang, ya?" celetuk Adam.
"Ih, bener juga. Unik banget, mata biru, si kiwil kriting haha …."
Airy meletakkan baby boy dan beralih kedua baby girl. Bayi itu terlihat sedikit berbeda, wajah bayi kedua dominan mirip almarhumah Aisyah, dan bayi ketiga lebih mirip Yusuf. Sementara anak lelakinya mirip Rebecca.
"Kok, mirip almarhumah Ami, ya? Nggak adil banget, si Ayanna dan Anthea mirip Gu. Ini kenapa baby kedua mirip Ami," rengek Airy.
"Stt, baby ketiga masih bobok, jangan berisik sayang …."
***
Apa yang ditakutkan Rebecca semuanya terjadi. Ketika Rebecca masih tak sadarkan diri, satu dari ketiga bayi itu diculik oleh Cindy dan Tuan Wilson. Bayi tersebut adalah bayi laki-laki yang di mana sebelumnya Adam baru saja memberikan gelang dengan lambang keluarga buatannya sendiri.
"Kita dapat anak lelakinya, Rebecca kamu akan hancur saat ini juga!" desis Cindy.
"Tuan Wilson, mau kita apakan bayi ini?" tanya Cindy.
"Buang, atau kamu bunuh saja. Aku tidak suka dengan anak kecil!" sulit Tuan Wilson.
Ketika Cindy hendak membuang bayi tersebut, ia melihat mata indah milik bayi berjenis kelamin laki-laki itu. Ada saya ketertarikan tersendiri dalam hatinya. Cindy mengurungkan niatnya untuk membuang bayi itu dan hendak merawatnya seperti anak sendiri.
"Kenapa hatiku begitu damai melihat bayi ini? Dia sangat rupawan, dan baru saja tersenyum kepadaku,"
"Apakah, aku tidak seharusnya membuang bayi ini? Kalau begitu, aku akan merawat bayi ini saja. Siapa tahu, saat besar nanti, dia bisa menjadi alat bagiku untuk membalas dendam kepada Rebecca, dan mendapatkan Yusufku kembali."
Rupanya, Cindy belum menyerah untuk mendapatkan Yusuf. Naas, ketika mengendarai mobilnya, Tuan Wilson dan Cindy mengalami kecelakaan. Tuan Wilson meninggal di tempat, tapi Cindy dan bayi itu selamat dan mencoba menyelamatkan diri.
"Aku tidak boleh mati, aku belum membalas dendamku kepada Rebecca. Anak ini juga masih hidup, aku harus merangkak keluar sebelum mobil ini meledak,"
"Sungguh ajaib, bayi ini sama sekali tidak menangis meski keningnya terluka."
Duar!
Ledakan mobil yang mereka kendarai meledak. Tuan Wilson sudah tiada sebelum mobilnya meledak. Ia akan mati terbakar di dalam sana.
Cindy berusaha tetap berjalan, ia tidak menyerah meski kakinya terluka parah. Sampai pandangannya mulai kabur, dirinya kehilangan banyak darah dan akhirnya ia jatuh pingsan.
Beruntung sekali malam ini itu ada seseorang yang menemukan Cindy dan membawanya pergi jauh dari Jogja. Dan sampai saat itu, Yusuf beserta keluarga yang lainnya akan kehilangan jejak sang bayi laki-laki. Meski nantinya, hanya Adam dan Airy yang bisa menemukan bayi itu kembali. Namun, kapan itu tidak tahu pastinya.
***
Kembali ke rumah sakit. Rebecca yang sudah siuman meronta karena putranya telah hilang. Meski dirinya pingsan, ia bisa mendengar dengan jelas jika bidan mengatakan anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki.
"Dimana, putraku?"
"Kak, Mas, dimana putraku?"
"Siapa orang yang telah menculiknya?"
Rebecca histeris karena putranya hilang. Sampai dokter harus membiusnya agar Rebecca bisa lebih tenang.
