" Sayang, kamu masih lama nak ?." Ucap sang mamah dari balik pintu kamar putrinya.
" Bentar lagi mah."
" Cepet turun ya, papah udah nunggu buat sarapan bareng."
" Siap mah."
Gadis cantik itu masih memoles makeup tipis di wajahnya dan beberapa kali bercermin lagi dan lagi memilih ikat rambut yang pantas ia kenakan hari ini.
Setelah beberapa saat ia pun selesai dengan ritual dandannya, ia pun menuruni tangga dan menuju ruang makan.
" Pagi mah, pah." Sapanya sambil tersenyum dan duduk di salah satu bangku yang biasa ia tempati.
" Pagi sayang, Hari ini pun putri papah sangat cantik."
" Iya dong, aku kan mirip mamah, iya kan mah ?."
" Iya aja deh biar kamu puas." Ledek sang mamah.
" Ih mamah." Cemberut.
" Udah makan, nanti telat loh."
Mereka makan dengan damai, kepala keluarga di rumah ini tidak suka ada keributan saat makan ia lebih menyukai keadaan tenang dan menikmati makanannya.
Setelah mereka selesai sarapan.
Arunna, ia itu nama seorang gadis cantik yang di limpahi kasih sayang oleh kedua orang tuanya bahkan seorang pewaris tunggal perusahaan besar Aldebara grup.
" Ayo papah antar ke sekolah."
" Aku sama supir aja pah, kan kontor sama sekolah aku beda jalur."
" Gak papa, papah antar aja yuk."
" Nanti papah telat."
" Papahkan boss nya sayang."
" Iya iya deh, siap pak bos." Sambil berlaga memberi hormat dan membungkuk.
Ulahnya mampu mengundang gelak tawa orang tuanya.
Sesampainya di sekolah, ia turun dari dalam mobil mewah sang ayah, Arunna berjalan memasuki gerbang sekalah sambil terus terseyum dan menyapa beberapa siswa yang menyapanya.
" Arunna." Teriak seorang gadis, yang tak lain adalah salah satu sahabatnya.
Arunna menghentikan langkahnya dan terseyum cerah menunggu sahabatnya datang menghampiri.
" Hay Regina."
Mereka berjalan beriringan menuju kelas.
" Pagi Arruna." Sapa laki laki sang ketua kelas sambil tersenyum.
" Pagi Lucas." Balas Aruna.
Aruna melewati Lucas begitu saja. dan duduk di kursinya bergabung dengan teman temanya.
" Ar, makin di liat, Lucas makin ganteng ya ?."
" Gak tahu, Gue gak merhatiin."
" Tapi dia merhatiin lu terus, tuh liat."
" Biarin aja." Cuek Aruna dan malah membuka buku pelajarannya.
Jam istirahat pun tiba di iringi bell kencang yang berbunyi nyaring.
" Ar, ngantin yuk ?." Ajak Febi.
" Ayo."
Aruna, Regina, Febi, Fanya empat sekawan yang sudah sangat dekat dari SD bahkan SMP pun mereka selalu bersama.
Masing masih orang tua mereka tidak melarang kedekatan putri putrinya itu malah mereka saling berlomba menjalin ikatan saudara pada Aruna.
Bagaimana tidak ? di antara para sahabatnya hanya Arunna lah anak seorang konglomerat yang tersohor di beberapa negara sekaligus.
Sesampainya di kantin, mereka duduk di tempat biasa.
" kalian mau pada makan apa ?." Fanya.
" Gue bakso yang pedes ya."
" Gue soto."
" Lu apa Ar ?."
" Gue somay sama es teh aja."
Fanya memesan semua makanan para sahabatnya dan tak lupa juga untuk dirinya.
Saat mereka tengah asyik menyantap makanan sambil sesekali mengobrol datanglah Lucas dan Jenno.
" Hay, Gue boleh gabung gak ?."
" Boleh, sini sini duduk aja." Ucap Febi yang memang tertarik pada Lucas.
