-
-
-
***
-
-
Bulan Putri Oktavian anak sulung dari Jeny Adilla dan Kenan Oktavian. Memiliki paras cantik dan manis yang membuat para kaum adam akan langsung terpikat hanya dalam sekali pandang saja. Tahun ini Bulan berusia 19 tahun, ia baru saja lulus dari sekolah menengah pertamanya dan berencana akan melanjutkan study ke Fakultas kedokteran di Jerman. Selain cantik, Bulan juga sangat cerdas hingga ia tak tanggung mengambil jurusan kedokteran dan Bulan sangat bermimpi menjadi dokter ahli bedah jantung
Bulan, gadis yang sangat cerewet dan galak dimata adik-adiknya terutama Bryan, mereka sering sekali berselisih, namun dibalik itu semua Bulan sangat menyayangi adik-adiknya. Berhura-hura menghabiskan uang bulanan yang diberi sang Ayah adalah hobinya, ia selalu membeli barang-barang mewah dan apapun yang ia inginkan termasuk merawat tubuhnya. Hampir setiap minggu yang ia lakukan hanyalah melakukan perawatan tubuh karena baginya itu is number one. Meski mempunyai segalanya namun satu yang ia tidak miliki yaitu kebebasan. Beranjak dewasa Ken memang selalu melarang segala hal yang berhubungan dengan dunia luar pada Bulan ini dan ke overprotecktifan sang ayah membuat Bulan tak bisa bergaul dengan banyak teman terutama pria karena Ken selalu mengawasinya, walau tak secara langsung, karena ia mempunyai seorang pengawal yang selalu mengawasi tanpa sepengetahuan Bulan sehingga ia selalu tahu apa yang selalu di lakukan putrinya. Termasuk hubungan putrinya dengan pria bernama James Arian
Dean sebastian, pengusaha muda sukses berusia 30 tahun, Dean adalah seorang jenius yang sangat pendiam dan penuh misteri. 14 tahun lalu Dean adalah seorang anak yatim, dia hanya tinggal bersama ibunya, sampai ketika suatu kejadian mempertemukannya dengan Ken, pria baik hati yang membawanya dari kegelapan menuju jalan terang. Ken membawanya dari keterpurukan, menyekolahkan pria itu sampai lulus dan menjadi pengusaha sukses seperti sekarang. Ken juga membiayai semua pengobatan sang ibu. Dean berhutang banyak pada Ken sehingga ia selalu melakukan apa yang diperintah oleh pria yang selalu ia hormati itu. Dean sangat mengaggumi sosok Ken, baginya pria itu Dewa penolong dan Dean berjanji akan membalas semua kebaikan pria itu bahkan jika pria itu meminta nyawanya sekalipun. Itulah janji Dean pada Ken
Dean juga termasuk pria tampan yang dikagumi wanita prancis termasuk seorang wanita bernama Rivana, seorang desainer asal prancis keturunan Indonesia-inggris. Rivana adalah kekasih ketiga Dean. Mereka bertemu sejak kuliah dan mulai berhubungan setahun kebelakang. Rivana sangat mencintai Dean begitupun Dean namun Dean selalu membuat Rivana merasa aneh, karena meski sudah lama berhubungan tetapi Dean tidak pernah mau menyentuhnya dan jika sedang berkencan dan berduaan Dean hanya akan sebatas mencium dan mencumbuinya, mereka tidak pernah lebih dari itu. Dan itulah yang membuat Rivana sangat mencintai Dean, tidak seperti pria lain, pria itu begitu menghargainya dan selalu berkata akan melakukannya setelah mereka menikah nanti
James Arian, aktor pendatang baru yang popularitasnya sedang melejit saat ini. Dia adalah kekasih Bulan, mereka bertemu di sekolah sewaktu Arian masih menjadi kakak seniornya dan hubungan mereka berlanjut sampai sekarang. Mereka menjalin hubungan backstreet dari media dan tentunya dari ayah sang wanita karena Bulan sangat takut Ken akan menentang hubungan mereka mengingat bagaimana overprotecktifnya pria itu
Rivana gabriell, desainer terkenal berusia 28 tahun. Cantik dan memiliki perawakan bak model internasional. Pekerjaannya selalu menyita waktu membuat waktu pertemuannya bersama Dean semakin berkurang, tak ayal mereka hanya bertemu seminggu sekali namun itu tak pernah mengurangi rasa cinta Rivana terhadap Dean, meski banyak sekali kaum adam yang terpikat olehnya tetapi Rivana tetap setia pada Dean yang selama ini selalu menemaninya dari awal ia berjuang belajar bersama hingga tumbuhlah rasa cinta diantara keduanya. Rivana sendiri telah mematahkan hati beberapa wanita yang sangat menyukai Dean termasuk salah satu mantan kekasih Dean bernama Rosalina
-
-
Sekilas pengenalan dari Author semoga kalian suka ya sama visualnya
Dan satu lagi apa disini masih ada yang mengingat Dean??
