NovelToon NovelToon

SANG PENGUASA

Foto Gadis

Sebelum next, kita kenalan dulu yuk sama wajah para tokohnya.

Ini Rico Alfarezi

Ini Layyana Azzalia

Oke, happy reading.

___________________________

POV Rico.

Klung.

Sebuah chat masuk.

Mendengar nada chat, tubuhku yang berendam di bath tub sampai seluruh kepala pun bangkit. Kuusap kepala yang basah kuyup, kuposisikan tubuh setengah duduk menyandar. Tangan kiri terjulur ke samping meraih ponsel di atas kursi plastik.

Segera kubuka chat, kutekan foto yang baru saja dikirim, sesaat loading ketika mendownload foto. Wajah seorang gadis berparas sederhana pun tampil. Hidungnya mancung, bibirnya sensual, alis hitam dan mata bulat. Jilbab hitam membungkus wajahnya yang dihias senyum cerah. Tidak cantik, juga tidak jelek. Tepatnya sederhana namun mempesona.

Tak lama menyusul sebuah chat menerangkan foto tersebut.

“Foto wajah gadis itu! Namanya Layyana Azalia. Di keluarganya sering dipanggil dengan nama Lala. Dia anak ke dua dari empat bersaudara.” Elson memberikan penjelasan mengenai foto yang baru saja dia kirim. Dia teman dekatku, yang rela melakukan apa saja terhadapku bukan karena uang, melainkan karena persahabatan, demikian juga aku yang tidak akan pernah segan memberikan pengorbanan luar biasa kepadanya dengan beralaskan solidaritas persahabatan.

Saat ini aku sedang membutuhkan banyak informasi mengenai seseorang, dan Elson membantuku dengan berbekal kesetiaan.

Tercetak senyum dipenuhi kebencian menatap foto di ponselku. Jempolku mengusap wajah gadis itu bersama sesuatu yang mendidih di dalam dada.

Hampir seluruh anggota keluargaku mati dibunuh, tiga adik-adik perempuanku, serta ayahku. Yang tersisa hanyalah ibu dan abangku, dan tentu saja diriku. Dalangnya, dialah wanita yang saat ini sedang aku cari tahu keberadaannya. Dan akan kubalaskan dendamku pada wanita itu. Tidak kusangka, penampilan rohani, namun hati roh iblis.

“Rico! Apa kau di dalam? Keluarlah!” Suara Elson di depan pintu kamar mandi.

Ya, tadi malam aku dan Elson menginap di hotel ini. Aku tidak tahu arah tujuanku harus kemana, dan Elson membawaku ke hotel ini untuk menginap beberapa malam saja.

Saat tadi bangun pagi, aku tidak menemukan Elson di sampingku, sahabatku itu pergi entah kemana. Mungkin mencari sarapan, atau entahlah. Aku tidak begitu peduli. Dan sekarang Elson sudah kembali.

“Ya. Aku segera keluar.” Secepatnya kuselesaikan ritual mandi, lalu melilitkan handuk ke pinggang. Sesaat langkahku berhenti di depan cermin ketika melewati benda yang memantulkan tubuh sick pack di dalamnya. Aku mengambil air melalui keran air westafel, lalu membasuh muka yang entah kenapa seperti terasa panas, sama panasnya dengan isi dadaku.

Kutatap wajah tampan yang terpantul di dalam cermin. Hidung mancung, alis tebal, rahang kokoh. Mata gelap dan sorot tajam. Pandangan dari mata itu seperti tersulut emosi, dipenuhi dengan amarah. Bibir merah dengan garis tajam, tampak sangat sensual. Badan tegap, atletis dengan ketinggian badan kisaran 180 cm, berotot dan raut wajah maskulin. Sangat eksotik. Paket sempurna, begitu kata para wanita.

Kubuka pintu dan menyembul keluar, melewati Elson yang berdiri di sisi pintu kamar mandi, pria itu menunjukkan raut tak sabar.

“Aku melihat gadis itu di sekitar sini! Kalau kau ingin menyelesaikan misimu, lebih baik secepatnya!” ucap Elson antusias, seakan dirinyalah yang berada di posisiku.

Aku mempercepat gerakan tubuh saat mengenakan pakaian. Sampai tak sadar kolorpun terbalik. Sial! Niat hati ingin cepat, eh malah menjadi lambat. Terpaksa harus kembali membalik celana dal*m dengan tergesa-gesa.

Usai memasang seluruh pakaian, aku menyusul Elson yang sudah lebih dulu keluar kamar. Menuruni anak tangga yang menghubungkan sampai ke lantai satu, tidak perlu pakai lift, sebab kamarku berada di lantai dua. Tak masalah menuruni anak tangga.