" Makasih." Lucas duduk di samping Febi.
Jenno yang melihat kursi sebelah Aruna kosong, langsung menduduki kursi tersebut.
Mereka semua asyik mengobrol, sedangkan Aruna tidak ikutan ia lebih memilih fokus pada makanannya.
Diam diam jenno memperhatikannya dari samping.
Ia tidak menampik jika ia juga tertarik pada Aruna sama seperti Lucas.
" Ar, Kok diam aja gak ikutan ngobrol ?." Ucap Lucas.
Aruna hanya tersenyum.
" Dia mah kalau lagi makan gitu, gak ada suara." Ucap Fanya.
" Oh gitu."
Aruna sudah menyelesaikan makannya, ia pun pamit pada teman temannya untuk ke toilet.
" Guys, Gue ke toilet dulu ya."
" Ok."
" Nih, buat bayar makanan gue tadi." Menyerahkan uang seratus ribu pada Fanya.
" Apaan dah lu, udah gue aja yang bayar."
" Ok deh, makasih buat traktirannya."
Aruna beranjak pergi dari kantin, Jenno masih memandangi Aruna yang sudah menghilangkan di balik kerumunan siswa siswi yang berada di kantin.
" Jen, Lu suka ya sama Aru ?." Tebak Regina.
" Hah , apaa ?." Membuyarkan lamunan Jenno yang masih memikirkan Aruna.
" Hayo, lu gak bisa bohong dengan tampang lo yang begitu."
Lucas menatap tajam pada Jenno, Seolah ia tidak terima jika Aruna di sukai oleh orang lain.
Jenno yang merasa terintimidasi oleh tatapan Lucas hanya tersenyum dan menyanggah tuduhan Regina.
" Aru bukan tipe gue." Lalu ia berdiri dan pergi meninggalkan kantin.
Ketiga sahabat Aruna hanya saling pandang dengan sikap Jenno yang seperti itu, mereka memilih untuk tetap menyantap makanannya.
Aruna sudah kembali ke kelas, di susul para sahabatnya yang berjalan cepat karena mendengar bell masuk.
" Ar, Balik bareng yuk ntar." Fanya.
" Gak bisa nya."
" Lah kenapa ?."
Aruna memamerkan pesan dari ibunya pada Fanya.
Mamah:-*
Pulang sekolah mamah jemput, Kita perawatan bareng ya sayang.
" Yah ...."
" Maaf ya."
" Gak papa, santai aja."
Sepulang sekolah..
di depan gerbang sudah ada sang mamah dengan berbalut pakaian mewah tapi elegan bersandar pada pintu mobil mewah.
ia meliat sang putri berjalan bersama teman temanya, Aruna melambaikan tangan pada sang mamah dan berpamitan pada sahabatnya.
" Mah." Memeluk
" yuk naik, kita langsung aja ya.."
Aruna mengangguk dan menaiki mobil mewah itu bersama mamahnya.
Mereka menjalani perawatan wajah juga seluruh tubuh di tempat langganan mereka.
Sebenarnya Aruna tidak suka dengan segala macam perlakukan berlebih seperti ini padanya tapi sang ibu selalu menekankan bahwa ia harus selalu tampil cantik juga modis. Dan jangan membuat keluarga malu meski publik tidak mengetahui sosok imut seorang gadis pewaris itu.
Sang ayah yang merupakan CEO menutup rapat rapat tentang putri juga keluarganya, Ia tidak menginginkan gadis cantik itu terusik oleh media.
Hari hari berjalan seperti biasa, dengan kemewahan dan dengan segala tuntutan yang mengharuskan Aruna selalu tampil cantik, anggun juga harus selalu menjadi bintang di mana pun berada.
Sama seperti sekolah, ia harus selalu mendapat peringkat pertama bahkan harus menjadi pemegang nilai terbaik satu sekolah semua itu tidak lah sulit di lakukan mengingat Aruna gadis yang cerdas dan selalu mengasah pelajarannya dengan guru les nya di rumah.