"Putraku, Mas Adam di mana putraku?" suara Rebecca semakin melemas.
"Mas, dimana aku harus mencari putraku?" tanya Yusuf juga sudah pasrah.
"Sabar, Cup. Kita pasti akan menemukan putramu secepatnya,"
"Yusuf …." Airy memeluk Yusuf.
Selalu saja Airy yang menemani Yusuf ketika sedang mengalami kesulitan. Bukan berarti Raihan tidak menyayanginya, namun kedekatan Yusuf memang lebih kepada Airy sejak kecil.
Seminggu berlalu, sampai acara puputan juga putra mereka belum ketemu. Kondisi Rebecca semakin memburuk, bahkan ia sampai tidak bisa memberikan air susu kepada kedua putrinya.
Berbagai cara sudah dilakukan oleh Yusuf, Willy dan juga keluarga yang lain. Namun, sangat sulit mencari bayi baru lahir yang hilang.
"Sayang, kamu jangan seperti ini. Masih ada dua putri yang membutuhkan kasih sayangmu. Ki …." ucapan Yusuf tersela.
"Apa Mas Yusuf tidak mencintai putra kita? Apa Mas Yusuf sudah pasrah dan merelakan anak kita hilang? Dimana hati nuranimu, Mas!" bentak Rebecca.
Yusuf tersentak, ia sangat lelah mengurus dua putrinya sendirian dan Rebecca hanya bersedih karena satu putranya hilang.
"Kita masih punya Allah, aku yakin jika putra kita akan ketemu, Re!"
"Tapi tolong jangan seperti ini. Jangan karena satu putramu hilang, kamu jadi menelantarkan dua putrimu yang ada di depanmu,"
"Berdoa dan berusaha itu jawabannya. Tidak dengan termenung dan terus bersedih seperti ini!"
"Lihatlah mereka, dengar tangisan mereka, Rebecca. Mereka juga putri-putrimu, mereka membutuhkanmu! Jangan egois, Re!" Yusuf sampai menggenggam erat lengan Rebecca karena emosi.
"Yusuf!" teriak Airy yang baru saja datang.
Rebecca yang ketakutan langsung berlari bersembunyi di balik tubuh Airy. Yusuf tak sepenuhnya bersalah, ia juga lelah mengurus dua putri sekaligus dengan istrinya yang terus mengurung diri di kamar.
"Kamu apa-apaan, sih, Suf? Nggak kayak gini, dong. Caramu itu kasar tau nggak, sih?" tegur Airy.
"Kak, aku hanya …."
"Cukup! Mulai sekarang, si kembar aku yang ngurus, kalian urus saja diri kalian masing-masing!" Airy sudah sangat kesal, ia menggendong kedua bayi perempuan tersebut dan membawanya pulang.
Yusuf dan Rebecca memohon untuk Airy tidak membawa kedua putrinya pergi. Datanglah Adam dan Raihan menengahi mereka. Memberikan pengertian dan solusi tepat untuk mereka.
Jika di posisi Rebecca, kehilangan anak memang sangat menyakitkan. Tapi, Yusuf juga tidak salah, dia seorang lelaki yang sudah untuk mengurus dua bayi sendirian. Disisi lain, Yusuf juga masih terus mencari putranya, disisi lain dia juga harus mengurus kedua bayi perempuannya.
Di dunia ini, tak ada sesuatu yang benar-benar abadi. Semua makhluk hidup pasti pernah kehilangan materi, kesempatan, cinta, sampai orang-orang yang disayang.
"Dalam hubungan berumah tangga, jangan biarkan ego menjauhkan dua hati yang saling menyayangi. Jangan kehilangan sampai kalian kehilangan satu sama lain hanya karena sebuah krikil kecil," tutur Raihan.
"Ini bukan kerikil kecil lagi, Bang. Aku kehilangan putraku, aku mengandungnya selama sembilan bulan, dan orang lain mengambilnya begitu saja dariku. Apakah aku harus ikhlas begitu saja, hah?" teriak Rebecca.
