NovelToon NovelToon

Sephia

Pandangan pertama

Kuta Bali, 2019 di akhir tahun.

Di sebuah pusat perbelanjaan, seorang gadis muda berambut sebahu, dengan bola mata yang sedikit sipit, berkulit putih, dengan bentuk tubuh yang proporsional sedang mengamati beberapa merk sabun dan shampo yang biasa dia gunakan.

Matanya seolah mencari-cari sesuatu, dan akhirnya mendapatkan apa yang ia butuhkan. Lalu kembali melangkahkan kakinya menuju blok dimana terdapat berbagai jenis makanan. Iya, gadis itu senang sekali makan.

Sephia Anjani nama gadis itu. Gadis berusia 23 tahun itu berasal dari Bogor, mengadu nasib ke Bali karena dipindahkan dari perusahaannya bekerja yang berpusat di Jakarta. Dengan segala wejangan kedua orangtuanya maka restu untuk merantau pun ia peroleh.

Perusahaan tempat ia bekerja adalah perusahaan ekspor impor furniture. Salah satu perusahaan terbesar di Indonesia mempunyai anak perusahaan di Bali. Setelah menyelesaikan pendidikannya, gadis itu mendapatkan pekerjaan disana berdasarkan rekomendasi dari kampusnya terdahulu.

Baru tiga bulan dia berada di Bali, gadis yang mempunyai bentuk mata sedikit sipit itu menikmati kehidupannya di sana. Bagaimana tidak, tinggal di Bali sama saja seperti everyday is holiday. Pergi bekerja yang tidak terburu-buru dengan kemacetan, pulang kerja dia pasti menghabiskan waktu sorenya dengan menikmati sunset di tepi pantai.

Setelah merasa cukup dengan apa yang ia butuhkan, ia menuju meja kasir yang sedikit ramai. Berusaha mencari tempat yang agak sedikit sepi, ia mendorong troli belanjanya menuju kasir paling ujung.

Untungnya antri tidak banyak, ia langsung mendorong trolinya masuk ke meja kasir sebelum akhirnya seorang pemuda mendahuluinya.

"Eh," ujarnya sedikit terkejut.

"Sorry, tadi gue antri di belakang ibu ini, tapi gue tinggal buat nyari ini," ujar lelaki berkaca mata hitam dengan tinggi badan sekitar 180cm yang menunjukkan satu kret minuman kaleng di tangannya.

Tak ingin berdebat, akhirnya Sephia mengalah dan mempersilahkan pria itu untuk melakukan transaksi duluan. Sembari menunggu pembayaran pria itu mencuri pandang gadis dengan bentuk hidung yang bangir.

Terkadang tatapan mata mereka saling berbalas. Meskipun kacamata hitam itu cukup menghalangi penglihatan Sephia untuk mengetahui siapa di balik itu. Pria itu melemparkan senyumannya ketika transaksi yang ia lakukan sudah selesai.

Pertemuan macam apa ini pikirnya, melihat senyum nya saja sudah membuat jantung berdebar. Sephia tersenyum tipis saat mengingatnya, menunggu taksi online untuk membawanya kembali ke tempat dia tinggal sekarang.

Taksi online berhenti di sebuah bangunan dengan sekitar sepuluh pintu kamar, Sephia menurunkan barang belanjaannya seraya berterimakasih pada pak sopir. Membuka pagar kost-kost an yang ia tempati. Berjejer beberapa mobil dan motor milik penghuni kost.

Kamar Sephia berada di atas, kost an itu kost campur itu artinya penghuni kost ada yang pria dan ada yang wanita bahkan ada yang sudah berstatus sebagai pasangan suami istri. Di sebelah kanan kamar Sephia adalah seorang DJ suatu club malam dan di sebelah kiri kamar Sephia sepasang suami istri yang berasal dari Bandung bekerja di salah satu perusahaan retail di Bali. Bersyukurnya Sephia, ia dianggap seperti saudara oleh mereka, mungkin karena umurnya terlalu muda dan baru pertama kali keluar melihat dunia, itu istilah mereka.

"Baru pulang, Phi?" ujar Nita yang berasal dari Bandung.

"Iya, Teh ... nih belanja bulanan," jawabnya lalu meraih kunci untuk membuka pintu.

"Aih, baru gajian kayaknya," timpal Rudi suami Nita yang sedang memakai sepatu.

"Iya, A." Sephia tersenyum simpul.

"Ya udah, Phi ... kita tinggal ya, biasa mau jalan-jalan," ujar Nita bergelayut pada lengan suaminya.

