NovelToon NovelToon

Hanya Istri Bayangan.

HBI 01.

LIKE dulu sebelum membaca... 😜 jangan pelit Like ya sayong..

***

Perkenalkan, namaku Lista Mutia Sari. umurku baru menginjak 22 tahun. Anak dari keluarga yang cukup sederhana. Aku tinggal bersama ibu ku, ibu yang tidak sanggup lagi untuk bekerja. Ibuku, sudah cukup renta untuk menjalani pekerjaan yang ada diluar sana. Sebagai anak satu-satu nya, yang tidak tahu dimana ayah ku. Ibuku selalu berkata, ayah ku memang tidak mati. Tapi, ibuku selalu saja tidak ingin aku mengetahui. Bahkan, tergolong dengan rapat rahasia apa yang sebenarnya ia sembunyikan?

Berusaha mencari tahu, tapi apa? Hasilnya nihil. Ibu memang pandai menutupi nya, mungkin ada sebuah sejengkal luka yang mendalam.

Hari-hari ku,

Berjalan dengan lancar dan ya bagaimana tidak? Seseorang yang hanya lulusan SMP, mau bekerja apa kalau tidak sebagai pelayan. Ibunya yang dulu masih mampu bekerja mencari nafkah saat ini ia tak mampu lagi. Bu Laras memang belum cukup tua, namun.. Ia sering sakit-sakitan. Tak jarang, batuk dan flue sering hinggap.

Dari yang tadinya bekerja sebagai penjual kue keliling, yang hasilnya tak menentu. Hingga pada suatu saat.. Kesibukan selalu mengiringiku saat berjualan pun, tak juga membuat orang merasa belas kasihan kepada ku. Dengan membawa sebegitu banyaknya kue yang harus aku jajan kan. " Ayah.. Ayah, ada dimana? Mutia rindu, ayah.. " ujarnya saat sedang membersihkan piring.

" Mutia! Kamu sedang ngapain? "

" Eh kak, Sindi. Nggak kak, Mutia nggak, ngapa-ngapain kok. Oh iya, apa ada yang perlu Mutia bantu? "

" Untuk sekarang sih, nggak ada. Udah deh, mending kamu goreng itu adonan bakwan nya. "

" Baik, kak. "

Flashback...

Saat tengah berjalan membawa sebuah gendongan yang cukup besar. Dengan kain jarik yang membelit tubuhnya.

" Kue... Kue... "

Sorak Mutia dengan peluh yang pastinya membasahi pakaiannya.

" Kue.. Kue.. Kue.. Ibu, kuenya Bu? "

" Maaf nak, ibu lagi nggak ada uang. "

" Walah kasihan sekali ibu ini... Kalau dilihat dari wajahnya aja, sekitar 50an. " Batin Mutia.

" Eh iya ibu, nggak apa kok Bu. Oh iya ibu, dimana anaknya ibu? Kok sendirian aja Bu? "

Dengan sabar Mutia sangat ingin mengenal sosok ibu yang ada didekatnya itu.

" Anak ibu.. Aaaaaa .. " Entah apa yang terjadi. Tapi, ini nyata. Ibu-ibu itu langsung berteriak tanpa sebab.

" Astagah.. Ibu ini kenapa? Apa ada yang salah ya? Tapi, perasaanku.. Pertanyaan ku, tidak terlalu menyinggung? " Mutia masih bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

" Ibu.. Ibu, kenapa? "

Panik, bingung. Karena, disana tidak ada siapa pun. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya. " Hey! Kamu apa kan, ibu saya!!! " Bentak pria itu.

" Aku? Aku tidak berbuat apapun kepada ibu ini. Justru ibu inilah yang tiba-tiba menangis, aku pun tidak tahu dia kenapa? "

" Halah! Nggak usah banyak ngeles kamu! Ayo ikut aku ke kantor polisi. Akan ku pastikan kamu tidak akan bisa lolos dengan mudah. " Menggenggam

" Tapi, pak aku nggak bisa. "

Buggghhh.. Dengan sekuat tenaga Mutia dengan kuatnya menginjak kaki pria itu. " Adoy!! Dasar cewek brengsek! " Memegangi kakinya.