"Re, kami mengerti apa yang kamu rasakan saat ini. Kami juga merasakan semuanya, tapi kamu masih memiliki dua putri yang masih bayi. Mereka masih membutuhkan kamu, Re …." sahut Airy.
"Lihatlah suamimu, apakah kamu tega melihat keadaannya yang kacau seperti itu? Hargai perjuangannya," lanjut Airy.
"Ketika kamu kehilangan, relakan itu dengan senyuman dan ambil pelajaran. Dan percayalah, Allah akan mengganti dengan yang lebih baik lagi." tukas Adam.
Yusuf mendekati Rebecca, menggenggam tangannya dengan erat. Bahkan sampai bersimpuh meminta maaf. Ia terus menciumi tangan sangat istri, berharap jika Rebecca mau membuka mata hatinya untuknya dan kedua putrinya.
"Sayang, aku di sini. Kedua putri kita di sini, kami membutuhkanmu. Apakah kamu tega mengabaikan kami seperti ini?" suara Yusuf sampai serak.
Menjadi sabar dan ikhlas memang tak mudah, tapi itu harus. Belajarlah untuk menerima arti kehilangan dan penantian. Namun, bagi Rebecca semuanya berbeda. Dia telah kehilangan seluruh keluarganya, dan kini putranya.
"Kami tetap akan mencari putramu sampai ketemu, Re." lanjut Raihan.
Rebecca menangis, ia melihat kedua putrinya yang begitu mungil. Memang tak seharusnya Rebecca mengabaikan mereka.
"Maafin aku ya, Mas. Aku yang bodoh, aku bener-bener egois. Maafkan Aku …."
Yusuf langsung memeluk istrinya, ia tetap akan berusaha mencari putranya. Meski mustahil baginya, hanya saja doa yang selalu menyertainya.
Keadaan Rebecca semakin membaik, dia mampu mengendalikan emosinya dengan baik. Bahkan bisa dibilang kondisi Rebecca sudah stabil.
Suatu pagi yang cerah, sampailah suatu pesan dari Cindy terkirim di ponselnya. Dalam pesan tersebut, ia meminta untuk Rebecca meninggalkan Yusuf.
Cindy juga mengancam jika Rebecca sampai bicara jujur dengan Yusuf, maka ia akan menyakiti putranya.
"Apa, jadi kamu …?"
"Ya, Re. Akulah yang menculik putramu. Dia ada bersamaku saat ini. Kau mau dengar?" desis Cindy.
Saat itu, bayi laki-lakinya Rebecca pas sedang menangis. Rebecca semakin resah, Cindy juga mengirim bukti jika bayi laki-laki itu adalah putranya.
"Aku sudah mengirim gelang rumah sakit yang menempel di tangan putramu. Aku sudah mengirimkan ke rumahmu,"
"Ikuti intruksiku jika kau tak ingin putramu tersakiti! Setuju atau tidak, aku tidak memberimu pilihan, Rebecca." Cindy menutup telponnya.
"Kurang ajar! Rupanya, Cindy yang menculik anakku, aku tidak boleh diam saja. Aku harus bertindak!" sulut Rebecca.
Kling ….
Pesan masuk di ponsel Rebecca.
[Ingat, jangan macam-macam. Atau putramu yang akan menanggung semuanya!] -ancam Cindy.
"Astaghfirullah hal'adzim, apa yang harus aku lakukan?" gumam Rebecca kebingungan.
Rebecca kini tahu jika bayinya diculik oleh Cindy. Setelah memiliki anak, seorang wanita akan terlihat lemah karena anaknya.
Sebelumnya, Rebecca sangat gesit dan tangkas dalam memikirkan sesuatu. Ia juga selalu berhati-hati dalam bertindak. Namun sekarang, karena nyawa anaknya di tangan orang lain, ia menjadi lemah dan gampang terperdaya.
