Carissa Xavira Ranjana adalah putri dari Arkana dan Zalfa. Arkana dan Zalfa meninggal dunia karena kecelakaan setelah menghadiri acara anniversary pernikahan Vano dan Freya yaitu Mama dan Papanya Rezel.
Vira yang saat itu masih tertidur nyenyak terpaksa di titipkan kepada baby sitternya sebelum mereka menghadiri acara anniversary Vano dan Freyya.
Mereka pergi tanpa ada firasat apapun, mereka tidak menyangka kepergiannya menghadiri anniversary pernikahan sahabatnya bakal meninggalkan anak semata wayangnya untuk selama - lamanya. Ibarat kata pepatah minang "Malang sakijok mato, mujue sapanjang hari".
Pepatah tersebut mengisyaratkan bahwa yang namanya kemalangan datangnya serba tak di sangka - sangka. Bisa menimpa siapa saja, kapan dan di mana pun ia berada. Tak ada satu makhluk pun bisa menghindar dari ketentuan sang khaliq.
Dreet .... Dreet .... Dreet
Ponsel Vano berbunyi saat Vano akan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Vano pun meraih ponselnya yang berada diatas nakas, sambil membaca nomor yang tertera di layar ponselnya.
Vano menyentuh tombol terima, saat ponsel itu masih menyala.
"Halo Assalamualaikum, Arkana," ujar Vano yang saat itu belum mengetahui kabar buruk yang menimpa temannya.
"Waalaikumsalam .... Maaf, saya menggangu waktu istirahat Bapak. Saya dari pihak rumah sakit Medika ingin mengabari kepada Bapak bahwa teman Bapak yang bernama Tuan Arkana dan Nyonya Zalfa, mengalami kecelakaan yang cukup parah," ucap pihak dari rumah sakit yang mengabari kabar kecelakaan Arkana dan Zalfa.
"Baiklah, saya akan kesana," Ujar Vano mematikan ponselnya dan bersiap - siap untuk pergi ke rumah sakit.
.
.
.
Vano dan Freya telah sampai di lobi Rumah sakit dengan langkah yang tergesa - gesa, mereka segera menghampiri meja resepsionis dan langsung bertanya kepada resepsionis dimana tempat rawat inap sahabatnya yang kecelakaan barusan.
Setelah mengetahuinya, Vano dan Freya dengan langkah tergesa - gesa segera pergi ke ruangan UGD tempat dimana Arkana dan Zalfa di rawat.
Vano begitu gelisah, karena belum mengetahui bagaimana keadaan sahabatnya di dalam ruangan tersebut. Karena Dokter yang menangani Arkana dan Zalfa belum kunjung keluar dari ruang UGD jadi mereka hanya bisa menunggu di luar sambil melafazkan doa untuk sahabatnya yang terbaring lemah di brankar Rumah sakit.
Saat Dokter keluar dari ruangan UGD, Vano begitu lega karena ia bisa bertanya langsung kepada Dokter mengenai keadaan sahabatnya sekarang.
"Dok, gimana keadaan sahabat saya saat ini Dok?" ujar Vano yang tidak sabar lagi ingin mengetahui keadaan sahabatnya.
"Maaf Pak sebelumnya dengan berat hati saya menyampaikan kepada Bapak, bahwa istrinya tuan Arkana sedang dalam keadaan kritis dan untuk tuan Arkana sendiri keadaannya masih tetap sama dengan istrinya," ucap Dokter yang menangani Arkana dan Zalfa.
"Dok, bolehkah saya melihat sahabat saya di dalam Dok?" ujar Vano.
"Boleh, akan tetapi masuknya hanya bisa satu orang dulu,"
"Terimakasih, Dok," ujar Vano dan langsung masuk kedalam ruangan dimana Arkana dan Zalfa di rawat.
Vano melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan, dimana sahabatnya terbaring lemah di Brankar Rumah sakit. Hatinya begitu iba melihat sahabatnya, yang sangat lemah dan terpasang berbagai alat di tubuhnya.
