"Apa kau tidak sarapan di rumah tadi?" tanya Tara ketika melihat Tika sedang makan banyak di kantin kampus.
"Aku lupa makan sejak tadi malam. Aku ketiduran dan tadi kesiangan," jawab nya membuat Tara hanya bisa bergeleng kepala. Sudah biasa Tara mendapati tingkah konyol dari sahabatnya itu.
"Tika,...aku ingin meminta tolong pada mu," ujar Tara lalu duduk di samping Tika.
"Katakan!" ujar Tika sambil menguyah baksonya.
"Kau kan tahu, aku suka dengan Vita. Aku ingin menyatakan cinta ku pada Vita...." belum habis Tara berucap, Tika sudah dulu tersedak dengan bakso pedasnya.
Uhuuuk...uhuuuk.....Tika langsung meminum es teh nya. "Kau serius?" tanyanya dengan suara terbatuk-batuk.
"Ya, aku serius!" seru Tara membuat Tika terdiam. "Ayolah Tika,...kau sahabat terbaik ku. Tolong bantu aku..." mohon Tara pada gadis itu.
Tak mau mengecewakan sahabat nya, Tika mengiyakan permintaan Tara meski senyum yang ia tampakan adalah senyum palsu, "Sampai kapan pun, kau hanya akan menganggap ku sebagai sahabat," batin Tika mencibir dirinya sendiri.
Sebenarnya, Tara dan Tika hanya menunggu sidang skripsi saja. Namun kedua manusia itu lebih senang berada di kampus dari pada di rumah. Tara mengajak Tika untuk mempersiapkan acaranya untuk nanti malam. Menghias cafe milik temannya yang bernama Rama. Sejak membeli bunga dan mempersiapkan hal lainnya, Tika nampak diam saja dan tidak banyak bicara seperti biasanya.
"Tika...bisa minta tolong lagi gak?" Tara meminta dengan wajah yang penuh bahagia. Bagaimana bisa Tika menolak permintaan sahabatnya itu.
"Selagi aku bisa, maka aku akan menolong mu," ujar Tika memaksakan senyumnya.
Tiba-tiba, Tara mengeluarkan cincin yang entah kapan ia beli. Pria itu berlutut lalu membuka kotak cincin yang berwarna putih bening itu. "Mau kah kau menjadi kekasih ku?" ucap Tara menyatakan perasaannya. Namun sayang, pernyataan itu bukan untuk Tika melainkan untuk Vita. Tika hanya berdiri kaku,menatap cincin bermata tunggal itu. "Bagaimana Tika?" tanya Tara membuyarkan lamunan Tika.
"Apa nya bagaimana?" tanya Tika lupa.
Tara menarik nafasnya kasar lalu berkata dengan nada kesal pada Tika. "Bagaimana, apa aku sudah pantas menyatakan perasaanku?"
"E-eh....iya....udah top deh," sahut Tika dengan mengangkat dua jempolnya.
"Nanti malam aku jemput, kamu harus jadi orang pertama yang menyaksikan kebahagiaan ku." Tara berkata dengan memancarkan aura kebahagiaan.
"Iya Tara...ya udah, aku pulang dulu ya," ujar Tika dengan seulas senyum tipisnya.
Rama menghampiri Tara lalu menepuk pundak pria itu. "Menurut ku, kau adalah lelaki paling tidak berperasaan yang ada di muka bumi ini," ucap Rama membuat Tara mengerutkan keningnya bingung.
"Apa maksud mu?" tanya Tara meminta penjelasan.
"Apa mata mu buta? kau tidak lihat jika Tika sejak tadi diam saja. Kau menjadikannya alat percobaan pernyataan cinta mu. Kau sama sekali tidak memikirkan perasaan Tika," panjang kali lebar Rama mengeluarkan unek-uneknya.
Tara hanya menanggapi ocehan Rama dengan tawa garing nya, "Tika sahabat baik ku. Dia akan bahagia melihat aku bahagia begitu juga sebaliknya," ucap Tara kemudian pergi begitu saja.
Siang berganti malam, Tara sudah menjemput Tika lalu mereka pergi bersama-sama. Tika bukanlah gadis feminim, Tika terbiasa memakai celana Jeans dan kaos oblong di lapis kemeja. Sepanjang perjalan Tika hanya diam saja, berbeda dengan Tara yang sibuk bersenandung sambil mengemudi.