" Lari Mutia lari.. " Batin Mutia.

Cukup kuat hingga cengkraman tangan yang memegang pergelangan Mutia terlepas. Mutia yang sadar akan itu langsung mengambil kain jarik yang ia bawa, dan langsung berlari.

" Astagah.. Itu tadi siapa? Apa itu tadi anak tu ibu ya.. Huh huh! Mah, untung saja ini demi mamah kalau nggak mungkin Mutia bakalan nyerah mah. "

Mengelap keringat dengan jarik nya. Di pertigaan jalan yang memang masih penuh dengan pepohonan yang rimbun. Kresek kresek.. Ada semak-semak yang bergoyang. " Astagah.. Itu apa? Jangan bilang itu makhluk halus atau apa jangan-jangan.. "

Mutia mulai bergedik ngeri. Memeluk lengannya sendiri. " Ya Allah, lindungilah Mutia dari segala macam makhluk yang terkutuk. "

Namun, sayang disayang. Yang dia do'a kan ternyata bukanlah sosok hantu dan makhluk yang buas. " Bos.. Sepertinya dia sudah tahu kalau kita mengincarnya? "

" Stttsss... Berisik kamu! "

Saat ini Bondan tengah memantau gundukan yang terlapis kain itu. " Jon, kira-kira yang ada didalam kain itu... Isinya berapa rupiah ya? "

" Wah kalau itu saya tidak tahu bos. Pasti sangat banyak rupiahnya. "

" Kamu sok tahu Jon! "

Joni menggaruk belakang telinganya. " Gana nih si bos nggak jelas deh.. Tadi minta pendapat, giliran udah diutarakan. Dibilang sok tahu.. Mani ngenes pisan teh jadi jongos. " Batin Joni.

" Apa kamu lihat-lihat! Mau saya cucuk dengan besi panas? " Bentak Bondan.

" Eh nggak bos nggak. Jon nggak berani melawan bos Bondan. "

" Bagus. Cepat sana pergi dan rampas yang dia punya. "

" Tapi, bos. Aku nggak bakat soal itu. "

" Kamu itu ikut aku udah berapa tahun sih? Ngurus begini aja kamu nggak bisa. "

" Emang benar sih, aku ikut bos udah beberapa tahun. Tapi kan, itu semua bos yang ngerampas. Bukan aku sendiri yang ngerampas. " Batin Jon.

" Punya anak buah, nggak bisa diandalkan! Setiap hari ada mangsa, selalu saja aku yang maju. Sebenarnya yang anak buah itu aku atau dia sih? Kenapa aku yang bekerja, sedangkan dia cuma mau enaknya aja. " Batin Bondan.

Dengan perasaan yang tidak enak sedari ia memang baru jalan beberapa langkah saja sudah diiringi dengan perasaan yang tidak inginkan. " Haduh kenapa badanku jadi deredeg begini.. Apa jangan-jangan.. Mas-mas yang tadi.. " Dengan perasaan yang masih mewaspadai.

" Tangkap dia sekarang bos. " Teriak Joni.

" Dasar anak buah sialan!! " Runtuknya dalam hati.

Mutia yang mendengar itu langsung menoleh. " Astagah.. Ada apa lagi sebanarnya ini.. " Mutia sangat ketakutan.

" Mamah.. Mutia harus berbuat apa? " Menggigit jari-jari kukunya yang terlapis kain.

" Berhenti kamu! "

Saat itu, Mutia hendak berlari sekuat tenaga. Namun, tenaganya sudah ia habiskan untuk berlari dari cengkraman tangan pria aneh itu. " Ada apa ya pak? " Mencoba bersikap biasa saja.