-
-
-
-
-
***
-
Paris tahun 2014
-
Awan mendung dengan rintikan hujan membasahi bumi bagian belahan timur kota Paris. Hujan itu seolah mengerti kesedihan hati seorang pria muda bernama Dean sebastian
Setelah 7 tahun sang ibu menderita dengan penyakitnya, inilah hari dimana perempuan yang telah melahirkan seorang Dean itu pergi untuk selama-lamanya
Tetesan demi tetesan cairan bening itu mengalir dari kedua pelupuk mata Dean. Dean menutup mulutnya, ia ingin berteriak. Ia tak kuasa melihat tubuh yang kini terbujur kaku tak bernyawa didepannya. Tubuh itu selalu memeluknya dalam kehangatan dan kini Dean telah kehilangannya. Hidupnya kini akan terasa dingin dan semakin kesepian
Tubuh Dean gemetar, ia menunduk mendekatkan bibir ketelinga sang ibu yang sudah tertutup kain putih. Dengan suara bergetar ia lantunkan adzan untuk terakhir kalinya ditelinga sang ibu
" Tenanglah disana ma, sekarang mama sudah tidak menderita lagi. " bisik Dean sebelum ia kembali naik ke atas dibantu oleh seorang pria yang masih saja tampan meskipun kini usianya hampir memasuki kepala empat. Tangan pria itu menggandeng bahu Dean, dan memberi tepukan-tepukan disana seakan berusaha untuk memberinya kekuatan dan semangat
Tangisan Dean pecah saat petugas penggali tanah itu mulai menutupi jasad ibunya dengan cangkulan tanah. Dean tersungkur ketanah, menggenggam kuat tumpukan tanah itu demi menahan rasa sakitnya. Ia meraung menangis, selama ini ia tidak bisa melakukan apapun untuk ibunya, penyakit sang ibu memang sudah sembuh beberapa tahun lalu namun sebuah kabar buruk kembali menimpa Dean saat penyakit sang ibu kembali divonis kambuh
Dean sedikit merasakan kebahagian bersama ibunya kala itu, ibunya sehat dan senyum itu ada untuk Dean setiap harinya. Tetapi setelah satu tahun kesembuhannya, penyakit sang ibu kambuh dan semakin parah hingga pagi tadi wanita berusia 47 tahun itu menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya
" Tuan, aku-" Dean merasa tenggorokannya tercekat, ia tak bisa melanjutkan ucapannya. Pria yang masih berdiri disamping Dean mengangkat tubuh yang terus bergemetar hebat itu, ia rangkul kemudian ia peluk sambil mengusap punggung Dean. Mata pria itu juga terlihat berkaca merasakan kesedihan yang dirasakan Dean. Dean yang malang yang kini sebatang kara
" Iklaskan semuanya Dean, bukankah sekarang ibumu sudah tidak merasakan sakit lagi. " ucapnya serak
Dean mengangguk cepat dengan airmata menderai membasahi pipi
" Ibu akan berbahagia disana kan? ibuku wanita yang baik aku yakin Tuhan akan mengirimnya ke surga. "
" Ibumu wanita yang baik. Dia telah melahirkan anak yang baik sepertimu. "
" Terima kasih Tuan Ken, aku berjanji akan melakukan apapun untuk membalasmu. "
" Hey, kenapa bicara seperti itu. Belajarlah dengan baik untuk membalasku. " sautnya
Ya itu adalah Ken, suami Jeny Adilla. Pria berhati baik yang tanpa pamrih menolongnya. Pria itu memang membuang Dean dan ibunya ke Paris. Namun bukan benar-benar membuangnya melainkan menyekolahkan Dean sampai sekarang. Ken juga mengobati semua biaya pengobatan ibu Dean sampai detik terakhirnya
Dan itu membuat semua orang tidak mengerti, kenapa Ken memperlakukan Dean begitu berbeda. Pria itu seperti menyayangi Dean. Bahkan selama ini Ken selalu memantau dan mengunjungi Dean ke Paris
" Daddy. " seorang gadis kecil berusia lima tahun menarik-narik celananya
" Daddy gendong Chesy. " Ken melepaskan pelukannya pada Dean
" Chesy kembalilah pada Momy. Daddy masih sibuk. "
" No!"
