NovelToon NovelToon

"Kalau"

Prolog

Namaku, Andre.

Aku tidak tahu harus memulai dari mana cerita ini.

Yang jelas, hari itu aku pertama kalinya turun dari kereta, selama hidupku aku tidak pernah pergi menggunakan kereta, terlebih pergi jauh keluar dari provinsi tempatku tinggal, asalku dari Purworejo, Jawa Tengah. Aku diterima disalah satu perguruan tinggi yang ada di Bandung. Dan, sebelumnya tidak pernah aku bayangkan, aku akan menempuh pendidikan selama 4 tahun dikota yang dikenal sebagai kota kembang, tidak ada satupun keluarga atau saudaraku yang tinggal di Bandung, itu artinya aku harus bisa mandiri sampai aku lulus nanti.

Aku berjalan menuju pintu keluar bersama dengan banyak orang dengan wajah lelahnya, semua itu karena perjalanan yang kutempuh itu kurang lebih 8 jam, siapa yang tidak lelah dengan perjalanan panjang itu. Setelah dari pintu keluar, aku langsung berjalan untuk keluar dari stasiun, jalanan didepan stasiun kulihat dipenuhi oleh berbagai kendaraan. Semua itu pemandangan yang tidak biasa bagiku.

Selama aku hidup dikotaku, aku tidak pernah melihat kemacetan panjang dijalanan, ditengah perasaan terkejutku itu, aku berjalan menyebrangi jalanan itu, setelah itu aku mencari angkutan berwarna cokelat. Setelah lama menunggu. Akhirnya angkutan itu datang, dan aku langsung menaikinya, disepanjang perjalanan itu aku terus melihat pemandangan kota, kulihat banyak bangunan yang menjulang tinggi, semua itu juga tidak bisa kulihat dikotaku, rasanya semua pemandangan itu begitu mengagumkan.

Setelah turun dari angkutan, aku menyebrang jalan besar, dan kucoba mengingat kembali kemana jalan menuju kosan yang akan kutempati, sampai pada akhirnya sampailah aku ttepat didepan kosan itu. Kosanku itu dua lantai.

"A Andrea, kan?"

Aku yang sedang mengamati lingkungan sekitarku langsung menoleh saat namaku dipanggil, "Iya, Pak. Yang sebulan lalu pesen kamar" ucapku, tersenyum simpul

"Asup, A" ucap Bapak Kos

Ada dua kamar yang kosong dilantai dua. Aku memilih satu diantaranya, dilantai dua itu aku bisa melihat pemandangan kota, bapak kosanku itu mengeluarkan kunci dari saku celananya, kemudian membuka pintu kamarku dan didalamnya kulihat sudah terdapat kasur serta lemari, serta meja belajar, setelah itu bapak kos menepuk lenganku pelan, lalu pergi meninggalkanku sendirian. Kuletakkan tas serta koperku.

Setelah itu, aku berjalan keluar dari kamarku dan saat itu, perhatianku tertuju pada pemandangan yang ada dibalkon, akhirnya aku berjalan kesana. Dibalkon itu kulihat terdapat dua kursi serta satu meja, sore itu aku duduk melihat matahari yang terbenam. Hari mulai gelap.

"Disini kamarnya tinggal satu Teh, yang itu sudah ditempati sama Aa nya tadi, kalau Teteh mau ya kamar yang ini" ucap Bapak kos

"Saya boleh lihat kamarnya, Pak"

"Boleh" ucap Bapak Kos

Beberapa menit kemudian, disaat aku sedang berjalan menuju kamarku, saat itu juga kulihat seorang perempuan yang sangat cantik, aku dan dia sempat saling menatap, setelah itu aku berjalan masuk kekamarku. Tanpa menutup pintu kamarku.

"Yaudah, Pak. Saya ngambil kamar ini, Pak"

"Ini kuncinya ya Teh" ucap Bapak Kos

"Iya Pak"

Rasanya aku mataku begitu berat. Kututup pintu kamarku, setelah itu aku tertidur dikasurku, dan saat terbangun, aku berjalan keluar menuju kamar mandi, lalu kembali lagi kekamarku, setelah itu aku langsung mengambil jaketku. Kukunci pintu kamarku, sembari memakai jaketku, bersamaan dengan aku yang sedang mengunci pintuku, pintu kamar didepanku itu terbuka. Perempuan itu juga mengunci pintu kamarnya. Kita saling bertatapan.