[Apa yang kau inginkan, Cindy?] -tanya Rebecca.
[Sederhana, perceraian!] - jawab Cindy tanpa basa-basi.
Namun, percakapan itu terhenti karena Yusuf masuk ke kamar. Ia meminta Rebecca untuk menjemur bersama baby twins-nya.
"Assalamu'alaikum, sedang apa, yang?" tanya Yusuf.
Rebecca tersenyum, ia terpaksa berbohong. Ia merasa, selama dirinya larut dalam kesedihan, Yusuf sudah terlalu banyak mengorbankan waktu untuknya dan dua bayinya.
"Wa'alaikumsalam, Mas. Aku sedang bermain dengan kedua putriku. Mereka wangi sekali meski belum mandi, ada apa, Mas?
"Alhamdulillah, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku ingin mengajakmu untuk menjemur anak kita di depan rumah," ajak Yusuf.
~Mas Yusuf, aku tidak tahu apa yang aku lakukan ini benar atau salah. Putraku akan aman bersama Cindy dimana dia berada. Keinginanku menikah dan memiliki anak bersamamu juga sudah aku dapatkan. Kini, aku akan pergi, membawa satu putriku bersamaku, dan membiarkanmu hidup dengan damai. Tanpa permasalahan yang bersumber dariku~
Dua hari berlalu, Rebecca memutuskan untuk mengajukan perpisahan dengan Yusuf. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan bagi Yusuf. Tidak ada badai dan tak ada maslah diantara mereka.
Lalu, dengan santainya Rebecca meminta perpisahan dengannya. Tentu saja Yusuf menolak, bahkan ia juga menentang perpisahan yang Rebecca inginkan.
"Apa? Pisah? Kamu kalau ada masalah denganku, katakan!"
"Jangan tiba-tiba minta pisah, sedangkan aku tidak tau apa kesalahan yang telah aku lakukan kepadamu, Re!"
Rebecca menarik nafas dengan dalam, dan mengeluarkan secara perlahan. Menguatkan hatinya, dengan menyebut nama almarhum Ayah dan Ibunya.
"Mas, aku sudah tidak cinta lagi denganmu, dan aku ingin … kamu segera mengucapkan talak kepadaku," ucap Rebecca dengan nada bergetar.
Semua itu atas desakan Cindy, ia terus pengancam akan membawa putranya pergi jauh dari keluarga kandungnya, jika Rebecca dan Yusuf masih tetap bersama.
"Re, jika karena cinta membuatmu ingin berpisah dariku … aku siap untuk membuatmu jatuh cinta lagi kepadaku," ucap Yusuf lirih, ia mulai meneteskan air mata.
"Aku mohon jangan ada air mata berhargamu yang menetes, menangisi wanita sepertiku," ucap Rebecca menyeka air mata Yusuf.
"Lepaskan aku, Mas. Ini demi kebaikan kita semua," mohon Rebecca.
"Aku mencintaimu, Re. Lillahita'ala, apapun yang membuatmu marah, benci maupun memudarnya cintamu kepadaku, tolong katakan! Aku akan memperbaiki kesalahanku," Yusuf sampai memohon.
"Jika putra kita yang kamu inginkan, aku siap mencarinya saat ini juga. Lalu, aku akan kembali saat aku sudah menemukannya. Tapi tolong, jangan katakan ingin aku berpisah dariku lagi …." sejauh apapun Yusuf memohon, keputusan Rebecca sudah tak bisa di ganggu digugat.
Ia sampai menodongkan pistol ke arah kepala Yusuf, lalu dengan tangan satunya lagi, ia mengarahkan belati yang sudah tersimpan lama dalam almari itu ke dadanya.
"Aku tidak main-main, Mas. Talak aku sekarang juga, atau ketiga anak kita akan menjadi yatim piatu,"
"Kita tau betul rasanya menjadi yatim piatu, bukan?" hardik Rebecca.
