NovelToon NovelToon

Pesona Sang Duda

Bab 1

"Dasar laki - laki, semuanya sama saja.!" Celina mencibir kesal. Dia bahkan menendang pintu apartemen Marvin setelah tadi di usir olehnya. Laki - laki yang hampir genap 1 tahun menjadi sugar daddynya, kini memutuskan kontrak begitu saja dan menyuruh Celina untuk tidak lagi muncul di hadapannya.

Dengan alasan ingin memperbaiki diri dan kembali pada istrinya, Marvin mencampakkan Celina yang selama ini selalu ada untuknya sebagai pemuas nafsunya. Tidak salah memang jika Marvin menyudahi hubungan terlarang mereka, hanya saja Celina sudah terlanjur menaruh hati pada laki - laki yang usianya hampir terpaut 14 tahun lebih tua darinya.

Kedekatan dan pertemuan mereka yang terbilang intens, membuat benih - benih cinta tumbuh di hati Celina. Ada perasaan berbeda yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya terhadap beberapa mantan sugar daddynya. Perasaan itu lebih kepada kenyamanan dan rasa bahagia setiap kali bersamanya. Celina bahkan selalu menikmati pergulatan panasnya dengan Marvin, bahkan terkadang dia yang meminta sendiri pada Marvin untuk mengulanginya. Dia sudah terlanjur mendambakan laki - laki blasteran Jerman itu.

"Marvin sialan.!! Awas saja kau.!!" Geram Celina lagi. Kali ini dia memukul dan menendang kembali pintu apartemen Marvin sebelum akhirnya beranjak dari sana.

Tidak ada pembenaran dan pembelaan atas apa yang dia lakukan selama lebih dari 2 tahun terakhir. Celina tau betul bahwa apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dia secara suka rela membiarkan hidupnya hancur dan menggeluti profesi terkutuk ini, setelah dulu di nodai sang kekasih dan kemudian di campakkan.

Ya, hanya karna berawal dari rasa sakit hati, kemudian di tambah dengan hidupnya yang jauh dari kata bahagia, Celina lebih memilih mencari kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tidak peduli meski cara yang dia ambil akan menjadi kesalahan dan penyesalan terbesar dalam hidupnya.

"Kamu pikir kamu tampan.?! Kamu pikir kamu hebat.?!" Celina terus meracau di dalam mobil yang sedang dia kendarai.

"Hah.!!!" Celina membuang nafas kasar. Dia sakit hati dan kecewa karna di tinggalkan oleh Marvin, tapi tidak bisa berbuat apapun selain mengumpatnya dan menangis.

"Kita lihat saja nanti, aku pasti bisa mendapatkan laki - laki yang lebih tampan dan lebih hebat dari mu.! Aku pastikan dia lebih besar dan kuat,,,!!"

Celina terkekeh sendiri setelah mengatakan kalimat terakhir. Sepertinya dia jadi tidak waras karna di tinggalkan oleh Marvin.

Alih - alih pulang ke apartemennya, Celina justru membelokkan mobilnya ke club yang lumayan besar di Jakarta. Padahal saat itu sudah menunjukan pukul 11 malam. Sangat berbahaya bagi wanita seusianya pergi seorang diri.

Saat ini Celina hanya ingin menenangkan dirinya. Dia ingin melupakan sejenak rasa sakit hatinya terhadap Marvin. Setidaknya dengan menenggak alkohol, dia akan merasa jauh lebih baik.

Sudah lama dia tidak datang ke club sejak menjalin hubungan dengan Marvin. Dia lebih sering mengurung diri di dalam apartemen Marvin dan melakukan tugasnya sebagai sugar baby.

Persetan dengan Marvin.! Celina membanting kasar pintu mobilnya. Kalau saja dia tidak memiliki perasaan, mungkin tadi dia sudah membuat wajah Marvin babak belur. Geram rasanya mengingat ucapan yang di lontarkan oleh Marvin tadi.