Sesampainya di cafe, Tara sibuk mencari Vita yang sebelum nya sudah ia minta untuk datang ke cafe tersebut. Melihat Vita yang datang seorang diri Tara langsung menghampiri gadis itu dan melupakan Tika yang duduk seorang diri di pojokan cafe.
Rama menghampiri Tika, membawakan gadis itu segelas jus kesukaan Tika. "Apa kau sedang sedih Tika?" tanya Rama mengerti perasaan gadis itu.
"Tidak, aku baik-baik saja," kilah gadis itu lalu menyeruput jus nya.
Rama tersenyum, "Aku mengerti perasaan mu Tika. Meski kau tidak mau bercerita, aku sangat mengerti. Tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang murni, pasti salah satu dari mereka akan melibatkan perasaan." Perkataan Rama membuat Tika terdiam sambil memandang Tara yang sedang bercanda ria dengan Vita di meja depan.
Tika tersenyum masam, "Memang nya ada yang seperti itu?" tanyanya pura-pura bodoh.
Rama menghela nafas dalam, "Ada...!" ucapnya tegas. "Contohnya seperti kau ini."
Tidak menatap sinis ke arah Rama, pandangan teralih ketika Tara naik ke atas panggung kecil di depan kemudian memainkan gitar sambil bernyanyi lagu cinta. Inilah kelebihan Tara, pria itu bisa memainkan dua alat musik seperti gitar dan piano. Beberapa saat, Tika terhipnotis dengan suara merdu Tara. Namun angannya sirna ketika ia melihat Tara berjalan maju lalu berlutut di hadapan Vita sambil mengeluarkan kotak cincin. Vita menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, sikap romantis yang di tunjukan Tara membuat para perempuan menjadi iri.
"Aku menyukai mu sudah sejak dulu, Vita Amelia...mau kah kau menerima cinta ku?" Tara mengungkapkan perasaannya dan tanpa ragu Vita langsung mengiyakan ucapan lelaki itu. Tara langsung menyematkan cincin yang ia praktekan bersama Tika tadi siang.
Tika tersenyum getir, menyaksikan pemandangan indah di depan nya. Bohong jika dirinya tidak sedih, bohong jika Tika tidak merasakan cemburu. Rama terus melihat ke arah wajah Tika yang berubah muram, gadis ini sedang patah hati sekarang. Terlebih lagi hati nya hancur ketika dirinya melihat Tara memeluk Vita.
"Tika,...kamu bisa kan pulang sendiri?" Tara yang tidak memikirkan perasaan Tika meminta gadis itu untuk pulang sendiri.
Tika memaksakan senyum nya kemudian berkata, "Ya, ...aku bisa pulang sendiri. Dan selamat untuk kalian berdua."
"Terimakasih Tika, semua berkat kau!" seru Tara begitu juga dengan Vita.
Ingin rasanya Rama meninju wajah Tara yang tak berdosa itu, namun pria itu lebih memilih mengejar Tika yang pergi begitu saja.
"Sepertinya Tika tidak menyukai ku," ucap Vita merasa tidak enak hati.
"Jangan di pikirin, Tika memang seperti itu. Tapi dia baik kok!" Tara memuji Tika membuat Vita mengumpat dalam hatinya.
Beralih ke Tika, gadis itu berjalan sendiri menyusuri trotoar. Malam minggu sangat ramai, muda mudi asyik bercengkrama di setiap bahu jalan. Tika sedih, belum juga pacaran Tara sudah mengalihkan dirinya.
"Jangan sedih Tika..." suara Rama mengejutkan Tika.
"Kenapa aku harus sedih?" sahut Tika mengelak.
"Ku pikir kau akan bunuh diri saat Tara menyatakan perasaan nya pada Vita." Rama mencoba membuat lelucon.
Tika mengerucutkan bibir nya laku mencubit lengan pria itu. "Kau saja sana, noh...lompat noh ketengah jalan," balas Tika membuat Rama tertawa. Sebenarnya, Tika adalah gadis cantik, namun dirinya kurang merawat diri saja. Menjadi anak perempuan satu-satunya membuat ke dua saudara laki-lakinya terkadang memperlakukan Tika sama seperti mereka. Bahkan tak jarang kakak laki-laki pertama nya membeli pakaian couple untuk mereka bertiga. Tika akhirnya di antar oleh Rama untuk pulang. Sedangkan Tara masih asyik berpacaran bersama Vita.