Arkana yang melihat Vano masuk ke ruangannya, memanggil Vano dengan suara yang sangat lemah tak berdaya.
Vano pun mendekati Arkana dan ingin memberi semangat kepada Arkana agar ia bisa bertahan hidup demi anak semata wayangnya yang masih berumur 3 tahun.
Arkana memegang tangan sahabatnya untuk meminta bantuan kepada sahabatnya agar mau merawat anak semata wayangnya. Karena ia merasa tidak bisa merawat anaknya kelak dengan keadaannya yang begitu sakit di sekujur tubuhnya.
Arkana berucap dengan terbata - bata, agar sahabatnya mau membantunya. Karena ia saat ini hanya menunggu kata kepastian dari sahabatnya, agar ia bisa pergi dengan tenang.
Vano yang mendengar, Arkana memohon kepadanya merasa terenyuh hatinya mendengar penuturan sahabatnya.
"Aku berjanji Arkana, akan merawat anakmu seperti anak ku sendiri," ujar Vano yang menahan air matanya agar tidak menetes.
Arkana yang mendengarkan penuturan sahabatnya begitu lega hatinya, sebab ia telah menitipkan anaknya kepada orang yang bisa ia percaya.
Arkana sebelum menutup matanya, ia melirik ke arah istrinya sambil berucap "Maafkan aku yang tidak bisa lagi menjagamu, sa ....yang," ujar Arkana terbata - bata.
Arkana pun dengan satu helaan nafaz, langsung menghembuskan nafaznya untuk yang terakhir kalinya.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun," ucap Vano memastikan sahabatnya telah pergi untuk selama - lamanya.
Artinya : Sesungguhnya kami itu milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah.
Arkana sahabatnya Vano yang pergi untuk selama - lamanya, meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi Vano. Vano seakan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian sahabatnya, karena bagaimanapun Arkana meninggal setelah pulang dari menghadiri resepsi anniversary pernikahannya.
.
.
.
Setelah usai penguburan sahabatnya, Vano menjemput Vira kekediaman sahabatnya Arkana dan Zalfa. Vano menjemput Vira bersama istrinya Freya.
Setelah mobil Vano memasuki halaman rumahnya Arkana, Vano segera turun dari mobilnya bersama istrinya Freya. Ia segera memencet bel yang ada di pojok samping pintu. Beberapa menit kemudian keluarlah pembantu yang bekerja di kediaman Arkana.
Vano pun di persilahkan masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu untuk menunggu putri sahabatnya datang.
Beberapa menit kemudian datanglah Vira bersama Baby sitter yang telah bekerja untuk merawat Vira. Vira yang masih kecil dan tidak tahu apa - apa mengenai orang tuanya terlihat biasa saja. Karena Vira sudah terbiasa di rawat oleh Baby Sitternya sedari Vira masih Bayi.
Freya pun mengambil Vira dari gendongan Baby Sitternya agar Vira mau ikut bersama mereka. Vira pun dengan senang hati menyambut tangan Freya dan langsung Vira berpindah kegendongan Freya.
.
.
.
Disinilah Vira saat ini yaitu di kekediaman Vano dan Freya. Vira ikut bersama Freya dengan tetap membawa Baby sitternya, karena Vira seakan tidak mau di pisahkan dengan Baby sitternya saat ini.
Vira yang malang harus hidup tanpa kehadiran ke dua orang tuanya. Meskipun saat ini Mamanya yang bernama Zalfa masih di rawat di Rumah sakit dalam keadaan koma. Entah apa yang akan terjadi nantinya dengan Zalfa, hanya tuhan yang tahu. Karena tuhan lah yang memberi umur setiap hambanya. Kita hanya bisa pasrah akan hidup dan mati kita nantinya, karena semua yang kita miliki di dunia ini hanya milik Allah semata.
Freya masuk ke kamar putrinya untuk memastikan apakah Vira sudah tertidur dengan nyenyak, ya saat ini Freya sudah menganggap Vira sebagai anaknya. Meskipun Vira bukan dilahirkan di rahimnya, akan tetapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menyayangi Vira seperti ia menyayangi putranya Rezel.