Selama hampir 1 tahun menikmatinya di atas ranjang, dengan entengnya dia mengatakan jika selama ini Marvin baru sadar kalau istrinya jauh lebih baik dari Celina.

Celina mengembangkan senyum sinis sembari berjalan memasuki club.

Pernyataan bodoh macam apa yang sudah di lontarkan oleh Marvin. Kalau memang selama ini istrinya jauh lebih baik darinya, tidak mungkin selama hampir 1 tahun lebih dia memilih tidur dengannya ketimbang istrinya sendiri.

"2 botol vodka.!!" Seru Celina dengan suara lantang dan keras. Suasana club yang ramai membuatnya harus berteriak.

Bartender di depannya terlihat melongo mendengar pesanan yang di sebutkan oleh Celina. Wanita itu datang seorang diri tapi memesan 2 botol vodka sekaligus.

Celina berdecak kesal melihat tingkah laki - laki di hadapannya.

"Aku bilang 2 botol vodka.!!" Teriak Celina sekali lagi. Dia mengambil dompet dan mengeluarkan salah satu kartu kredit di dalamnya.

"Ok.!" Dia pergi dan mengambilkan apa yang di pesan oleh Celina. Menyodorkan 2 botol vodka dan 1 gelas kecil di depan Celina.

Setelah melakukan pembayaran, Celina memilih beranjak dan mencari tempat duduk yang lebih leluasa agar dia bisa minum dengan tenang. Karna jika dia duduk di depan bar, pasti akan banyak laki - laki yang menghampirinya.

Celina duduk seorang diri di pojok ruangan. Dia mulai meneguk vodka dengan menuangkannya ke dalam gelas lebih dulu. Suara bising dan ramainya orang di dalam sana seakan tidak memberikan efek apapun untuk Celina. Dia terlalu asik menikmati minuman setan di tangannya.

"Hahaha,,, dasar Marvin bodoh.!" Gumamnya meracau. Kesadaran Celina sudah mulai menurun setelah menghabiskan hampir setengah botol vodka.

"Kamu pikir bisa mendapatkan kepuasan yang sepadan dari istrimu.!" Ujarnya lagi dengan raut kemarahan di wajahnya. Celina masih saja belum bisa terima perlakukan Marvin.

Rupanya gerak gerik Celina di perhatikan oleh 3 laki - laki yang berada di depannya, yang hanya berjarak 1 meja dari tempat duduk Celina.

"Daun muda bro.!!" Bisik salah satu dari mereka.

"Lu nggak tertarik nyicipin.? Kita liat bagaimana kemampuan lu buat narik lawan jenis. " Ujarnya menantang. Yang diberi tantangan hanya menarik tipis sudut bibirnya. Dia menghembuskan asap rokok, kemudian mematikan batang rokok yang ada di tangannya.

Dia menatap Celina dengan sorot mata tajam. Seakan sedang mengintainya.

"Gue cabut dulu,," Dia beranjak sambil menepuk pundak kedua temannya secara bergantian.

"Haha,,, langsung di sikat tuh sama Vano.!!" Ujar laki - laki yang tadi menantangnya. Dia tertawa melihat Vano yang berjalan mendekati Celina.

"Pedangnya perlu di asah bro biar nggak karatan.! Dikira enak menduda bertahun - tahun,,," Satu temannya lagi, menimpali dengan setengah mencibir.

Celina mengangkat wajahnya saat kedua matanya merasakan ada seseorang yang berdiri di depannya.

Di lihatnya sosok laki - laki bertubuh tegap dan tinggi yang saat ini sedang menatapnya. Celina bahkan sampai harus mendongak untuk menatap wajah laki - laki itu. Satu kata yang dia ucapkan dalam hati saat melihat wajah Vano, "tampan".

"Boleh gabung.?" Tanya Vano, namun dia sudah duduk di sebelah Celina tanpa permisi.

Celina terkekeh kecil.

"Ngapain ijin kalau bisa langsung duduk,,," Ucapnya sedikit menyindir.