" Kamu nggak takut sama kami? " Tanya Jon.

" Aku harus mengelabuhi mereka berdua. Kalau aku berkata jujur, bahwa aku takut. Bahkan terlebih takut sama bosnya yang mukanya penuh dengan luka jahitan. " Batin Mutia.

" Kenapa diam? "

" Nggak apa om. "

Baron seketika menoleh lalu menghembuskan asap rokok tebal dari bibir. " Haduh kok ini preman makin kesini aja sih.. " batin Mutia.

" Serahin, uang kamu! "

Dengan mengeluarkan pistol. " Om, aku nggak punya uang banyak om. Seharusnya om rampok yang punya mobil mobil besar dan juga rumah gedong. Apa om, nggak kasihan sama saya? "

" Nggak! Saya nggak kasihan sama sekali sama kamu. Emangnya kamu siapa? Udah deh jangan banyak bicara, serahin harta benda kamu sekarang juga. "

" Mamah, mpok Nina. Maafin Mutia, uang ini harus Mutia kasih sama preman ini. " Batin Mutia.

Ia sangat-sangat membutuhkan uang itu.

" Oh. Masih nggak mau nyerah juga ya? Atau, kamu mau.. Kulit mu yang mulus itu di kotori dengan pisau ini? " Mutia gemetaran. Meremas kain jarik yang melekat dipundaknya.

H I B 02.

LIKE dulu sebelum membaca... 😜 jangan pelit Like ya sayong..

***

Dengan mengeluarkan pistol. " Om, aku nggak punya uang banyak om. Seharusnya om rampok yang punya mobil mobil besar dan juga rumah gedong. Apa om, nggak kasihan sama saya? "

" Nggak! Saya nggak kasihan sama sekali sama kamu. Emangnya kamu siapa? Udah deh jangan banyak bicara, serahin harta benda kamu sekarang juga. "

" Mamah, mpok Nina. Maafin Mutia, uang ini harus Mutia kasih sama preman ini. " Batin Mutia.

Ia sangat-sangat membutuhkan uang itu.

" Oh. Masih nggak mau nyerah juga ya? Atau, kamu mau.. Kulit mu yang mulus itu di kotori dengan pisau ini? " Mutia gemetaran. Meremas kain jarik yang melekat dipundaknya.

Semakin dekat dan dekat lagi, karena Bondan tak berhenti untuk melangkah. Walau langkahnya terbilang sedikit-dikit. Namun, maju terus dan menerus.

" Serahkan sekarang! "

" Nggak! Ayolah om, ibu ku lagi sakit. Apa om, nggak kasihan sama ibu ku? "

" Nggak! Ngapain aku harus kasihan. Emang kamu siapa saya? Anak, cucu, bahkan saudara aja bukan. " Bondan memang sangat susah untuk dibujuk jika menyangkut uang.

" Ya ampun.. Ini orang nggak mempan ya? Mutia harus apa lagi.. " Jenuh dan bingung harus bagaimana lagi hati Mutia terus bertanya.

" Cewek manis.. Ayo serahkan saja semua harta benda mu. Aku tak yakin kalau kau akan selamat jika melawan bos. "

Terus memepet.

" Huh.. Sepertinya aku harus merelakan uang ini. " Pasrah sudah Mutia.

" Ini ini, ini om.. Uangnya. " Mengulurkan gulungan uang hasil kerjanya hari ini yang sengaja ia simpan rapi di balik jarik yang diikat nya.

" Nah gitu dong.. "

**

Uang itu berhasil di ambil alih oleh Bondan.

" Coba kek, dari tadi seperti ini. "

Menghitung uangnya. Namun, Bondan tak percaya. " Jon, hitung uang ini kembali. " Menyerahkan pada Jon.

" Aduh bos.. Aku mana ngerti. Udah, mending bos aja yah.. Yang hitung. "

Mendapat tatapan harimau dari sang bos.

