BAB 1
Di tanah Eropa pada abad -17 SM.
Dikatakan, ditengah malam yang penuh hiruk pikuk dan teriakan orang, seorang wanita muda dengan baju yang koyak dan lusuh serta kakinya yang tanpa alas, berlari begitu kencang di bawah hujan panah dan reruntuhan bangunan yang hancur karena terbakar api.
Dengan sebuah keranjang bayi di dalam pelukannya, ia terus saja menangis dan berlari melewati hutan dan menuju pantai.
Orang yang ia cintai telah dibantai dengan sadis oleh penduduk desa sebab mereka mengetahui bahwa laki-laki tersebut adalah makhluk yang selama ini meneror penduduk desa mereka.
Selama ini, desa tempat tinggal mereka di gemparkan oleh teror sebuah makhluk mengerikan yang tampak seperti manusia, namun berwujud serigala. Makhluk ini dikenal sebagai Likantrof/Lycan.
Makhluk tersebut membunuh siapa saja yang ia temui pada malam dimana Supermoon muncul. Dan pada saat para penduduk mengepung makhluk itu dan berhasil menembus dadanya dengan pedang serta peluru perak, maka sebagai wanita yang selama ini hidup dengannya di dalam hutan pun pergi melarikan diri bersama putranya.
Dengan sekuat hati ia berusaha menyelamatkan putra satu-satunya itu dari amukan penduduk.
Wanita itu terus berlari melewati hutan lebat menuju sungai yang terhubung dengan lautan. Ia berniat akan menenggelamkan diri dan mengarungkan putranya ke lautan lepas dengan keranjangnya.
Ketika akhirnya ia sampai di tepi pantai, ia berjalan terus menuju tengah lautan. Sebelum ia melepaskan pelukannya pada sang putra tercinta, wanita itu terus saja menciumi bayi tampan tersebut sambil menangis merasakan pedihnya perpisahan mereka.
"Selamat tinggal bayiku, semoga Tuhan selalu melindungimu." ucapnya dalam isakan tangis dan luka yang mendalam.
Dengan tangan yang gemetaran, ia melepas pelukannya dan meletakkan kembali bayinya ke dalam keranjang. Lalu ia mulai mendorong jauh keranjang tersebut hingga terbawa ombak dan derasnya arus air.
GYUT
Saat keranjang itu sudah cukup jauh dari jangkauannya, wanita itupun menenggelamkan dirinya ke dalam air dan bunuh diri begitu saja.
Tepat saat wanita itu sudah lemas, datanglah segerombolan penduduk desa yang membawa obor dan parang serta senapan untuk memburunya.
"Itu dia, di sana !" teriak salah satu penduduk.
Kemudian mereka memeriksa keadaan wanita muda itu dengan teliti. "Dia sudah tewas. Tapi aku tidak menemukan bayinya di dekat sini!" seru yang lainnya.
"Kita harus mencari bayi itu di manapun juga. Jika tidak, keberadaannya akan mengancam semua penduduk di muka bumi ini," ucap sang pemimpin desa.
Mereka pun pergi meninggalkan wanita yang sudah tewas itu begitu saja. Dengan perasaan yang belum tenang, mereka kembali ke desa menemui anak dan istri mereka.
Malam itu, mereka berpesta untuk keberhasilan mereka melenyapkan makhluk yang meneror penduduk beberapa waktu yang lalu. Minuman-minuman arak dan daging babi pun mereka hidangkan dengan jumlah yang banyak. Bahkan mereka menari-nari atas kemenangan mereka.
••••••
Beberapa tahun berlalu, penduduk merasa ancaman yang mereka takutkan tidak akan kembali terjadi. Sebab desa mereka sudah kembali aman seperti sebelumnya.
Hingga akhirnya mereka pun lalai. Semakin lama, penjagaan di desa mereka berkurang. Bahkan jika biasanya mereka selalu berjaga di tiap malam, sekarang mereka lebih memilih berpesta ataupun bersenang-senang dengan wanita-wanita bayaran mereka.
...****************...
Sepuluh tahun kemudian di dalam hutan rimba Marseille-France, hiduplah seorang anak laki-laki yang hidup sendiri. Namanya Egon.
Dengan beberapa anjing serigala yang membesarkannya dari bayi dan berperan sebagai orang tuanya, ia hidup tanpa mengenal manusia lain.
Kesehariannya hanya berlarian dengan tangan dan kakinya, layaknya seekor anjing atau serigala. Berburu, dan memanjat pohon.
