NovelToon NovelToon

Laras For Dani

Permintaan Mami (DANI)

Pagi ini Dani bangun dari tidurnya dengan perasaan yang begitu malas. Kenapa? Karena semalam lagi-lagi Mami tercintanya itu menghubungi dia menyuruhnya untuk pulang ke Indonesia. Bukan Dani ingin bersikap durhaka kepada orang tuanya karena terus menolak perintah mereka, tapi mau bagaimana lagi, Dani tidak mau kalau harus meneruskan perusahaaan keluarga. Awalnya memang perusahaan itu juga di handle oleh kakak perempuannya yang bernama Danisa. Tapi sejak memiliki seorang putri 5 tahun yang lalu akhirnya wanita itu memutuskan untuk resign dari kantor dan memutuskan fokus dengan keluaga kecilnya. Tinggal berpindah-pindah mengikuti bisnis sang suami, Dimas . Dengan banyaknya bisnis yang dia miliki, Danisa dan Dimas harus berpindah negara hampir setiap 1 tahun sekali membawa Lala putri kecil mereka. Dan sekarang ini mereka sedang menetap di Perancis.

Karena kakaknya yang sudah resign itulah akhirnya setelah 5 tahun Papinya menyerah untuk mengurus perusahaan sendiri dan sekarang ini sedang meminta bantuan sang Mami untuk membujuknya agar mau kembali ke Indonesia membantu mengurus perusahaan. Karena Papi tau kalau kelemahan Dani adalah Maminya.

Dani beranjak dari tidurnya untuk membuat secangkir kopi hitam kemudian duduk di balkon menikmati batang rokok ysng menyala. Pemandangan dari apartemennya yang berada di lantai 21 ini tmemang selalu bisa memanjakan matanya. Terlebih saat sore menjelang. Meskipun lokasinya tidak dekat dengan pantai tapi cukup membuat sunset di langit terlihat selalu indah untuk di nikmati.

Menyesap kopi hitam yang masih mengepul itu membuat lambung Dani terasa lebih hangat dan aromanya tentu saja membuatnya menjadi sangat rileks.

Seperti pagi sebelumnya, pikirannya kembali menerawang kepada kejadian 10 tahun yang lalu. Entah bagaimana bisa dia dengan mudahnya memberikan hatinya kepada wanita rubah seperti itu. Aaahhh sudahlah, semakin dia memikirkannya membuat suasana hatinya menjadi terasa semakin tidak enak.

Dani beanjak dari balkon memutuskan untuk membuat sarapan, simple saja hanya omelet dengan 2 sosis sebagai tambahan. Baru setelah itu dia akan bersiap untu mandi kare 1 jam lagi dia ada pekerjaan memotret beberapa model untuk majalah fashion musim panas tahun ini.

Bertepatan dengan Dani menyelesaikan sarapannya, ponsel miliknya bergetar.

Ddrrtt... ddrttt... ddrrtt...

Dengan malas Dani mengangkat panggilan di ponselnya.

Terlihat nama 'ROY' dilayar ponselnya.

"Yaa...." Ucap Dani dengan datar seperti biasa.

"Apa kau sudah bangun?" Tanya Roy disebrang telefon. Sebuah pertanyaan yang sangat bodoh menurut Dani.

"Belum." Jawab Dani santai. Kenapa masih bertanya, padahal sudah jelas jika dia mengangkat panggilan telefon ini. Hal ini sudah sangat menjelaskan kalau dia sudah bangun bukan?

"Jangan bercanda Dan, hari sudah semakin siang dan kau ada jadwal memotret untuk sebuah majalah ternama 45 menit lagi. Cepatlah bersiap, aku akan datang ke apartemenmu 10 menit lagi." Ujar Roy kepada Dani.

Dani mendengus kesal, dipikirnya Dani melupakan jadwal penting ini mungkin. Kalau saja Roy bukan manager sekaligus temannya sejak mereka kuliah mungkin sudah dari dulu dia mencari pengganti Roy karena kebawelannya yang hampir menyamai Maminya itu. Ditambah Roy cukup baik dalam mengurus semua jadwal memotretnya. Itu juga salah satu alasan yang membuat Dani mempertahankan laki-laki yang sebulan lalu baru saja di karuniai seorang bayi perempuan itu.

"Hem..." Jawab Dani singkat, setelahnya dia mematikan ponselnya sepihak tanpa memberitahu Roy terlebih dahulu.