"Kenalin aku Livia. Aku dari Tangerang" ucapnya, menjulurkan tangannya

Aku menjabat tangannya itu, "Andre, Purworejo" ucapku

"Jawa Tengah" ucapku

Livia menatapku lekat, "Kamu penghuni baru juga kan sama kayak aku? Kamu mau pergi kemana?" ucap Livia, tersenyum manis

"Iya, aku penghuni baru, tadi sore pindahnya. Ini aku mau makan cuman gak tau dimana ini" ucapku

"Mending kita bareng perginya, biar sama gak taunya dimana, aku juga gak tau ini mau kemana" ucap Livia

"Sama" ucapku

Tidak pernah aku melihat perempuan yang sangat cantik seperti dirinya. Rambutnya panjang bergelombang diujungnya. Kulitnya putih. Bulu matanya lentik. Tatapannya itu meneduhkan. Pokoknya dia adalah perempuan tercantik yang pernah kutemui selama hidupku, malam itu aku dan dia berjalan dengan tidak jelasnya, kita tertawa karena tidak tahu ingin kemana, sampai akhirnya kita memilih untuk berhenti dipenjual nasi goreng dipinggir jalan.

Aku mengambil kursi yang ada didekatku kepadanya, sedangkan aku terus berdiri karena tidak ada lagi kursi yang tersisa, walaupun tidak berapa lama penjual itu memberikan kursinya itu kepadaku, dan akhirnya aku tidak berdiri lagi, penjual itu ternyata memperhatikanku, padahal dia sedang memasak. Penjual itu juga tadi tersenyum saat aku memberikan kursi kepada Livia.

"Kamu baik banget. Aku gak pernah dikasih kursi gini sama cowok lho beneran" ucap Livia

Aku hanya terdiam. Setelah itu, aku menerima dua piring nasi goreng yang diberikan oleh penjual, kemudian aku memberikan satu piringnya kepada Livia,

"Makasih" ucap Livia, tersenyum simpul

Selesai makan, saat Livia ingin mengeluarkan dompetnya, aku langsung membayar semua tagihannya kepada penjual, kemudian Livia hanya bisa terdiam dan menutup kembali dompetnya itu. Sebenarnya malam itu tidak begitu larut, masih ada banyak kendaraan yang melintas, diperjalanan pulang aku memintanya untuk berjalan disebelah kiriku, pengendara motor dijalanan membuatku takut Livia terkena spion, atau bahkan bisa saja tertabrak, itulah mengapa aku meminta bertukar posisi denganku. Kuperhatikan budaya berkendaraan dalam menyalakan lampu saat ingin berbelok rasanya tidak ada, padahal saat dikotaku rasanya semua menyalakan lampunya.

Part 1 - Kenyataan

Keesokan harinya. Sepulangnya dari kampus, aku sedang mengeluarkan semua pakaian yang ada dikoperku, dan pintu kamarku selalu kubuka, rasanya aku hanya akan menutup pintu disaat aku tertidur ataupun bepergian, selain itu aku membiarkan pintu kamarku terbuka. Livia tiba - tiba berdiri didepan pintu kamarku, dan tentunya membuatku terkejut sampai memegang dadaku saat melihatnya ada disana, Livia berjalan masuk kekamarku, lalu duduk disampingku. Livia membantuku dalam merapikan bajuku.

Aku masih tidak percaya, kalau aku bisa kenal dengan perempuan secantik dirinya, bahkan kamarnya itu berada tepat didepan kamarku. Aku yang memang beruntung bertemu dengannya? Atau, memang dikampus itu banyak perempuan cantik sama seperti dirinya? Rasanya tadi saat aku dikampus, aku tidak melihat perempuan yang bisa mengalahkan kecantikannya. Itu artinya, aku memang beruntung saja.