Tapi semua itu tidak membatasi pergaulan Aruna, sebab itu ia tidak pernah mengeluh karena kedua orang tuanya masih memperbolehkannya main bahkan shopping meski harus menghambur hamburkan uang berjuta juta.
Seperti sekarang, ia juga teman temannya sedang asyik berkeliling mall dan berbelanja sesuka hati itu bagi Aruna sedangkan ketiga sahabatnya masih memperhatikan pengeluaran yang tertera di setiap struk belanja.
" Aru, sekalian beli buat nanti acara sekolah yuk ?." Ajak Regina yang kekayaan orang tuanya juga tidak sekaya Aruna tapi masih di perbolehkan menggunakan uang dalam jumlah cukup untuk batas wajar anak SMA.
" Acara sekolah ?."
" Iya."
Aruna terdiam, Dia mengingat ingat pengumuman apa yang ia lupakan di sekolah.
" Lagi mikir dah tuh bocah." Sahut Fanya.
" Ish, Aru lu gak buka grup chet ya ?." timpal Febi.
Aruna langsung membuka ponselnya dan mengcek grup chet sekolahnya.
" Udah paham ?." Febi.
Aruna terseyum manis sambil mengangguk.
" Gimana ?."
" Apa sih yang gak buat shopping." Ucapnya sambil tersenyum cerah.
Ketiga sahabatnya pun ikut tersenyum dan tertawa kecil. Mereka kembali berbelanja dan perlu di ingat hanya Aruna yang tidak melihat harga yang tertera, jika ia suka ia akan langsung membelinya.
Setelah berbelanja dengan banyak paperbag yang ada di kedua tangannya, ia merasa laper dan tentunya lelah.
" Guys makan dulu yuk."
" Limited duit gue Ar." Ucap Febi.
" Gue makan di rumah aja dah." Timpal Fanya.
" Apaan sih kalian, ayo gue yang bayar."
" Cus dah..." Sahut mereka semua.
Sambil berjalan dengan banyak tentengan, Aruna melirik ke salah satu bodyguard nya dan memberi kode untuk mendekat.
" nih, Bawa ke mobil ya."
" Baik non."
" Eh guys itu belanjaan kalian biar di taruh di mobil aja."
Mereka pun menyerahkan belanjaan itu pada sang bodyguard.
Lalu mereka melanjutkan jalan menuju satu restoran siap saji yang menjadi pilihan mereka setelah berdebat cukup panjang.
Saat mereka sedang asyik menyantap makanan, Aruna bangkit dari duduknya.
" Mau kemana lu ?."
" Minta saus."
" Panggil aja pelayanan kesini."
" Gak lah gue aja yang ke sana, dekat kok."
Aruna berjalan dan mengambil saus secukupnya, Tapi saat ia kembali ke meja untuk menemui para sahabatnya tanpa sengaja ia terjatuh.
" Ehh.. Aaa." Aruna tidak benar benar jatuh, Pinggangnya di tangkap oleh seorang laki laki dewasa di hadapanya yang sedang duduk tepat di mana Aruna tersandung tali sepatunya sendiri.
Kedua sejoli itu saling tatap, Jarak wajah mereka sangat dekat hingga mereka bisa merasakan deru nafas lawan masing masing.
Setelah cukup lama saling pandang, Aruna tersadar ia pun kembali berdiri tegap dan salah tingkah di hadapan sang pria.
Ia melirik sekilas kemeja putih yang di kenakan sang pria, Betapa terkejutnya Aruna melihat saus yang tadi ia bawa mengenai kemeja putih si pria.
" Maaf, maaf. " Aruna mengambil tisu lalu berusaha membersihkan saus itu, Bukanya bersih noda itu malah semakin menyebar kemana mana.
" Aduh, Gimna dong nodanya malah makin banyak." Aruna bingung ia harus bagaimana.
Sang pria yang melihat raut cemas pada Aruna yang sedang membersihkan kemeja di hadapanya pun langsung menggenggam pergelangan tangan Aruna, Membuat Aruna menghentikan kegiatan.