Di setiap munculnya Super Moon, mata Egon bersinar kuning sedikit orens. Namun, ia masih belum mengerti siapa dirinya yang sebenarnya.
Suatu hari, ia melihat seorang pria berburu babi di hutannya. Di tempat persembunyiannya, ia memeluk erat semua serigala yang mencoba tenang akan kehadiran makhluk asing di hutan mereka.
Hingga akhirnya Egon merasa penasaran dan mengintipkan matanya ke celah-celah kayu. Egon mengamati setiap gerakan pria tersebut. Hingga akhirnya pria itu mendapatkan buruannya dan pergi.
Pria itu tidak tahu bahwa Egon terus mengawasinya sehingga dengan santai ia menaiki kembali perahunya menuju desa di seberang yang cukup jauh jaraknya.
Setelah manusia itu pergi, Egon kembali menemui serigala-serigala. Dan mengobrol dengan bahasa mereka. "Siapa orang itu?" tanya Egon.
"Mereka adalah pemburu. Mungkin dia datang dari desa di seberang lautan," jawab Ibu serigala.
"Pemburu? Apa artinya?" tanya Egon lagi.
"Itu artinya, kau harus berhati-hati jika bertemu manusia seperti itu. Mereka senang sekali melihat binatang tersiksa dengan peluru-peluru mereka," jawab ayah serigala.
"Manusia? Siapa lagi itu?"
"Kemari, sayangku," ibu serigala meminta Egon ikut bersamanya.
Egon mengikuti ibu serigala. Rupanya ibu serigala membawanya ke dekat air yang berada di tepian sungai. Kemudian disuruhnya Egon untuk melihat ke dalamnya.
Ketika Egon melongokkan kepala ke dalam air, ia begitu terkejut, sebab ia melihat bahwa rupanya tidaklah sama dengan ibu serigala ataupun ayah serigala. Begitu pula dengan semua saudaranya.
"Siapa dia?" Egon terkejut.
"Itulah dirimu."
"Diriku? Tapi mengapa tidak sama antara kau dan aku?"
"Kau itulah yang disebut manusia."
"Aku manusia? Apa itu artinya aku seperti pemburu tadi?" Egon bertanya karena bingung.
"Tidak, anakku. Manusia itu ada dua golongan. Yang baik dan jahat. Contoh manusia yang baik adalah dirimu. Sebab kau menyayangi binatang dan peduli pada alam sekitar. Itu bagus. Jadi jangan pernah kau lupakan itu," ibu serigala berusaha menjelaskan.
Egon mengangguk.
"Sedangkan manusia yang jahat, adalah pemburu tadi. Dia tidak memikirkan bagaimana dampak dan masalah yang akan timbul dari setiap perbuatannya. Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan rela berbuat apapun untuk kesenangan semata," lanjut ibu serigala.
"Hmmm,,, aku sedikit mengerti. Tapi aku masih agak bingung."
"Tidak apa. Pelan-pelan saja memahami semuanya. Kau anak yang pandai, lambat laun kau pasti mengerti."
Egon duduk melingkar di perut ibu serigala. Dalam pelukannya, ia merasakan kehangatan dan kedamaian. Karena sejak bayi ia juga menyusu pada ibu serigala, jadi apapun yang ada padanya tampak sempurna dimata Egon.
Dialah ibu baginya. Walaupun ayah serigala tidak terlalu senang kepadanya, tetapi ia merasakan hidupnya sangat bahagia. Dengan serigala-serigala kecil pun ia bermain kejar-kejaran. Seolah-olah mereka itu bersaudara dan sangat senang bergurau.
Saat makan pun, mereka sama-sama berbagi. Jika ayah serigala membawa seonggok daging, maka ibu serigala akan membagi daging tersebut dengan rata. Semua mendapatkan daging dengan ukuran yang sama.
Walaupun Egon adalah manusia, namun cara makannya sama dengan serigala-serigala tersebut. Selain makan dengan daging mentah, sesekali ia mengambil buah-buahan dari pohon. Atau bahkan, saat ia sedang bermain bersama anak-anak serigala lainnya, mereka akan menangkap ikan dan burung.
...****************...
Bersambung,,,
Lanjutkan BAB 2 yaaa,,,,,, 😚
BAB 2
Anak-anak serigala tampak sedang bermain barsama anak manusia setengah serigala dengan gembira. Mereka menyukai saudara mereka yang nampak berbeda dari semuanya itu. Apalagi, anak-anak serigala itu diajarkan ibu serigala untuk tidak membedakan fisik mereka dengan fisik Egon.