Sedikit banyaknya, kehadiran Rama setidaknya bisa menghilangkan kesedihan Tika meski diri nya tahu bahwa kesedihan itu akan datang lagi besok.
Sejak Tara menyatakan cintanya pada Vita, pria itu lebih sering menghabiskan waktunya bersama dengan Vita di bandingkan dengan Tika. Contohnya seperti sekarang, biasanya Tara akan menghampiri Tika di kantin namun sudah satu minggu ini Tara tidak menjumpai Tika di kantin. Gadis itu mulai merasa bosan, keseharian nya bersama Tara membuat dirinya jarang bergaul akrab dengan teman lainnya.
"Tara....." sapa Tika ketika melihat pria itu memasuki kantin bersama Vita.
Terlihat jelas oleh Tika jika Vita membuang pandangannya tidak suka dan seperti mengumpat dirinya. Namun gadis itu tidak peduli dengan Vita. "Kamu udah makan?" tanya Tara lalu mematikan kursi untuk Vita.
"Terimakasih sayang," ucap Vita dengan suara manjanya. Sebagai sahabat yang baik, Tika tidak ingin menghancurkan kebahagiaan Tara yang untuk pertama kalinya menjalin hubungan.
"Perut kamu gak sakit? kok makan pedes terus!" Vita bertanya dengan nada mencibir.
"Sayang, Tika ini bisa menghabiskan sambel sekilo. Jadi jangan khawatirkan dia," Tara berkata membuat hati Tika membeku. Terkesan bercanda namun Tika tidak suka jika Tara mengatakan seperti itu di depan Vita.
"Ya ampun,..kamu ini jadi perempuan gak ada feminin dikit?" lagi-lagi, Vita mengejek penampilan Tika.
"Apa pun yang membuat ku nyaman, aku tidak peduli dengan ucapan orang" sahut Tika membuat Vita kesal, ternyata ucapan Tika jauh lebih pedas dari dirinya.
"Terus,...kalau kamu berdandan seperti ini, emang ada laki-laki yang mau sama kamu?" Vita bertanya sambil mempermalukan Tika di depan Tara.
"Udah ah,...gak usah bahas Tika. Dia udah biasa kek gitu, dia kan laki-laki," bagai anak panah beracun, kata-kata Tara sudah melukai hati Tika. Gadis itu hanya tersenyum getir memandang ke arah Tara.
"Aku pulang dulu,..." ujar Tika pamit.
"Mau kemana? paling juga di rumah tidur!" seru Tara.
"Kak Gino meminta ku untuk pergi ke kantornya," bohong Tika kemudian gadis itu pergi begitu saja.
Tika adalah anak bungsu dari tiga orang bersaudara, ke dua kakak laki-lakinya sudah bekerja di perusahaan keluarga mereka. Meski tergolong anak sultan, namun Tika tidak bersikap manja seperti gadis kebanyakan. Gadis itu lebih senang mengendarai sepeda motor trail.
Tika tidak memiliki teman perempuan, Tara selalu melarangnya akrab. Bukan tanpa alasan, karena sewaktu sekolah menengah pertama, Tika pernah di bully, hal tersebut yang membuat Tara sangat menjaga Tika agar tidak terlalu akrab dengan teman perempuan. Sesampainya di rumah, Tika menghampiri mamah nya yang sedang asyik menonton drama kesukaannya.
"Anak gadis mamah tumben pulang jam segini?" tegur mamah Diana.
Tika membuang nafas kasar, menyeruput minuman milik mamah nya. "Capek...!" ucap singkat.
"Biasanya juga main sama Tara ampe sore."
"Tika ngantuk mah, mau tidur," ujar Tika kemudian memilih masuk ke dalam kamar nya. Benar saja, Tika langsung hilang kesadaran. Gadis itu akan bangun jika kakak pertamanya yang akan membangunkan.
"Dek,...bangun...makan malam," Argino membangunkan adik kesayangan. Tak kunjung bangun, Gino mencubit hidung adiknya. Tika yang tidak bisa bernafas langsung terbangun.
