“Halo, Dad,” sapa Evelyn pada pria di seberang sana.
Hari ini, wanita itu begitu semangat karena sudah diizinkan mommynya untuk membawa kendaraan sendiri ke sekolah setelah berdebat dengan Daddy-nya. Sore ini wanita itu akan ke sekolahnya dengan menggunakan mobilnya, tanpa sepengetahuan Daddy-nya, tapi sepertinya Daddy-nya itu sudah tahu kalau dia berkendara sendiri ke sekolah.
“Jangan membuat Daddy khawatir, di mana kau sekarang?”
“Di jalan, Dad,” ujar Evelyn.
“Di jalan? Di jalan mana? Berhenti di situ, Daddy akan menyusulmu.”
Evelyn memberengut kesal mendengar perkataan Joshua yang menyuruhnya berhenti di tengah-tengah jalan. Yang benar saja, bisa-bisa dia akan ditabrak kendaraan di belakang mobilnya.
“Aku di tengah jalan, Dad, dan tidak mungkin juga berhenti.”
Evelyn tahu Daddy-nya pasti frustrasi karena dia. Di jalanan besar yang banyak kendaraan itu juga adalah salah satu alasan Joshua melarang Evelyn berkendara sendiri tanpa pengawasan.
Evelyn terkekeh geli mendengar suara Daddy-nya. Dia menginjak rem mobilnya ketika traffic light berubah warna dari hijau ke warna merah.
“Aku sudah besar, Dad, tidak usah khawatir.”
“Harusnya Daddy menambah bodyguard di rumah,” ujar Joshua membuat Evelyn lagi-lagi terkekeh geli.
Kemudian wanita itu mengapit ponselnya di antara bahu dan pipinya, mengambil tas sekolahnya yang diletakkan di samping kursi kemudi. Lalu dia merogoh tasnya, mencari-cari kartu SIMnya beserta surat tanda nomor kendaraan miliknya, dia harus mengeluarkan surat-surat itu sebelum nantinya menemukan razia surat-surat kendaraan di tengah-tengah perjalanannya menuju sekolah.
“Daddy tidak suka kau pergi tanpa sepengetahuan Daddy,” ujar Joshua, nada khawatirnya sangat terdengar dengan jelas oleh Evelyn.
Daddy-nya ini memang berlebihan. Bukan hanya berlebihan namun selalu memanjakan Evelyn.
“Dad, aku mau ke sekolah.”
Evelyn mendengar decak kesal dari Daddy-nya. Ini sifat asli Daddy-nya, memanjakan dirinya bahkan selalu mengawalnya ke mana-mana dengan bodyguard-bodyguard bayarannya. Joshua mungkin takut Evelyn kenapa-kenapa karena dia adalah satu-satunya anak Joshua.
“Sekolah apa yang masuk sore begini?” gerutu Joshua seakan tidak terima anak semata wayangnya pergi ke sekolah seorang diri tanpa diantar oleh sopir pribadinya.
Tapi apa tadi kata Daddy-nya? Sekolah apa?. Evelyn tertawa, bagaimana bisa pemilik sekolah tidak tahu kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolahnya sendiri?.
Lalu Evelyn mendengar decak kesal lagi. Daddy-nya begitu over protective padanya. Kemudian, wanita itu mendengar suara klakson mobil di belakangnya, membuat Evelyn langsung menjalankan mobilnya tanpa melihat traffic light terlebih dahulu.
Di sebelah kirinya ada mobil truk yang melintas, sementara Evelyn membawa mobil tidak cepat dan tidak juga lambat. Ketika klakson mobil truk di dengarnya, Evelyn menoleh, melihat mobil truk yang sudah sangat dekat dengannya.
Brak
Mobil Evelyn terseret jauh karena tabrakan itu, ponselnya yang masih menyala karena sambungan telepon masih tersambung. Di seberang sana Joshua terus memanggil-manggil Evelyn, berkali-kali, bahkan sudah mengumpat tidak jelas karena tidak ada jawaban dari anaknya. Demi apa pun, di seberang sana Joshua sangat khawatir akan anaknya.
Kepala Evelyn benar-benar sakit, dia memegang kepalanya yang terasa sakit juga perih, ketika merasakan kalau telapak tangannya basah akibat darah, Evelyn sudah tidak bisa menjawab panggilan Daddy-nya.
“Evelyn, kau dengar Daddy?” Bahkan nada suaranya sudah meninggi.