TBC

Menguntit

Sebuah mobil fortuner menghampiriku sesaat setelah aku melintasi pintu kaca utama hotel. Gegas aku masuk ke mobil milik Elson. Saat ini aku benar-benar sedang membutuhkan bantuan Elson, segala keperluanku pun dibantu olehnya. Mulai dari keuangan, mobil, bahkan mencarikan hotel pun dilakukan oleh Elson. Sepertinya Elson sedang membalas jasa setelah pengorbanan bertubi-tubi yang dulu aku pernah lakukan kepadanya. Aku dulu saat memiliki banyak uang juga sering membantu kehidupan Elson baik berupa materi maupun tenaga. Sekarang keadaan berbanding terbalik, roda pun berputar, kadang di atas-kadang di bawah. Aku sekarang berada di bawah, dan Elson-lah yang memiliki kehidupan lebih baik.

Elson menghentikan mobil di tepi. “Itu dia!” tunjuknya pada sosok gadis berjilbab putih, dengan pakaian longgar warna senada, tampak rompi warna biru muda yang juga longgar menutup area dada sampai ke lutut. Tubuhnya tinggi dan langsing, dengan kulit wajah yang putih.

Jika melihat penampilannya, akan banyak orang tidak percaya bahwa gadis itu adalah dalang kematian keluargaku. Termasuk diriku. Namun kembali kusangkal, bahwa penampilan bukanlah kenyataan.

Kubuka galeri foto, ku-klik gambar wajah Layyana Azalia di ponsel, mencocokkan wajah gadis yang sedang berjalan keluar dari minimarket itu dengan foto di ponsel. Sesaat setelah melihat foto di galeri ponsel, manik mataku mengarah ke wajah gadis itu. Benar, wajah gadis itu sama persis dengan yang ada di galeri fotoku.

Bahkan semakin gadis itu mendekat, maka semakin tampak jelas wajah yang serupa.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Tanya Elson.

“Kau tahu dimana alamat rumahnya?” aku balik Tanya.

“Kudengar dulu gadis itu tinggal di jalan Melur, tapi sekarang sudah pindah. Aku kurang tahu alamat rumah barunya.”

“Ikuti dia!” titahku saat melihat gadis itu memakai helm dan menaiki kendaraan roda dua.

Mobil bergerak mengikuti motor yang dinaiki gadis itu. Jaraknya tidak begitu dekat karena takut gadis itu akan curiga.

“Elson, apa kau yakin gadis itu pelakunya?” tanyaku untuk meyakinkan.

“Semua bukti sudah kukumpulkan, akurat. Dan memang gadis itulah pelakunya. Tidak diragukan lagi,” jawab Elson meyakinkan. Kemudian dia menoleh ke arahku. “Apa kau tertipu dengan penampilannya? Itu muslihat. Apakah kau pikir orang berpenampilan alim tidak bisa berbuat jahat? Di negeri kita ini ada dua versi penampilan, pertama penampilan orang yang terlihat alim, dan kedua penampilan yang tidak alim dengan baju yang serba terbuka. Jangan kau kaitkan antara penampilan dengan perbuatannya, sebab itu adalah dua hal yang berbeda. Sedangkan di Arab sana, pembunuh pun tetap berhijab. Apakah ada orang yang mengaitkan antara hijabnya dengan perbuatannya? Tidak, Rico.”

Aku mengingat seluruh barang buti yang dikumpulkan oleh Elson, tentang kematian keluargaku. Dan tidak bisa dipungkiri, bahwa memang seluruh bukti akurat mengarah pada gadis itu.

Rasanya aku ingin memerintah Elson menabrakkan mobil ke arah motor yang dikendarai gadis itu, sayangnya motor gadis it uterus melaju di area keramaian. Aku bukan orang bod*h yang menjalankan misi setol*l itu. Perlu kewaspadaan dan pemikiran yang matang supaya dendam terbalaskan dengan rapi.

Aku terus mengawasi gadis yang sampai saat inis etia mengendarai motor maticnya. Motor berbelok di sebuah perumahan komplek. Jalan yang dilalui cukup lebar, dengan sisi kanan dan kiri jalan merupakan komplek perumahan. Motor berbelok memasuki halaman rumah.

Oh.. ternyata gadis itu sudah sampai di rumahnya. Rumah sederhana dengan halaman yang tidak begitu luas. Aku memerintah Elson menjalankan mobil meninggalkan rumah itu saat gadis itu memasuki rumah.

“Aku perlu memikirkan hal ini lebih lanjut,” tukasku dan diangguki oleh Elson.