Dengan malas Dani pergi ke kamar mandi dengan membawa sebuah handuk di lehernya.

15 menit sudah cukup untuk Dani menyelesaikan acara mandinya itu. Dan ya, begitu Dani keluar dari kamarnya sudah ada Roy yang sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi dan roti panggang.

" Sudah selesai ya?" Tanya Roy kepada Dani. Sebuah pertanyaan yang menurut Dani tidak memerlukan jawaban karena sudah terlihat dengan amat jelas.

Roy yang sudah terbiasa denggan sikap cuek dan dinginnya Dani itu pun biasa saja saat tidak mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaanya kepada Dani. Dengan cepat dia menghabiskan kopi dan rotinya kemudian keluar mengikuti Dani yan sudah menghilang terlebih dahulu di balik pintu.

"Aku lihat suasana hatimu sedang tidak baik, kenapa lagi? Apa Mami Irene masih terus memintamu untuk kembali ke Indonesia?" Tanya Roy begitu dia sampai di mobil yang mana Dani sudah ada di dalamnya.

Dani menghela nafas pelan.

"Begitulah, Mami tidak akan berhenti menerorku sampai dia berhasil membuatku kembali ke Indonesia." Ujar Dani menjawab pertanyaan dari Roy.

"Memang apa salahnya kalau kau melanjutkan bisnis keluarga? Bukankah itu justru membuatmu bisa jauh lebih kaya dari sekarang?" Tanya Roy santai. Karena memang setau Roy perusahaan keluarga Dani bukanlah perusahaan kaleng-kaleng. Perusahaan yang bemain di bidang furniture dan properti itu bahkan sudah merambah ke Asia dan Eropa.

Dani hanya diam mendengar uucapan Roy. Sampai akhirnya..

" Kamu tau sendiri kalau bukan masalah uang yang membuatku tidak ingin kembali menetap lagi di Indonesia." Jawab Dani datar.

Sekarang gantian Roy yang menghela nafasnya berat. Sosok Dani yang terlihat seperti seorang Bad Boy ternyata memiliki sebuah trauma tersendiri kepada seorang wanita. Yang bahkan kejadian itu sudah terjadi hampir lebih dari 10 tahun yang lalu.

Pembicaran mereka terhenti saat setelah mereka sampai di lokasi pemotretan. Dengan gaya cool seperti biasa Dani duduk di kursinya seraya menikmati secangkir kopi yang sudah di siapkan untuknya, sedangkan para staf bekerja menyiapkan peralatan untuk pemotretan.

Dari sekian banyaknya model cantik yang pernah menjadi objek fotonya, tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil menarik perhatiannya. Sikap yang Dani lakukan hanyalah sebatas profesionalitas semata.

Namun ada 1 model yang berani mendekatinya yaitu Clara Laurencia. Wanita 27 tahun yang juga berasal dari Inonesia itu begitu gencar mendekati Dani meskipun laki-laki itu terus bersikap taacuh kepadanya.

Dan untuk pemotretan kali ini pun Clara menjadi salah satu modelnya. Denga ceria dia duduk di samping Dani.

"Good morning Dani." Ujar Clara menyapa Dani.

"Morning." Jawab Dani seraya melirik Clara sekilas, perhatiannya kembali dia fokuskan kepada ponselnya.

Tidak patah semangat, Clara terus mencoba mengajak Dani untuk mengobrol. Tapi tetap tidak mendapat tanggapan berarti dari laki-laki berwajah dingin itu.

Sampai akhirnya karena sudah terlalu jengah mendengar suara Clara yang membuat telinganya sakit. Dani menatap kearah Clara dengan datar. Tapi bukannya berhenti berbicara, wanita itu justru terus berbicara dengan wajahnya yang merona karena merasa jika Dani tengah memperhatikannya.

"Bisakah kamu diam? Dan siapa namamu? Whatever karena aku tidak peduli, tapi kamu membuatku menjadi tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaanku." Ujar Dani dengan nada datar. Dan itu berhasil membuat Clara langsung terdiam setelah mendengarnya.

.

.

.

Heyy aku datang lagi dengan cerita baru...😊

Jangan lupa buat terus kasih kritik dan sarannya ya🤗😁

*Terima kasih**🙏💕*

Gadis Sederhana (LARAS)

Di lain tempat ada seorang gadis muda yang sedang membuat brownies pesanan dari beberapa teman dan tetangganya. Gadis itu adalah Laras, gadis berusia 20 tahun. Laras memang sering menerima pesanan berbagai kue dari para tetangga yang biasanya akan mengadakan acara di rumah mereka. Seperti hari ini Laras menerima 8 loyang kue yang harus di selesaikan sore ini.