" Astaga anak ini. " gumam Ken geram lalu segera memangku Chesy si putri bungsu yang paling manja padanya
" Tunggu sebentar. " ucap Ken pada Dean lalu ia berjalan menuju seorang wanita yang selalu tampil cantik dan menawan dimatanya. Wanita itu sedang berdiri tak jauh dari tempat ibu Dean dikebumikan bersama anak-anak mereka yang lainnya
" Tunggu disini bersama Mom. " ucap Ken pada Chesy sambil menurunkan balita itu
" Chesy mau ikut Daddy."
" Chesy ini bukan untuk anak kecil sepertimu. " Ken kini menaikan jari telunjuknya membuat gadis kecil itu sedikit takut dan langsung berlindung pada kaki sang ibu. Jeny terkekeh lucu, mensejajarkan tubuhnya pada Chesy yang kini cemberut
" Chesy Daddy sedang membantu kakak itu agar berhenti menangis. Jangan mengganggu Daddy untuk sementara oke!"
" Tapi Chesy mau sama Daddy. "
" Chesy come on kamu sudah besar kenapa bertingkah seperti bayi. " Kini putra satu-satunya Ken ikut menyahut dengan wajah cool nya. Wajah itu tidak jauh berbeda dengan Ken
" Shut up Bryan. " bentak Chesy lucu
" Heh dasar bayi. " ledek Bryan
Ken tak mau pusing, ia melengos begitu saja dan kembali pada Dean meninggalkan Jeny yang kerepotan karena harus melerai pertengkaran Bryan dan Chesy, lagi-lagi kembaran Chesy yaitu Chesa ikut bicara membela sang adik sehingga kedua bocah yang hanya terpaut satu tahun dengan Bryan itu berhasil membuat Bryan kalah. Mereka menjulurkan lidah pada kakak laki-laki mereka saat memenangkan perdebatan itu
" Mom kenapa Dad sangat menyayangi Dean?" kini si sulung Bulan mengeluarkan suaranya dengan tangan yang terlipat dan tatapan tak lepas dari Dean dan Ken
" Bulan, panggil dia kakak. Dia lebih tua darimu." Jeny menegur
" Tapi dia bukan kakaku. "
" Mom dan Daddy tidak pernah mengajarimu seperti itu. " Kini tatapan Jeny terlihat menajam membuat Bulan sedikit menciut
" Baiklah. Siapa sebenarnya KAK Dean itu Mom?" tanya Bulan dengan menekankan kata kaka
Jeny terdiam sejenak, sebenarnya ia pun tidak tahu siapa sebenarnya Dean dan ada hubungan apa Dean dengan Ken? yang ia tahu hanyalah Dean yang dulu hampir mencelakai Bulan
" Mungkin teman Dad. " jawab Jeny asal pada anak gadisnya yang baru berusia 12 tahun
" Teman? dia terlalu muda untuk menjadi teman Dad. " gumam Bulan lalu kembali memperhatikan sang ayah dan pria yang bernama Dean itu
" Mungkin Kak Dean anak Daddy dari perempuan lain. " celetuk Bryan hingga Jeny kesal dan menjitak kepala anak kesayangan Ken itu dengan kencang
" Sembarangan! kamu benar-benar mau Momy hukum ya. " bentak Jeny
" Hehe I'm kiding Mom. "sautnya menyengir kuda
" Bagaimana bisa anak kecil sepertimu tahu hal seperti itu!" gerutu Jeny namun masih bisa didengar semua orang
" Itu karena Momy. "
" Kenapa kamu menyalahkan Momy!" Jeny berkacak pinggang
" Ya karena sinetron kesayangan Momy, Momy tidak pernah membiarkan kami menonton yang lain jika sinetron kesayangan Momy belum selesai. " jawab Bryan mengutarakan kekesalannya pada sang ibu selama ini
" Lalu kenapa kamu selalu ikut menontonnya. "
" Terpaksa Mom karena Daddy pun ikut menonton. " Jeny jengah, kenapa semua anak-anaknya sangat menurut dan mengidolakan sang ayah. Padahal dirinya yang selama ini paling dekat dirumah dengan mereka karena Ken selalu bekerja. Hanya hari libur dan malam hari saja mereka bertemu dengan Ken
Tidak mau menanggapi Bryan, Jeny kembali pada Ken. Pria itu tak henti mengusap punggung Dean dan memberi semangat pada pria muda itu
Dean masih saja menangis, tanah merah menjadi saksi bisu kesedihan mendalam pria itu. Rintikan hujan semakin banyak hingga kian lama kian membasahi baju mereka. Semua pelayad telah pergi satu persatu dari sana perlahan meninggalkan keduanya
" Tuan, apa kau tahu selama hidupnya ibuku tidak pernah bahagia?"