" Cukup." Lalu si pria itu bangkit dari duduknya dan meninggalkan Aruna yang masing mematung di sana.
" Aruna lu gak papa ?." Fanya menghampiri Aruna, sentuhan lengan Fanya membuat Aruna kembali tersadar.
" Eh, Ke kenapa ?."
" Lu gak papa ?."
" Oh, ia gue gak papa kok."
Mereka kembali ke meja dan melanjutkan makan, hanya Aruna yang tidak ia lebih memilih minum sambil melamun.
" Lu kenal cowok ganteng tadi ?." Ucap Regina.
Aruna menggeleng, Sekilas bayangan wajah si pria terlintas di benaknya.
" Kayaknya gue pernah liat dia deh." Timpal Febi.
" Serius, Dimana ?."
" Di Tv, di Yt juga ada."
Ketiga gadis itu saling tatap dan kembali menatap Febi yang sedang mengutak atik ponselnya.
" Nih..." Memamerkan foto seorang pria yang ada di ponselnya.
" Eh ****** ... itu mah Oh Sehun." Geram Regina.
" Ha ha ha ha, Tapi mirip banget tahu sama cowok yang tadi."
" Au ah, terserah elu."
Setelahnya selesai makan, mereka pun pulang ke rumah Aruna sekedar bermain ala wanita yang selalu membahas makeup juga fashion sambil menunggu jemputan mereka datang.
Setelah para sahabatnya pulang, Aruna duduk bersandar pada shofa empuknya sambil memainkan remot tv mencari chenel yang menurutnya seru.
Dirasa tidak ada yang cocok, Akhirnya ia memilih untuk pergi ke dapur untuk mengambil beberapa buah buahan.
" Nona, Apa ada yang nona butuhkan ?." Ucap Meid Lia.
" Pengen buah doang si mba."
" Biar saya siapkan non."
" Gak usahlah aku aja." Aruna sudah bersiap memegang pisau hendak mengupas apel juga melon yang ia pilih dari dalam kulkas.
Belum juga ia menggoreskan pisau pada buah, Ibunya sudah datang dengan berkata cukup keras pada Aruna.
" Aruna, No !."
" Apa sih mah, Aru mau makan buah."
" Biar meid aja yang siapin sayang." Sang mamah langsung merebut pisau dari tangan Aruna.
Aruna hanya cemberut.
" Sayang, dengar mamah, kamu gak boleh sampai terluka."
" Aku cuman mau potong buah mah, apanya yang bikin luka ?."
" kalau jari jari cantik kamu tergores pisau bagaimana ?."
" mamah lebay banget deh, kan ada plester mah."
" Pokoknya gak boleh."
Aruna pun menurut, ia lebih memilih berjalan menuju kursi ayunan yang ada di depan kolam renang sambil menunggu buahnya siap di potong.
Sang mamah menghampiri putrinya yang terlihat gelisah dan muram.
" Sayang ada apa ?." membelai pucuk rambut Aruna.
" Mah, Aru mau curhat."
" Kenapa ?."
Aruna menceritakan semua yang terjadi padanya dan pada si pria itu pada sang mamah.
" Terus kenapa kamu sedih gini ?."
" Aru ngerasa bersalah doang si mah, soalnya kan dia pergi gitu aja dengan pakaian kotor."
" Udahlah gak papa sayang, mungkin dia banyak kemeja berwarna putih."
Aruna mengangguk dan bersandar pada mamanya.
Meid Lia datang dengan membawa buah potong yang Aruna minta dengan surat yang penjaga depan berikan padanya.
Lia belum berkata apapun, Aruna langsung mengambil piring buah dan langsung memakanya.
" Hmm.. nyonya maaf, ini ada surat."
Dewi selaku mamahnya Aruna membuka surat tersebut yang tertera di situ nama sekolah putrinya.
" Sayang kamu ada acara di luar sekolah ?."
" Iya."
" Kok gak bilang mamah ?."
" Aru juga baru tau tadi mah dari temen temen."