"Ndre" ucap Livia

"Makasih ya buat semalam aku udah dibayarin. Kita baru kenal lho" ucap Livia

"Aku gak tau kamu emang orangnya yang baik, atau emang budaya didaerah kamu gitu, tapi kamu itu beda aja gitu sama semua cowok yang pernah aku temuin" ucap Livia

Aku tidak menanggapinya dan terus meletakkan bajuku kedalam lemari. Setelah semua pakaian sudah tersusun rapi dilemari, aku duduk dikursi meja belajarku, sedangkan Livia duduk dipinggir kasurku.

"Ndre, kamu tau gak?" ucap Livia

"Tadi aku lihat kamu ada dikampus. Ternyata kita satu kampus ya aku gak nyangka. Tadinya aku mau nyapa, tapi kamu malah pergi gitu sama temenmu. Yaudah aku gak jadi nyapa" ucap Livia, tersenyum simpul

Aku terkejut lagi dibuatnya, "Kamu fakultas apa?"

"FISIP. Kamu?" ucap Livia

"Teknik" ucapku

Terlihat cukup jelas diwajahnya yang seakan kecewa mendengar jawabanku. Livia beranjak dari kasurku, kemudian dia berjalan keluar dari kamarku dan beberapa waktu setelahnya, dia berjalan masuk kekamarku, setelah itu tanganku ditarik olehnya. Aku dibawanya menuju balkon. Saat itu langit terlihat berwarna biru muda dan awan berwarna putih tipis. Langit yang cerah. Aku menopang daguku, lalu menatapnya terus menerus dan Livia juga melakukan hal yang sama denganku, kupalingkan darinya karena malu sudah menatapnya begitu.

"Kamu ngapain coba ngelihatin aku terus? Kamu suka aku ya?" ucap Livia

Aku menggelengkan kepalaku, sembari tertawa saat itu juga, "Kalau aku emang suka kamu gimana?"

Suasana menjadi hening.

"Maaf aja aku udah punya pacar. Maaf aku gak punya perasaan yang sama kayak kamu" ucap Livia, tersenyum simpul

"Kok sakit ya? Padahal aku bohong, gimana kalau pas aku suka beneran" ucapku

Livia menempelkan jari telunjuknya kepipinya itu, sembari memikirkan sesuatu dikepalanya itu, "Kesannya aku kayak jahat banget deh"

"Emang bener jahat mungkin" ucapku

"Gaklah. Orang aku ngasih tau kenyatannya gimana sih. Iyalah" ucap Livia

"Iya kamu gak salah" ucapku

Sebenarnya tadi dikampus aku juga melihatnya, tapi aku memilih diam tidak menyapanya, dan berpura - pura tidak mengetahuinya, lagipula aku siapanya bisa menyapanya. Dilihat sekilas saja, kehidupan aku dan Renia terlihat begitu berbeda. Seiring berjalannya waktu juga, Livia menjadi semacam salah satu primadona difakultasnya, dan siapa teman - temannya itu tidak perlu ditanyakan lagi, semua dari mereka begitu populer, serta banyak dibicarakan semua orang dikampus. Walaupun begitu, Livia seringkali memilih pulang bersama denganku, padahal aku sudah berusaha keras menghindarinya dikampus, tapi saat melihatku Livia langsung saja berjalan kearahku dan kulihat tadi Livia melambaikan tangannya sebelum berjalan pergi meninggalkan teman - temannya.

"Aku tadi bosen gitu cuman gak tau alesan apa, habis itu kamu lewat yaudah aku pamit pulang aja" ucap Livia, tersenyum penuh artian

Kupegang erat tangannya itu saat menyebrang jalan. Sampainya dikosan, aku langsung tertidur dikasurku, terkadang aku lupa menutup pintu kamarku dan saat itu, Livia berjalan masuk kekamarku, entahlah apa yang Livia lakukan dikamarku, rasanya Livia hanya diam saja duduk dikursi meja belajarku, bukannya itu bisa Livia lakukan dikamarnya? Kenapa malah berada dikamarku? Aku tidak mengerti semua itu.