" Kenapa kau berbicara seperti itu?"
" Ibuku selalu menderita, dulu dia selalu menangis. " Dean tak melanjutkan ucapannya kedua tangannya terkepal begitu saja, ia merasa tiba-tiba marah
" Apa dia selalu tersenyum padamu?"
Dean mengangguk
" Apa ibumu juga selalu memelukmu?. "
Dean tersenyum kaku
" Ibu selalu memelukku saat aku mengatakan bahwa aku menjadi juara dikelas. Ibuku bahkan selalu menangis saat aku memberikan semua hasil belajarku setiap tahunnya. Dia bilang dia bangga padakku. " tutur Dean terisak
" Itu artinya dia bahagia. " saut Ken tersenyum hangat
" Jangan terpuruk, kau harus bangkit demi ibumu. Aku yakin dia akan selalu tersenyum disana bila melihat anaknya selalu kuat dan berbahagia. "
Dean merasa mendapat sedikit kekuatan, ia menatap Ken sejenak kemudian menghambur memeluk tubuh pria yang sangat ia kagumi itu
" Terima kasih Tuan. " ucapnya pada Ken
-
-
***
-
-
Ken membawa Dean kerumah mereka yang berada di Paris karena selama ini Dean tinggal di sebuah Apartement yang dibelikan Ken untuknya. Pria itu tak tega jika harus meninggalkan Dean yang masih berkabung sendiri dirumahnya
Malam itu mereka sedang berkumpul menikmati cemilan buatan Jeny sambil menonton televisi. Ken melirik Dean yang duduk disebelahnya, pandangan Dean lurus ke arah televisi namun Ken tahu pandangan itu kosong tak benar-benar menonton. Ia segera rangkul bahu Dean dan kembali mengusap-ngusapnya
" Kenapa bahu seorang pria lembek seperti ini. " Ken berusaha menghibur Dean
" Aku jarang berolahraga Tuan. "
" Luangkan waktumu untuk berolahraga sebentar, jangan belajar terus. " Ken celingukan ia melihat Jeny sejenak, wanita itu masih fokus pada sinetron kesayangannya. Dan Ken merasa heran padahal ini diluar negri dan kenapa sinetron itu masih ada!
" Tubuh pria harus seperti ini agar semua wanita mengejarmu. " bisik Ken seraya menepuk dadanya sendiri. Ken tersenyum saat melihat Dean tersenyum mendengar ucapannya. Meskipun senyuman itu sangat tipis. Ken tepuk kepala Dean pelan seperti seorang ayah yang bangga pada anaknya
" Momy .. Momy .. " Chesy berlari dari arah tangga sambil memanggil ibunya
" Chesy jangan lari!" Ken menegurnya
" Momy Bryan dan Chesa bertengkar lagi. " adu Chesy dari jauh
" Kenapa bisa bertengkar?" tanya Jeny datar karena ini sudah bukan hal yang aneh baginya dan Ken
" Bryan tidak mau tidur bersama kami, dia bilang mau sendiri. "
" Biarkan saja, biar dia tidur diluar. "
Bulan yang sedang berbaring dengan paha sang ibu menjadi bantalannya tiba-tiba tertawa mendengar ucapannya
" Momy kejam sekali. " ucap Bulan di sela tawanya
" Momy. " satu lagi datang yaitu Chesa dan pasti akan mengadu lagi pada Jeny
" Momy, Bryan menarik rambutku. "
" Bohong aku tidak melakukannya. " Bryan yang menyusul Chesa membela diri
" Tidak Mom, tadi Bryan memang menarik rambut Chesa. " Chesy membela kembarannya
" Bryan, kamu pria atau wanita?." tanya Jeny karena dikeluarga mereka Bryan lah yang paling nakal dan jahil sehingga yang paling sering membuat Jeny kesal
" Aku pria yang tampan. " sautnya membuat Ken dan Bulan tertawa
Dean hanya tersenyum melihat keluarga kecil yang terasa hangat itu hingga ia pun merasakan kehangatannya. Untuk sesaat Dean lupa akan kesedihannya
" Kenapa pria beraninya sama wanita?"