Kebetulan saat itu, Airy dan Laila datang hendak bermain dengan putri kembar mereka. Sontak, membuat Airy dan Laila terkejut melihat pemandangan yang mengerikan itu.
"Re …."
"Jangan mendekat, atau kami akan mati di depan kalian!" Rebecca juga tak tanggung-tanggung menghardik Airy dan Laila.
"Yusuf, ada apa ini?" tanya Laila.
Yusuf menatap mata Rebecca lekat-lekat, ia melihat ada kesedihan, kewaspadaan dan ketakutan dalam mata birunya. Dengan sekali tetesan air mata lagi, akhirnya Yusuf mengiyakan apa yang Rebecca mau.
"Kau ingin perpisahan, bukan? Maka aku akan berikan," ucap Yusuf lirih.
"Yusuf!" teriak Airy.
"Besok, tante Clara akan mengirim surat dari pengadilan untukmu. Aku yang akan memberimu perpisahan ini,"
"Yusuf," Airy semakin tak kuasa menahan emosinya.
"Aku yang membawamu dalam kehidupanku, aku yang mengulurkan tangan kepadamu, juga bersedia terluka untukmu. Maka sekarang, aku juga yang akan melepas belenggu rumah tangga ini," ucap Yusuf dengan suara parau.
"Aku bawa si lesung, kau bawa si pirang. Itu jauh lebih baik, sementara kamu bisa tinggali rumah ini. Aku akan kembali ke rumah Kakakku, assallamu'alaikum, ibunya anak-anakku." tukas Yusuf dengan tegar.
Baik Rebecca dan Yusuf masih sama-sama menahan air matanya. Mereka masih saling mencintai, namun Yusuf lebih memilih untuk mengalah. Ia tidak ingin Rebecca terluka lagi perasaannya karena dirinya.
"Re, apa kamu yakin? Masih banyak waktu untuk memperbaiki semuanya," Laila mencoba menahan niat buruk tersebut.
"Tinggalkan aku, Kak. Aku butuh waktu sendiri," ucap Rebecca membawa si pirang masuk ke kamar.
Sementara itu, Airy terus menahan langkah Yusuf untuk pergi dari rumah itu dengan si lesung. Upaya Airy hanyalah sia-sia, sampai di rumah airy, Yusuf sama sekali tidak mengatakan apapun juga.
"Assalamu'alaikum," salam Yusuf.
"Wa'alaikumsallam, Yusuf, Ma. Ada apa?" sambut Adam.
Adam melihat ada yang tidak beres antara Yusuf dan Airy, ia pun meminta Ayanna untuk membawa si lesung main ke rumah Syakir atau ke rumah Gehna. Kemudian meminta penjelasan kepada keduanya.
"Ada apa, Suf?" tanya Adam.
"Yusuf dan Rebecca akan berpisah, entah apa alasannya. Mereka tiba-tiba ingin berpisah," jawab Airy.
"Astagfirullah hal'adzim, apa benar itu? Apa alasannya, Suf?" tanya Adam.
"Aku mau ke pesantren, tolong jaga si lesung dulu, ya. Assallaumu'alaikum."
Ketika Airy hendak mengejar Yusuf, Adam menahan tangannya. Adam berharap Airy tidak terlalu dalam mencampuri urusan rumah tangga adiknya. Meski hubungan mereka sedang diambang perpisahan.
Sementara itu, kabar bahagia malah datang dari Falih dan Shinta. Putra pertama meraka telah lahir dengan sehat. Kini, keluarga sangat bingung. Antara bahagia menyambut kedatangan bayi-bayi di bulan yang sama, atau bersedih karena pasangan utama sedang mengalami masalah.
Malam itu, Yusuf yang tengah duduk termenung menemani putrinya tidur, dihampiri oleh Adam.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,"
"Belum tidur?" tanya Adam.
"Belum ngantuk, Mas," jawab Yusuf memainkan ponselnya.