***

TBC

L o v e,

E m m a S h u

Penusukan

Aku berjalan di area parkiran rumah makan Padang, sepi, hanya ada satu mobil dan dua kendaraan roda dua saja. Juga sedikit gelap karena sorot lampu teras rumah makan yang agak jauh.

Baru saja aku mendapat informasi dari Elson kalau Layyana sering mengunjungi rumah makan padang. Rupanya gadis itu penggemar berat masakan padang. Dan benar saja, aku seperti diberi jalan kemudahan untuk menyelesaikan misi. Tepat saat itu aku melihat Layyana memarkirkan motor di parkiran rumah makan itu, segera aku turun dari taksi dan kukejar gadis itu untuk menuntaskan niatku. Tidak ada tujuan lain di hidupku selain ingin menuntaskan dendam. Mendengar keluargaku tiada di tangan orang lain, rasanya dada ini mendidih. Nyawa tidak bisa diganti dengan uang.

Fix, di parkiran yang remang-remang dan sepi itulah aku berniat hendak menuntaskan dendam. Setelah itu, Layyana hanya akan tinggal nama. Kulihat Layyana melenggang ke arahku. Ya, untuk menuju ke pintu rumah makan, gadis itu harus melewatiku.

Tanganku sudah menggenggam sesuatu yang kusembunyikan di balik badan. Semakin gadis itu mendekat, maka semakin bergetar tanganku yang sedang menggenggam. Aku pun berjalan mendekat ke arah gadis itu.

Jleb!

Gadis itu terbungkuk memegangi perutnya yang baru saja kuhunjamkan benda tajam.

Plak!

Aku terkesiap dan lamunanku tentang penusukan itu pun buyar entah kemana saat merasakan sebuah benda yang jatuh mendarat di kepala. Sial! Cicak kawin terjun bebas ke lantai sesaat setelah tanganku mengusap kepala, mengusir makhluk menyebalkan itu.

Aku kembali menatap objek yang sejak tadi menjadi target, gadis itu berbelok memasuki toilet. Terpaksa aku menunggunya. Sepertinya toilet justru lebih sepi. Aku mendekat ke arah toilet, menunggu tak jauh dari pintu toilet sambil pura-pura merokok. Ada dua pintu toilet dan dua-duanya tertutup.

Sampai akhirnya salah satu pintu terbuka, aku sudah bersiap dengan segala niat yang telah kutekadkan, membuang punting rokok dan kembali menggenggam benda tajam yang disembunyikan di balik badan. Namun bukan Layyana yang keluar, melainkan wanita lain yang mungkin usianya sudah lima puluhan tahun. Wanita paruh baya itu menganggukkan kepala menyapaku saat pandangan kami bertemu.

Tak lama pintu toilet satunya pun terbuka. Layyana keluar dan melewatiku begitu saja. Mana mungkin aku melakukan aksiku sementara ada orang lain selain aku dan Layyana. Terpaksa aku mengikuti Layyana memasuki rumah makan padang sambil menyembunyikan benda tajam ke balik jaket. Aku duduk agak jauh dari meja yang ditempati gadis itu.

Aku hanya memesan secangkir kopi saja. Sesekali aku mengawasi wanita itu dari mejaku. Beberapa wanita di meja lian tampak tersenyum sipu menatapku sambil berbisik-bisik. Misiku bukan pada para wanita itu. aku pun tidak peduli.

Kulihat Layyana tidak makan, gadis itu hanya memesan jus saja. Tak lama kasir memanggilnya.

“Nona Layyana! Pesanan sudah siap dibungkus!” tukas kasir.

Layyana tersenyum dan meninggalkan meja setelah meneguk habis jus miliknya. Lalu ia membayar tagihan dan melenggang keluar.

Tak mau ketinggalan, aku pun mengikuti gadis itu keluar setelah melakukan pembayaran. Sayangnya kasir tersebut begitu lama saat menukar uang kembalian.

“Mbak, bisa lebih cepat?” tukasku tak sabar, sesekali menatap keluar mengawasi Layyana yang kemudian hilang dari pandangan saat berbelok.

“Sabar, Mas Ganteng. Ini sedang ambil uang kembalian,” jawab kasir sambil senyam-senyum.

“Ah, sudahlah. Ambil saja kembaliannya untukmu!” kesalku sambil setengah berlari menuju keluar.

“Eh, Mas tunggu! Ini uangnya! Duuh, ganteng-ganteng sewot!”

Aku tidak peduli dengan ucapan si kasir centil. Aku bahkan terpaksa harus kehilangan uang pecah sembilan puluh dua ribu, kembalian dari uang seratus ribu yang tadi kuberikan kepada si kasir centil. Hidupku sedang sulit dan dia semakin mempersulitku.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!