Saat aku terbangun dari tidurku, kulihat dia masih saja duduk disana. Aku duduk dipinggir kasurku, lalu melihat yang ada dihandphoneku dan ternyata aku tertidur selama dua jam, itu artinya dia juga terdiam disana selama dua jam. Kudengar suara dia membalikkan halaman. Ternyata selama itu, Livia membaca novelnya terus dikamarku, baiklah kalau begitu aku tidak ingin mengganggunya.

"Tidur terus baru bangun" ucap Livia

Aku hanya tersenyum saat itu,

Kututup jendelaku, karena hari sudah sore dan mulai gelap, "Kamu baca novel itu terus dari tadi?" ucapku

Livia sedikitpun tidak menoleh kearahku, "Iya aku belakangan ini lagi suka aja sama novel, biasanya sih nonton drakor kalau gak film gitu" ucap Livia

"Kamu kalau bosen ngapain?" ucap Livia

"Banyak sih. Dengerin musik, main game, nonton apapun itu, baca apapun itu. Dilaptop. Cuman sekarang lagi males aja" ucapku, tersenyum simpul

"Kadang aku lupa waktu kalau baca novel. Sekarang udah sore ya?" ucap Livia

"Udah pulang sana kekamarmusendiri" ucapku

"Ngusir" ucap Livia

Part 2 - Cantiknya Saat Tersenyum

Aku datang kestasiun untuk mengambil gitar yang dipaketkan ayahku. Setelah mengambil gitar itu, aku menuju kekampusku karena ada mata kuliah yang harus kuhadiri, dan kubawa gitar itu diruang kelasku. Selesai dari perkuliahan, aku berjalan keluar dari ruang kelasku, dan inginku langsung pulang kekosan untuk meletakkan gitarku ini dikamarku, cukup berat.

Sampainya dikosan, kulihat pintu kamarnya itu tertutup dan lampu dikamarnya itu tidak menyala, itu artinya Livia tidak sedang berada dikamarnya, kubuka pintu kamarku lalu menyandarkan gitarku dimeja belajarku. Tidak berapa lama setelahnya, aku mendengar suara langkah kaki yang tergesa - gesa, kemudian aku mendengar suara pintu kamarnya itu yang dibanting, dan kudengar juga suara tangisannya yang terdengar samar.

Aku tahu, saat itu sedang terjadi sesuatu pada dirinya,

Tapi aku tidak bisa melakukan apapun, tiba - tiba pintu kamarnya terbuka dan Livia berdiri dihadapanku, kulihat matanya itu sembab, kemudian Livia berjalan masuk kekamarku begitu saja, lalu tertidur dikasurku. Aku hanya terdiam dikursi meja belajarku. Livia menutup wajahnya itu dengan bantal.

Sampai pada waktu tidak kudengar tangisan darinya, kusadari saat itu Livia tertidur dikasurku karena sejak tadi menangis, Livia terlalu lelah menangis. Saat malam tiba, kuambil selimut yang ada dilemariku lalu menyelimutinya, dan kututup pintu kamarku, setelah itu aku berjalan menuju balkon menikmati indahnya langit yang gelap, serta penuh dengan bintang, walaupun ada beberapa dari mereka yang bersinar redup.

"Ndre, aku sedih banget nih" ucap Livia

Livia berdiri disampingku, kemudian berjalan melewatiku dan duduk dikursi satunya dibalkon, "Aku putus sama pacarku. Katanya dia udah bosen sama aku, emangnya aku orangnya ngebosenin ya?" ucap Livia, terlihat kesal

"Yang lebih kesel lagi" ucap Livia

"Katanya dikampusnya juga, dia ketemu sama cewek yang bisa ngebuat dia nyaman gitu" ucap Livia, mengusap air matanya

"Itu cuman alasan dia buat putus aja" ucapku

Aku menatap matanya lekat, dan tersenyum simpul saat itu, "Udah lupain semua yang ngebuat kamu sedih, sekarang lihat aja apa yang emang bisa ngebuat kamu bahagia" ucapku