"Kamu sudah yakin?" tanya Adam.
"Dia yang minta, maka aku akan berikan. Ada hak yang dia tutupi dariku. Aku tidak akan menahannya lagi, jika memang dia jodohku, Allah pasti tidak akan memisahkan kami berdua." jelas Yusuf.
Perpisahan memang tak bisa dihindari lagi. Cindy terus mengancam, dan Yusuf sudah lelah untuk meyakinkan Rebecca. Tak ada keyakinan dalam diri Rebecca untuk Yusuf. Maka Yusuf pun tak ingin egois, ia tetap melepas Rebecca meski hatinya menolak.
Waktu berjalan dengan cepat. Talak pertama dan talak kedua sudah Yusuf turunkan didepan pengadilan, didepan dua saksi dan didepan keluarga.
Sejauh ini Yusuf dan Rebecca masih terlihat tegar. Mereka masih sama-sama tersenyum satu sama lain.
"Suf, ini baru dua talak. Masih ada waktu untuk kalian rujuk kembali, sebelum talak terakhir terjadi," tutur Raihan.
"Bang, semuanya sudah Rebecca putuskan. Ia ingin perpisahan … dan Aku sudah lelah untuk meyakinkan bahwa aku bisa memecahkan semua masalahnya dalam rumah tangga ini,"
"Tapi dia terus memaksaku dan akhirnya aku yang kalah, Bang. Biarkan semua ini terjadi, dan berlalu dengan sendirinya." ucap Yusuf masuk ke mobilnya.
Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang suami telah menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.
Namun, saat ini sidang putusan terakhir sebelum hakim ketuk palu dan memutuskan Yusuf dan Rebecca bukanlah suami istri lagi.
Hakim kembali bertanya, "Apakah perpisahan ini, akan dilanjutkan atau tidak?"
Baik Yusuf dan Rebecca menjawab tetap dilanjutkan sampai benar-benar mereka hidup masing-masing. Akhirnya, yang diinginkan Cindy terlaksana. Yusuf dan Rebecca resmi berpisah, mereka bukan pasangan halal lagi.
Suatu saat, jika mereka hendak kembali, Rebecca harus menjadi janda lelaki lain dahulu, agar bisa bersatu kembali bersama Yusuf.
Rebecca masih terlihat tegar, sifat dinginnya muncul kembali setelah sekian lama telah terpendam. Berbeda dengan Yusuf, air matanya mulai terjatuh ketika Airy memeluknya.
"Maafkan aku, Kak. Aku tidak bisa menjaga amanah ini, aku lelaki yang buruk," ucap Yusuf dalam pelukan Airy.
"Aku menyesali perpisahan ini, tapi semua harus terjadi. Aku masih mencintainya, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, Kak." air mata Yusuf terus mengalir membasahi bahu Airy.
Situasi itu, tak jauh beda ketika Ami mereka meninggal dahulu. Dimana Yusuf selalu membuat hati Airy tegar, kini Airy yang berbalik memberi bahu untuk adiknya.
"Yusuf, dengarkan kakak. Kakak akan menjadi ibu bagi si lesung, kakak, Mas Adam, Bang Rai, Laila dan yang lainnya akan menjaga putrimu,"
"Kamu adikku, kamu laki-laki yang sangat tulus, ini bukan kesalahan siapapun. Takdir, ini takdir ya Allah berikan kepadamu, kamu tetap semangat, ya."
"Jangan lupa, kamu masih tetap harus menafkahi putrimu si pirang meski dia bersama dengan ibunya." tutur Airy.
Sampai akhirnya, perpisahan tahap akhir mereka. Yusuf mengungkapkan semua isi hatinya kepada Rebecca, sehingga pecahlah air mata Rebecca saat itu.