Freya mencium pipi gembul Vira dengan penuh kasih dan sayang.
"Mama sayang padamu nak, semoga kamu sehat selalu dan anggaplah kami sebagai orang tuamu," ucap Freya sambil membelai rambut Vira.
"Semoga kelak, kamu menjadi putri yang sangat cantik," ucap Freya lagi.
...............
Jangan lupa like dan komennya, ini merupakan novel ke 2 dan semoga ada yang suka. Trims sebelumnya All dan sehat selalu buat semuanya.
Namaku Chairil Rafqi Alfarezel. Mama dan Papa sering memanggil aku dengan panggilan Rezel. Aku berusia 10 tahun saat ini. Kalau di pikir, aku sama tuh bocah cm selisih 7 tahun. Its, okey rupanya si bocah namanya Vira. Meskipun ia sangat imut dan menggemaskan, tapi tetap saja aku sedikit membencinya.
****
"Mama .... Papa ....!" ucap Rezel yang begitu terkejut, dengan kedatangan Mama dan Papa ke rumah, dengan membawa bayi perempuan yang begitu cantik dan imut di usianya saat ini.
Mama pun melangkahkan kakinya mendekati Rezel dan langsung mendaratkan pantatnya di sofa ruang tamu.
Rezel saat itu,masih berdiri menatap Mama dan Papanya yang sudah mulai duduk dengan jarak yang tidak begitu jauh dengan Rezel berada saat ini.
"Rezel, duduk dulu nak," ucap Mama menepuk sofa di sebelah Mama dan ingin menjelaskan sesuatu sebelum Rezel bertanya lebih jauh mengenai gadis kecil yang di gendong Mama ke rumah saat ini.
Rezel pun mengikuti perintah Mamanya untuk duduk di samping Papanya saat ini.
Sebelum Mama dan Papanya bercerita, ia dapat melihat dari raut wajah orang tuanya bahwa ada suatu masalah yang terjadi dengan mereka, tapi entah apa itu Rezel belum mengetahui sama sekali.
Rezel juga dapat melihat aura kesedihan yang terpancar di wajah Mama dan Papanya saat ini. Akan tetapi, Rezel tidak ingin bertanya dulu sebelum Mama dan Papanya menjelaskan kepadanya.
Rezel pun menatap gadis kecil yang ada di pangkuan Mamanya saat ini, ia sedikit penasaran darimana asal gadis kecil itu dan juga kenapa Mama sampai membawa gadis itu ke rumahnya.
"Mama, bisakah jelasin semuanya," ucap Rezel karena saking penasarannya, menunggu penjelasan Mamanya.
Aku bisa lihat dari ekspresi Mama saat ini, ia seakan cukup berat menyampaikannya padaku. Tapi ya sudahlah, kalau Mama tidak ingin menceritakan terlebih dahulu kepadaku, pikirku saat itu.
Mama pun mulai sedikit menggerakkan bibirnya pertanda ia akan memulai pembicaraannya, karena saking penasarannya, aku ingin menajamkan pendengaranku agar apa yang di sampaikan Mama tidak satu pun bakal terlewatkan nantinya.
"Sebenarnya putri kecil yang mama bawa ke rumah adalah anak teman Papa, yaitu anak om Arkana dan tante Zalfa," ucap Mama menjelaskan kepadaku, sambil Mama melihat ekspresi di wajahku saat ini.
Mama pun mulai melanjutkan pembicarannya, untuk lebih menjelaskan secara rinci kepadaku.
"Karena mereka sudah tiada, Mama ingin mengangkat Vira sebagai anak Mama dan Papa,"
Aku hanya diam mendengarkan penjelasan Mama selanjutnya, karena aku ingin mendengarkan sedetailnya penjelasan dari Mama, agar tidak ada yang di sembunyiin kepadaku nantinya.
"Mama harap, kamu juga bisa menyayangi Vira seperti adek kamu sendiri," ucap Mama melanjutkan pembicaraannya, sambil melihat ekspresi wajahku.
