"Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Radika Putri binti Radika Putra, dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." ucap seorang pemuda dengan lantang. Begitu kata "Sah" terucap, gadis di sebelahnya-yang kini resmi menjadi istrinya-menangis sesenggukan.
Ia menghela napas. Ia tahu pernikahan itu sebuah kesalahan. Pernikahan yang tidak di inginkan oleh dirinya mau pun gadis di sebelahnya. Gadis yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri. Terlebih ia juga harus menancapkan luka yang sama pada pemuda yang juga sudah ia anggap adik. Kekasih sang istri.
Jingga merasa begitu tersiksa dengan rasa sakit. Sakit karena harus melepas kekasihnya dengan terpaksa. Sakit karena sudah menyakiti kekasihnya dengan pernikahannya itu. Jika ia bisa, ingin ia berteriak dan menolak pernikahan itu. Tapi apa daya, ia hanya bisa menerima keputusan kedua orang tuanya demi kebaikannya sendiri. Dan ia tidak mungkin terus bersama Bas dengan keadaannya itu. Hatinya dan hati sang kekasih saat ini dalam kondisi yang sama. Hancur berkeping-keping. Tak bersisa kebahagiaan untuk mereka kini.
Senja, yang duduk tepat di belakang mempelai, tertunduk dalam. Menghapus air mata yang tak henti mengalir dari kedua sudut matanya. Merasa bersalah pada sahabat yang kini menjadi kakak iparnya. Mendengar tangis Jingga, hatinya ikut tersayat. Ia ikut terluka seperti sahabatnya merasa terluka.
Mata gadis itu melirik pada sudut ruangan. Disana, sahabatnya yang lain juga tengah menunduk dalam. Ia tahu pasti Baskara sangat terluka menyaksikan pernikahan kekasihnya dengan pria lain. Ada rasa bersalah yang begitu dalam untuk keduanya. Meskipun keduanya juga pernah menorehkan luka untuknya. Luka yang bahkan sampai hari itu belum juga terobati. Tapi rasa peduli untuk kedua sahabatnya selalu mengalahkan sisi egoisnya.
Sedangkan Baskara, ia jelas terluka ketika tiba-tiba kekasih yang sudah hampir dua tahun ia kencani harus menikah dengan pria lain. Pria yang juga Bas kenal baik sejak dirinya kecil. Pria yang juga sudah ia anggap sebagai abangnya sendiri.
Mungkin jika yang menikahi Jingga bukan pria itu, Bas tidak akan seterluka saat ini. Tapi mengetahui yang menjadi suami kekasihnya adalah pria yang sudah ia kenal dekat, begitu menyakitinya. Keluarga mereka kenal baik. Bahkan mereka sudah seperti satu keluarga yang tidak mungkin terpisahkan. Mampukah ia melihat mantan kekasihnya setiap saat, tapi tak bisa ia raih kembali?
Merasa marah dan terkhianati. Merasa bersalah dan mungkin juga karma untuk dirinya dan Jingga yang sudah berkhianat di belakang sahabat mereka, Senja. Itu pun jika menyembunyikan hubungan mereka di belakang gadis itu bisa di sebut pengkhianatan. Sedangkan mereka tidak ada hubungan apa pun selain tali persahabatan. Meski tetap saja mereka tetap menorehkan luka untuk sahabat mereka itu. Membuat Jingga menjauh dan tak pernah memaafkan mereka. Hingga pernikahan ini terjadi.
Ingin merasa tertegur, tapi pikiran jahatnya justru berpikir Senja yang merencanakan ini semua untuk membalas dendam pada dirinya dan Jingga. Mencoba memisahkan mereka karena tidak ingin melihat mereka bahagia sedangkan gadis itu menangis sendiri.
Bas masih duduk bersandar dengan satu kaki berselonjor sedangkan satu kaki ia tekuk untuk menopang sebelah tangan yang terulur kedepan dengan kepala tertunduk. Meruntuki takdir yang tengah membawanya pada kesakitan yang begitu memuakkan. Lumpur hidup yang menenggelamkannya.
Sebuah sapu tangan terulur di depannya. Membuat Bas mengangkat wajah dari keterpurukannya.