" Eh eh iya iya bos. Jangan marah-marah Mulu napa? Kasihan tu mata nanti bisa lompat katak. "

**

**

Berjalan dengan keadaan lesu. Pakaian yang penuh dengan lumpur dan sandal yang mulai hampir putus. Serta perasaan yang bingung harus di jelaskan. Setiba di rumah sang pemilik gorengan. Ya, dia hanya membantu menjualkannya secara berkeliling. Mau gimana lagi, bakatnya cuma itu. Bakat yang saat itu dia menemani sang ibunda bekerja sambil meneriakkan jajan yang di bawanya. "

" Assalamualaikum, Bu Jum. "

" Wa'alaikumsalam. Eh kamu dah pulang to cah geulis? "

" Iya Bu. Maafin, Mutia ya Bu. "

" Maaf untuk apa nak? Kamu kan nggak berbuat apa-apa? "

" Tapi, Bu. Hal ini sangat besar dan ya mungkin juga akan membuat ibu marah kepada saya. "

Sang pemilik gorengan yang di jual belikan Mutia bingung. Pasalnya, dia memang orang yang jarang bergaul dan tidak mengerti apa yang sedang Mutia maksudkan. " Ini Bu... "

" Lho.. Lho dimana toples jualan gorengan saya! Kok cuma kain jarik nya aja? "

Mengambil jarik itu, lalu melemparnya ke sudut. " Gorengannya ketinggalan, Bu. "

" Ketinggalan dimana? Ya ampun, Mutia Mutia... Kamu itu sudah saya bantu, kenapa malah nyusahin saya sih! Apa kamu nggak mikir? Berjualan itu perlu modal. Setidaknya walaupun sedikit, masih bisa berjalan. Terus, dimana uang hasil penjualannya? " Sedikit reda sambil me-ng-adah kan tangan.

" Itu Bu,- " Mutia bingung harus menjelaskan bagaimana.

' Uang itu udah di rampas para preman. Aku memang bodoh, aku nggak bisa melawan mereka. Padahal salah satu dari mereka banci. "

" Mutia!!! " Teriakan menggelegar.

Terdengar jelas pada seluruh sekeliling rumahnya. " Woy! Jinten. Jangan teriak-teriak! Anak gue lagi tidur! " Protes salah seorang warga sambil mengacungkan centong kayu yang tak tanggung-tanggung centong nasi untuk memasak 5 kilo beras.

Mutia dan sang bos menoleh. " Woy Sablah! Nama gue itu Juminten! Bukan bumbu masakan jinten! Dasar, nggak tahu tata krama. "

Sablah pun masuk dengan perasaan marah dan Bummmm.. Pintu itu ditutup sangat-sangat keras.

" Dasar! Janda nggak tahu di untung. "

Kembali lagi Juminten menatap Mutia.

" Katakan! Dimana uang hasil jualan? Jangan jadi pembohong, setelah saya mempercayai kamu untuk bekerja sama saya! "

Berdiri lalu menarik telinga Mutia.

" Ampun, Bu. Ampun... Kali ini, Mutia benar-benar nggak sengaja Bu. "

'Enggak sengaja? ' Batin Jum.

Ia menyengitkan keningnya.

" Apa maksudmu? Tidak sengaja? Tapi, kenapa uang itu nggak kembali juga. "

" Bukan, begitu.. Uang itu di rampok. Masih untung Mutia masih bisa menyelamatkan diri darinya. "

" Apa!!! Rampok! Kurang ajar itu rampok! Apa dia nggak tahu, kalau gue ini mantan penagih utang! Dimana, kamu ketemu mereka? "

" Itu.. Di tengah perjalanan, di tengah jalan yang masih rimbun pohon. "

" Oh astagah! Baiklah, nanti biar saya sendiri yang mengambil dari mereka. "

Mutia bingung harus bagaimana. " Ngapain kamu masih disini? Sana pulang, hari ini kami tidak mendapatkan upah. Hari ini pula kamu aku berhentikan. Modal saya belum kembali. "

Deg!