"Kalau bisa, ayo kejar aku !" teriak salah satu anak serigala yang cukup gembul bernama Swift.
Swift berlari sangat kencang tanpa memperdulikan bagaimana keadaan sekitarnya. Bahkan anak serigala itu berlari terlalu jauh dari kerumunan anak-anak yang lain. Melihat saudaranya berlari terlalu jauh, Egon memutuskan untuk mengejarnya. Bahkan ia memanggil-manggilnya dengan sekuat tenaga. Karena Egon mengejar Swift, yang lainnya pun ikut mengejar mereka berdua.
"SWIFT ! Tunggu aku. Jangan berlari terlalu jauh !" teriak Egon memanggil Swift.
Malangnya, Swift yang berlari tidak melihat bahwa di depan sana ada seorang pemburu dengan senapan laras panjang lengkap dengan peluru yang siap di tembakkan. Pada saat ia lari menuju ke arahnya, pemburu yang merasa terancam dengan kehadiran anjing liar itu segera menembaknya.
"DORRR !!"
Suara senapan memekakkan telinga. Burung-burung yang semula bertengger di pepohonan semuanya terbang menjauh. Egon melihat seorang pemburu sedang menghampiri Swift. Dengan naluri binatangnya, ia menyerang pria pemburu itu agar tidak menyentuh Swift. Ia menggigit dan mengoyak-oyak pakaian sang pemburu hingga terluka. Karena merasa kewalahan dan takut saat melihat seorang anak manusia bergigi tajam, pria pemburu itu lari tunggang langgang. Merasa dirinya dapat melindungi Swift, dihampirinya saudaranya itu. Namun rupanya, peluru menembus jantung dan melukainya sehingga Swift tidak lagi bernafas ataupun bergerak. Semuanya sudah terlambat.
"Swift! Bangun Swift! Ini aku, Egon!" panggilnya pada Swift.
Beberapa anak serigala yang mengikuti Egon dan Swift pun bersedih. Mereka mengelilingi Swift dan mengaum bersama. Auman yang panjang dan menggema itu pun sampai di tempat kediaman ayah dan ibu serigala. Mereka berdua segera mencari asal suara dan menyusul ke sana.
"Apa kau dengar itu?" tanya ayah serigala (Amaury).
"Ya. Aku mendengarnya. Siapa yang celaka?" ibu serigala (Evarist) sedih dan bergetar.
Kedua orang tua serigala itu berlari amat kencang mencari anak-anak mereka. Dengan bau yang tertinggal, mereka dapat menemukan keberadaan mereka semua. Namun sayang, anak bungsu mereka yang bernama Swift telah tiada dengan tembakan peluru tepat di jantungnya. Mendapati anak bungsunya tidak bernyawa lagi, ayah serigala segera memarahi Egon. Ia merasa bahwa kematian Swift disebabkan oleh Egon. Jika saja mereka tidak main kejar-kejaran, Swift pasti tidak akan menemui kematiannya.
"Apa yang kau lakukan pada Swift?!" tanya ayah serigala pada Egon. "Karena dirimu, dia harus menemui kematiannya di usianya yang masih sangat muda!" ayah serigala marah.
"Aku tidak melakukan apapun padanya, ayah." berjalan ke arah ayah serigala.
"Cukup! Jangan panggil aku ayah karena kau bukan anakku. Sebaiknya kau pergi saja dari sini. Karena aku tidak ingin melihatmu kembali."
Egon mengurungkan niatnya untuk mendekati ayah serigala. Ia hanya bisa menunduk dan meminta maaf atas kejadian yang bukan kesalahannya. Ia tidak berani menghadapi kemarahan sang ayah yang begitu menakutkan. Dengan kesedihan yang mendalam, Amaury membawa putra bungsu yang sudah terkulai lemas itu dengan mulutnya. Semua saudara Egon juga berlalu darinya dengan sedih. Mereka tahu semua itu bukan kesalahan Egon, tapi mereka tidak bisa berkata apa-apa di depan sang ayah.