"Bukan cuma cewek yang boleh nangis. Tapi jangan terlalu lama terpuruk." ucap datar gadis yang sudah sangat lama tak pernah lagi mengajaknya berbicara. Tak pernah membalas setiap sapaannya. Gadis yang menjauh darinya sejak setahun yang lalu saat gadis di hadapannya ini mengetahui hubungannya dengan Jingga.
Bukannya menerima dan merasa senang karena setelah sekian lama akhirnya Senja mau kembali berbicara padanya, ia malah mendengus dan menepis tangan gadis itu yang masih mengulurkan sapu tangan.
"Nggak usah sok peduli. Gue tau, lo di balik ini semua!" seru Bas tertahan karena banyak orang di sekeliling mereka. Ia tak ingin memancing keributan.
Senja tersenyum hambar. "Terserah lo mau mikirnya gimana. Tapi apa yang terjadi nggak akan bisa kembali lagi." ucapnya seraya berbalik. Sebelum kakinya melangkah, ia kembali berucap. "Gue juga bukan seorang pemaaf yang sok-sokan peduli sama pengkhianat." imbuhnya dan benar-benar pergi meninggalkan sahabatnya. Atau mantan sahabat?
Sudut hati Bas terasa nyeri di sebut pengkhianat oleh Senja. Tapi amarahnya lebih besar dan menguasai dirinya untuk tidak merasa bersalah.
Ia tatap gadis yang kini sudah menjadi istri orang lain. Dalam hati ia panjatkan doa terbaik untuk cinta pertamanya itu.
"Semoga kamu bahagia dengan pernikahan ini, Jingga. Meski bukan aku orang yang membuatmu tersenyum lagi, tapi aku akan tetap turut bahagia saat aku bisa melihat senyum cantikmu itu." gumam Bas dalam hati. "Izinkan aku pergi untuk menyembuhkan lukaku."
Baskara berlalu sebelum orang-orang menyadari keadaannya yang kacau. Ia tidak ingin melihat tatapan iba dari orang-orang yang mengetahui hubungannya dengan Jingga. Ia tak ingin menjadi orang yang menyedihkan. Ia akan membawa rasa cintanya menjauh. Berharap cinta itu yang akan menyembuhkannya dari rasa sakit yang ia rasakan kini.
*
*
*
Ada yang bisa nebak gimana isi ceritanya?
Kenalan dulu yuk sama visual versi othor..
* Senja Maharani. Gadis tomboy yang hobi main basket dan berantem melebihi ibunya ketika muda. Jadi langganan keluar masuk ruang kepala sekolah.
Jika Tiara hanya akan melawan para orang yang mengejek orang tuanya, yang paling-paling berujung saling tampar dan jambak. Berbeda dengan Senja yang tidak segan untuk menonjok siapa saja yang mengganggu sahabatnya Jingga. Tak jarang gadis itu di hukum setelah membela habis-habisan Sahabatnya. Tapi dia akan keluar dari ruang kepala sekolah dengan senyum bangga meski mendapat hukuman terberat, skorsing.
* Jingga Radika Putri. Gadis anggun nan lemah lembut yang sering menjadi sasaran empuk untuk menjadi korban perundungan. Dengan kecantikan yang ia miliki, ia juga sering digoda lelaki yang bahkan dengan cara tidak sopan yang menjerumus pada pelecehan. Membuat Senja sering di hukum karena membelanya. Dan ia selalu menangis tersedu-sedu di depan ruang kepala sekolah menunggu sahabatnya yang tengah mendapat teguran.
* Baskara Lazuardi. Satu-satunya lelaki dalam persahabatan yang terjalin dengan dua gadis yang lahir di hari dan jam yang sama dengannya. Membuat ia lebih sering menjadi pelindung untuk keduanya ketika kecil. Bertambah remaja, Senja yang memang sudah tomboy sejak kecil mulai bisa membela dirinya sendiri. Membuat ia lebih memilih menjaga dan melindungi Jingga yang terlalu polos dan selembut kapas. Hingga tak terasa membuat perasaannya tumbuh untuk sahabatnya itu.
* Kaisar Arkatama Gaffari. Salah satu dari kakak kembar Senja. Pria yang cukup hangat yang malah justru sering membuat wanita-wanita di dekatnya salah paham. Badboy dalam keluarga Alvaro Kaisar-ayah mereka. Mencintai dunia gambar yang membuatnya ikut terjun dalam dunia Arsitektur seperti sang ayah.