Aku seakan diam seribu bahasa mengenai penjelasan Mama tadi, bukan aku tidak mau menerima kehadiran gadis kecil itu. Namun, pikiran jelek terlintas di benakku saat ini. Kalau seandainya suatu saat Mama dan Papa bakal berubah kasih sayangnya kepadaku.
Aku yang belum menjawab pertanyaan Mama hanya bisa tertunduk, padahal mereka sangat mengharapkan jawaban dari aku. Tapi apa boleh dikata, bibir ini seolah tidak bisa berbicara untuk mengatakan iya atau tidaknya.
"Rezel," panggil Papa yang seakan tahu tentang yang aku pikirkan saat ini.
" Iya Pa," jawabku
Aku pun ingin menyampaikan aksi protesku kepada Mama dan Papa, yang saat ini berada di sampingku. Aku lihat ekspesi dari wajah Mama, seakan begitu sabar menunggu jawaban dariku.
" Ma, bukannya Rezel tidak terima dia Ma. Tapi kan Mama masih punya aku Ma!" ucapku seakan ingin memberontak, tapi terasa tertahan karena takut menyakiti hati ke dua orang tua ku.
Mama dan Papa seakan diam seribu bahasa, entah apa yang dirasakan saat ini.
Apa ia sedang memikirkan perkataanku barusan? oh tuhan .... Apa aku sudah menyakiti mereka, dengan suaraku yang seakan meninggi tadi.
"Maafin Papa Rezel, keputusan Papa dan Mama sudah bulat. Bahwa Vira akan menjadi adek angkat kamu, jadi tanpa persetujuan kamu pun Papa tidak bakal merubah keputusan Papa," ucap Papa dengan keputusan yang tidak mau di ganggu gugat.
" Terserah Papa, yang jelas aku tidak akan terima kehadirannya di rumah ini," ujar Rezel.
Aku pun berlari ke kamar, tanpa mendengarkan panggilan dari Papa saat ini. Hatiku benar - benar sesak saat Papa dan Mama tidak mendengarkan keluh kesahku.
Sesampainya di depan pintu kamar, aku pun membantingkan pintu sekeras - kerasnya. Aku yakin Papa dan Mama terkejut karena sifatku yang membantahnya saat ini. Tapi masa bodoh dengan semuanya, aku tidak habis pikir kenapa Papa dan Mama tidak pernah kasih tahu aku sebelum ia membawa gadis kecil itu kerumah ini.
****
Waktu telah menunjukkan jam 22.00 malam, saat aku terbangun dari aksi ngambekku pada Mama dan Papa.
Kerongkonganku saat ini, sangat terasa kering. Aku pun turun dari tempat tidur dan melangkahkan kaki keluar dari kamar, untuk mengambil air minum ke dapur agar kerongkonganku tidak terasa kering.
Sebelum menuju dapur, aku dikejutkan oleh Mama yang melangkahkan kakinya menuju kamarku. aku pun buru - buru bersembunyi karena saat ini, aku belum ingin bertemu Mama maupun Papa.
Tapi langkahku terhenti tatkala, Mama membuka pintu kamar sebelah. Aku pun sedikit penasaran, mengenai siapa yang berada di samping kamarku saat ini. Padahal sebelumnya, kamar itu tidak di tempati oleh siapapun.
Aku pun melangkahkan kakiku dengan sangat hati - hati agar aksiku tidak di ketahui oleh Mama. Disana aku pun bisa melihat pemandangan yang sangat membuatku begitu cemburu, Mama seolah berbicara pada bocah yang masih kecil itu sambil sesekali membelai rambutnya dan mencium pipinya.
"Mama sayang padamu nak, semoga kamu sehat selalu dan anggaplah kami sebagai orang tuamu," ucap Freya sambil membelai rambut Vira.
"Semoga kelak, kamu menjadi putri yang sangat cantik," ucap Freya lagi.
Hatiku sakit sesakitnya, Mama seakan lebih sayang sama tuh bocah saat ini. Aku benci dia .... sangat benci.