Eva menggiring anak-anaknya dari belakang. Walaupun awalnya Egon menolak untuk pulang, tetapi akhirnya ia berhasil membujuk Egon untuk turut pulang serta bersamanya. Ia merasa kasihan padanya. Sejak ia menemukannya di pinggir sungai dengan tubuh yang kedinginan, ia sudah sangat menyayanginya. Entah mengapa ia merasa ada ikatan antara dirinya dengan bayi Egon. Sehingga ia merasa yakin untuk membawanya pulang. Siapa sangka jika Amaury tidak menyukainya. Suaminya itu memintanya untuk membuang kembali Egon ke sungai. Namun ia tidak pernah melakukannya. Ia mengatakan bahwa Egon akan menjadi tanggung jawabnya.
Dengan kejadian yang menimpa Swift, Amaury terus menyalahkan Eva karena istrinya itu tidak mau membuang Egon di waktu itu. Jika tidak ada Egon, keluarganya akan baik-baik saja. Begitu pikir Amaury.
"Jika anak itu tidak di sini, Swift pasti masih hidup. Semua itu salahmu karena tidak mau menuruti kataku," Amaury masih marah soal dulu.
"Jangan terus menyalahkan Egon. Dia itu tidak melakukan apa-apa. Bukankah kau sudah dengar dari cerita anak-anak bahwa itu perbuatan pemburu?"
"Apa kau lebih berpihak pada Egon daripada pada putramu Swift?" tanya Amaury murka.
"Bukan begitu. Mereka semua adalah anakku. Apa yang terjadi pada Swift patut kita renungkan, bahkan aku juga masih berduka soal kematiannya. Tetapi tidak berarti kau bisa selalu meyalahkan Egon, suamiku."
"Terserah kau saja." Amaury begitu kecewa dengan istrinya lalu meninggalkannya.
...****************...
Di luar gua, Egon duduk termenung karena sedih. Ia melempar-lempar ranting kering dan menggigitinya. Sesekali pula ia melempar batu sampai jauh. Ia merasa kematian Swift tidak seharusnya terjadi jika mereka tidak bermain kejar-kejaran hingga begitu jauh dari rumah. Tanpa ia sadari, Eva sudah berdiri di belakangnya.
"Sedang apa kau di sini, Egon?" tanya Eva.
"Aah, ibu???" Egon terkejut.
"Apa kau bersedih soal Swift?"
"Iya. Aku masih sangat sedih. Waktu itu aku sudah berusaha sekencang mungkin mengejarnya. Tetapi, peluru dari senapan pemburu itu lebih cepat dari lariku. Walaupun aku sudah menyerang pemburu itu, aku tetap tidak bisa menyelamatkannya." murung.
Egon menangis dan memeluk Eva dengan erat. Ia tahu, ayahnya masih menyalahkan dirinya atas kematian saudaranya. Melihat putranya merasa begitu tertekan, ia mengusapkan kaki depannya ke kepala Egon.
"Jangan bersedih, anakku. Kematian Swift sudah semestinya terjadi. Semua itu adalah takdir dari Tuhan. Entah itu Swift, ibu, Alex, Bruno, Gill, Ferragus atau bahkan ayahmu, kita sebagai makhluk hidup tidak bisa melarikan diri dari semua kuasa Tuhan."
"Walaupun begitu, aku minta maaf, ibu. Karena aku tidak bisa menjaga Swift dengan baik," ucap Egon setelah menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak perlu minta maaf, sayang. Semua itu bukan salahmu. Itu adalah hukum alam. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa dan memenangkan segalanya. Dan kemarin, pemburu itulah yang menang atas kita semua."
Egon kembali mempererat pelukannya. Bahkan ia menenggelamkan kepalanya pada bulu-bulu halus ibunya. Dengan begitu, ia dapat menyembunyikan tangisannya tanpa harus takut diketahui siapapun. Bersama ibu serigala, ia merasakan ketenangan. Setiap ucapannya yang keluar saat mengiburnya, membuat Egon merasa tenang dan dikasihi olehnya. Hanya pada ibu serigala ia dapat mencurahkan kecemasan dan kesedihannya. Bahkan disaat ayahnya memusuhinya seperti saat ini.
...****************...
BAB 3
Di hutan Marseille-France, adalah hutan yang sangat tenang. Jarang sekali ada keributan ataupun pendatang. Pada suatu hari, di tahun-tahun berikutnya setelah kematian Swift waktu itu, datanglah kawanan kera dari hutan tempat tinggal Egon dahulu.