"Kakak....!" teriak nya kesal, "Pengen Tika cepat mati ya...?" gadis itu merajuk.
Gino langsung merangkul adik kesayangan nya, "Eeeh...jangan dong, nanti kakak nangis loh," ujar Gino dengan suara sedihnya.
"Siapa yang mau mati?" tanya Ibranio atau yang biasa di panggil Bara itu. Bara adalah kakak laki-laki nomor dua.
"Itu tuh kak, kak Gino ingin membunuh Tika." adu Tika pada Bara.
"Weeee.....enak aja. Udah ah, mandi sana," ujar Gino.
"Cepat mandi dek, kita nungguin kamu untuk makan malam," ujar Bara.
Ke dua pria itu kemudian keluar dari kamar adiknya, hanya butuh waktu lima belas menit untuk Tika menyudahi aktifitas bebersihnya. Tika menuju ruang makan, di sana sudah ada mamah dan papah juga ke dua kakaknya.
"Anak gadis kok malas gini, masa tidur dari siang ampe malam gini." Diana menggerutu di meja makan.
"Tika kecapean mah,"sahutnya santai.
"Ngapain kamu, kerja?" tanya papah Rudy.
"Udah ah,...Tika mau makan," gadis itu kemudian memakan makanan dengan lahap.
"Tara kemana Tika? udah satu minggu ini gak pernah main ke rumah loh!" tanya Diana membuat Tika terdiam.
"Sibuk kali mah," sahut Tika beralasan.
"Sibuk ngapain? perasaan tinggal nunggu wisuda aja," sambung Rudy.
"Tara mungkin sibuk mah, kan dia harus menggantikan posisi papahnya di perusahaan." Gino menambahkan.
Tika menghela nafas lega, Untung saja kakaknya bicara seperti itu. Selesai makan malam, Tika mengambil ponselnya lalu mengecek chat masuk. Tika mendengus kesal, tak satu pun pesan masuk dari Tara. Biasanya banyak pesan masuk dari Tara ketika dirinya tidak membalas pesan lelaki itu. Namun, sudah satu minggu ini ponsel Tika sepi.
Malam berganti pagi, dan pagi sekali Tara bertamu ke rumah Tika. "Ada apa?" tanya Tika yang masih kumel bangun tidur.
"Jam segini baru bangun!" Tegur tara.
"Ada apa? cepat katakan?" Tika bertanya dengan mulut menguap.
"Malam ini ulang tahun Vita, aku ingin memberi kejutan pada nya." ujar Tara memberi tahu.
"Lalu, apa hubungannya dengan ku?" tanya Tika kesal. Tara jauh-jauh ke sini hanya untuk membahas ulang tahun Vita.
"Cepat mandi, bantu aku mencari hadiah untuk Vita." Tara berkata dengan tidak sabaran.
Melihat pancaran kebahagiaan Tara, Tika tidak ingin menghancurkannya. Gadis itu langsung pergi mandi kemudian pergi bersama Tara, bahkan Tika sama sekali belum memakan apa pun saat pergi.
Di mall, Tara dan Tika keluar masuk outlet untuk mencari hadiah yang cocok untuk Vita. "Tara aku lapar." keluh Tika dengan suara lemas nya.
"Tapi aku belum menemukan hadiah untuk Vita," protes Tara.
"Tapi aku lapar Tara, aku belum makan apa pun," sekali lagi, Tika berucap berharap Tara mengerti. Namun, Tara tetap meminta Tika untuk mencarikan hadiah untuk Vita.
"Ayo lah Tika..." Tara memaksa sambil menarik tangan Tika. Tika yang sudah kesal langsung menepis tangan Tara.
"Kau sudah berubah Tara, ku bilang aku sangat lapar. Apa kau tidak lihat aku sudah lemas. Jika kau ingin mencari hadiah untuk Vita, cari sendiri. Jangan libatkan aku!" ucap Tika emosi kemudian meninggalkan pria itu. Tara mengejar Tika, masih memaksa namun gadis itu sudah sangat marah sekarang. Alhasil, Tika pergi menaiki taxi.
Tika mencari cafe, sungguh perutnya sudah sangat lapar. Namun, ketika Tika memasuki cafe, dirinya seperti melihat Vita sedang berjalan keluar bersama dengan seorang laki-laki. "Wah,...sialan tu perempuan. Dia sudah mempermainkan Tara," ucap Tika geram.