* Kaisar Alsaki Ravindra. Wajah yang begitu serupa dengan Farri, hanya berbeda potongan rambut juga sifat yang berbanding terbalik dengan saudara kembarnya. Jika Farri hangat, ia akan menjadi pria dingin. Jika Farri Badboy, dia adalah goodboy. Calon dokter yang mengikuti jejak sang ibu. Di saat saudara kembarnya sudah terjun di perusahaan, ia masih harus kuliah untuk mengambil spesialis bedah, cita-citanya sejak kecil.
Senja merentangkan tangannya ke atas. Menyambut harinya dengan semangat. Aroma menyenangkan menjadi senior sudah terasa sejak berangkat tidur semalam.
Rasanya menyenangkan tidak lagi menjadi junior. Orang bilang, masa menengah atas paling menyenangkan itu di kelas sebelas. Dimana kita sudah memiliki banyak teman. Tidak lagi terintimidasi karena menjadi junior terbawah. Dan belum di pusingkan dengan ujian dan segala penunjangnya.
Saking senangnya, hari ini Senja tidak perlu di teriaki oleh ibunya untuk bangun dan berangkat sekolah. Bahkan saat Tiara memasuki kamar putri bungsunya, anak itu sudah rapi dengan seragam dan tengah menguncir kuda rambut panjangnya. Rambut yang selama ini bertahan panjang hanya karena paksaan dari orang tua dan kedua abangnya.
Bagi Senja yang seorang pecinta basket dan ilmu beladiri. Rambut panjang terlalu merepotkan. Tapi menjadi wanita satu-satunya selain sang ibu, tentu ia harus cantik juga dong.
Karena meski tomboy. Ia juga masih memiliki rasa tertarik dengan lawan jenis. Dan ingin terlihat menarik dan di inginkan juga.
"Pagi everybody..." seru Senja dengan senyum cerah saat sampai di meja makan. Tak lupa ciuman manis di pipi untuk seluruh anggota keluarga termasuk kedua abang yang sangat menyayanginya.
"Gitu dong dek. Kan mama seneng lihatnya. Pagi-pagi nggak bikin mama marah-marah cuma buat bangunin kamu aja." ujar Tiara yang tengah menyendokan nasi goreng untuk sang suami.
Senja cemberut tapi tak menanggapi ucapan ibunya. Karena memang seperti itu adanya.
"Abang Farri ganteng banget deh hari ini." puji Senja pada abang sulungnya. Menopang dagu menatap Farri yang duduk di sebelah kanannya dengan senyum termanis.
"Terimakasih adek abang tersayang. Tapi maaf ya, hari ini abang ada meeting pagi. Jadi nggak bisa nganter adek sekolah." ujar Farri dengan mengusap lembut rambut adiknya yang terkuncir rapi. Tahu maksud sang adik. Apa lagi jika tidak ingin di antar sekolah.
Selama ini jika sang ayah-Alvaro yang mengantar Senja sekolah. Gadis itu selalu malu karena selalu mendapat cium di depan umum. Anak SMA mana yang di antar ayahnya masih mendapat ciuman di dahi. Apa lagi ia terkenal tomboy. Malu lah.
Untuk itu gadis itu lebih suka jika di antar kedua abangnya.
Senja mendesah kecewa. Padahal biasanya sang abang selalu menuruti keinginannya. "Kalau bang Vindra?" tanya gadis itu beralih menatap kakaknya yang lain yang duduk di sebelah kirinya.
"Abang juga ada kuliah pagi, dek. Di antar papa dulu ya?" ucapan Vindra dengan cubitan pelan di pipi sang adik.
Vindra sama persis dengan sang ayah. Hanya hangat dan penuh senyuman jika tengah berkumpul dengan keluarganya. Jika di luar sana, pria berumur 26 tahun itu akan menjadi pria dingin.
Cebikan kesal gadis itu berikan untuk keduanya. "Kenapa sibuknya barengan gini sih bang? gantian apa. Biar aku ada yang anter."
"Papa kan bisa antar, dek." sela Alvaro yang sedari tadi menggeleng geli melihat anak bungsunya merayu kedua kakaknya.
"Tapi papa janji ya, nggak cium-cium lagi. Malu paaahhh kalau di sekolah."
Alvaro menunjukan raut pura-pura sedih. Kedua putranya sudah terkekeh.