Hanya suara itu yang Evelyn dengar, setelahnya dia sudah tidak mendengarkan apa-apa lagi, pandangannya mulai menggelap, kepalanya terus mengeluarkan darah segar.
Apakah ini akhir hidupnya?.
***
**Pemanasan dulu😂😂
Siapa tahu ada yang suka, yuk lah like, komen, vote, dan share sebanyak-banyaknya ke semua orang yang kalian kenal, ajak mereka baca cerita ini.
Jangan lupa cerita juga ditambahkan ke favorit biar dapat notifikasi update terbaru cerita ini.
Bye bye
Sampai bertemu di part sela**njutnya
Itu kejadian lima bulan yang lalu, membuat Evelyn koma selama lima bulan. Tapi, selama koma, Evelyn bermimpi tentang pria bernama Elvan bukan hanya Elvan, bahkan dia bermimpi orang-orang lainnya yang sama sekali tidak dia kenal.
Di dalam mimpinya Evelyn mengandung, Evelyn merasakan itu nyata tapi ketika bangun dari komanya dia mendapatkan fakta kalau dia tidak hamil dan tidak mengenal pria bernama Elvan.
Semenjak kejadian lima bulan yang lalu, Evelyn dijaga ketat oleh bodyguard sewaan Daddy-nya, bahkan ke mana pun dia pergi selalu diikuti oleh bodyguard itu kecuali ke kamar mandi.
Evelyn membalikkan badannya, menatap lima bodyguard yang berbeda di hadapannya ini satu per satu. Sementara kelima bodyguard itu paham dengan maksud Evelyn menatap mereka pun menghentikan langkahnya mengikuti Evelyn.
Lalu Evelyn berjalan ke toilet di sekolahnya, masuk ke dalam toilet kemudian membasuh wajahnya. Walau tidak ada satu orang pun yang mengejeknya di sekolah, Evelyn tetap malu diikuti oleh bodyguard itu.
Yah, siapa yang berani mengejek anak pemilik sekolah kalau mereka masih ingin sekolah di sekolah impian mereka ini?.
Evelyn menatap dirinya di cermin, tubuhnya menegang ketika melihat seorang wanita keluar dari salah satu bilik toilet.
Evelyn kemudian berbalik badan, memanggil wanita itu yang sudah akan membuka pintu.
“Diana.”
Wanita itu menoleh, menatap Evelyn dengan kening mengernyit heran.
“Ya. Kau mengenalku?,” tanya Diana pada Evelyn.
Evelyn tidak menjawab, melainkan bertanya lagi pada Diana, “Mana Elvan?”
“Elvan?”
“Ya, mana adikmu itu?,” ulang Evelyn yang tentunya menimbulkan banyak pertanyaan di benak Diana.
“Kau mungkin salah orang, aku sama sekali tidak memiliki adik.”
“Tidak, kau berbohong.”
Diana tertawa kecil, bagaimana bisa ada orang yang tiba-tiba mengenalnya dan bertanya mengenai orang yang sama sekali tidak dia kenal?. Elvan? Siapa Elvan?. Seumur hidupnya, Diana baru mendengar nama Elvan dari wanita yang tiba-tiba memanggilnya itu.
“Mana mungkin aku berbohong,” ujar Diana dengan senyum manisnya.
Ah, sifat Diana di mimpinya sangat berbeda dengan sifat Diana yang ada di hadapannya sekarang ini. Benarkah itu hanya mimpi? Lalu kenapa dia bertemu dengan Diana yang ada di mimpinya di sekolah?.
“Kau mungkin salah orang,” imbuh Diana.
“Mana mungkin aku salah orang,” ujar Evelyn tidak terima dengan perkataan Diana.
Diana menggelengkan kepalanya, dia lalu menghampiri Evelyn, menepuk pundak Evelyn berkali-kali.
“Aku permisi,” katanya.
Namun, tangan wanita itu ditahan oleh Evelyn. Mungkin benar kata Daddy-nya, dia hanya bermimpi.
“Jadilah temanku,” pinta Evelyn.
“Dengan senang hati.”
“Aku Ev—“
“Aku tahu. Siapa yang tidak mengenalmu?” kata Diana memotong perkataan Evelyn. “Kalau begitu aku pergi dulu Evelyn. Bye.”
Ya, mungkin mengenai Elvan dan yang lain-lain itu hanya mimpi.