Mutia kaget bukan kepalang.

" Ibu, jangan pecat saya. " Memohon dan berlutut memegang kaki Juminten.

Mungkin karena reflek, dan ia merasa tak pantas diperlakukan seperti itu. Brruukkk... Dorongannya cukup seperti 2 orang anak kembar. Yang sedang bermusuhan. " Aakchh... " Mutia terjengkang, dan untung saja telapak tangannya menyangganya. Karena, akibat itulah Mutia menjerit.

" Maaf, Mutia. Saya benar-benar, tidak sengaja.. " Ujar Juminten sambil mengusap wajahnya dengan kasar lalu membantu Mutia bangkit.

" Akcch... Iya, Bu.. " Sambil mengipas ngi-pas tangannya.

" Bu.. Saya,- "

Mutia masih berharap kemungkinannya agar tidak di pecat dari pekerjaan ini.

" Maafkan saya Mutia. Saya sebenarnya tidak tega juga harus memecat mu. Saya itu, berjualan dengan modal yang tidak cukup banyak. Jika saja modal dan pembeli seimbang, dan juga saya itu sebentar gimana ya Mut.. " Meneteskan air mata..

Hati Mutia menjadi tidak tega. Jika ia harus terus memohon, maka akan percuma saja. Saat ini ia bingung?? Jika ia tidak bekerja, bagaimana dia dan juga sang ibunda bisa makan?

" Bu.. Maafin Mutia Bu. Mutia bingung, Mutia harus bekerja dimana lagi? Sebab, tidak ada yang mau menerima gadis kampung seperti Mutia ini bekerja. "

" Tenang Mutia. Ibu, ada teman.. Jika kamu mau bekerja yang keras dan tekun,- "

" Saya mau Bu.. Apa yang harus saya kerjakan?? Saya ingin... "

" Baiklah.. Besok, kamu bisa kembali kesini lagi. "

" Baik, Bu. Kalau begitu saya pulang dulu. "

Satu dua langkah Mutia. " Mutia.. Tunggu. " Ujar Juminten.

" Iya Bu. "

" Besok, berpakaian seperti layaknya orang kantoran. Mana tahu kamu diterima sebagai pelayan atau kasir kan? "

" Eh.. Iya Bu. Tapi, saya hanya mempunyai 3 kemeja saja Bu. "

" Nggak apa... Yang penting buat proses lamaran kerja kamu aja dulu.. " Semangat memburu dari Juminten.

H I B 03.

LIKE dulu sebelum membaca... 😜 jangan pelit Like ya sayong..

****

Dengan senyum yang penuh harap. Mutia sudah berkemas, berdandan seadanya. Peralatan bedak bayi, dan juga lip bam yang ia punya.. Tak luput dari hiasan yang akan dia unjuk kan, dalam pertemuan dengan bos baru baginya. " Mutia.. Kamu sudah siap, nak? " Tanya ibunda.

" Sudah Bu.. Ibu, gimana penampilan Mutia Bu? Apakah Mutia sudah cantik? Apakah Mutia sudah,- "

" Ssstttsss!! " Menutup mulut sang anak menggunakan jari telunjuknya.

" Anaknya ibu, anak yang selalu ibu banggakan.. Kamu itu sudah cantik, sayang.. Walaupun kamu tidak merias dengan wah, insyaallah ibu yakin kamu pasti akan diterima. "

" Aamiin.. Semoga itu benar Bu. Ya sudah, kalau begitu Mutia pamit tempat Bu Jum dulu. Assalamualaikum.. "

" Wa'alaikumsalam. "