Tak mau berpikir panjang, Tika memesan makanan lalu menyantap nya seorang diri. Selesai makan Tika langsung pulang.
Benar saja, pada saat perayaan ulang tahun Vita, gadis itu membuat acara yang tergolong mewah. Tidak lupa jika Tara juga ambil peran dalam pesta itu. Tika juga sudah biasa menghadiri acara pesta seperti itu, gadis itu hampir muntah saat melihat teman perempuan di kampusnya berdandan sangat berlebihan.
Tiba-tiba, Tara menghampiri Tika yang duduk sendiri di meja yang tidak terlalu ramai tamu. Gadis itu masih dengan santai menikmati minuman yang ada di tangannya.
"Tika,..." panggil Tara dengan wajah masamnya.
"Ada apa?" tanya gadis itu singkat.
"Apa kau tidak punya gaun untuk menghadiri acara pesta Vita? kenapa kau berdandan seperti ini?" pertanyaan Tara sebenernya melukai hati Tika, namun gadis itu masih cuek dan tidak peduli.
"Kau ini kenapa? biasanya juga aku seperti ini...!" sahut nya biasa saja. Ya, tika hanya mengenakan dress berwarna putih dengan rambut di kuncir kuda dengan sedikit riasan tipis.
"Apa kau tidak malu pada mereka,..." Tara sambil menunjuk teman gadis nya yang lain, "mereka berdandan sangat rapi bahkan terlihat cantik. Tidak seperti mu, kucel...!" Tara mencibir penampilan Tika.
Gadis itu mulai kesal,Tika menahan marah nya. "Jika kau tidak suka atau malu dengan kehadiran ku, sebaiknya kau ngomong. Tidak seperti ini, selalu mengejek ku!" Tika berkata dengan sorot mata tajam. Gadis itu memilih pergi meski acara pesta belum di mulai.
Tara yang sudah mulai tidak peduli dengan Tika hanya mengangkat bahunya kemudian kembali kepada Vita. Gadis itu cantik, dialah primadona kampus, dari sekian banyak laki-laki hanya Tara yang mampu meluluhkan hati Vita.
Tika, gadis itu memilih pergi ke cafe Rama untuk sekedar menenangkan hatinya. Rama membawakan segelas cappuccino untuk Tika. "Tara lagi...." tebak Rama dengan senyum hangatnya.
"Si brengsek itu, bisa-bisanya mengejek penampilan ku ini," ucap nya kesal.
"Sahabat mu itu sedang jatuh cinta, kebodohan orang yang sedang jatuh cinta bisa lupa bagaimana caranya berpikir," kata Rama memberitahu Tika.
Tika mendengus kesal, gadis itu kemudian menyesap cappuccino milik nya. "Dasar Tara bodoh...!" umpat Tika, "Dia gak tahu aja jika Vita bermain api di belakangnya." gumam gadis itu.
Rama mengerutkan ke dua alis nya bingung, "Apa maksud mu Tika? apa Vita memiliki laki-laki lain selain Tara?" tanya pria itu penasaran, bahkan wajah Rama nampak sedikit menegang.
"Ya,...aku tidak sengaja melihatnya kemarin di cafe dekat mall."
"Tika, jangan seperti itu. Jika kamu tidak memiliki bukti nanti jatuhnya fitnah. Belajarlah mengendalikan rasa cemburu mu, kau hanya sedang marah melihat Tara memiliki perempuan selain diri mu."
Tika membuang nafas kasar, "Aku tidak bohong!" seru gadis itu dengan wajah seriusnya.
Rama tak menanggapi, pria itu hanya merasa jika Tika sedang merasakan kecemburuan pada Vita. Merasa kesal dengan sikap Rama, Tika memutuskan untuk pulang. Rasanya semua orang sedang berpihak kepada Vita, hati Tika sakit saat ke dua lelaki yang di kenalnya akrab lebih membela Vita.
Sejak hari pertama Tara dan Vita bersama, Tika kesulitan untuk bertemu dengan Tara bahkan untuk menghubungi pria itu saja sangat sulit. Hingga tiba waktu wisuda, Tara tak sekali pun memberi ucapan selamat kepadanya meski Tika sudah berulang kali memberi ucapan selamat kepada Tara.