"Kenapa harus malu sayang? dikasih cinta yang begitu besar kok malu." tegur Tiara.
Senja menunduk dengan bibir mengerucut dan bergumam. "Kalau di rumah sih, adek juga nggak masalah mah. Tapi kalau di sekolah malu lah."
"Masa kelakuan kaya harimau, tapi masih di belai kaya kucing." imbuhnya dengan gumaman lebih lirih.
"Makanya jangan kebanyakan berantem dong, dek. Abang aja yang cowok ngga pernah berantem di sekolah dulu. Masa kamu yang cewek malah bar-bar banget." kembali teguran dari sang ibu terdengar.
"Abang yang mana? bang Farri juga suka bikin onar." bela Senja tak mau di salahkan sendiri. Membuat Farri yang tengah meminum susu hangat tersedak.
"Abang kan cowok dek. Abang juga nggak pernah kena skors." seru pria itu tidak terima setelah mengelap bibirnya dengan tissu.
Meski ia biang onar tapi buka langganan dipanggil bagian kesiswaan atau kepala sekolah. Paling hanya pulang dengan wajah lebam sehabis berantem. Dan ia tidak ingin adik manisnya mengikuti jejak dirinya.
"Tapi aku berantem juga kan nggak pernah cari gara-gara duluan bang. Adek bukan trouble maker."
Tiara hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan anak-anaknya. Mungkin karma untuknya yang dulu sering membuat mommy Shevi pusing dengan kenakalan dirinya saat SMA. Membuat ia kini juga merasakan hal yang sama. Dan dari anak perempuannya juga.
"Paapaaa... Adek beliin motor aja deh pah. Biar bisa berangkat sendiri." rayunya dengan tatapan puppy eyes.
"Enggak!" seru Tiara tidak mengizinkan. Meskipun putrinya tomboy. Tetap saja Senja anak perempuan yang harus ia jaga. Ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan anak perempuan satu-satunya itu. "Kalau adek, ingin naik motor. Nebeng aja sama Bas."
Ayah dan kedua abangnya mengangguk setuju.
"Bas kan bareng sama Jingga, mah. Aku mau naik dimana? masa di knalpot."
"Ya sesekali gantian kamu yang bareng, gitu lho dek." Farri menimpali.
Senja menggeleng. "Jingga kan nggak ada yang anterin bang. Papanya kerja. Mamanya kan nganterin adik-adiknya. Masa aku mau egois minta ikut sama Bas, padahal Jingga yang lebih butuh." meskipun sebenarnya ia juga ingin sesekali berangkat bersama sahabatnya itu.
"Kalau aku kan ada abang Farri dan Vindra yang gantengnya tiada tara." ucap gadis itu memeluk lengan kedua abangnya dengan sayang.
"Ya udah yuk, berangkat! kalau kita berangkat sekarang, abang masih ada waktu buat anterin kamu." Farri berdiri memakai jas-nya. Membuat sang adik bersorak dan mencium pipi abangnya itu sebelum pamit pada anggota keluarga yang lain.
Jarak sembilan tahu antara Senja dan kedua kakak kembarnya, membuat kedua kakaknya begitu menyayangi dan menjaganya.
Tidak ada rasa iri pada Farri dan Vindra ketika melihat Senja lebih mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Karena mereka juga melakukan hal yang sama. Bahkan tak jarang kekasih mereka memilih mundur karena tidak tahan dengan kedua kembar itu yang lebih mengutamakan adik mereka.
"Pulangnya abang yang jemput." Vindra berucap sebelum kedua saudaranya berlalu.
Senja mengacungkan ibu jarinya pada abangnya itu. Memang seperti itu biasanya. Jika Farri yang mengantar, Vindra yang akan menjemput. Begitu juga sebaliknya. Membuat ketiganya begitu dekat dan saling menyayangi. Membuat Alvaro dan Tiara bangga memiliki ketiganya. Malaikat pelengkap hidup mereka.
"Jadi pengen nambah, kan. Biar masih ada yang mau di manja papanya." ucap Alvaro begitu ketiga anaknya sudah pergi semua.
Tiara terkekeh. "Apa sih papa ini? sekarang sudah saatnya papa hanya memanjakan mama. Karena anak-anak yang semakin beranjak dewasa." padahal si bungsu masih begitu manja jika di rumah. Hanya di luar saja pura-pura tidak mau dimanja.