"Ada yang bisa Ibu bantu nggak Mbak." Ibu Tia datang mendekati Laras yang sedang mengaduk adonan brownies.

Laras tersenyum melihat Ibunya yang baru pulang dari pasar. Ya, orang tua Laras memang bekerja di pasar menjual sayuran dan lauk matang, sedangkan Ayahnya bekerja sebagai tukang kayu yang membuat berbagai furniture seperti lemari, meja kursi dan banyak lainnya.

"Enggak usah Bu, Ibu istirahat aja. Ini embak juga udah hampir selesai kok, cuma tinggal ngeoven doang." Jawab Laras dengan lembut.

Ya, Ibu Tia pasti capek karena beliau sudah harus memasak berbagai macam masakan dari jam 2 dini hari dan menjualnya di pasar setelah semuanya matang. Ibu Tia akan berangkat ke pasar diantar oleh Ayah Roni setiap jam 5 shubuh sebelum Ayah Laras mengantarkan Dino, adik Laras yang masih kelas 1 SMP itu sekolah sekaligus ke tempat kerjanya. Sedangkan tugas di rumah sebagian besar menjadi tanggung jawab Laras. Ya seperti menyapu, mencuci piring dan mencuci baju menjadi salah satu tugas yang harus Laras lakukan.

"Ya sudah, kalau gitu Ibu ke kamar dulu ya, kalau nanti Ibu ketiduran tolong di bangunin sebelum dzuhur ya Mbak." Ujar Ibu Tia berpesan kepada laras.

Laras menganggukan kepalanya.

"Iya Bu nanti Mbak bangunin sebelun dzuhur." Jawab Laras seraya tersenyum.

Mengenai Laras, sebenarnya semenjak lulus sekolah dari SMA dia bekerja di sebuah toko kue, dan ya dari sanalah dia bisa belajar membuat berbagai macam kue. Namun sayangnya sang pemilik memutuskan untuk pindah keluar kota dan menjual toko kuenya yang ada disini. Yang menurut Laras tentu saja sangat disayangkan karena toko tempat dia bekerja ini sudah memiliki nama di sini. Sebenarnya Laras diajak untuk ikut mereka ke luar kota untuk bekerja di toko roti mereka juga. Namun karena Ibu Tia tidak mengizinkannya, jadilah Sya sekarang masih menjadi seorang pengangguran selama hampir 2 bulan ini. Karena mau bagaimana lagi, untuk mencari pekerjaan bukanlah suatu hal yang mudah, terlebih Laras hanya memiliki ijazah SMA.

Dan akhirnya tepat sebelum dzuhur Laras sudah menyelesaikan 5 brownies, dan tinggal menunggu 3 lagi yang masih di oven.

...~~~~...

Tepat pukul 3 sore sesuai dengan perjanjian, Laras pergi untuk mengantarkan brownies-brownies pesanan tetangga dan temannya menggunakan sepeda.

Satu persatu Laras antarkan brownies itu kepada pemiliknya. Dan sekarang ini Laras ada di tempat Ririn, dimana ini adalah tempat terakhir untuk Laras mengantarkan brownies.

Tok.. tok.. tok..

" Assalamu'alaikum, Ririn.... " Ujar Laras memanggil temannya sedari SMP itu.

Tidak lama kemudian pintu terbuka, terlihat Ririn sedang mengenakan mukenanya.

" Wa'alaikumsalam Ras... Eehh ayo masuk... Aku mau sholat dulu soalnya. " Ujar Ririn kepada Laras. Tadi saat Ririn mendengar suara Laras, dia memang sudah menggunakan mukenanya untuk bersiap sholat.

" Eehh... ya udah aku tunggu disini. Kamu sholat dulu sana. " Ujar Laras kepada Ririn. Kebetulan sekali Laras juga sedang mendapat halangannya, jadi dia tidak terlalu terburu-buru untuk pulang.

Setelah mempersilahkan Laras masuk, Ririn segera beranjak dari ruang tamu untuk menunaikan sholat.

Sembari menunggu Ririn sholat, Laras memainkan ponselnya untuk mengusir rasa bosan yang menderanya.