"Hanya boleh gabung, tidak untuk berbagi minum,,," Celetuk Celina cepat. Karna dia melihat Vano yang terus menatap ke arah mejanya.

"Perhitungan sekali,,," Sahut Vano dengan senyum smirknya yang khas.

"Kamu bisa beli sendiri kalau mau, ada banyak di sana,,," Celina menunjuk bar yang lumayan jauh dari tempatnya duduk.

"Yang ini jauh lebih menarik dan enak,,," Ujar Vano. Dia mengambil paksa gelas yang ada di tangan Celina dan meneguk isinya hingga tandas.

"Heh.!!! Seenaknya saja.!" Pekik Celina. Dia mengambil kembali gelas miliknya.

"Tinggal beli yang baru, apa susahnya.! Kamu pasti banyak uang,,," Celina meraih tangan Vano dan menyingkap jas di pergelangan tangan Vano.

"Jam ini harganya ratusan juta, kenapa nggak bisa beli vodka sendiri,,,!" Ujarnya ketus. Dia mengibaskan kasar tangan Vano setelah berkata seperti itu.

Vano hanya tersenyum geli. Wanita muda di sampingnya sudah mulai kehilangan kesadaran. Nada bicaranya terdengar melantur. Vano memilih diam dan hanya memperhatikan Celina yang terus meneguk vodka tanpa henti.

...****...

Akhirnya setelah sekian lama, othor bisa bikin Novel sendiri untuk Celina. 😍

Pantengin terus ya novelnya mantan sugar baby yang bicaranya ceplas ceplos 😁

Jangan lupa vote, selalu tinggalkan like dan komen.

Makasih

Bab 2

"Sudah, kamu terlalu banyak minum,,," Vano mengambil botol kedua yang ada di tangan Sisil. Vodka di dalam botol itu hanya tersisa setengahnya. Itu artinya Celina sudah menghabiskan 1 setelah botol vodka. Tidak heran kalau saat ini dia kesulitan menjaga keseimbangan. Badannya seperti terombang ambing, ke kiri, ke kanan bahkan ke depan. Vano yang harus membenarkan posisi Celina berulang kali.

"Balikin,,, aku masih mau minum,,," Tangan Celina berusaha merebut botol di tangan Vano. Rasa kesal terhadap Marvin membuat Celina merasa belum puas jika belum menenggak semua vodka itu.

"Kamu udah nggak sadar kayak gini masih mau minum.?!" Ujar Vano sinis.

"Duduk aja nggak bisa tegap.!" Lanjutnya lagi. Vano bahkan sampai mendorong bahu Celina dengan telunjuknya, dan tubuh Celina langsung terhuyung ke sofa. Vano hanya bisa menelan saliva melihat tubuh Celina yang terlentang di sofa dengan kaki yang menjuntai.

"Heh.!! Dasar Marvin sialan.! Berikan padaku.!" Racau Celina. Dia mengira Vano adalah Marvin, dan hal itu membuatnya semakin kesal terlebih vodka miliknya sudah di rebut.

Dengan susah payah Celina bangun, tangannya berpegangan pada lengan dan pundak Vano. Dia terus berusaha mengambil vodka di tangan Vano.

"Kamu sudah mengusirku.! Sekarang malah menyusulku dan mengambil minumanku.!" Celina terus memukul lengan dan dada Vano karna tak kunjung mendapatkan vodka yang dia inginkan.

"Dasar gila,,," Gumam Vano. Dia tersenyum geli mendengar racauan Celina.

"lihat ini.!" Vano mengarahkan botol vodka ke mulutnya sendri kemudian menenggaknya perlahan hingga tandas.

"Heiii.!! Baj*ngan, jangan minum minumanku.!" Celina berteriak sembari menangis.

"Awas saja kau, jangan harap aku mau kembali lagi padamu.! Aku yakin istrimu tidak akan bisa memuaskanmu.!" Celina bangun dan duduk di pangkuan Vano, hal itu membuat Vano kaget. Namun yang membuatnya semakin kaget, Celina langsung meraih tengkuknya dan mencium bibirnya dengan rakus dan penuh *****.