Sephia hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya. Kamar itu berukuran lumayan besar, hanya ada springbed berukuran 100x200, sebuah lemari baju, kipas angin, televisi 24' yang tertempel di dinding, dan sebuah nakas di samping tempat tidur. Lalu di dalam kamar juga terdapat dapur kecil, ada sebuah kompor satu tungku untuk Sephia memasak, wastafel, rak piring dan sebuah rak bumbu kecil dan satu buah kulkas mini yang Sephia beli satu bulan yang lalu.

Terdapat juga kamar mandi berukuran 1,5m x 2m. Rata-rata sebuah kamar kost di Bali memang seperti ini. Jadi bisa dikatakan seperti apartemen tipe studio tapi berbeda ukuran saja lebih kecil.

Sephia menyusun barang belanjaannya, setelahnya dia membersihkan diri dan merebahkan tubuhnya yang lelah karena satu harian bekerja lalu singgah untuk berbelanja bulanan.

...****************...

Jumat pagi, Sephia sudah bersiap dengan mengenakan kemeja baby pink dipadukan dengan celana pensil berwarna hitam, high heels berwarna nude hampir sama dengan warna kakinya yang putih. Meraih totebag kulit di atas tempat tidurnya, Sephia keluar dari kamarnya lalu menguncinya.

"Duh Phi, pagi-pagi liat kamu seger banget," ujar Siska seorang DJ club malam yang duduk di depan pintu menghabiskan sebatang rokoknya masih dengan menggunakan tanktop dan celana pendek.

"Kak Sis, jalan dulu ya," Sephia melambaikan tangan padanya.

"Eh, Phi ... besok liburkan? ikut aku nanti malem yuk ke club, sekali-kali lah."

"Liat ntar aja Kak, ntar aku kabari ... udah telat nih," ujar Sephia menolak secara halus, menuruni anak tangga lalu berlari kecil menuju ojek online yang menunggunya sedari tadi.

Bangunan lima lantai yang sudah akrab dengan Sephia tiga bulan terakhir ini pun berdiri sangat kokoh. Senyum Sephia mengembang setiap bertemu dengan beberapa staf yang melintas, menggunakan lift menuju lantai tiga dimana tempat ia menghabiskan setengah hari hidupnya berkutik dengan angka.

"Pagi Sephia," sapa Ardi partner kerjanya. "Manggil nama kamu, aku berasa langsung pengen nyanyi lagunya band lawas itu," goda Ardi.

Sephia hanya tersenyum menanggapinya, menarik kursi kerjanya, meletakkan tas lalu bersiap berkutik kembali dengan angka-angka.

"Yang jadi pertanyaan aku nih, apa mungkin saat kamu lahir lagu itu udah ada ya, Phi? terus orang tua kamu terinspirasi?" Ni Luh berusaha menganalisa seperti halnya ia menganalisis angka-angka setiap hari.

"Bisa jadi, Mbok Luh ... aku juga gak kepikiran buat nanya ke ibu sama bapak," Sephia melemparkan kembali senyum pada dua orang rekan kerjanya.

"Pagiii ...." Seorang wanita bertubuh tambun, dengan kacamata dan olesan lipstik tebal masuk ke ruangan itu.

"Pagi," sahut ketiga dari mereka secara bersamaan.

"Aku dapat kabar setelah makan siang, sekitar jam dua kita ke ruang meeting ya, jadi per bagian divisi diharapkan hadir," ujar Ibu Ratna selaku manager keuangan di divisi Sephia berada.

"Ada acara?" tanya Ardi pada atasannya.

"Sejauh ini yang aku dengar sih, katanya perkenalan anaknya Pak Hermawan yang baru pulang dari Inggris itu ... gosipnya bakal gantiin Pak Gede, kan Pak Gede awal tahun udah pensiun," ujar Ibu Ratna lalu menghenyakkan tubuhnya yang tambun itu pada kursi kekuasaannya.

"Padahal Pak Gede itu baik banget ya, ramah lagi ...," ujar Ni Luh.

"Kan udah harus pensiun Luh, masa udah mau pensiun masih bercokol di sini ... ngapain." sergah Ardi.

"Iya juga ya ... semoga penggantinya walaupun anak yang punya perusahaan gak arogan dan sombong kayak anak-anak pengusaha pada umumnya deh," doa Ni Luh penuh harap.