"Wah...Tara sama siapa tuh?" tanya Gino saat diri nya tidak sengaja melihat Tara menggandeng tangan Vita dengan mesra nya.
"Teman sekelas mungkin," sahut Tika tanpa menoleh. Untung saja pada saat itu hanya kakak pertama nya saja yang melihat Tara bersama Vita, jika mamah dan papah nya melihat pasti akan ada banyak pertanyaan yang mereka keluarkan.
Acara wisuda selesai, sampai detik ini pun Tara tidak ada menghubungi Tika. Gadis itu merasa jenuh, hingga pada akhirnya Tika memutuskan untuk pergi ke rumah Tara.
"Tara ada di kamarnya, sudah lama kamu gak main ke sini? kemana aja?" tanya Risty mamah Tara.
"Ada kok mah,...sekarang kan lagi sibuk-sibuk nya ngurus pekerjaan buat masa depan," sahut Tika, sudah biasa jika gadis itu memanggil Risty dengan sebutan mamah begitu sesuai permintaan Risty karena wanita itu tidak memiliki anak perempuan. Tara adalah anak satu-satunya.
Setelah di panggil oleh asisten rumah tangga, Tara keluar menemui Tika. Setelah Tara keluar mamah Risty memilih masuk ke dalam rumah. "Ngapain ke sini?" tanya Tara dengan wajah acuhnya.
"Kemana aja? kok chat dan telpon ku gak pernah di angkat?" tanya Tika dengan wajah polosnya.
"Aku sibuk, jika sedang bersama Vita aku tidak akan memegang ponsel," sahut lelaki itu membuat Tika tersenyum getir.
"Kau sudah banyak berubah Tara,..." gumam gadis itu dengan suara sedih.
"Berubah gimana?" tanya Tara tidak merasa.
"Kau sudah sangat jauh dari ku, kau bahkan ach kepada ku!" seru gadis itu.
"Itu karena ada hati yang harus aku jaga. Jika aku terus dekat dengan mu, bagaimana perasaan Vita nantinya?" tanya Tara berharap jika Tika mengerti posisinya sekarang.
Tika tertawa masam, ucapan Tara sungguh sangat melukai hatinya. "Kau tidak tahu saja jika Vita mu itu sedang bermain api di belakang mu!" Tika mengatakan apa yang ia lihat pada waktu itu.
Tara tertawa keras, pria itu sama sekali tidak mempercayai Tika. "Kau ini ada-ada saja, Vita sangat mencintai ku, dia tidak mungkin berkhianat dari ku,"ucap Tara penuh percaya diri.
"Aku serius Tara....!"gadis itu menyakinkan sahabatnya agar Tara tidak di sakiti nantinya.
"Ah,...sudah lah Tika, sebaiknya kau pulang. Aku ada janji dengan Vita." secara langsung Tara mengusir Tika. Dulu, Tara bahkan marah jika Tika pulang terlalu awal.
Tika yang kesal memutuskan untuk pulang. Lain kali, jika Tika melihat Vita bersama laki-laki lain maka dia akan mengambil bukti agar Tara percaya padanya. Kini, Tika tidak memiliki teman lagi. Tara sudah mulai menjauhi nya sedangkan Rama, gadis itu tidak berniat dekat dengan lelaki itu.
Hari-hari Tika maupun Tara, di sibukkan dengan aktivitas baru mereka. Mereka mulai sibuk menjalankan bisnis keluarga masing-masing.Sesekali Tika menghubungi Tara untuk sekedar menanyakan kabar sahabatnya itu. Tara yang sudah mulai terpikat dengan Vita memilih mengacuhkan Tika sekarang.
"Kamu marahan sama Tara?" tanya Gino pada adiknya.
Tika mengangkat wajah nya lalu menjawab pertanyaan kakak nya dengan santai. "Gak,...Tara sibuk sekarang. Kakak tahu sendiri jika Tara harapan satu-satunya dari keluarga mereka."
"Iya sih,...tapi kakak udah gak pernah lihat kamu jalan sama Tara. Apa Tara sudah punya pacar sekarang?"
Lagi-lagi, Tika berbohong tentang status Tara. Gadis itu tidak ingin melihat kakak nya kesal atas sikap Tara. Sepertinya Tika harus mengubur rasa itu untuk Tara sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!