*
*
*
Gimana pendapat kalian tentang cerita kali ini?
Tinggalin komen kalian ya.. Jangan lupa jempolnya juga 🤗
Baskara sudah duduk manis di atas motor sport berwarna hitam metalik miliknya. Lengkap dengan sweater hoodie warna senada dan tas di punggung. Seragam putih abu-abu dan sneaker putih melengkapi penampilannya pagi itu. Mununggu gadis yang selalu terbayang beberapa hari ini.
Jingga keluar rumah dengan senyum cerah. Jaket jeans membalut tubuh indahnya.
Baskara tersenyum menatap wajah cantik dari pujaannya. Sahabat yang kini berubah jadi cinta. Gadis anggun dengan tinggi 163 cm yang menumbuhkan debar jantung untuk pertama kalinya. Tapi sampai saat ini ia belum berani mengutarakan isi hatinya pada gadis yang selalu ingin ia lindungi karena sikap lembut dan kebaikannya. Kebaikan yang sering di manfaatkan oleh orang lain.
Terlebih, ia dan Senja yang berbeda kelas dengan Jingga membuatnya lebih khawatir pada sahabatnya satu itu. Karena tidak ada yang bisa melindungi.
"Ayo Babas.. Nanti telat." Jingga mengoyang lengan sahabatnya yang terpaku menatapnya.
Baskara tersenyum dan mengulurkan helm pada Jingga. Melajukan kuda besi menembus padatnya ibu kota pagi itu.
"Babas.. Jingga.. Gue duluan!!" teriakan dan lambaian tangan gadis ceria dari dalam mobil mewah yang mendahului mereka membuat kedua tersenyum.
Jingga balas melambai. Sedang Baskara hanya mengacungkan ibu jarinya.
Jingga iri melihat keceriaan dan keberanian dari Senja. Berani melawan siapa saja yang mengganggunya di sekolah. Tetap tersenyum ceria sepanjang hari dalam kondisi apa pun.
Tak pernah sekalipun dirinya melihat sendu di mata Senja. Seakan kebahagiaan selalu mengelilinginya.
Siapa yang tidak bahagia memiliki kedua orang tua dan dua kakak yang teramat menyayangi dan memanjakannya.
Jingga menghela napas. Kedua orang tuanya juga menyayanginya. Tapi ia memiliki dua adik yang lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang sering kali membuatnya mengalah.
Dan satu hal yang ia tidak tahu, suatu hari nanti ia yang akan merubah tatap ceria penuh kebahagiaan milik sahabatnya itu menjadi tatap sendu penuh kecewa.
"Pegangan, Jingga. Nanti lo jatuh bisa habis gue dimarahi bokap lo!."
Jingga terkekeh dan melingkarkan lengannya pada perut Baskara. Papinya memang berlebihan menjaganya. Menitipkan dirinya pada Baskara.
***
Dua jam sebelum istirahat pertama adalah jadwal olehraga untuk kelas Senja dan Baskara. Seperti biasa, Senja akan merangkul bahu sahabatnya yang jelas-jelas lebih tinggi darinya itu menuju lapangan basket.
Padahal ia sudah rajin bermain basket dari kecil. Selalu mengikuti kegiatan kedua kakaknya dari olahraga hingga belajar ilmu bela diri. Tapi sepertinya tinggi badannya sudah mentok di angka 165cm.
Jam belum menunjukan angka sembilan. Tapi matahari sudah terasa cukup menyengat. Membuat perempuan siapa saja yang berada di bawahnya tanpa perlindungan pasti memilih menjauh mencari tempat yang terhalang dari sinar matahari langsung.
Berbeda dengan Senja yang justru menantangnya dengan tetap asik bermain basket dengan anak laki-laki kelasnya. Ia paling tidak suka bermain dengan perempuan karena mereka hanya akan berteriak takut terkena lemparan bola yang sering kali membuatnya geram.
"Yeeyyy!!!" sorak Senja saat timnya lagi-lagi menang mengalahkan tim Baskara. "Traktir gue makan!" imbuh gadis itu menunjuk Baskarang dengan wajah penuh senyuman kemenangan seperti biasa.
Baskara mencibir. "Anak bos tapi minta di traktir." dipitingnya leher sahabatnya itu. Kemudian ia jitak dan acak-acak rambut lepek milik gadis yang ia jaga seperti adiknya sendiri. Meski bar-bar, tapi manjanya seorang Senja tiada duanya.