Vano tidak bisa berkutik, dia ingin menghentikan aksi Celina namun sudah terlanjur menikmati ciumannya.

Sudah lama Vano tidak pernah merasakan ci*man seperti ini dengan rasa yang berbeda. Sudah lama dia tidak bisa merasakan ciuman seperti ini dari wanita manapun kecuali matan istrinya, Jasmin.

"Kamu bilang istrimu jauh lebih baik,,?!" Ujar Celina setelah melepaskan ciumannya.

"Biar aku tunjukan sehebat apa diriku.!" Celina hendak mencium Vano lagi, namun dia langsung tersadar kalau laki - laki itu bukan Marvin.

"Sial,,," Gumamnya. Kemudian turun perlahan dari pangkuan Vano.

"Sorry,," Ucapnya dan menyenderkan tubuhnya di sofa.

"Tidak segampang itu setelah kamu menci*mku.!" Bisikan Vano. Dia meraih tengkuk Celina dan menci*m bib*rnya tanpa henti. Celina yang awalnya memberontak, kini hanya diam dan bahkan membalas ci*man Vano.

"Mau main.??" Tanya Vano setelah melepaskan ci*mannya. Dia semakin tidak bisa mengontrol dirinya. Celina sangat menggoda hingga berhasil membuatnya on tanpa perlu bert*lanj*ng dan melakukan gerakan ero tis di depannya, seperti yang biasa di lakukan oleh wanita bayarannya.

Mendapat tawaran seperti ini, mata Celina langsung mengarah pada benda sensitif Vano.

"Kenapa.? Standar ukuranmu tinggi.?" Tanya Vano. Dia seolah paham dengan apa yang ada di dalam otak Celina.

Celina tersenyum geli, tapi kemudian menganggukan kepalanya.

"Jangan khawatir, aku bahkan akan membuatmu tidak bisa berjalan setelah ini.!" Ucap Vano yakin. Dia langsung menarik tangan Celina dan membawanya ke lantai atas untuk memesan kamar.

Sampainya di kamar, Vano sangat tergesa - gesa menggiring Celina ke ranjang. Dia bahkan berjalan sambil terus menci*m bib*r Celina dan mulai melucuti kain yang menempel di tubuh Celina. Vano melepaskan tas di pundak Celina, kemudian meletakannya begitu saja di lantai.

"Ganas sekali,,," Ujar Celina dengan seringai menggoda. Dia juga mendorong dada Vano yang saat itu sedang mengabsen setiap inci leher jenjangnya. Vano terlihat kecewa saat Celina menghentikan aksinya.

Celina mendorong perlahan dada Vano dan menggiringnya mendekati rajang.

"Aku yang akan memuaskan kamu,,," Bisik Celina dengan suara seksi yang mampu membuat Vano semakin terbakar gairah.

"Arhggg,,,," Vano hanya bisa mengeram dengan mata yang terpejam.

"Kamu nggak sabaran,,," Gumam Celina dengan suara khas orang yang mabuk. Kesadarannya belum juga kembali karna terlalu banyak minum.

"Kamu yang mulai, jangan salahkan aku kalau aku membuatmu terkapar dan mengeram nikmat.!" Ujar Vano. Tanpa basa - basi lagi, dia sudah melakukan penya tuan. Tubuh Celina seketika tersentak. Vano terlalu kuat mendorongnya masuk.

"Aaghhh,,, ****.! Sakit gila.!!" Cibir Celina. Dia memberikan pukulan pada dada bidang Vano.

Vano hanya menyeringai puas.

"Bersiap untuk melenguh, teriak saja sekeras yang kamu bisa,,," Bisik Vano menggoda. Dia mer* mas dan menghi s*p kedua as*t Celina secara bersamaan.

Suasana malam itu menjadi panas. Permainan itu tak kunjung usai dengan rasa yang saling menggebu. Tidak ada ikatan di antara mereka berdua, bahkan mereka belum saling mengenal. Dan tidak ada kesepakatan jual beli ataupun yang lainnya, keduanya melakukannya atas dasar suka sama suka untuk memberikan kepuasan satu sama lain.