🌹🌹🌹
Evelyn masuk ke dalam rumah, semua pelayan yang ada di dalam rumah menunduk hormat. Kepala pelayan yang berdiri di dekat tangga menuju lantai dua sudah tersenyum ramah menyambut kedatangan Evelyn.
“Selama siang, Nona. Apa Anda lelah?”
Evelyn tidak menjawab, dia malah melewati kepala pelayan yang bertanya padanya. Tubuhnya sangat lelah, dia ingin cepat-cepat sampai di kamarnya dan membaringkan tubuhnya di ranjang empuknya.
Mengerti akan Nona muda itu kelelahan, kepala pelayan pun berkata lagi.
“Saya akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan air hangat untuk Anda mandi.”
Evelyn langsung menghentikan langkahnya ketika kakinya berada di anak tangga kelima. Dia menoleh, menatap kepala pelayan itu jengah. Padahal dia sama sekali tidak minta untuk disiapkan air hangat.
“Tidak perlu, aku bisa menyiapkan air hangat sendiri untukku mandi,” tolak Evelyn kemudian melanjutkan lagi langkahnya yang sempat tertunda.
Sesampainya di kamarnya sendiri, Evelyn langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang king size miliknya. Dia butuh istirahat sekarang. Matanya mulai terpejam, ketika dia sudah akan ke alam bawah sadar, suara ketukan pintu kamarnya membuat Evelyn berdecak kesal.
Harusnya dia memperingati para pelayan itu untuk tidak mengganggunya. Dengan perasaan kesal, Evelyn bangkit dari berbaringnya, melangkah ke pintu kamarnya untuk membukakan pintu pada orang yang mengetuk di luar sana.
“Kenapa?,” tanya Evelyn ketika dia sudah membuka pintu kamarnya.
“Maaf, Nona, mengganggu Anda, tapi sekarang waktunya Nona makan dan minum obat,” jawab pelayan itu.
“Aku tidak mau,” tolak Evelyn.
Pelayan itu menunduk hormat pada Evelyn, dia tidak berani menatap Evelyn. Pelayan itu harus melaksanakan perintah dari Joshua jika tidak ingin Tuan besarnya itu marah besar padanya karena Evelyn tidak ingin makan dan minum obat.
“Tapi sejak Anda masih di sekolah tadi Tuan terus menelepon,” tutur pelayan itu.
“Telepon kembali Tuan-mu itu, katakan padanya kalau aku sedang tidak bisa dibangunkan, bilang saja—“
“Bilang saja apa, Nak?”
Suara Daddy-nya membuat Evelyn menghentikan perkataannya, dia menoleh ke arah Daddy-nya berada. Wanita itu tersenyum lebar, menampilkan senyum yang mampu membuat Joshua tidak bisa marah pada anaknya itu.
“Daddy.”
Evelyn menghampirinya Daddy-nya, memeluk pinggang Daddy-nya. Senjata utamanya jika tidak ingin Daddy-nya marah padanya yaitu bermanja-manja. Sementara Joshua, dia yang memang suka dengan anaknya bermanja-manja itu pun malah menghela napasnya panjang.
“Daddy sudah pulang?,” Tanyanya dengan suara manjanya.
“Kenapa setelah kecelakaan kecerdasan anak Daddy berkurang?”
Evelyn mengerucutkan bibirnya tanda tidak suka dengan perkataan Joshua. Hei, kecerdasannya tidak berkurang, ingat itu, bahkan Evelyn rasa kecerdasannya bertambah karena kecelakaan itu.
“Sekarang makan dan minum obatmu jika kau ingin sembuh.”
Evelyn akhirnya pasrah saja, toh dia juga tidak bisa membantah. Wanita itu menghentakkan kakinya ke lantai lalu turun ke bawah. Dia bahkan sudah tidak mengganti seragamnya.
“Setelah itu ke ruangan Daddy,” kata Joshua yang masih mengikuti Evelyn dari belakang.
“Ya, Daddy,” sahut Evelyn. Kalau Daddy-nya sudah begini pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan padanya.
Baru saja Evelyn turun dari tangga, suara Daddy-nya terdengar lagi.
“Dan, kata Mommy ponselmu diaktifkan.”
Ya, Evelyn menonaktifkan ponselnya sejak kemarin karena Mommy-nya terus menelponnya. Demi apa pun, Evelyn jengah dengan Mommy-nya, padahal Mommy-nya hanya berada dari beberapa rumah saja dari rumah mereka tapi terus-terusan meneleponnya seperti berada di belahan dunia lain.