Juminten sudah kalang-kabut. Bagaimana Mutia bisa telat datang. Padahal sebentar lagi orang yang akan bertemu dengannya akan datang. " Haduh gimana anak Bu Regina ini.. Jam segini belum juga datang.. Apa nggak tahu kalau aku sudah seperti keong yang kena semprot lalu is dead. "

Dengan keringat yang sangat-sangat banyak mengalir bak air terjun yang sudah menemukan jurangnya. " Huh huh maaf Bu.. Saya terlambat . "

" Haduh untung kamu jadi datang Mut Mut. Kalau kamu nggak jadi datang, siapa yang akan menemui dan bekerja disana. Kan nggak lucu saya sudah susah-susah minta cari kerjaan tapi malah nggak di hargai sama sekali. "

" Maafin saya Bu. Saya benar-benar tidak melakukannya dengan sengaja kok Bu. "

" Huh! Ya sudahlah. Kamu yakin hanya memakai pakaian kumuh itu? Aku nggak yakin, kamu bakalan lolos dalam seleksi nanti. "

" Jadi, saya belum tentu diterima kerja disana Bu? " Lesu.

" Ya nggak lah! Kalau begitu mah enakan kamu. Bakat dan skill itu perlu di tunjukkan. Jika kamu merasa pantes ya kamu yakin aja bakal diterima. Lagian ya.. Masih bagus saya bantuin kamu. Dan nih, alamatnya,.. Kamu berangkat sendiri aja, nanti kalau udah sampai... Bilang aja, kamu utusan saya. "

" Baiklah Bu. Sekali lagi terima kasih. Mutia pamit dulu Bu. Assalamualaikum. "

" Wa'alaikumsalam. "

******

Antrian sangat padat. Banyak warga yang mengunjungi toko cabang yang memang sudah banyak membuka outlet disepanjang daerah bahkan ada yang berada di luar kota. " Astagah.. Banyak sekali.. "

Rasa pesimis menghantui Mutia. Yang sedari tadi tiada melangkahkan kakinya. ' Apa aku bisa bekerja disana? Aku merasa diriku tidak bisa berada disana.. ' batinnya selalu bertolak belaka dengan keinginan yang lebih menggelora.

" Mbak! Tolong kalau tidak beli, jangan menghalangi jalan!!! Saya mau lewat! " Pekik seseorang yang sangat sangat kesal karena jalannya harus terhalang tubuh Mutia.

" Maaf. Maaf. Aku nggak bermaksud begitu. Emang aku nggak niat beli. Tapi.. Ak,- "

" Kalau nggak niat beli, mending mbak jangan disini. Saya udah menunggu dari antrian 20 tapi tiba-tiba mbak datang pada saat saya ke kemar mandi. "

" Sekali lagi maaf. " Mutia lalu mempersilahkan seseorang itu mengambil posisi antriannya.

***

' Aku harus bisa!! ' Optimis Mutia.

***

Semua mata pelanggan menatap jijik ke arah Mutia. Walaupun warna kulit yang ia miliki sangat terang, namun... Tetap saja, dia bukanlah siapa-siapa.. " Eh eh itu pegawai bukan sih? "

" Kayaknya bukan deh? Kalau pegawai itu pakai baju yang sama kaya yang paling ganteng di Ono itu.. " Tunjuk nya pada seseorang pria yang sangat tampan.

Bisik-bisik mulai menyebar hingga sampai ke telinga sang pria tampan yang bekerja sebagai Barista.

" Dito.. Coba kamu lihat, dan cek.. Dia itu siapa? Kita ini sangat-sangat sibuk, jika dia meminta sumbangan. Tolong kamu beri dia uang, dan biarkan aku bekerja dengan tenang. "

" Baik bos. "

" Jangan keras-keras. Aku tak ingin para penjilat berdatangan dan mengerubungi ku seperti lebah jantan menjaga sang ratu. "

" Oke oke. Siap. "

**

" Maaf mbak.. Nyari siapa ya? "

" Saya mencari.. Ehmp.. Gimana ya.. "