" Sesama pria pun Bryan berani. Dika dan Gading saja kalah dengan tinju Bryan. " Jeny benar-benar geram ingin mencubit Bryan namun jika ada Ken, Jeny mana berani karena Ken akan marah padanya bila menyentuh putra kesayangannya itu. Yang bisa dilakukan Jeny hanyalah menarik nafasnya dalam
" Bryan, kemarilah. " panggil Ken. Bryan langsung menurut dan duduk disamping ayahnya
" Kamu tidak mau tidur bersama Chesa dan Chesy?"
" Iya Dad, mereka sangat berisik Bryan tidak suka. "
" Kalau begitu bagaimana jika tidur bersama kak Dean?" tanya Ken
" Apa kak Dean suka mendengkur saat tidur. " tanya Bryan menatap Dean
Dean hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya
" Oke Dad. Bryan mau. "
" Good boy. " ucap Ken mengusap puncak kepala Bryan lalu memberikan ciumannya
Menjelang malam mereka semua masuk kekamarnya masing-masing. Begitupun Dean dan Bryan, kedua pria berbeda generasi itu kini tengah berbaring diatas ranjang seraya menatap langit-langit kamar yang ditempati mereka
Sentuhan tangan kecil dikening Dean menyadarkannya. Kepala Dean berbalik menoleh pada Bryan yang sedang menyengir padanya, bibir Dean tersenyum
" Kenapa kamu belum tidur?" tanya Dean
" Kenapa kakak belum tidur. "
" Kakak tidak bisa tidur. "
Bryan segera bangun, ia ambil sesuatu didalam kantong piyamanya lalu memakaikan pada Dean yang hanya terdiam
" Penutup mata ini akan membuat kakak tertidur. "
" Terima kasih Boy. " saut Dean kembali tersenyum
" Tuhan tak bisakah aku selamanya saja berada ditengah keluarga hangat ini? mereka begitu hangat, tidak ada kesepian dan kedinginan disini. Semuanya terasa hangat. " batin Dean lalu benar-benar memejamkan matanya, benar kata Bryan penutup mata itu membuatnya mengantuk
30 menit kemudian ...
" Bryan. " teriak Bulan dengan tak sopan masuk begitu saja ke kamar mereka dan membuat Bryan yang akan terlelap membuka matanya kembali
" Kenapa kakak malam-malam seperti ini berteriak seperti dihutan saja! " jawab Bryan
" Mana penutup mataku, kamu mencurinya. " teriaknya lagi. Bulan benar-benar garang apalagi ketika melihat penutup mata itu ternyata ada pada Dean. Buru-buru Bulan mendekat dan secepat kilat ia lepaskan kasar dari Dean membuat Dean yang sudah terlelap terbangun kembali, pria itu tersentak melihat wajah Bulan yang garang di depan matanya
" Beraninya menyentuh barangku. " teriak Bulan
Plak
Pukulan keras mendarat dikepala Dean hingga ia meringis karenannya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi Bulan langsung pergi dari sana meninggalkan Dean yang melongo karena tak tahu apapun dan tiba-tiba saja mendapat pukulan Bulan, ia menoleh pada Bryan yang hanya memberi cengiran padanya
-
-
***
-
-
-
-
***
-
-
Dean membuka matanya, pagi yang sangat berbeda dari pagi sebelumnya. Jika biasanya suara lemah sang mama yang terbaring diranjang kasur rumah sakit membangunkan Dean, airmata itu kembali menggenang namun secepat kilat ia usap dengan kasar
Dean beranjak bangun, turun dari kasur dan berjalan menuju jendela. Dibukanya jendela itu lebar, Dean sedikit tertegun memperhatikan gadis galak yang semalam memukul kepalanya sedang berenang dikolam renang dihalaman rumah mewah itu
" Hey kau penguntit!" teriak Bulan sembari menunjuk Dean dengan wajah garangnya. Dean hanya menghela nafasnya lalu pergi dari jendela menuju keluar kamar
Belum sempat Dean melangkah jauh dari pintu, sebuah pukulan mendarat dipunggungnya. Memang tak sakit tapi itu cukup membuat Dean tersentak kaget
" Kau mengintipku? dasar penguntit. " Bulan marah menunjuk-nunjuk wajah Dean dengan tak sopannya
" Mana mungkin aku mengintip gadis kecil sepertimu. " suara Dean benar-benar pelan
" Kalau tidak menguntit tadi apa?" Bulan kembali bersuara kencang membentak Dean
" Ada apa ini?" tanya Ken diambang pintu yang mendengar keributan diluar kamarnya
" Dia penguntit!" tunjuk Bulan lagi tepat diwajah Dean. Dean menatapi tubuh Bulan yang hanya terbalut baju renang dari bawah keatas. Semuanya rata dan Dean merasa heran dengan Bulan yang begitu percaya diri ia mengintipnya. Membuat Bulan semakin kesal dan spontan menyilangkan kedua tangan nya didada
" Kau bahkan belum mempunyai payu*dara, apa yang bisa dilihat?"