"Apa coba yang bisa ngebuat aku bahagia, aku sendiri aja gak tau" ucap Livia

"Kamu dikirimin gitar ya? Aku tadi lihat dikamarmu" ucap Livia

"Iya tadi siang aku ngambilnya" ucapku

Livia menoleh kearahku, kulihat dia memaksakan untuk tersenyum didepanku, "Kamu main gitar dong. Biar aku gak sedih terus gini" ucap Livia

"Bentar. Tunggu" ucapku

"Iya" ucap Livia

Aku berjalan meninggalkannya sendirian dibalkon, kemudian berjalan masuk kekamarku, dan kubuka tas gitarku itu, setelahnya aku membawanya menuju kebalkon. Sebelum memainkan gitarku, aku menyetem semua senarnya dan saat semua senar sudah tidak fals, setelah itu barulah aku memainkan gitarku dengan pelan. Aku menyanyikan lagu dari Sheila On 7 - Buatku Tersenyum. Livia terus saja menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kujelaskan apa artinya itu.

"Suara kamu bagus" ucap Livia

Mendengar pujiannya itu, aku langsung tidak bernyanyi lagi karena terlalu malu dilihat olehnya, lalu bahuku itu ditepuk pelan olehnya, "Terusin malah berhenti. Aku pengen denger suara kamu sampai pagi" ucap Livia, tersenyum manis

"Gak gitu juga dong nyiksa. Aku petikan aja ya capek nyanyi terus" ucapku, tertawa kecil

Livia tidak menjawabnya

"Sampai kapan ini aku hibur kamu gini" ucapku

"Bilangin sampai besok" ucap Livia

"Mending aku rekam ini, terus aku kasih rekamannya kekamu biar bisa diulang - ulang tuh sampai besok" ucapku

"Bener ya direkam?" ucap Livia, tersenyum simpul

"Iya" ucapku

Saat itu, aku benar - benar merekamnya lagu dari Sheila On 7 - Buatku tersenyum itu kepadanya, setelah itu aku kirimkan filenya dihandphonenya, dan kuletakkan gitarku disampingku. Rasanya udara dibalkon semakin dingin. Bandung memang mempunyai udara serta air yang dingin, berbeda dengan kotaku yang cenderung semuanya panas, terlebih disiang harinya. Langit malam di Bandung juga berbeda. Dimalam hari, rasanya aku bisa melihat dengan jelas semua yang bersinar dilangitnya, entah itu bulan ataupun bintang disana. Serta, kuamati lebih lama, langitnya itu berwarna biru gelap bukan hitam.

"Udah malem banget masuk yuk" ucapku

Kututup pintu dibalkon setelah Livia berjalan melewatiku, dan kita berjalan menuju kamar masing - masing.

Kusandarkan gitarku dilemariku, dan kulipat tas gitarku itu, setelahnya aku menyimpannya dilaci paling bawah dimeja belajarku. Aku berjalan keluar dari kamarku lalu menuju kamarnya.

Aku berdiri didepan pintu, sembari memegang gagang pintunya itu, "Tidur. Gak usah mikirin yang gak perlu dipikirin" ucapku, sedikit tersenyum

"Kamu juga tidur" ucap Livia

"Iyalah" ucapku

Livia membalikkan badannya itu, kemudian aku menutup pintu kamarnya dengan pelan, setelah itu aku kembali kekamarku, walaupun pada saat itu aku tidak bisa tertidur, karena memang biasanya aku selalu tidur larut malam, atau disepertiga malam. Kusadari novelnya Livia yang kemarin itu ada dimeja belajarku. Aku mengambil novelnya itu, lalu membacanya sampai tengah malam. Novelnya itu bagus.

Pantas saja, Livia bisa membacanya dalam waktu yang lama, bahkan Livia bisa sampai melupakan apapun saat sedang membaca novelnya itu, saat kurasakan mataku mulai berat, kumatikan lampu kamarku. Terkadang aku mematikan lampu saat akan tidur. Terkadang juga aku memilih untuk tidak mematikan lampu, walaupun begitu kebanyakan aku memilih untuk mematikan lampu kamarku itu. Disaat aku hampir tertidur, kudengar suara Livia mematikan lampu kamarnya itu, kemudian aku tertidur karena mataku begitu beratnya.

Selamat tidur, Livia. Semoga mimpi indah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!