"Mata biru, mata yang sangat indah yang sudah memikatku selama 7 tahun waktu itu. Kamu tumbuh menjadi wanita yang kuat, wanita yang sudah di takhlukan,"
"Kau ingat, saat kamu memberiku liontin bergambar naga mas itu? Jantungku selalu berdegup, aku takut nafsu dengan anak kecil,"
"Makanya, dulu aku selalu cuek, selalu kasar kepadamu, dan bahkan seperti tidak menganggapmu ada,"
"Mungkin, hartamu cukup untuk menghidupi si pirang sendirian. Tapi tolong, jangan tolak nafkahku untuknya, hm?"
"Jangan berhenti membicarakan tentangku padanya. Aku ingin dia tetap merasakan memiliki ayah, meski aku tidak ada didekatnya,"
"Jaga si pirang baik-baik, ya. Aku mencintaimu, Mata biruku." ucap Yusuf.
"Aku juga mencintaimu, matahariku." batin Rebecca.
Akhirnya, mereka terpisah. Namun, itu bukan malah membuat Cindy bahagia. Sejatinya, Cindy tak bisa melihat Yusuf s menderita. Namun, keinginannya untuk memisahkan Rebecca dan Yusuf terwujud juga.
Meski begitu, Cindy tidak kembali mengejar Yusuf. Ia malah menikah dengan seorang mafia yang berkewarganegaraan Tiongkok. Lalu, memberi nama putra dari sang kekasih idamannya, dengan nama 'Chen Yuwan Wang'. Atau bisa dipanggil dengan Chen.
Calon mafia, di generasi berikutnya. Tuan Muda Chen Wang. Tapi, gelang yang berliontin lambang negara itu masih ada pada tubuh Chen. Gelang itu tersimpan rapi di pakaian yang dipakai baby Chen ketika hilang. Di simpan rapi oleh pengurusnya yang bernama Bibi Qiao.
Kemudian, bayi yang di bawa Rebecca, bayi ketiga yang memiliki rambut pirang di beri nama, 'Gwen Kalina Lim'. Gwen sendiri diambil dari nama tengah sang buyut, Leah. Masih dengan nama Lim, karena Rebecca kembali menggunakan identitas tersebut.
Bayi berlesung lainnya, yang dibawa oleh Yusuf diberi nama 'Aisyah Adelia Putri. Mereka bertiga, kini hidup terpisah. Chen, berada di Tiongkok. Gwen berada di Austria, dan Aisyah berada di Jogja bersama sang Ayah.
Hari dan malam pertama tanpa Rebecca dan satu putrinya membuat Yusuf tak betah di rumah. Ia selalu membawa Aisyah ke restoran tempat ia bekerja.
"Ica bobok dulu, ya. Ayah mau kerja dulu, oke? Muah!"
Meski ditinggal Rebecca pergi, Yusuf tak pernah patah semangat. Ia tetap bekerja dan menganggap semuanya baik-baik saja. Meski salah hatinya, si setiap malamnya ia merasa hancur.
"Lihatlah, Ayah sedang membuat ttbbokki, makanan kesukaan Ibumu," ucap Yusuf.
"Jika kamu sudah besar nanti, ayah akan pertemukan Ica dengan Ibu dan saudari kembarmu." imbuhnya.
Datanglah Daus dan Fatur, mereka baru saja datang ke restoran setengah jam sebelum buka.
"Assalamu'alaikum … wuih, Ica juga ada di sini? Om pengen gendong …." Fatur sangat menyayangi Aisyah.
"Heh, cuci tangan dulu!" tegur Yusuf dengan memukul tangan Fatur menggunakan sumpit.
"Iyo, iyo!"
"Oh ya Cup. Hari ini ada pesanan untuk malam nanti, catering sekitar 120 kotak. Di kirim di masjid al-ikhlas," timpa Daus memberikan bon pesanan.
Yusuf menyanggupinya, mereka mulai bekerja dan Fatur tengah bermain dengan Aisyah kecil.