Ken tak bisa menahan tawanya dengan ucapan Dean, ia tergelak kencang
" Sayang, sepertinya kamu berlebihan. Mungkin Dean tak sengaja melihatmu. "
" Dad membela dia?" Bulan kembali menunjuk Dean dan Ken langsung memegang telunjuk itu, menariknya kebawah
" Dad, tidak membela Dean, hanya saja yang dikatakan Dean memang tidak salah. " Ken mengulum senyumnya, gadis yang baru mulai beranjak remaja itu terlihat lucu dimata sang ayah saat mencoba menutupi dadanya yang masih rata
" Kalian sama saja! mentang-mentang jenis kelamin kalian sama. " bentak Bulan lalu berjingkat meninggalkan keduanya
" Astaga anak itu. " ucap Ken dengan tawa kecil. Ken beralih pada Dean yang masih melongo aneh. Ia tepuk pundak Dean
" Jangan dengarkan Bulan. Dia memang selalu galak dan jutek pada siapapun. " tutur Ken
" Dia hanya seorang gadis kecil. " saut Dean
" Ya , dia hanya anak kecil. Tapi selalu membuatku khawatir. " gumam Ken
" Dean, bisakah kita bicara berdua?"
" Tentu saja Tuan." saut Dean
Kemudian mereka berjalan beriringan menuju halaman depan dimana disitu ada sebuah kursi ditengah-tengah taman yang ditumbuhi pepohonan. Sehingga udara disana sangat sejuk. Jika dilihat dari belakang mereka tampak seperti teman seperjuangan karena tubuh Dean yang menyamai Ken bahkan sedikit lebih tinggi dari ayah Bulan itu, jika beberapa tahun kebelakang Dean memang masih sebahu Ken namun sepertinya pertumbuhan Dean sangat cepat hingga sekarang tingginya menyusul Ken
Tatapan Dean tampak mengedar kesana kemari memperhatikan setiap inci rumah yang mewah dan luas. Namun rumah itu selalu kosong karena Ken kesana hanya saat mengunjunginya saja. Dua pelayan Ken kesana hanya seminggu sekali dan penjaga rumah hanya berdiam digerbang depan saja
" Kau suka tinggal disini?. "
" Aku selalu suka tinggal dimanapun. " Ken duduk dikursi panjang itu diikuti Dean
" Kau boleh tinggal disini jika kau mau. " Ken beralih menatap Dean
" Mungkin tinggal di Apartement akan membuatmu selalu mengingat ibumu. Atau kau mau ikut denganku ke Jakarta?" Dean menoleh mendengar pertanyaan Ken. Sudah lama ia tidak pulang ke negri dan kampung halaman tempat ia dilahirkan. Dean sangat rindu tapi jika kembali Dean akan bersama siapa dan tinggal dimana? ia tidak mungkin terus merepotkan Ken, sementara pria itu terus memgeluarkan banyak uang untuknya
" Aku tidak mungkin meninggalkan sekolahku. Tahun ini aku wisuda. " saut Dean menolak secara halus
" Lalu kau mau kembali ke Apartement itu?"
Dean mengangguk cepat
" Baiklah, aku tidak bisa memaksamu juga. " ucap Ken. Tatapan manik hitam pekat itu dipenuhi rasa iba
" Jaga kesehatanmu, kau masih mempunyai masa depan yang panjang. Kau harus sukses dan tunjukan pada ibumu. "
Dean tersenyum memandangi Ken. Hanya pada pria itulah Dean bisa tersenyum
" Apa yang bisa kulakukan untuk membalas semuanya Tuan? " tanya Dean
" Belajarlah!" hanya itu yang keluar dari mulut Ken
" Kenapa jawabanmu selalu sama?"
" Karena kau sangat jenius. Aku tidak bisa melewatkan orang jenius sepertimu. "
Dean tertegun dengan jawaban Ken yang selalu sama
" Kapan wisudamu?"