"Mudah-mudahan ya ... sekarang aku minta laporan keuangan kalian Ni Luh sama Ardi, lalu Sephia kepengurusan pajak sudah kamu bereskan kemarin?" tanya Ibu Ratna memulai pergerakan hari mereka dengan bekerja.

Sephia menjawab dengan anggukan dan melangkah membawa berkas kepada Ibu Ratna.

Mbak \= Mbok dalam bahasa Bali.

Kakak \= Mas \= Bli dalam bahas Bali.

***Haiii... ketemu lagi dengan Chida,

aku berharap alur ceritanya bisa kalian ikuti dan nikmati yaaaah... sebagaimana yang dulu-dulu aku hanya penulis pemula yang selalu ingin belajar dan belajar.

enjoy reading 😘

Chida ❤️***

Pertemuan kedua

Seorang pria dengan setelah kemeja slim fit berwarna biru laut dan celana chinos berwarna biru tua berjalan dengan gagah memasuki lobby kantor yang akan ia tempati untuk beberapa tahun ke depan.

Kacamata hitam itu belum juga terlepas dari batang hidungnya. Dengan membawa clutch berwarna hitam di tangannya, pria bertubuh tinggi 180cm itu berjalan tegap menyunggingkan sedikit senyum pada beberapa staf yang tanpa sengaja melintas.

"Mari Pak, ini ruangan Pak Gede," ujar Manager HRD yang memang sudah menyambutnya sedari tadi.

"Pak Gede ... apa kabar?" ujarnya ramah.

"Wah Mas Danar ... semakin tampan saja," puji lelaki yang sudah berumur mungkin sama dengan pemilik perusahaan ini.

"Haha ... Bapak bisa saja," ujar lelaki bernama Danar itu membuka kacamata hitamnya.

"Gimana kabar Pak Hermawan? sudah baikan?" tanyanya pada anak pemilik perusahaan itu.

Danar mendudukkan tubuhnya di sofa, menyilangkan kakinya.

"Papa, sudah membaik ... sudah banyak perubahan juga, sudah bisa jalan kembali," ujar Danar yang menceritakan kesehatan sang ayah yang terkena stroke beberapa bulan lalu.

"Syukurlah ... saya rasa keputusan Bapak Hermawan mengirim Mas Danar kemari itu sudah tepat, belajar dari anak perusahaan kedua tempat kami memulai segalanya," ujar Pak Gede.

"Saya harus banyak belajar dari Bapak, mohon bimbingannya," ujar Danar merendah, mereka pun tertawa.

"Kamu sudah siapkan masing-masing divisi agar ke ruang rapat untuk diperkenalkan pada pemimpin kita yang baru?" ujar Pak Gede pada Manager HRD.

"Sudah Pak, para staf mungkin sudah berkumpul di sana."

"Mari Mas Danar ... kita temui para staf yang sudah banyak berjasa pada perusahaan ini."

Melangkah menuju ruang rapat yang sudah di penuhi oleh beberapa perwakilan divisi. Semua orang terdiam sesaat Danar putra sang pemilik perusahaan masuk ke dalam. Ada beberapa yang berbisik ada beberapa juga yang tersenyum senyum melihat ketampanan lelaki itu.

Pak Gede mengambil alih acara perkenalan itu, seraya menjelaskan untuk keterlibatan ia dengan perusahaan yang tinggal menghitung bulan, dan akan digantikan dengan Danar Hermawan Wicaksana.

"Jadi setelah saya tidak lagi memimpin perusahaan ini maka akan digantikan dengan salah satu anak dari pemimpin perusahaan kita yaitu Bapak Danar Hermawan Wicaksana, waktu dan tempat kami persilahkan Bapak untuk memberikan sepatah kata penyambutan ini," ujar Pak Gede.

Tatapan mata Danar menyapu seisi ruangan saat menyampaikan satu dua patah kata sambutan. Matanya berhenti pada gadis yang berdiri di pojok yang sedang memandang pada dirinya. Hingga saat mata mereka saling mengunci, Danar mencoba menyadarkan kembali dirinya. Gadis itu ....

Sephia yang merasa dirinya beradu pandang dengan calon atasannya, seketika sadar dan menundukkan wajahnya seolah mencari sesuatu.

Perkenalan antara calon pemimpin perusahaan baru dengan para karyawan pun berjalan dengan baik. Satu per satu dari mereka melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu, tak terkecuali Sephia.

Ini pertemuan kedua mereka, namun hanya Danar yang tahu sepertinya. Sephia belum menyadari itu. Mata Danar masih mengawasi langkah gadis itu menuju kemana. Sampai terbesit di pikirannya untuk bertanya namun ia urungkan mengingat ini perusahaan dimana ia harus mempertanggungjawabkan tindak tanduknya.