“Ya, tapi aku tidak janji.”
Evelyn meninggalkan Daddy-nya di tangga yang tertawa kecil. Kalau Joshua akan memaklumi sifat istrinya yang selalu suka khawatir dengan anak mereka padahal dia berada di rumah adik sendiri, dan rumah itu hanya beberapa rumah saja dari rumah mereka.
🌹🌹🌹
Setelah makan dan minum obat, Evelyn menghampiri Joshua yang berada di ruangannya. Entah apa yang akan dibicarakan oleh Daddy-nya itu, Evelyn merasa kalau dia sama sekali tidak membuat masalah.
“Masuk.”
Dari depan pintu, Evelyn mendengar suara Daddy-nya menyuruh masuk. Kemudian Evelyn masuk, mendapatkan Daddy-nya sedang memberikan map-map kepada pria yang tengah membelakanginya itu.
“Dad,” panggil Evelyn.
Joshua mengalihkan mengangkat wajahnya hingga menatap Evelyn, sedangkan pria yang membelakanginya kini membalikkan badannya.
Evelyn yang tadi berniat ingin menghampiri Joshua pun mengurungkan niatnya ketika melihat wajah pria yang bersama Daddy-nya.
Tunggu dulu, dia tidak salah lihat kan?. Di depannya itu... Benarkah?.
“Evelyn, sini Nak, Daddy akan mengenalkanmu pada asisten pribadi Daddy.”
“Ini Cris, dan Cris itu anakku.”
Cris menunduk hormat pada Evelyn lalu berkata, “Senang bertemu dengan Anda, Nona Evelyn.”
Ah, Evelyn masih ragu dengan mimpinya itu. Tunggu, mimpi? Benarkah dia bermimpi?. Kalau dia bermimpi tidak mungkin dia bertemu dengan orang yang ada di dalam mimpinya satu per satu.
Evelyn lalu tersenyum, lebih tepatnya senyum yang dipaksakan. “Senang bertemu denganmu juga, Tuan Cris.”
“Panggil Cris saja Nona.”
“Ya, Cris.”
***
**Yuhuuuuu.....
Aku update lagi.
Gimana nih episode satu, seru gak?.
Yang lagi nunggu Elvan muncul sabar yah. Elvan masih ngorok di kamarnya, katanya gak mau diganggu 😂
Jangan lupa tambahkan cerita ini ke favorit dan like, komen, vote serta share sebanyak-banyaknya cerita ini**.
Ponsel salah satu bodyguard di belakangnya berbunyi, membuat Evelyn menoleh pada mereka yang masih setia mengikutinya. Bodyguard yang ponselnya berbunyi menunduk hormat pada Evelyn dengan maksud meminta izin untuk mengangkat panggilan.
Evelyn tidak menjawab, tapi mengalihkan pandangan ke depan—tempat semula. Kemudian Evelyn mendengar suara bodyguard itu mengatakan kata halo pada orang di seberang sana.
Evelyn tidak memedulikan bodyguard itu yang tengah mengangkat telepon, dia meninggalkan bodyguard itu diikuti oleh empat bodyguard lainnya. Hingga kakinya berhenti di salah satu ruang kelas Diana. Evelyn bersyukur Diana tadi pagi mau memberikan nomor teleponnya pada Evelyn dan mengatakan di mana kelasnya.
“Nona, apa Anda mencari seseorang?” tanya Twan, si bodyguard yang sering bertanya padanya.
“Ya,” jawab Evelyn singkat.
“Biar saya saja mencarinya, Nona.”
“Baiklah, kau tolong panggilkan wanita bernama Diana di dalam.”
Twan kemudian masuk ke dalam ruang kelas itu, mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah dia tahu wajahnya.
Sekitar satu menit Twan masuk, pria itu pun keluar bersama Diana yang sudah tersenyum lebar pada Evelyn.
“Ada apa?,” Tanya Diana ketika sudah berada di depan Evelyn.
“Pulang nanti... Bagaimana kalau kau bersamaku?”
Diana tampak berpikir sebelum menjawab ajakan Evelyn, walau bagaimanapun juga dia tidak bisa menerima ajakan seorang yang baru dia kenal sekalipun itu adalah anak dari pemilik sekolah.