" Tiga bulan lagi. "
" Aku akan datang menjadi walimu. " saut Ken dan ia bisa melihat kedua mata Dean berbinar seketika
" Kau sungguh luar biasa Tuan. " puji Dean dan Ken hanya tersenyum membalasnya
" Ayo kita sarapan. " ajak Ken beranjak berdiri
diikuti Dean
Dari jauh semua anggota keluarga Ken berkumpul dimeja makan. Terjadi keriuhan disana karena tiga bocah yang selalu berselisih, siapa lagi kalau bukan sikembar Chesa, Chesy dan si nakal Bryan yang selalu membuat masalah dengan adik-adiknya
Dean hanya mengikuti Ken dan saat tubuhnya tak terhalangi pria itu Dean melihat Bulan. Gadis kecil itu masih saja garang padanya
" Dasar penguntit!" ucapnya tanpa mengeluarkan suara
Dean mengabaikan tatapan garang itu, ia duduk disebelah Ken bersebrangan dengan si galak Bulan
" Chesa, aku mau kuningnya. "
" Baiklah aku mau putihnya." saut Chesa
Putri kembar Ken itu memang sangat aneh yang satu sangat suka kuning telur dan yang satunya lagi sangat suka putihnya dan hampir setiap hari menjadi menu makanan mereka seakan tak pernah bosan
" Dad aku mau ke menara Eifeel. " seru Chesy
" Sayang, Eifeel itu tempat yang romantis. Kesana harus bersama pasangan, memangnya kamu sudah punya pasangan?" Ken memang pandai berbohong hingga Jeny yang disebelahnya harus menyenggol tangan suaminya itu
" Kenapa kamu selalu berbohong." tegur Jeny berbisik
" Sayang, kamu seperti tidak tahu Chesy saja. Dia tidak akan pernah menerima jika alasanku sibuk bekerja. "
" Kak memangnya benar apa yang Dad bilang?" tanya Chesy pada kakak tertuanya. Bulan melirik Ken sejenak, pria itu memberi kode mengedipkan mata padanya
" Iya, adik harus bersama pacar. " saut Bulan ikut berbohong
" Kalau begitu ke Disneyland saja. Disneyland kan bisa untuk anak kecil. " Ken menepuk-nepuk jidatnya, percuma saja tadi ia berbohong pada putri bungsunya
" Lain kali saja ya."
" No Chesy mau sekarang dad." Lihatlah Chesy jika keinginannya tak dituruti ia pasti akan merajuk lama dan mogok makan
" Chesy .. " panggil Jeny lembut
" Mom, kita belum berlibur bulan ini. "
" Dad sangat sibuk besok kita pulang. "
" Tidak mau, tidak mau. Aku mau ke disneyland. "
" Dad, biarkan saja Chesy tinggal sendirian disini. " Bryan ikut berceloteh dan mulai mencari gara-gara
" Shut up Bryan, kenapa kau selalu ikut campur. "
" Terserah mulutku. "
" Mulutmu memang menyabalkan. "
Bryan menjulurkan lidah membuat Chesy melemparnya dengan sendok, kesal karena mengenai hidungnya Bryan membalas Chesy dengan melempar sendok itu kembali begitu seterusnya sampai berulang
" Beginilah Dean kehidupan sehari-hariku. " keluh Ken
" Tapi kau terlihat bahagia Tuan. " saut Dean tersenyum
" Aku memang sangat bahagia. Suatu saat kau juga pasti akan menemukan kebahagiaan. Kau hanya harus percaya!. "
Dean hanya terdiam dengan senyum tak memudar, dan juga tatapan itu tak lepas dari Bryan dan Chesy yang terus saling melempar sendok. Mereka sangat lucu dan imut dimata Dean. Dan Dean sangat iri dengan kehangatan keluarga kecil ini
-
Keesokan paginya mereka telah bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Setelah sarapan dan mempaking semua barang, Ken maupun Jeny turun kebawah
Untuk pertama kalinya Ken merasa berat meninggalkan Dean. Jika dipikir, Dean memang bukan siapa-siapanya namun ada sesuatu pada diri Dean yang selalu membuatnya merasa kasihan
Semua barang telah masuk kedalam mobil begitupun dengan keempat anak Ken beserta Jeny. Semuanya telah siap dan menempati posisi masing-masing dalam mobil mewah itu
Ken dan Dean masih berdiri diambang pintu. Ia tepuk bahu Dean kemudian ia juga tepuk puncak kepala pria muda itu