" Maaf lama ya nunggunya. " Ujar Ririn seraya membawa secangkir teh untuk Laras.

"Nggak papa Rin, santai aja kayak yang sama siapa." Ujar Laras seraya tersenyum. "Eeh tumben Rin rumah kamu sepi, yang lain lagi pada kemana?" Tanya laras kepada Ririn. Pasalnya setiap dia kesini sore biasanya ada Ibu dan Ayahnya Ririn.

Orang tua Ririn adalah seorang guru, Ibunya seorang guru SD sedangkan Ayahnya seorang guru SMA. Dan Ririn adalah anak tunggal mereka. Karena kondisinya yang berkecukupan inilah Ririn bisa kuliah. Tentu saja dengan mengambil jurusan pendidikan sama seperti kedua orang tuanya.

"Itu Ibu sama Ayah lagi pergi kondangan ke acara hajatan temennya." Jawab Ririn. "Oo iya, ini jadinya berapa Ras?" Tanya Ririn kepada Laras.

" 50 ribu Rin, kayak biasa kok belum naik." Jawab Laras.

"Kamu brownies seenak ini tapi jualnya murah banget tau nggak Ras. Ini tuh kalau di jual lebiha dari 70 ribu juga pasti masih cocok harganya." Ujar Ririn kepada Laras. Menurut Ririn brownies buatan Laras tidak kalah dengan kue-kue buatan merek toko terkenal. Itu juga yang membuat Ririn hampir setiap minggunya pasti membeli brownies buatan Laras itu. Bahkan dia merekomendasikan kepada teman-temannya juga.

"Takut aku kalau jual terlalu mahal Rin, nggak papa lah di jual segini asal masih ada untungnya. Lagian kalau nggak terlalu mahal kan biar semua orang bisa terus order, contohnya aja kamu." Jawab Laras seraya tertawa kecil.

Setengah jam di rumah Ririn akhirnya Laras berpamitan untuk pulang karena sudah semakin sore.

"Ya udah aku pulang dulu Rin, udah sore juga soalnya." Ujar Laras kepada Riri.

" Ooo gitu, ya udah salam buat Tante sama Om ya." Ujar Ririn seraya memberikan uang brownies kapada Laras.

" Loh kok 70 ribu Rin, kan harganya cuma 50 ribu." Ujar Laras dengan bingung karena Ririn memberikan uang pecahan berwarna biru dan hijau itu.

"Hehehe... Itu buat kamu aja, itung-itung buat ongkos kirim karena udah di anterin sampe rumah browniesnya." Ujar Ririn kepada Laras.

"Aduh Ras, nggak usah... Lagian aku anternya kan naik sepeda buakn naik motor. Jadi nggak perlu uang bensin." Ujar Laras menolak pemberian Ririn. Dia tidak enak karena setiap megantarkan brownies pesanan Ririn pasti gadis itu akan memberinya uang lebih untuk ongkos kirim. Memang sih rumah Ririn sedikit lebih jauh di bandingkan yang lain, memakan waktu hampir 10 menit jika naik sepeda, itu pun juga harus melewati jalan raya.

"Eeh, rejeki nggak boleh ditolak loh. Kalau kamu enggak mau ya udah kasih ke Dino aja buat dia jajan." Jawab Ririn.

" Makasih ya Rin, kalau gitu aku pamit pulang dulu. Ditunggu pesenannya lagi loh." Ujar Laras seraya tersenyum. Dari dulu Ririn ini memang sangat baik kepadanya, dan Laras janji suatu saat nanti dia akan membalas kebaikan keluarga Laras. Ingat sekali dulu saat Laras harus membayar buku dari sekolah, saat itu orang tuanya sedang tidak memiliki uang. Dan tiba-tiba saja Ririn membayarkan buku itu untuknya, dia bilang itu atas perintah ibunya. Tidak akan Laras lupakan kebaikan mereka.

"Siyapp..." Jawab Ririn seraya tertawa kecil.

"Kalau gitu aku pamit dulu ya, Assalamu'alaikum." Ujar Laras berpamitan kepada Ririn.

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati di jalan Ras."

Tawaran (LARAS)

Laras mengayuh sepedanya dengan santai sambil menikmati jalanan yang sedikit ramai karena memang ini jam pulang kerja dan beberapa anak yang baru pulang sekolah sehabis ekstra kurikuler.