...****************...

Sore menjelang malam, Sephia dan tim nya masih berkutik dengan angka. Maklum saja di akhir tahun, semua perusahaan akan mengalami hal yang sama yaitu Tutup Buku Tahunan.

"Lembur malam ini di sponsori oleh siapa?" ujar Ni Luh yang sudah memegang perutnya.

"Haha ... giliran Sephia nih," sahut Ardi.

"Oke ... oke ... mau apa? delivery order ya," ujar Sephia.

Lembur bagi mereka adalah hal biasa, setiap akhir bulan pasti seperti ini dan ini akhir tahun maka akan memakan waktu panjang hingga awal tahun nanti.

"Sebentar Bli, saya turun sekarang," ujar Sephia saat menjawab panggilan telepon dari pengantar makanan.

"Sudah datang ya? asiiiik makan besar kita," sambut Ardi kegirangan saat tahu nasi Padang yang ia pesan sudah tiba.

"Aku ke bawah dulu ya," ujar Sephia meraih dompet di atas meja kerja lalu berjalan keluar ruangan.

Setelah mendapatkan pesanannya, Sephia kembali menuju lantai tiga menggunakan lift. Selagi menunggu, ponselnya pun berbunyi tertera nama sang ibu.

"Sephia ... apa kabar Nak?" tanya suara di seberang sana.

"Ya Bu ... baik, ibu apa kabar?" Sephia bertanya balik.

"Ibu baik ... Phi, ibu kirim uang hasil penjualan motor kamu di sini," ujar Ibu.

"Kok di jual? nanti bapak naik apa? terus Fadil kuliah gimana?"

"Gak usah pikirin bapak dan adikmu, bapak kerja bisa diantar oleh Fadil atau sebaliknya, kan motor bapak masih ada," ujar sang ibu.

"Tapi itu motor bapak tahun berapa Bu ... astaga kasian bapak, harusnya gak usah Ibu jual nanti Phia bisa beli di sini dengan mencicil," kata Sephia.

"Mencicil akan menimbun hutang Nak, maka pengeluaran kamu akan bertambah banyak," kata Ibu.

Iya, Sephia berasal dari keluarga sederhana ... bapaknya hanya seorang guru PNS, sedangkan ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang bertugas membimbing anak-anaknya dan membuat keluarga kecil mereka hidup bahagia meski sederhana. Sedangkan Fadil sang adik seorang mahasiswa semester tiga di suatu perguruan tinggi negeri.

"Ya sudah kalo begitu, besok Phia cari motor second biar langsung tunai bayarnya sesuai yang penjualan motor Phia."

"Sebaiknya begitu daripada kamu setiap hari naek ojek online kan lumayan uangnya bisa buat tambahan kamu di sana ... Phia, hati-hati di sana ya Nak, jaga diri," pesan sang ibu sebelum mengakhiri hubungan telepon.

Sedari tadi menunggu lift entah kenapa rasanya lama sekali padahal gedung ini hanya lima lantai bukan lima puluh lantai.

Sephia membalikkan tubuhnya, betapa terkejutnya dia saat mengetahui jika lift yang ia tunggu tadi malahan menunggunya. Dan mendapati seorang pria dengan yang ia ketahui adalah atasannya yang baru saja memimpin perusahaan ini siang tadi.

" Ayo ... masuk, malah bengong ... pegel saya nungguin kamu dari tadi," ujar Danar masih menekan tombol open.

"Eh ... oh ... iya, maaf Pak ... saya kira---," ujar Sephia bingung harus berkata apa.

"Buruan ...."

Sephia melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift dengan membawa beberapa kantung nasi Padang yang tadi ia pesan.

"Lembur?" tanya Danar.

"I-iya Pak ... lembur akhir tahun," ujarnya masih menunduk.

"Itu apa?"

"Makan malam tim Pak ...."

"Divisi apa kamu?"

"Ah ... saya keuangan Pak," ujar Sephia masih dengan rasa canggung. "Maaf Pak ...." Sephia menjulurkan tangannya menekan tombol tiga.

"Lantai tiga?"

"Iya Pak."

"Ya sudah kalo gitu saya mau lihat sekalian tim kamu kalo lagi lembur gimana," ujar Danar santai.

"Kok lembur gimana Pak ... lembur ya kerja Pak, gak gimana-gimana," kata-kata itu terlontar tak terkendali.