Nafas Vano memburu. Badannya ambruk di atas tubuh Celina yang sudah terkapar lemas dan mulai tidak sadarkan diri akibat kelelahan.

Sudah ke tiga kalinya dia merengkuh kenikmatan dengan Celina, namun sampai detik ini rasanya belum puas bahkan ingin terus mengulangnya lagi dan lagi.

Vano merebahkan diri di samping Celina. Dia menatap wajah cantik itu yang saat ini sudah memejamkan mata.

Kalau saja tidak kasihan padanya, mungkin saat ini Vano akan mengulangnya lagi untuk ke 4 kalinya.

Vano memilih untuk memejamkan mata. Dia dia harus pulang sebelum 6 pagi, atau nanti Naura akan mencarinya.

Suara dering ponsel membangunkan Vano yang baru saja memejamkan mata. Dia meraih ponsel di atas meja. Ada panggilan masuk dari nomor rumahnya.

"Halo Tuan,,, Non Naura demam, dia bangun dan mencari Tuan,,," Suara pekerja rumahnya terdengar panik.

"Kamu sudah memberinya obat.? Saya akan pulang sekarang,,,"

"Sudah Tuan, tapi hanya turun sedikit."

"Bilang pada Naura, saya akan segara kembali,,,"

Vano mematikan sambungan telfonnya. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian memakai kembali pakaiannya.

Di lihatnya Celina yang masih terlelap dalam keadaan tanpa sehelai kain yang melekat di badannya.

Vano terlihat ragu untuk meninggalkan Celina seorang diri. Seseorang bisa saja masuk kedalam kamar nantinya.

Vano mengusap kasar wajahnya, dia memutuskan untuk membawa Celina kerumahnya karna tidak ada pilihan lain. Kalaupun bisa melihat alamat rumah Celina, Vano tidak mau mengambil resiko di hajar oleh orang tua Celina karna mengantar anaknya pulang dalam keadaan mabuk parah seperti itu.

Berulang kali Vano menelan kasar ludahnya. Ternyata memakaikan baju di tubuh Celina sangat menyiksa dirinya.

Begitu selesai, Vano menggendong Celina keluar dari kamar. Dan sampai detik ini Celina sama sekali tidak membuka matanya.

Bisa dipastikan wanita itu akan terkejut saat membuka matanya nanti.

...****...

Bab 3

"Dasar remaja liar.!" Vano mengumpat sinis namun senyum geli.

Celina sama sekali tidak terbangun meski sudah di bawa sampai ke dalam mobil dan di baringkan pada jok belakang. Wanita itu masih terlelap, tidur pulas karna mabuk berat dan kelahan setelah melewati kegiatan panas bersamanya.

Vano menutup pintu mobil belakang, dia masuk dan segera melajukan mobilnya menuju rumah.

Pikirannya tertuju pada anak semata wayangnya yang tiba - tiba saja demam. Tadi pagi saat di tinggal untuk berangkat ke kantor, keadaan Naura masih baik - baik saja. Putri kecilnya itu masih ceria seperti biasa.

Vano menarik nafas dalam. Menjadi orang tua tunggal untuk putrinya memang tidak semudah yang ada di bayangan orang lain. Meski punya segalanya dan bisa membayar pelayanan serta babby sitter untuk merawat Naura, tetap saja peran mereka tidak bisa menggantikan sosok orang tua. Dan Vano yang harus melakukan itu seorang diri, menjadi ayah sekaligus ibu untuk putrinya.

Naura kecil semakin tumbuh besar, balita berusia 3 tahun itu sudah mulai banyak bertanya. Terkadang menanyakan hal - hal yang seharusnya di jawab oleh seorang ibu. Bukan hanya butuh sosok seorang ibu untuk menjawab pertanyaannya saja, tapi Naura juga butuh kasih sayang dari seorang ibu.