“Aku ingin mengajakmu makan di luar,” imbuh Evelyn.
“Maaf, Nona, Tuan Besar menyuruh Nona untuk pulang secepatnya,” timpal Jack tiba-tiba yang baru saja datang setelah mengangkat telepon.
Evelyn menoleh, menatap Jack tajam. “Aku tidak menyuruhmu berbicara.”
Diana tersenyum kikuk, sepertinya dia harus menolak ajakan Evelyn sebelum dia mendapatkan masalah yang bertubi-tubi.
“Hari ini aku ada urusan penting, jadi maafkan aku tidak bisa menerima ajakanmu.”
Bahu Evelyn langsung merosot mendengar tolakan dari Diana. Padahal dia mengajak Diana ingin bertanya sesuatu. Evelyn yakin Diana menolaknya karena mendengar perkataan Jack. Ah, kenapa juga Daddy-nya menyuruhnya untuk pulang secepatnya?.
“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa. Kuharap selanjutnya kau mau menerima ajakanku.”
🌹🌹🌹
“Berhenti di sini!” suruh Evelyn pada sopir untuk berhenti di restoran masakan Jepang.
Jack yang bersama Evelyn dalam satu mobil menoleh pada Evelyn, lalu berkata, “Maaf, Nona, tapi Tuan menyuruh kita pulang, sekarang sudah waktunya Nona minum obat.”
Evelyn memutar bola matanya jengah. Ini yang paling Evelyn benci jika di sekitarnya ada bodyguard sewaan Daddy-nya, dia tidak bisa bergerak dengan leluasa, pergerakannya selalu diawasi oleh mereka bahkan orang-orang yang berteman dengannya pun menjauh satu per satu akibat bodyguard ini.
“Biarkan saja, aku ingin makan masakan Jepang,” kata Evelyn cuek.
“Tuan akan marah kalau Nona tidak pulang cepat,” balas Jack.
“Biarkan saja, aku tidak mau tahu, aku ingin makan masakan Jepang.”
“Koki di rumah bisa memasakkan untuk Anda,” tutur Jack membuat Evelyn berdecak kesal.
“Tidak mau.”
“Tapi Tuan akan marah kalau Nona tidak pulang secepatnya.”
“Dan yang akan dimarahi itu kalian bukan aku. Itu urusanmu.”
Jack menghela napasnya, nonanya ini sangat keras kepala, bahkan lebih keras kepala dibandingkan Yolanda—Ibunya.
“Berhenti!” Kali ini, sang sopir mobil menghentikan mobilnya.
Ketika mobil sudah berhenti di depan butik baju yang tak jauh dari restoran masakan Jepang itu, Evelyn langsung membuka pintu mobil tanpa menunggu pintu mobil dibukakan oleh Jack.
Perut Evelyn sejak tadi sudah memberontak ingin diisi. Heh, persetan dengan Daddy-nya yang marah, dia hanya ingin makan siang. Evelyn juga tidak peduli dengan bodyguard itu, wanita itu bahkan berharap mereka dimarahi habis-habisan oleh Daddy-nya kemudian dipecat supaya tidak ada lagi yang mengawasinya.
Evelyn memasuki restoran itu, para bodyguard yang tadi dia tinggalkan kini sudah berada di belakangnya.
Langkah Evelyn terhenti saat melihat seorang pria tengah makan berdua dengan seorang wanita. Evelyn pun menghampiri keduanya, saat sudah akan dekat dengan keduanya entah kenapa jantung Evelyn terus berdetak.
“Elvan,” panggil Evelyn.
Pria yang dipanggil Elvan itu mendongak, menatap Evelyn dengan kedua alisnya yang menyatu seolah-olah bertanya dari mana kau tahu namaku?. Hei, ini pertama kalinya bagi Elvan bertemu gadis sekolah yang mengetahui namanya. Apa begitu terkenalnya dia sampai anak sekolahan mengenalnya?.
Tapi, untuk menyembunyikan keterkejutannya, Elvan tersenyum manis pada Evelyn lalu dia mengalihkan pandangannya pada wanita yang makan bersamanya dan menampilkan senyum manis, sama seperti senyum yang dia berikan pada Evelyn.
“Ada yang bisa dibantu Nona manis?,” tanya Elvan dengan senyum bagi Evelyn itu... Errr menggoda.
“Dia siapa, Baby?” timpal wanita itu.