"Ya saya tahu lembur itu kerja ... masa yang lain," Danar menjawab santai.

***monmaaap yang lain yang gimana ya Pak Danar??? serius nanya akuuuh 😂

enjoy reading 😘

jangan lupa like, komen dan sebar bunga buat Danar dan Sephia 😘😘***

Lembur

Danar baru saja tiba di lobby kantornya ketika melihat Sephia membayar pesanan makanan yang dibawa oleh ojek online. Ia berjalan di belakang gadis itu, lalu tiba-tiba gadis itu berhenti di depan lift lalu berbalik badan untuk mengangkat ponselnya.

Danar sekilas mendengarkan pembicaraan Sephia dengan seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan Ibu. Pembicaraan seputar motor yang di jual dan akan membeli motor di Bali dengan alasan uang untuk membayar ojek bisa digunakan untuk yg lain.

Sebegitu rumitkah kehidupan bawahannya ini? Berinisiatif menekan tombol membuka dan menunggu gadis itu selesai berbicara. Danar pun dengan santainya bersandar di dinding lift.

Ketika gadis itu tersadar bahwa yang ia tunggu bukan hanya lift tetapi seorang pria yang menunggu dia di dalam sana. Pria yang siang tadi resmi sudah menjadi pimpinan perusahaan tempat ia bekerja.

" Ayo ... masuk, malah bengong ... pegel saya nungguin kamu dari tadi," ujar Danar masih menekan tombol open.

"Eh ... oh ... iya, maaf Pak ... saya kira---," ujar Sephia bingung harus berkata apa.

"Buruan ...."

Sephia melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift dengan membawa beberapa kantung nasi Padang yang tadi ia pesan.

Memperhatikan apa yang gadis itu bawa dan bertanya untuk apa, Danar memutuskan untuk ikut masuk keruangan Sephia dimana tim sedang menghabiskan waktu lemburnya malam ini.

"Nah ... dateng juga itu nasi Padang aku, lama banget Phi?" tanya Ardi yang langsung menyambar plastik berisi makanan itu tanpa melihat siapa di belakang Sephia berdiri.

"Mas ... sstt," Sephia memberikan kode pada Ardi.

"Jadi ... malam ini lembur akhir tahun kalian?" tanya Danar berjalan mendahului Sephia yang membagikan makanan sesuai pesanan.

"Pak Danar ...." Ketiga dari mereka tersentak kaget ketika mengetahui bahwa atasannya ikut masuk ke dalam ruangan itu.

"Eh ... em ... iya Pak," jawab Ibu Ratna. "Memang setiap akhir bulan dan akhir tahun akan seperti ini."

"Silahkan kalo mau diterusin, santai aja ... anggap saya gak ada," ujar Danar namun sorot matanya jatuh pada Sephia.

"Kita makan di pantry aja Luh," ajak Ardi. "Udah laper aku," bisiknya pada Ni Luh, lalu mereka beranjak berpamitan untuk menikmati makanan itu di pantry, disusul Ibu Ratna yang sudah pasti kelaparan karena sudah lebih dari jam makan malamnya.

"Kalau semua ke pantry jadi siapa yang menemani saya di sini," ujar Danar ketika melihat Sephia juga ingin beranjak dari tempat duduknya.

"Eh ...."

"Kamu makan aja di sini kalo mau makan, gak akan saya minta," ujarnya santai.

"Tapi yang lain ke pantry Pak," kata Sephia. Lagian ini orang ngapain juga ikutan kesini sih gumamnya.

"Udah tinggal di makan apa perlu saya yang suapin?"

"Eh ... gak usah Pak," jawab Sephia lalu membuka bungkusan nasi Padang.

Harum yang menguar saat bungkus nasi itu terbuka memang luar biasa mengundang selera, Danar yang memang belum menyentuh nasi sedari siang berkali-kali menelan ludahnya menahan keinginan untuk ikut menikmatinya.

Pandangan matanya yang tak lepas dari Sephia, membuat gadis itu merasa kikuk. Untuk menyendokkan satu suap ke mulutnya pun rasanya susah. Padahal cacing-cacing di perutnya sudah bergejolak menunggu asupan nutrisi yang datang.

"Bapak mau? ini bisa saya bagi dua kalo Bapak mau," tawar Sephia karena ia merasa terintimidasi oleh tatapan Danar.

"Gak ... gak, kamu makan aja dengan tenang," jawabnya datar.