Permasalah yang di hadapi Vano mungkin bisa diselesaikan jika dia menikah lagi, tapi sayangnya laki - laki itu tidak pernah berfikir untuk menikah dan menggantikan posisi Jasmine dalam hatinya. Dia sangat mencintai mendiang istrinya hingga sampai saat ini terus memikirkannya.

Vano memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Seorang penjaga rumah menghampirinya untuk memindahkan mobil ke garasi. Mereka akan selalu seperti itu setiap kali Vano memarkirkan mobilnya di sembarang tempat.

"Bukakan pintu rumah.!" Titah Vano begitu keluar dari mobil. Penjaga itu sempat bingung namun segara menjalankan perintah Vano tanpa mengajukan pertanyaan.

Vano bergegas membuka pintu belakang dan mengeluarkan Celina dari dalam mobilnya.

"Tidur atau pingsan.!" Ketus Vano. Dia menggendong tubuh tubuh Celina yang masih pulas, sama sekali tidak ada tanda - tanda akan bangun ataupun sekedar membuka mata sekilas.

Vano berjalan cepat memasuki rumah, melewati penjaga yang sejak tadi bengong memperhatikan Vano saat mengeluarkan seorang wanita dari dalam mobilnya.

"Siapa lagi yang dibawa sama Tuan Vano,,," Gumamnya sambil menggelengkan kepala. Meski sudah sering melihat Vano membawa wanita ke rumah saat malam hari begitu Naura sudah tertidur, tapi kali ini penjaga itu dibuat heran karna sosok wanita yang dibawa oleh majikannya terlihat masih sangat belia.

Dan biasanya Vano tidak membawa wanita tengah malam seperti ini, Vano bahkan akan menyuruh para wanitanya untuk segera pulang begitu sudah larut malam.

Vano membuka pintu kamar yang terletak di samping kamar pribadinya. Dia membaringkan Celina di sana dan segera keluar kamar untuk menemui Naura.

Kamar putrinya ada di lantai bawah, Vano sengaja menempatkan kamar putrinya di sana agar putri cantiknya itu tidak mengetahui kegiatannya di malam hari.

"Bagaimana keadaan Naura.?" Vano menghampiri baby sitter yang sedang menjaga Naura.

"Tuan,,," Sapa Intan sopan, dia langsung berdiri dan menundukan kepalanya.

"Non Naura baru saja tidur lagi, suhu badannya sudah mulai normal,,," Tuturnya dengan perasaan lega. Begitu juga dengan Vano yang terlihat jauh lebih tenang.

Vano berjalan mendekati Naura yang tertidur pulas.

"Saya permisi dulu Tuan,,," Intan pamit sopan dan keluar dari kamar Naura.

"Cepat sembuh anak Papa,,," Vano menunduk untuk mencium kening Naura. Dia memberikan usapan lembut pada pucuk kepalanya dan terus menatap Naura dengan iba.

Putri kecilnya itu memang sangat membutuhkan sosok sorang ibu, Vano memang bisa memberikan segalanya untuk putrinya, tapi tidak untuk memberikan ibu sambung bagi Naura.

Vano sudah terlalu nyaman hidup sendiri dengan bayang - bayang Jasmine yang masih melekat dalam hati dan ingatannya.

"Tolong temani Naura, saya akan tidur di atas,,," Pintanya pada Intan yang sejak tadi menunggu di luar kamar Naura.

"Baik tuan,,," Mengangguk patuh dan kembali masuk ke kamar Naura.

Vano bergegas ke lantai dua, sebelum masuk kedalam kamarnya, dia lebih dulu mengintip keadaan Celina. Vano membuka pintu sedikit dan mengintipnya. Dia menggelengkan kepala karna mendapati Celina masih diam dalam posisi semula.

"Tidak kuat minum alkohol tapi minum sebanyak itu,," Gumamnya sembari menutup pintu kembali. Celina membuatnya tidak habis pikir. Remaja yang menurutnya liar itu rupanya bertindak bodoh hanya karna patah hati. Membuat dirinya tidak sadarkan diri dengan menenggak beberapa botol alkohol.