Namun sebagaimana pun kita hati-hati kalau memang musibah tentu tidak bisa dihindari. Seperti sekarang ini Sya jatuh dari sepedanya setelah hampir terserempet sebuah mobil.

"Aaww....." Laras jatuh kesisi jalan, untungnya saja Laras menggunakan celana jeans panjang dan juga hodie jadi kaki dan lengannya tidak terluka. Hanya pergelangan kakinya saja yang sepertinya sedikit terkilir.

"Dek, kamu nggak papa kan. Maaf tadi saya kurang fokus bawa mobilnya." Ujar wanita itu seraya membantu Laras menyingkirkan sepeda dari atas tubuhnya dan membantunya berdiri.

"Aww...ssshh... iya Kak nggak papa, aku juga yang kurang hati-hati..." Jawab laras seraya meringis menahan sakit.

" Kita ke rumah sakit aja ya, biar saya antar." Ujar wanita itu kepada Laras.

Mendengar kata rumah sakit membuat Laras langsung mendongakkan kepalanya.

"Eeehh, nggak usah Kak, kaki kayaknya cuma terkilir aja kok." Ujar Laras seraya menatap wanita cantik yang ada di depannya itu. Wanita yang terlihat modis dan feminim dengan dress bunga selutut berlengan panjang. Rambut panjang hitam tebal, dan tatapan mata lembut membuat wanita di depan Laras ini terlihat begitu keibuan. Padahal Laras sendiri tidak tau apakah wanita itu sudah menikah atau belum.

" Beneran enggak papa? Kalau gitu saya anter kamu pulang aja gimana? Kamu pasti bakal kesusahan kalau harus naik sepeda lagi." Ujar wanita itu kepada Laras.

Laras terlihat berpikir, memang yang dikatakan wanita itu ada benarnya. Tidak mungkin Laras menuntun atau menaiki sepedanya lagi dengan kondisi kaki yang sedang terkilir seperti ini.

" Apa enggak ngerepotin Kakak?" Tanya Laras dengan tidak enak hati.

"Enggak dong, saya malah seneng kalau kamu mau saya antarkan pulang."Jawab wanita itu seraa tersenyum lembut.

Akhirnya Laras menganggukan kepalanya tanda kalau dai setuju untuk diantarkan pulang.

Wanita itu membantu Laras untuk masuk kedalam mobilnya. Kemudian beralih ke sepeda Laras yang untungnya muat masuk kedalam bagasi mobilnya.

" Ooo iya, nama kamu siapa?" Tanya wanita itu kepada Laras.

" Nama aku Laras kak." Jawab Laras dengan ramah. " Kalau kalau boleh tau, Kakak namanya siapa?" Tanya Laras kepada wanita yang sedang menyetir itu.

"Nama aku Danisa. " Jawab Danisa seraya tersenyum. Ya, pada dasarnya Danisa memang wanita yang murah senyum.

Laras hanya menganggukan kepalanya, dia tidak tau harus menjawab apa lagi, karena Laras sendiri bukan orang yang mudah akrab dengan orang lain. Tentu saja Danisa menyadari itu. Dia tersenyum maklum.

" Kamu umur berapa? masih sekolah atau kuliah?" Tanya Danisa kepada Laras. Wajah Laras yang terlihat masih imut-imut itu membuat Danisa menebak kalau Laras masih anak SMA.

" Aku 20 tahun kak, udah lulus sekolah, dan sebenarnya udah kerja, tapi beberapa bulan ini jadi pengangguran karena toko kue tempat aku kerja pindah ke luar kota." Jawab Laras dengan jujur.

"Ooo gitu....Eehmmm, kalau kamu kerja sama aku mau nggak? Jadi babysitter anak aku." Entah kenapa tiba-tiba saja Danisa memberikan penawaran itu kepada Laras. Padahal kalau dipikir-pikir Laras adalah orang asing dan mereka tidak saling mengenal. Tapi entah kenapa Danisa mempunya firasat baik mengenai gadis yang ada di sampingnya ini.

Laras terdiam tidak percaya mendengar apa yang Danisa ucapkan. Bisa-bisanya wanita itu menawarkan kepada orang asing seperti dirinya pekerjaan, terlebih menjadi pengurus untuk anaknya, apa dia tida berpikir kalau bisa saja Laras adalah orang yang jahat?

"Kakak serius?" Tanya Laras tidak percaya mendengar penawaran yang Danisa berikan untuknya.