Sudah dua tahun berlalu, baik Yusuf dan Rebecca sama-sama tidak ada komunikasi sama sekali. Mereka masih berdiam diri menahan rindu. Rebecca kembali ke rutinitas sebelumnya, mengambil alih perusahaan dan menggerakkan dunia hitamnya kembali.
"Nona, apakah ini jalan yang terbaik? Selama dua tahun ini …." ucap Willy.
"Aku hanya ingin tahu dimana putraku berada. Willy, kita sudah menikah, aku berharap ketika putraku ketemu nanti, aku bisa menyatukan ketiga anakku kembali," ucap Rebecca.
"Masalahnya, aku tidak bisa mencintaimu, Nona. Aku sangat tertekan dengan pernikahan ini!" protes Willy.
"Willy!" bentak Rebecca.
Ya, demi bisa kembali kepada Yusuf, Rebecca menikah dengan Willy. Salah satu cara agar Rebecca mampu mencari anaknya hanyalah dengan menyetujui rencana musuh. Membuat musuhnya selangkah menang, namun ia tidak tahu jika dirinya akan hancur.
Waktu begitu cepat, kini ketiga balita kembar itu sudah berusia 9 tahun. Chen tumbuh sebagai anak yang cerdas dan pemikir sendiri Rebecca.
Namun, sejak kecil. Cindy sudah menanamkan kebencian dalam hatinya tentang seseorang yanga bernama Rebecca, yakin ibu kandungnya sendiri.
Sementara Gwen, ia menjelma menjadi gadis cilik yang tomboy dan lincah. Namun, sifatnya sama dengan Chen yang dingin kepada semua orang.
Sementara Aisyah, ia tumbuh menjadi gadis cilik seperti kecilnya neneknya waktu lalu. Sedikit bawel, dan selalu mengatur. Begitu juga dengan anaknya Hamdan dan Yue, Feng.
Feng, pria kecil berwajah manis, tapi sikapnya sangat tenang. Berada dengan kedua orang tuanya yang sangat berisik dan selalu membuatnya pusing.
9 tahun berlalu, akhirnya Rebecca mampu menemukan keberadaan Chen. Putranya di besarkan oleh musuh terbesar dalam gengnya sendiri.
"Mami, anda mau kemana?" tanya Gwen.
"Mami akan ke Tiongkok," jawab Rebecca.
"Tiongkok? Untuk apa? Pekerjaan apa lagi? Membunuh seseorang?" protes Gwen.
"Willy!" teriak Rebecca.
"Suamimu itu, sedang keluar, Nona Lim!" seru Gwen.
Dengan tatapan yang datar, Rebecca bertanya kepada Gwen, "Siapa yang menyuruhnya keluar?"
"Aku! Nona Muda Gwen yang menyuruh suamimu keluar. Ayolah Mami, kasihanilah ayah angkatku itu, bebaskanlah dia, kita kembali ke ayahnya, oke?" rupanya Gwen mencoba bernegosiasi.
"Cih, lihatlah anak ini. Mirip siapa dia? Jika kau tidak menerima suamiku, maka angkat kaki lah dari rumah ini!" gertak Rebecca.
"Sekarang aku jadi tahu kenapa ayah mengabulkan perceraian itu. Ish, dasar! aku memiliki ibu yang sudah tidak waras. Kepalanya mungkin terbentur saat melahirkan aku! Kalau begini terus, aku bisa pulang sendiri ke Jogja!" umpatnya.
Rebecca dan Gwen terus saja memiliki perselisihan yang lucu. Mereka berdua seperti Rebecca muda dan Yusuf di masa lalu.
Meski orang tuanya sudah berpisah, Gwen tetap masih bisa mendengar dan mengerti kisah tentang orang tuanya yang dulu. Ia sangat merindukan Yusuf dan saudari kembarnya, Aisyah. Rebecca dan juga Willy tidak pernah menutupi kenyataan di masa lalu. Bahkan, Gwen sangat menyayangi ayah nya meski mereka belum pernah bertemu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!