Evelyn melirik sejenak pada wanita itu, bajunya begitu terbuka. Ah, dia jadi percaya kalau semua tentang Elvan itu hanya mimpi. Elvan tidak akan seperti ini, jalan berdua dengan wanita yang menggunakan baju kekurangan bahan.
“Oh, dia, kekasih baruku,” ucap Elvan tiba-tiba.
Evelyn terkejut mendengar pernyataan pria itu. Apa, kekasih baru?. Hei, yang benar saja.
Kemudian pria itu bangkit dari duduknya, melingkarkan lengannya di pinggang ramping milik Evelyn. Pria itu bahkan mengecup pipi Evelyn di depan wanita itu. Dan Evelyn yakin jika wanita itu adalah kekasih Elvan, terbukti dengan wajahnya yang terlihat begitu kesal ketika Elvan mengecup pipi Evelyn.
Sementara Evelyn yang pipinya dikecup oleh Elvan melebarkan matanya tidak percaya.
Tidak-tidak, Elvan tidak seperti ini. Ah, sekarang Evelyn percaya jika dia bermimpi. Tapi kenapa dia memimpikan orang yang sama sekali tidak pernah dia temui atau dia kenal?.
“Kau pasti lapar kan, Honey?,” tanya Elvan membuat Evelyn melirik pria itu. Bahkan lengan Elvan sama sekali tidak lepas dari pinggangnya.
Dengan kasar, Evelyn melepaskan lengan Elvan di pinggangnya. Dia melirik Elvan. Menyebalkan, untuk apa pria itu mengatakan pada kekasihnya sendiri kalau Evelyn itu adalah kekasihnya?. Evelyn tidak mau dia malah akan dilabrak oleh wanita itu.
“Huh, jangan bermimpi, Tuan, saya tidak mungkin menjadi kekasihmu yang kesekian.”
“Oh, Honey, kau terlalu malu mengakui kalau aku kekasihmu.”
Kenapa Elvan di dunia nyata lebih menyebalkan dibandingkan Elvan di mimpinya?.
“Jangan mengada-ada,” ucap Evelyn.
“Untuk apa aku mengada-ada, kenyataannya memang begitu.”
Karena kesal mendengar perkataan Elvan, selera makan Evelyn tiba-tiba hilang begitu saja akibat kekesalannya dengan Elvan, dia jadi tidak memiliki keinginan untuk makan lagi ketika mendengar perkataan menyebalkan dari Elvan.
“Mimpimu terlalu tinggi,” ujar Evelyn kemudian melangkah ingin meninggalkan Elvan, namun baru selangkah dia melangkah, tangannya sudah ditarik oleh pria itu kemudian tubuh Evelyn kini berada di pelukan Elvan.
“Lepaskan aku!”
Mata Evelyn mencari keberadaan bodyguard yang selalu menjaganya, tetapi kelima bodyguard itu hanya diam ketika melihatnya diperlakukan seperti ini oleh Elvan. Ada apa dengan kelima bodyguard itu.
Karena kelima bodyguard itu tidak menolongnya, Evelyn pun mau tidak mau dan dengan terpaksa membalas pelukan Elvan hingga membuat Elvan tiba-tiba tersenyum penuh kemenangan.
Sudah dia duga, pesonanya tidak pernah luntur. Wanita yang ada di pelukannya ini pasti hanya pura-pura saja.
Tapi tiba-tiba...
“Argh... Kurang ajar!”
Elvan langsung melepaskan pelukannya, kemudian berjongkok memegang kakinya yang baru saja diinjak oleh Evelyn, rasanya benar-benar nyeri bahkan rasa nyerinya mengalahi sakitnya saat terkena bogeman.
Sedangkan Evelyn, dia sudah berlari keluar dari restoran tanpa memedulikan Elvan yang mengadu kesakitan.
“Awas saja kau, aku akan membalasmu, Nona Evelyn Sharma!”
Ah, Elvan rasa dia harus menerima tawaran Daddy-nya itu untuk membalaskan dendamnya pada Evelyn.
***
**Holaaa...
Nih, update lagi kan?
Yang nungguin Elvan, dia udah bangun dari tidurnya. Bercanda. Jangan dianggap serius.
Dan seperti biasa like, komen, vote, dan share sebanyak-banyaknya... Jangan lupa ceritanya juga tambah ke favorit biar dapat notifikasi update dari cerita ini.
Bye bye**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!