"Iya aku serius Laras, aku emang lagi cari babysitter buat Lala anak aku, usianya 5 tahun. Tapi kamu harus tinggal sama aku." Ujar Danisa kepada Laras.

"Kakak nggak takut kalau aku ini orang jahat?" Tanya Laras kepada Danisa.

Danisa yang mendengar ucapan Laras itu seketika tertawa. Bagaimana mungkin orang sepolos Laras ini orang jahat. Meskipun ada kemungkinan itu, tapi Danisa tidak merasakan ada sisi jahat di dalam diri Laras.

Sebagai informasi, Danisa sudah bertemu dengan banyak orang dengan berbagai macam karakter mereka. Dan untuk menilai karakter Laras bukanlah sesuatu yang sulit. Di tambah Danisa pernah menempuh pendidikan di bidang Psikolog juga selain Managemen Bisnis.

"Aku tau kalau kamu orang baik. Dan sepertinya kamu akan cocok dengan Lala." Jawab Danisa. " Tidak usah kamu jawab sekarang, kamu bisa memikirkannya dulu." Danisa memberikan kartu namanya yang terdapat nomor telefon miliknya. " Simpen aja dulu, kamu bisa hubungi aku kalau sudah siap, tapi kalau bisa secepatnya. Aku takutnya sudah menemukan orang lain." Ujar Danisa.

Laras menerima kartu nama yang Danisa berikan. Tercetak nama Danisa Aditiyarani Persada beserta nomor telefonnya dikartu itu.

"Ooo iya, habis ini arahnya kemana?" Tanya Danisa kepada Laras.

"Eemm... masuk gang di depan itu Kak." Jawab Laras menunjukan arah jalan rumahnya. Dan untungnya gang untuk ke rumah Laras adalah gang yang cukup besar untuk dimasuki mobil.

Dan benar, hanya sedikit masuk gang dan melewati beberapa rumah saja akhirnya mereka sudah sampai di rumah Laras.

"Udah sampai Kak, itu rumah aku." Ujar Laras kepada Danisa.

Danisa menghentikan mobilnya, dia menatap rumah sederhana yang terlihat bersih dan rapi. Ada beberapa pot bunga teras dan juga pohon mangga di depan rumah.

Danisa membantu Laras turun dari mobil dan mendudukannya di kursi kayu yang ada di teras. Kemudian mengeluarkan sepeda Laras yang ada di bagasinya.

Ibu Tia yang melihat ada mobil yang berhenti di depan rumahnya itu langsung buru-buru keluar.

" Astagfirullah, kamu kenapa Mbak?" Tanya Ibu Tia saat melihat hodie Laras yang kotor, beliau masih belum menyadari adanya Danisa disana.

Sebelum Laras menjawab pertanyaan ibunya itu, Danisa lebih dulu menjawabnya.

" Maaf Bu, tadi saya tidak sengaja membuat Laras jatuh dari sepeda karena saya kurang hati-hati bawa mobilnya." Ujar Danisa yang langsung membuat Ibu Tia menolehkan kepalanya kearah Danisa.

"Tapi kamu nggak papa kan Mbak?" Tanya Ibu Tia kepada Laras.

" Enggak papa Bu, cuma kakinya terkilir aja." Jawab Laras.

Ibu Tia menatap kearah Danisa seraya tersenyum.

"Terima kasih ya Mbak sudah mengantarkan Laras ke rumah." Ujar Ibu Tia kepada Danisa, beliau tidak marah karena Danisa mau bertanggung jawab dengan mengantarka Laras pulang.

"Iya Bu sama-sama, sekali lagi saya yang harusnya minta maaf." Ujar Danisa tida enak hati.

Setelah meminta maaf dan berbasa-basi sebentar akhirnya Danisa berpamitan untuk pulang karena sudah sore.

"Hubungi aku kalau kamu terima tawaran aku ya Ras." Ujar Danisa kepada Laras.

" Iya Kak, dan makasih ya udah nganter aku pulang." Jawab Laras dan hanya dijawab senyuman oleh Danisa.

" Kalau begitu saya pamit dulu Bu, maaf sudah membuat Laras terluka." Ujar Danisa berpamitan kepada Ibu Tia.

" Iya Mbak Danisa tidak apa-apa sudah di maafkan, terima kasih sekali lagi karena sudah mengantarkan Laras pulang." Jawab Ibu Tia dengan ramah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!