Namun karena saking haus yang tidak bisa tertahan lagi, aku pun mengurungkan niatku untuk mendengar lebih jauh mengenai apa yang di bicarakan Mama.
Sesampainya di dapur, aku meneguk air minum yang berada di tanganku sampai habis tidak bersisa.
"Rezel sedang apa kamu," hardik seseorang yang membuat aku begitu terkejut, hingga membuat air yang ku minum masuk ke hidungku.
"Shit," ucapku seakan kesal.
..............
Jangan lupa like dan komennya🙏🙏
Namun karena saking haus yang tidak bisa tertahan lagi, aku pun mengurungkan niatku untuk mendengar lebih jauh mengenai apa yang di bicarakan Mama.
Sesampainya di dapur, aku meneguk air minum yang berada di tanganku sampai habis tidak bersisa.
"Rezel sedang apa kamu," hardik seseorang yang membuat aku begitu terkejut, hingga membuat air yang ku minum masuk ke hidungku.
"Shit," ucapku seakan kesal.
"Haha .... sakit ya hidungnya! cup .... cup ...." ucap Mira mengisengi Rezel.
Rezel seakan malas meladeni tantenya, setelah selesai minum, ia meletakkan kembali botol minuman yang ia keluarkan tadi ke dalam kulkas dan Rezel langsung berlari ke kamarnya tanpa harus banyak bicara dengan tantenya.
****
Keesokan paginya,
"Gimana sekolah kamu, Mir," ucap Freya menanyakan perihal sekolah adeknya sambil menunggu kehadiran sang suami dan anaknya untuk sarapan bersama.
"Alhamdulillah lancar kak," jawab Mira kepada sang kakak.
"Syukurlah. ingat, belajar yang benar jangan keluyuran dan akan lebih baik jangan mengenal laki - laki dulu," ucap Freya menasehati Mira.
"Siap kakakku sayang, adekmu yang cantik dan penurut ini akan selalu menuruti semua perintah kakaknya," ucap Mira dengan semangat.
Freya hanya tersenyum menanggapi celotehan adiknya, Freya begitu sangat menyayangi adiknya. Ia tidak ingin adiknya terlibat pergaulan bebas. Makanya itu, setiap Mira mengunjunginya, Freya selalu menasehati adiknya untuk lebih fokus belajar dan ingin membatasi pergaulan adeknya. Meskipun Freya tahu, Mira saat ini sedang mengalami masa puberitasnya, di umurnya saat ini.
"Pagi Rezel," sahut Mira saat melihat kedatangan Rezel.
Aku sama sekali tidak menanggapi sapaan dari tante Mira saat itu, itu karena aku sedikit kesal dengan tante Mira semalam.
Aku hanya berjalan melangkahkan kaki untuk bergabung di meja makan, bersama Mama dan Papa yang saat itu sudah duduk di meja makan untuk memulai sarapan pagi ini.
Aku menikmati sarapan pagi, tanpa bicara sepatah kata pun. Karena selain, aku kesal sama tante Mira, aku juga masih sedikit kesal dengan keputusan Mama dan Papa yang tidak mendengarkan kata - kata ku semalam.
Saat sedang menikmati sarapan, terdengar suara tangisan bayi tepat di sebelah kamarku. Aku pun langsung menatap Mama yang kala itu sedang menikmati sarapannya di meja makan
"Pa, Mama ke atas dulu. Mau lihat Vira," ucap Mama yang sama sekali tidak menyapaku.
"Iya, Ma," ucap Papa menanggapinya.
Aku pun hanya memperhatikan Mama berjalan menuju tangga atas, yang tentunya aku ketahui, Mama akan pergi ke kamar putri kecilnya. Hufft .... Aku seakan muak dengan semua ini, baru dua hari si bocah ini berada di rumah ku. Ia sudah mengambil perhatian Mama dariku. Apalagi sang Papa juga ikut - ikutan tidak menyayangiku. Sungguh malang nasibku tuhan, mau menangis pun percuma. Eits .... Aku seorang cowok, pantang buat ku menangis, hanya karena masalah beginian.