...*****...

Vano keluar kamar pukul 6 pagi. Dia bangun lebih awal meski semalam tidur pukul 2 pagi. Vano harus memastikan kondisi Naura dan kondisi wanita yang semalam dia bawa pulang.

Vano lebih dulu turun ke bawah untuk melihat Naura. Putri kecilnya itu rupanya masih terlelap. Suhu badannya juga sudah normal. Ini selalu di ingin kan oleh Vano setiap kali putrinya sakit, yaitu melihatnya cepat sembuh.

Tidak mau mengganggu tidur nyenyak putrinya, Vano kembali ke atas untuk melihat Celina. Sepertinya dia harus membawa Celina ke rumah sakit kalau wanita itu belum bangun juga.

"Mau tidur sampai kapan kamu.?!" Vano menggoncang kasar kaki Celina. Wanita cantik itu langsung menggeliat.

"Kau Marvin sialan.!!" Seru Celina begitu membuka mata. Dia masih saja melihat Marvin dalam diri Vano.

"Dasar gila.!" Pekik Vano. Dia menarik kasar selimut yang menutup tubuh Celina hingga jatuh ke lantai.

"Kamu perlu di siram air dingin agar cepat sadar.!" Serunya sembari mengangkat tubuh Celina.

"Aarrghhh,,,!! Apa - apaan kau ini.!! Lepas.! Turunkan aku.!" Celina memberontak, namun sia - sia.

Vano membawa Celina ke dalam kamar mandi, kemudian menurunkan Celina dibawah shower.

"Otak kamu perlu di cuci dulu." Ujar Vano, dia membuka keran dan membuat Celina basah kuyup karna guyuran shower. Celina dibuat gelagapan. Dia baru saja bangun tidur dan belum sepenuhnya sadar namun sudah di guyur air dingin.

"Sialan.!! Apa yang kamu lakukan.!" Pekik Celina. Dia mengusap wajahnya yang basah dan membuatnya kesulitan melihat Vano yang masih berdiri di depannya.

"Siapa kamu.?!" Tanya Celina. Dia baru menyadari kalau laki - laki itu bukan Marvin.

"Dimana aku.?" Celina kebingungan sendiri.

"Siapa kamu bilang.?!" Seru Vano ketus.

"Kamu lupa kalau tadi malam kita melewati malam panas."

"Lain kali jangan banyak minum kalau ujung - ujungnya menyusahkan orang.!" Geram Vano kesal.

Celina diam, dia sedang mengingat kejadian tadi malam. Perlahan Celina mengingat sedikit demi sedikit kejadian tadi malam yang akhirnya membuatnya menghabiskan malam dengan Vano.

"Ya ampun.!!" Celina langsung menutup wajah dengan telapak tangannya. Pipinya seketika merona saat mengingat kejadian tadi malam bersama Vano. Dia sudah sangat liar di depan Vano, laki - laki yang baru pertama kali dia temui itu.

"Soal tadi malam, aku minta maaf,," Ucap Celina lirih. Dia masih menyembunyikan wajahnya. Tapi Vano justru salah fokus saat dress Celina yang sudah basah itu jadi melekat sempurna di tubuh seksinya. Bentuk tubuh Celina yang sempurna semakin tercetak jelas, bahkan kedua asetnya juga terlihat lebih menyembul.

"Buka wajahmu.!" Vano menyingkirkan paksa tangan Celina. Kini wajah merah Celina terlihat jelas.

"Kenapa.? Kamu malu karna terlalu liar di atas ranjang.?" Tanya Vano menggoda.

"Bagaimana kalau di kamar mandi, apa masih bisa seliar itu.?" Vano langsung menyambar bibir Celina, menciumnya penuh nafs* dan rakus.

Kegiatan panas itu terjadi di bawah guyuran shower. Celina tidak bisa mengelak, bahkan kembali menikmati permainan Vano yang menggila.

...*****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!