" Untung pihak sekolah ngirim surat."
" Oh iya mah katanya nginep tiga hari gitu."
" Iya mamah udah baca, Tuh katanya besok rapat."
" Mamah dateng kan ?."
" Iya dong pasti."
" Terus butik gimana kalau mamah rapat ?."
" Tenang aja, Kan rapat juga sebentar sayang."
" Ok deh."
Aruna kembali menikmati buah potongnya sambil sesekali bercengkrama dengan sang mamah.
Pagi ini Aruna berangkat sekolah seperti biasa tapi tidak dengan sang ayah, Ia berangkat dengan Regina.
Regina sengaja menjemput Aruna karena ia lupa mengerjakan tugas fisika karena keasikan nonton drakor.
Regina menyalin tugas Aruna di dalam mobil selama perjalanan, Sampai depan gerbang Aruna dan Regina turun dari mobil, mereka melangkah bersama sambil tersenyum pada siswa siswi yang menyapa.
" Na, Hari ini rapat orang tua kan ?."
" Iya, Bebas dong, ngemaal nyok.." Ajakan setan Regina.
" Lah baru juga kemaren kan, Baju baju gue masih banyak yang belum di pake." Tutur malaikat baik Aruna.
" Iya juga ya, Oh iya lu udah pilih baju apa yang bakalan lu bawa ?."
" Belum."
" Yah elu mah santai, lu punya meid dan guru fesion sendiri."
" Kalau lu mau, bawa aja ke rumah baju nya biar ntr di pilihin sama mis. Alice."
" Boleh ?."
" Apa si yang gak buat sahabatku."
" Uuhh... makasih." Regina memeluk sambil mencium pipi Aruna dan meninggalkan jejak lipstik di sana.
" Ha ha ha,, Sorry..." Lalu Regina berlari meninggalkan Aruna yang kebingungan.
Aruna merasa pipinya sedikit basah, lalu ia mengusap pipinya dan benar saja bercak merah lipstik Regina menempel di pipinya, Ia langsung mengeluarkan cermin dan tisu basah untuk membersihkan noda dari wajahnya.
Saat Aruna fokus pada cermin tiba tiba saja ia di tabrak oleh salah satu siswi yang tidak tahu siapa Aruna dan ia sangat tidak suka pada Aruna karena ia selalu bersinar di mana pun ia berada, Bahkan para guru pun selalu memujinya.
Bruukk
Jesica menyenggol lengan Aruna, hingga cermin di tangannya terjatuh.
prrang ( Suara pecahan cermin cantik yang sudah lama selalu menemaninya )
" Ups sorry gue gak liat." Dengan tampang acuh dan tidak suka pada Aruna.
" Iya gak papa jes." Tersenyum dan bersabar.
" .... " Masih berdiri, Memandangi Aruna yang mulai berjongkok memunguti serpihan kaca yang berserakan.
Jenno yang melihat kejadian itu dari awal menghampiri Aruna juga jesica.
Jenno menarik lengan Aruna hingga Aruna berdiri, dan ia sembunyikan di balik punggung lebarnya.
" Pungut." perintah jenno pada Jesica dengan tatapan tajam.
" Ogah."
" Gue masih sabar jess."
" Pokoknya gue gak mau." Jesica pun pergi meninggalkan jeeno dan Aruna.
" Aru lu gak papa ?." masih menggenggam lengan Aruna.
" Oh iya gak papa kok."
" Udah gak usah di beresin, biar petugas aja yang beresin."
Aruna mengangguk.
" Ya udah yuk ke kelas."
" Iya."
Jenno masih tidak sadar, tangannya menggenggam tangan Aruna sepanjang koridor sekolah.
" Jen." Aruna terdiam, ia tidak melanjutkan langkahnya.
" Hemm." Jenno menghentikan langkahnya lalu menatap Aruna.
Dengan isyarat mata, Aruna menunjuk pada tangan mereka yang masih bertautan.