Mereka mencari tempat untuk dihuni sebab hutan mereka semakin lama semakin tidak dapat ditinggali. Air sungai tidak lagi ada ikan, pohon-pohon kering karena terbakar matahari. Cuaca di sana begitu panas dan kering. Penduduk pun banyak yang bermigrasi ke tempat lain karena kekeringan yang mereka alami.
"Ayah! Ayah!" teriak Gill.
"Ada apa?"
"Aku melihat banyak sekali kawanan kera. Mereka sedang menuju kemari," ucap Gill ngos-ngosan.
"Kera? Mau apa mereka kemari?" Amaury merasa itu aneh.
"Sebaiknya kita lihat sekarang," ucap Eva.
"Benar, ayah. Aku juga melihat mereka. Mereka tampak jahat," Ferragus menambahkan.
Egon yang mendengar itu hanya menyimak dari kejauhan. Ia takut mengganggu pembicaraan mereka. Akhirnya, keluarga serigala pergi menuju perbatasan hutan untuk menghadang kedatangan kawanan kera. Sebab mereka tidak bisa membiarkan kawanan kera tersebut melakukan penyerangan ke hutan mereka.
Dan ketika mereka sampai di perbatasan hutan, mereka benar-benar berhadapan langsung dengan kawanan kera ekor panjang.
"Siapakah yang datang ke hutan kami tanpa permisi?" tanya Amaury dengan suara tegas.
"Ohoo! Rupanya kita disambut oleh kumpulan serigala yang tampak,,,, yaaaahh, lumayan untuk menakut-nakuti kami. Tapi kalian harus tahu. Kami tidak takut pada siapapun," jawab pemimpin kera.
Saat melihat Egon, pemimpin kera itu semakin mencela keluarga Amaury. Ia mengatakan bahwa mereka membesarkan anak manusia yang menjadi musuh utama para binatang. Merasa dirinya tidak suka dengan Egon, namun dikira merawat anak manusia itu, Amaury berkata.
"Dia bukan anakku. Jadi jangan alihkan pembicaraan. Sebaiknya kalian berputar balik dan segera tinggalkan hutan kami ini."
"Sayang sekali, aku tidak mau pergi begitu saja dari tempat ini."
"Kalau begitu, itu berarti kalian menantang kami berperang."
"Berperang? Hmm, baiklah. Itu tidak masalah." pemimpin kera tidak mau mengalah. Dan tiba-tiba saja ia meneriakkan penyerangan. "Seraaaaaangggg!!!"
Semua kera maju secara brutal menyerang keluarga Amaury. Mendapat serangan secara tiba-tiba seperti itu, Eva mengaum memanggil kawanan serigala dari hutan tetangga.
Tak selang berapa lama, datanglah segerombolan serigala dari hutan sekitar mereka. Mereka adalah serigala dari berbagai ras.
Tanpa diberi komando, mereka ikut menyerang kera-kera liar itu dengan gigi dan cakar-cakar mereka yang tajam. Beberapa kera kewalahan menghadapi serangan serigala yang membabi buta. Walaupun mereka juga bisa sama-sama menggigit serigala, tetapi kekuatan serigala lebih kuat, sehingga kawanan itu melukai tubuh mereka dengan mudah. Bahkan sudah hampir setengah koloni mereka tewas diterkam para serigala.
Merasa tempat itu tidak aman, akhirnya para kera ekor panjang menyerah. Mereka melarikan diri dari tempat itu dengan terbirit-birit.
Bahkan beberapa temannya yang terluka mereka tinggalkan begitu saja. Hanya yang masih selamat saja yang dapat melarikan diri. Setelah kepergian para kera, kawanan serigala dari hutan-hutan sekitar pun bergegas pergi dari tempat tersebut.
Dari kejauhan, Egon mengawasi pertarungan antara kawanan kera dan serigala. Ia menyembunyikan dirinya agar sang ayah tidak merasa terganggu akan kehadirannya.
Pada saat ia hendak melangkah pergi, Amaury menyadarinya. Pemimpin serigala di hutan mereka itu menatap Egon dengan pandangan tidak suka.
Menyadari ayahnya telah melihat dirinya dan tampak sangat membencinya, Egon berlalu dengan sedih. Ia pergi ke balik semak ranting yang kering dan menutup diri di sana. Karena ia masih kecil, ia pun menangis.
"Apakah aku ini manusia?" gumam Egon. "Lalu jika aku benar manusia, seperti apa orang tuaku yang sebenarnya? Kenapa Eva yang selama ini menyusui dan membesarkanku?" isak Egon.