Hello, gimana mau tenang kalo makan di liatin gini ... kayak kucing maling ikan batin gadis itu.

Suapan demi suapan akhirnya lolos dengan sempurna masuk ke dalam mulut Sephia melewati kerongkongan, terdengar sorak sorai cacing di dalam sana menerima santapannya.

"Biasanya kalian lembur sampai jam berapa?" tanya Danar.

"Paling cepat jam sembilan sudah selesai Pak, tapi akan diteruskan besoknya."

"Paling cepat? paling lama?" tanya laki-laki itu lagi.

"Jam 10," Sephia menjawab dengan memasukkan suapan terakhir ke mulutnya.

"Jam 10 malam, lalu diteruskan lagi besoknya?"

Sephia mengangguk, membungkus kembali kertas makanan yang ia makan, lalu meneguk air mineral hingga tandas. Danar memperhatikan semua gerak gerik gadis itu.

"Ngapain lembur kalo masih diterusin besoknya?"

Bisa gak sih ini orang gak di sini, ganggu konsentrasi aja.

"Kan di cicil Pak, disamakan setiap laporan yang masuk ke divisi ini, belum lagi kroscek angka-angka jangan sampai ada kesalahan, karena untuk posisi keuangan sendiri jika salah satu digit saja itu bisa berefek ke segalanya." Jelas gadis itu yang mulai kesal.

Ketiga teman yang sudah menghabiskan waktu di pantry yang pasti dengan senda gurau obrolan saat makan, datang tanpa dosa dan duduk di tempat masing-masing mulai melakukan kembali pekerjaan mereka.

"Coba tunjukin ke saya, satu laporan yang kamu kerjakan," ujarnya pada Sephia lalu melangkah mendekat pada gadis itu.

Ya Tuhan, bisa gak sih ini orang di kirim ke planet Uranus aja biar agak jauhan dikit.

Entah apa yang salah, debaran itu begitu kencang. Harum maskulin lelaki itu tercium lolos begitu kuat masuk ke dalam penciuman Sephia. Jaraknya yang begitu dekat, dengan posisi membungkuk melihat ke arah laptop yang berada di depan mereka.

Danar menarik satu kursi untuk duduk di dekat Sephia. Tangan Sephia dengan lihainya memainkan mouse membuka satu file yang harus dia contohkan pada Danar.

"Seperti ini ... ini neraca keuangan kita dari awal tahun, di sini ada aktiva lancar dan tetap ... total dari kedua aktiva ini harus balance dengan utang lancar dan modal selama satu tahun .... Nah jika kita dapati ketidaksamaan antara keduanya itu otomatis kita harus merunut lagi pada buku besar selama satu tahun. Buku besar itu sendiri berisi tentang aktivitas penjualan, pembelian, pemasukan, hutang piutang dan lain-lain." Jelas Sephia lalu membenarkan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya.

Danar bukan tidak tahu apa yang dijelaskan oleh Sephia. Tidak mungkin lelaki kelulusan University of Birmingham Inggris itu tidak mengerti dalam hal ini.

Dia hanya ingin lebih dekat saja dengan gadis itu, memperhatikannya berceloteh menjelaskan sesuatu menurut Danar itu terlihat keren. Sosok wanita smart dan mandiri, bukan sosok wanita yang bisanya hanya bermanja-manja dan menghabiskan kekayaan orang tua mereka.

Sephia terus saja menjelaskan pada Danar apa yang ia tahu, sesekali pandangan mereka bertemu. Jika hal itu terjadi maka Sephia lah yang mengalah melempar pandangan ke tempat lain atau berusaha sebisa mungkin mengatur detak jantungnya yang bertalu-talu.

Danar sadar itu, senyum tipis kadang mengembang di sudut bibirnya. Penjelasan demi penjelasan tentang keuangan perusahaannya membuatnya mengerti tentang seluk beluk keuangan perusahaan selama ini.

"Sebaiknya kalian selesaikan pekerjaan kalian, sekarang sudah pukul delapan malam, saya tidak ingin keluarga kalian menunggu kalian terlalu lama." Danar melirik jam di tangannya lalu beranjak dari tempat duduknya di samping Sephia, melangkah keluar ruangan itu diiringi nafas lega dari keempat orang yang sedari tadi menegang akan kehadiran lelaki itu.

***pada ngerti gak neraca keuangan? sama aku aja sampe sekarang paling males kalo di suruh buat apalagi kalo gak balance... njelimeeeettt bebs 😂

lanjuuut yaaaak... tapi sore

enjoy reading 😘***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!