" Jaga dirimu!" pesan Ken tersenyum sambil menepuk kembali bahu Dean lalu perlahan memutar tubuh dan berjalan menjauh
Ditengah jalan, Ken berbalik dan melambaikan tangan pada Dean. Sejujurnya ia tidak tega melihat Dean yang masih berkabung namun Ken terpaksa harus meninggalkannya karena ada pekerjaan yang sangat penting di Jakarta yang tidak bisa ia tinggalkan atau cancle
Dean tersenyum dan balas melambaikan tangan pada Ken sampai Ken masuk kedalam mobil dan mobil itu menghilang dari pandangan Dean
Senyum dibibir Dean luntur, tatapan itu sendu. Ia menutup kedua pintu itu rapat. Seketika ia langsung terduduk ke lantai memeluk kedua kakinya, ia kembali kesepian dan merasa dingin. Dean kembali menangis sambil terus memanggil nama Mamanya
" Mama. " gumamnya pilu
Sementara di dalam mobil
Jeny mengusap bahu Ken, sedari tadi suaminya ini terus melamun tak bersuara. Padahal anak-anak mereka sangat ribut dibelakang
" Ada apa?" tanya Jeny lembut
" Aku memikirkan Dean. "
" Dia sudah besar, dia akan baik-baik saja. " Jeny mencoba menenangkan Ken. Hanya helaan nafas yang keluar dari mulut Ken
" Kenapa kamu sangat perduli padanya Ken?" tanya Jeny seraya mengusap dada Ken, pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi belakang dan termenung beberapa saat
" Aku selalu melihat kesedihan dimata anak itu. "
" Dia sedih karena kehilangan ibunya. "
" Tidak Jen. Saat pertama kali aku melihatnya, aku sudah melihat, mata itu terlihat menyembunyikan kesedihan dan rasa kesepiannya. "
" Apa itu alasanmu membantunya?"
" Iya aku merasa iba. Selain itu dia juga sangat jenius. Aku tidak menyesal menyekolahkannya sampai setinggi sekarang. " saut Ken tersenyum bangga. Jeny menyandarkan kepalanya pada bahu Ken dan kedua tangan itu melingkar di tubuh sang suami
" Jangan terlalu dipikirkan hmm? kita bisa mengunjunginya kapanpun. "
" Terima kasih sayang. " saut Ken mengecup puncak kepala Jeny
Terdengar suara tangisan dibelakang kursi mereka
" Chesa atau Chesy yang menangis?" tanya Jeny datar
" Mom Chesa dipukul Bryan. " adu Chesy
" Bryan. " Jeny menegur Bryan, ia menoleh kebelakang memelototi putranya itu
" Chesa menggigitku. Lihat!" Bryan menunjukan bekas gigitan Chesa di tangannya
" Chesa, berhentilah menangis. " ucap Jeny pada Chesa
" Mom sakit huaaaa... "
" Kamu juga salah menggigit Bryan. "
" Kenapa kalian berisik sekali!" kini Bulan yang duduk disebelah Jeny ikut bersuara karena kerewelan adik-adiknya
" Dengar itu bayi cengeng, Mom juga menyalahkamu. " Bryan benar-benar tak mau kalah dengan adik-adiknya
" Momy .. momy kepala Chesa sakit. " adunya lebay dengan airmata menderai
" Diam jangan berisik lagi. Atau momy akan menurunkan kalian dijalan dan kalian dibawa pergi mafia. Tubuh kalian dicabik-cabik pakai kampak merah!"
Seketika mobil itu menjadi hening hanya terdengar isakan pelan Chesa yang seperti ditahan karena takut oleh sang ibu
Jeny kembali pada Ken yang tertawa lucu mendengar ocehannya memarahi anak-anak dan Ken sampai menggelengkan kepalanya. Hampir setiap hari ada saja kelakuan anak-anak mereka yang membuat bibir Jeny tak henti mengoceh
" Sayang, sepertinya akan seru bila kita menambah satu anak lagi. " ucap Ken usil
" Tidak! bisa-bisa rambutku rontok. " saut Jeny yang memang turun tangan sendiri mengurus anak-anaknya tanpa seorang baby sister
Ken terbahak, ia rangkul tubuh itu dengan mesra dan erat. Ia juga kecupi kening itu berulang
" Terima kasih Mom, kamu ibu yang hebat untuk anak-anak kita. " bisik Ken, ia raih tangan istrinya untuk ia kecupi dengan begitu lembut hingga bibir mungil itu tersenyum merekah
-
-
-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!