Setelah selesai sarapan, aku pun bergegas ke ruang keluarga karena saat ini merupakan hari libur sekolah. Aku pun menyalakan televisi, untuk menonton film kartun favorite ku.
"Rezel, aku juga mau nonton siniin remote nya," ucap tante Mira kepadaku.
"Tante .... ! yang duluan datang kesini siapa? kalau tante mau nonton, di kamar sana!" ucapku dengan begitu sangat kesal, karena ini pasti akal - akalan sang tante untuk mengajak berdebat denganku.
"Tante, mau disini nontonnya," ucap tante Mira yang sudah mengeluarkan air mata buayanya,agar aku memiliki rasa iba.
Terserah ucapku dan berlalu pergi meninggalkan tante Mira saat ini.
****
Saat aku ingin menaiki tangga, aku melihat si bocah itu menghampiriku. Ia begitu sangat ceria dan tersenyum melihatku. Tapi yang namanya aku masih kesal, aku pun ogah menyapa dan membalas senyumnya si bocah yang sudah merebut perhatian Mama dan Papa dariku.
Bocah itu pun semakin mendekat kearah ku dan ia saat ini sudah berada tepat di hadapanku dan mengulurkan tangannya, pertanda ia meminta untuk di gendong.
Aku hanya menatap si bocah itu tanpa mau menggendongnya. Biarinlah, aku dianggap sebagai seorang kakak yang jahat ke adiknya. Eits, kok aku jadi bilang dia itu adikku dan aku adalah kakaknya? Oh tidak, jangan - jangan aku sudah menerimanya sebagai adikku.
Bocah itu masih saja mengulurkan tangannya kepadaku. Namun, hatiku seakan tertutup menerima uluran tangannya.
"Apaan nih bocah jangan harap, aku akan menggendongnya," umpat Rezel yang masih saja kesal.
"Rezel," teriak tante Mira.
"Shitt, apalagi nih si tante bawel. Bikin aku kesal aja," ucap ku dalam hati.
Tidak berselang lama setelah itu, tante kembali memanggilku dengan suara yg begitu nyaring.
"Rezel,"
"Apalagi sih tante," ucapku yang begitu malas meladeni si tante bawel.
"Zel, gendong adeknya tuh. Jadi kakak peka dikit sama adeknya," ucap tante Mira seolah meledekku dengan sebutan adek.
Aku pun berlalu dari si bocah dan menaiki tangga menuju kamarku. Baru saja satu langkah aku menaiki tangga, aku melirik kebelakang ternyata si bocah juga berjalan dan menaiki tangga dengan berpegangan pada pembatas tangga.
"M ...ba..ng," ucap Vira memanggil rezel dengan terus memanjat.
Aku pun merasa kasihan melihat si bocah mengikutiku, sehingga membuatku mengurungkan niat untuk kembali ke kamar.
Aku pun menggendong Vira dengan sangat hati - hati dan membawanya duduk di sofa yang ada di ruang tamu.
"Bang," ucapnya lagi memanggilku dan mencium pipiku.
Aku masih saja malas menanggapi ucapan Vira yang memanggilku dengan sebutan bang, entah kenapa? aku masih saja sedikit dendam dengannya.
"Cieee .... selamat Zel, kamu sudah berhasil jadi seorang kakak dan bukan anak tunggal lagi,"
Aku hanya diam dengan semua candaan dari tante Mira kepadaku, entah kenapa tante Mira selalu mengganggu ketentraman pikiranku saat ini. Padahal jarak umurku dan tante cuma selisih lima tahun tapi ia tetap saja seperti bocah yang selalu mengganggu hidupku.
Brak
Aku begitu terkejut dengan suara yang tidak jauh dari tempat aku duduk. Namun, aku tetap santai dan mulai merebahkan kepalaku ke sandaran sofa ruang tamu dan mulai memenjamkan mataku sejenak.
"Rezel," teriak tante Mira.
..............
Jangan lupa like dan komennya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!