" Mbak jangan sungkan-sungkan. Mbak dari panti asuhan atau amal masjid? Saya sudah diamanatkan sama bos saya untuk memberikan uang pada mbak. "

" Bukan mas. Bukan. Niat saya kesini hanya untuk melamar kerja saja. "

" Melamar? Hahahaha.. Maaf mbak.. Lowongan baru saja kami tutup. Mbak dari mana saja? Pendaftaran nya sudah berlangsung satu jam yang lalu. Dan mbak? Kenapa baru datang sekarang? "

" Apa nggak ada satu pun bagian yang sedang dibutuhkan di sini mas? "

" Aduh gimana ya mbak.. Bukannya nggak butuh, cuma ya belum ada aja yang kosong. Semua sudah memegang kendali sendiri-sendiri. "

Di satu sisi,,

' Kenapa lama sekali hanya untuk menangani seorang wanita? ' Batin Arman.

Karena rasa tidak sabarnya, dia pun akhirnya mengalihkan pekerjaan nya dengan yang lain. " Sukma... Tolong kamu pegang kendali ini. Saya ada urusan sebentar. "

Pada pegawai hanya mengetahui, jika Arman hanya seseorang manager yang sesekali mengecek pasar kopi yang ada di cabang-cabang baru. " Baik, pak. "

Berlalunya Arman. ' Cih.. Mentang-mentang manager, seenak jidat aja sama pegawai lama .. ' Runtuk Sukma.

" Hai hai ... Ada masalah apa ini? Mari keruangan ku saja. "

Siapa orang ini? kenapa dia berlagak seperti bos? -batin Mutia yang sibuk dengan pikirannya, karena seseorang yang ada dihadapannya seperti tidak asing di matanya.

Mutia hanya menatap seseorang yang menawarkan sejumlah uang untuk sumbangan. Seolah menunggu jawaban, dan tanpa basa-basi dia langsung mengangguk. " Ba..baik, tuan. "

Seseorang itu langsung berlalu begitu saja.

" Tuan.. Apakah saya akan baik-baik saja? " Bisik nya kepada Dito.

" Semoga baik-baik saja. "

Dengan menunduk, rasa campur aduk melanda sedemikian rupa. Dan semakin parah ketika ia telah memasuki sebuah ruangan yang cukup besar. " Silahkan duduk, Nona? "

Wanita itu rupanya tidak menyahuti keinginan Arman, yang mana ketika keinginan atau kehendaknya tidak di dengar maka ia akan berubah menjadi pria yang sangat-sangat kaku dan pemarah!

" Nona? " Dengan menggerakkan rahangnya.

" Eh, iya tuan. "

" Silahkan duduk. "

" Baik. "

*

" Sekali lagi, saya ingin memastikan... Ada keperluan apa hingga nona yang ada di hadapan saya ini kemari? "

" Ehmp.. An..anu.. Apa kita pernah bertemu sebelumnya, tu...tuan? "

" Pertanyaan apa itu! Apakah saya mudah melupakan seseorang yang telah membuat ibuku menangis!! "

"Sepertinya anda salah paham, tuan. "

" Sebenarnya, waktu itu.. "

" Tidak! Kau memang wanita jahat!! Baru saja ibuku bahagia, dan beberapa saat aku meninggalkannya sebentar, ia menangis. Dan itu semua karena dirimu! " Dengan penuh penekanan.

" Tidak, tuan! Anda, sal... "

" Sudah cukup! Jika tidak ada yang ingin di bicarakan lagi, maka.. Silahkan, pintu keluar ada di sebelah kiri Anda. "

" Tuan... Saya mohon... Saya sangat membutuhkan pekerjaan. Saya berani bersumpah demi apapun itu asal saya bisa bekerja disini. "

" Tidak! Lowongan sudah penuh terisi. Dan, gadis dari kampung semacam dirimu ini sangat tidak berarti! Silahkan keluar.... "

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!