" Oh, Sorry gue gak sadar ar." Jenno melepaskan genggaman tangannya. Lalu berjalan menjauhi Aruna.
Aruna hanya geleng-geleng kepala, lalu berjalan memasuki kelasnya.
Dua mata pelajaran sudah selesai, dan seterusnya mereka di bebaskan.
" Uh, akhirnya.." Keluh Febi.
" Gila ya tuh wali kelas tiga jam belajar fisika mulu."
" Ia, kepala gue sampe mau meledak." Sahut Fanya.
Aruna hanya tersenyum dengan tingkah sahabatnya.
" ngantin yuk, dinginin kepala." Ajak Regina.
" Kuy."
Mereka berempat pun berjalan menuju kantin.
.............
Waktu rapat pun hampir di mulai, Karena sekolah SMA ini adalah untuk kalangan elite maka para orang tua khususnya ibu ibu sosialita berlomba lomba memamerkan pakaian juga tas mewah di ajang rapat ini.
Dewi selaku ibu dari Aruna, berpenampilan sederhana tapi tetap terkesan elegan hingga ia menjadi sorotan karena menentang tas limited edition yang harganya sekitar tiga mobil Lamborghini.
Dewi berjalan dengan anggun memasuki ruang rapat. Para orang tua yang melihat Dewi duduk dekat kepala sekolah dan ingat tas yang ia bawa, Mereka menatap iri pada Dewi yang berhasil memiliki tas limited itu.
" Acara kali ini membutuhkan dukungan para wali siswa sekalian, Saya selaku kepala sekolah sangat berharap mendapatkan bantuan dari anda yang hadir di sini, mengingat jadwal dan kegiatan sekolah yang memerlukan biaya besar." Ucap panjang lebar bu Ratna sekalu kepala sekolah.
" Konsumsi biar saya yang tanggung." Ucap salah satu ibu ibu dengan gaya terlalu mencolok.
" Baik, terimakasih Nyonya Jessi."
" Seragam olahraga saya yang tanggung."
" Baik, terimakasih bu Lee."
Mereka saling menyombongkan diri dengan menyumbangkan harta kekayaan mereka.
" Setelah ini, yang tersisa biaya transportasi juga penginapan, Baik siapa yang akan berkenan ?."
" ...."
Semua ibu ibu sosialita itu terdiam, Mereka tidak mau membuat suami mereka marah akibat terlalu boros dan sok kaya.
Dewi mengembangkan senyum, terseyum smirk. sambil bersandar pada kursi rapat dan melipat kedua tangannya di dada dengan menyilang.
" Biar saya yang urus."
Semua mata tertuju pada Dewi, Mereka terheran heran dengan siapa dia juga siapa anaknya yang bersekolah di sini.
karena, Dia menyanggupi biaya transportasi juga penginapan para siswa yang jumbahnya tidak sedikit itu.
" Baik, Trimakasih Nyonya Dewi."
" Jangan sungkan."
" Anda sudah berkali kali membantu kami, Terimakasih nyonya."
Para wali murid di sana baru mengetahui jika ada wali murid yang lebih kaya dari orang tua Jessica. Pasalnya Dewi tidak pernah ikut rapat sekali pun, ia terlalu sibuk dengan urusan suami juga butiknya.
Rapat pun selesai, Karena Dewi banyak urusan hingga tidak bisa menyelesaikan masalah penginapan juga transports sendiri, maka ia memerintahkan asisten nya untuk mengurus semuanya.
Tak lupa, ia memilihkan hotel juga penginapan terdekat jika memang di haruskan.
Aruna putriku
Sayang, mamah udah selesai rapat, mamah langsung pulang ya...
papah udah nunggu di rumah.
Dewi yang sangat menyayangi Aruna tidak mau, Acara putrinya begitu saja tanpa kemewahan, ia harus selalu memberikan yang terbaik untuk sang putri.
Setelahnya ia menelpon miss Alice untuk segera datang besok ke mensionnya, untuk membantu Aruna berkemas dan tetap tampil modis di setiap kesempatan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!