Keduanya berjalan dengan gelak tawa dari candaan yang saling terlontar. Menuju kelas sahabat mereka yang lain.
***
Jingga membereskan buku-bukunya ketika bel tanda istirahat berbunyi. Pasti dua sahabatnya sebentar lagi menghampiri kelasnya seperti biasa. Karena hanya ia sendiri yang terpisah kelas. Otaknya tidak bisa mengikuti Senja dan Baskara. Meski ia masih tetap bisa menjadi juara kelas di kelasnya itu.
"Eh, Jing!" seruan yang langsung membuat tubuh Jingga menegang. Siapa lagi yang akan memanggil dirinya seperti itu jika bukan Diana dan teman-temannya.
"Kenapa Di." jawabnya. Membalik badannya dengan gemetar.
"Lo kerjain PR gue sekalian, ya! awas kalau sampai nggak selesai!" Diana melempar buku tugasnya tepat mengenai kepala Jingga.
Tanpa berani mengaduh dan membantah. Jingga ambil buku yang terjatuh di dekat kakinya. Menyimpannya ke dalam tas.
"Sekalian beliin kita-kita minum, deh sana! sebelum dua bodyguard lo pada datang!"
Jingga baru akan mengangguk ketika tepuk tangan dan seruan dari Senja terdengar. "Wah.. Wah.. Wah.. Nggak ada kapoknya lo ya?"
Senja mendekat dan duduk di atas meja Jingga, menghadap Diana yang tengah bersidekap menatapnya jengah.
"Harus gue apain lagi sih, lo? nggak ada habisnya gangguin sahabat gue!"
Baskara juga sudah berdiri di sebelah Jingga seraya berbisik. "Lo nggak papa?"
Jingga tersenyum dan menggeleng. Tak heran jika kedua sahabatnya khawatir. Pasalnya Diana memang sering berlaku kasar padanya.
Jangankan buku yang mengenai kepalanya. Sepatu saja pernah melayang dan membuatnya lebam.
"Alaah. Ngapain sih lo baik sama tuh cewek." tuding Diana pada Jingga "Mata lo buta atau apa? mereka berdua tuh saling suka, dan lo cuma jadi pengganggu di antara keduanya."
Senja menatap ke belakang. Dimana Jingga tengah berdiri di dekat Baskara. Tidak ada yang aneh dengan mereka. Karena mereka sudah terbiasa seperti itu. Begitupun dirinya dengan Baskara.
Meskipun tak bisa di pungkiri. Jika ia sedikit terganggu dengan ucapan Diana. Ia tidak suka mendengar jika Jingga dan Baskara saling suka.
Seluruh sekolah memang mengira Jingga dan Baskara memiliki hubungan. Terlihat dari kedekatan mereka. Apa lagi keduanya selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.
Tapi bagi Senja itu hal biasa. Tidak menunjukan keduanya memiliki hubungan. Karena keduanya masih sama-sama menyimpan perasaan mereka satu sama lain. Termasuk dirinya yang juga tak bisa mengungkapkan rasa sukanya pada Baskara. Ia hanya tidak ingin persahabatan mereka rusak hanya karena perasaan masa muda.
"Mata lo yang buta! cara bersahabat kita dari kecil memang udah kaya gini! dan lo jangan berani-berani lagi buat gangguin Jingga atau lo harus berhadapan sama gue!"
Diana mendengus. "Lo pikir gue takut! ini kekuasaan gue. Jadi terserah gue!"
Senja sudah akan melawan, tapi tarikan tangan Bastian menginterupsinya. "Udah ayok ke kantin. Mending kita makan dari pada ngurusin kuntilanak satu itu."
Senja tegelak. Dandanan Diana memang terlalu menor untuk ukuran anak sekolah. Tidak heran Baskara sering menyebut gadis itu kuntilanak.
Baskara merangkul bahu kedua sahabatnya. Jika tidak segera di bawa pergi dari sana. Ia yakin Senja akan semakin terpancing dan akan terjadi keributan yang menyeret sahabatnya itu ke ruang kepala sekolah.
Ini bahkan baru hari pertama mereka sebagai kelas sebelas. Jangan sampai Senja menorehkan catatan hitam di buku kesiswaan.
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!