"Anakku, apa kau menangis?" tanya Eva mengagetkan Egon.
"Ah??" Egon mengusap air matanya.
"Jangan bersedih, ibu di sini bersamamu."
"Tapi ibu, sampai kapan Amaury akan membenciku? Apa benar karena aku ini manusia?"
"Tidak, sayang. Amaury tidak membencimu. Ayahmu itu hanya belum mengenal siapa dirimu. Jadi, jangan berkecil hati dengan apa yang ia katakan."
Evarist merebahkan kepalanya di dekat Egon. Tanpa basa-basi, Egon pun langsung menelungkupkan tubuhnya ke atas kepala Eva. Ia masih berpikir keras apa yang membuat Amaury begitu membencinya selain soal Swift.
Kenapa sikapnya juga berbanding terbalik dengan Eva yang dapat menerimanya sebagai putranya.
Beberapa minggu setelah pertarungan antara kawanan kera degan serigala, sesuatu yang mengerikan terjadi. Beberapa rombongan manusia yang membawa obor dan senapan datang memburu mereka semua.
Tepat di malam bulan purnama, mereka menyerang serigala-serigala itu dengan bengis. Keluarga Egon mencoba melawan sekuat hati dan mengalami kekalahan. Sebab, manusia-manusia itu membakar pepohonan dan menembaki semua binatang yang tinggal di dalam hutan tersebut.
Mereka lari kocar kacir mencoba menyelamatkan diri semampu mereka. Teriakan demi teriakan dari mulut Eva dan Amaury terdengar melengking di tengah kobaran api saat memanggil anak-anaknya.
"Gill, Alex, Ferragus !!!" teriak Amaury kencang.
"Egon, Bruno !" teriak Eva.
Dalam kobaran api, mata Egon berubah menyala terang. Ia begitu marah saat tempat tinggalnya dibuat porak poranda oleh manusia-manusia jahat itu. Belum lagi, saat mereka mencoba melukai Gill.
Dengan berani dan tanpa rasa takut sedikitpun, Egon menyerang manusia-manusia itu dengan beringas. Ia mencabik-cabik tubuh mereka dan menggigit tangan, kaki, kepala serta mengambil isi dada mereka dengan kuat.
Beberapa dapat dilumpuhkan dan beberapa pula melakukan penyerangan lebih hebat. Dengan peluru-peluru panas dari senapan mereka, mereka menembaki Egon dan siapapun yang tampak di depan mereka.
"DORR ! DOR ! DOOORRR !!"
Suara-suara tembakan melengkapi suasana muram di hutan Marseille. Ketika mereka melihat wujud Egon, mereka segera berteriak dengan kencang.
"Dia manusia serigala !" teriak mereka.
"Dia masih hidup ! Aku yakin, dia adalah anak pria Lycan itu!!" teriak mereka kalang kabut.
Tanpa komando ulang, mereka semua yang tersisa segera melarikan diri dari hutan. Meninggalkan kerusakan yang parah di sana sini tanpa tersisa.
Pohon-pohon yang terbakar dengan banyak binatang bergelimpangan. Serta bau anyir darah yang menggenang di tanah dan menempel di batang pohon melengkapi malam kelam itu.
Ketika hari semakin malam, dan sinar bulan mulai bergeser, sinar mata Egon kembali redup dan bulu yang menyelimuti tubuhnya juga mulai menghilang. Kini ia pun menjadi sangat lemas dan terjatuh ke atas tanah tanpa daya.
"Egon !" panggil Gill, saudara serigala perempuan.
Gill adalah satu-satunya putri Eva. Dia selalu yang pertama memperhatikan Egon dibanding saudara lainnya. Melihat Egon terkapar lemas, Gill mendekatinya dan menggerakkan tubuh Egon. Namun Egon hanya bisa menatap Gill dengan lemah. Apalagi di tubuhnya bersarang beberapa peluru milik pemburu-pemburu itu.
"Bangunlah saudaraku ! Kau harus kuat,"
Gill mencoba menaikkan tubuh Egon ke punggungnya. Akan tetapi Egon tetap terkulai lemas. Ia hanya bisa menatap Gill dengan kedua matanya.
Beberapa detik kemudian, mata Egon mulai berat. Walaupun ia berusaha untuk tetap terjaga, namun ia merasakan kantuk yang luar biasa. Hingga akhirnya ia pun memejamkan matanya dengan perlahan.
...****************...
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!