NovelToon NovelToon

Rasakan Di Hatimu, Suamiku

BAB 1

"Mikail, mama tidak mau tau apapun yang kamu lakukan di luar sana. Tapi, yang perlu di ingat adalah, kamu sudah punya jodoh. Dan hal ini tidak bisa di batalkan. Kecuali jika mama sudah mati." Ucapan seorang wanita berhasil membuat pemuda yang sudah menaiki motor ninja Nya, turun kembali.

"Muach, I love you mama." Setelah mengecup pipi sang ibu, pemuda itu menaiki motornya kembali, kemudian berlalu. Meninggalkan sang ibu yang hanya bisa mengurut dada.

Pemuda itu adalah Mikail khairun pahlevi (25 tahun). Anak pertama dari pasangan Tuan Aidil khairun pahlevi dan nyonya Nani wijaya. Mereka memiliki sepasang putra dan putri. Dan, Aisyah khairun pahlevi adalah nama putri mereka.

Di sebuah club malam.

"Mik, ayuk!" Seorang wanita terlihat menggesek-gesekkan dadanya ke lengan pria yang bernama Mikail itu.

"Syut..Bersabarlah. Kita nikmati ini dulu." Ucap pria itu sambil terus berjoget. Di bawah alunan musik yang memekakkan telinga.

Entah berapa lama ia berada di sana. Hingga dini hari, akhirnya pria itu memutuskan untuk pulang ke rumah.

Mikail sengaja mematikan mesin motornya jauh dari rumah. Ia tak ingin sang ibu terbangun dan kembali mengomelinya. Pria itu membuka pintu dengan sepelan mungkin. Kemudian berjalan mengendap-endap.

"Bagus Mika" Tiba-tiba semua lampu menyala. Dan, sang mama sudah berdiri sambil berkacak pinggang.

"Mama, tadi Mika sudah mau pulang ma, tapi ban motor tiba tiba bocor." Helahnya.

"Apa kau pikir mama Mu ini bodoh?" Wanita itu mendekat.

Mikail mencoba mencari alasan lain. "Mah, marahnya di tunda besok ya! Mika harus tidur mah, besok pagi-pagi harus jumpa sama dosen." Pria itu mundur saat melihat sang mama memgambil sapu. Senjata andalan sang ibu.

"Oh, giliran sudah di rumah. Kamu baru ingat dosen. Tapi kalau di club, kamu ingatnya apa, Syetan?" Sang mama langsung mengayunkan tangkai sapu.

Mikail lari mengelilingi kursi tamu. Mencoba menghindar dari pukulan ibunya. "Mah, istigfar mah. Mika sudah besar, masa masih di pukul kek gini." Pria itu protes.

"Apa kamu bilang, sudah besar?" Sang mama ngos-ngosan.

Mikail tersenyum tanda kemenangan. "Iya dong mah. Bentar lagi sudah 25 tahun. Masa, masih aja di pukul pake tangkai sapu." Jawabnya, sambil mendekat. Ia meraih sapu, kemudian menggiring sang mama untuk duduk. Pria itu juga mulai memijit pundak sang ibu.

"Baiklah, apa kau yakin kalau kau sudah besar?" Sang mama bertanya kembali.

"Yoi.." Jawabnya dengan semangat 45.

"Oke, besok kamu ke kampung. Dan, bawa menantu mama ke sini." Ucapan sang ibu berhasil membuat tangan Mikail terhenti.

"Aduh buset. Kena jebak kan gue." Pria itu merutuk.

"Jadwal pelajaran kampus Mika besok padat mah. Jadi, dengan terpaksa Mika harus menolak permintaan Mama." Jawab pria itu sambil tersenyum.

"Apa kau pikir Mama tidak tahu jadwal kampusmu? Jangan lupa kalau mama adalah dosen di sana." Lagi, wanita itu mematahkan alasan yang diberikan oleh Mikail.

"Iya, tapi mah.."

"Mika sudah. Tidak usah banyak alasan kamu. Pokoknya Mama ingin kamu besok pulang kampung dan bawa calon menantu mama ke sini. Kalau tidak semua ATM dan fasilitas yang kamu miliki, akan mama cabut." Ucap sang ibu, kemudian wanita paruh baya itu berjalan kembali menuju kamar.

Mikail terlihat mengacak-acak rambutnya frustasi. "Tolong lah mah. Masa Mika datang ke sana sendiri. Males ah mah." Rengek pria itu sambil mengikuti langkah sang ibu.

"Mama tidak bilang kalau kau pergi sendiri. Besok adikmu akan menemani Mu pulang ke kampung. Kebetulan dia lagi suntuk katanya." Tambah Nani.

"What, si iler itu ikut juga? No mah, Ica itu manja, bikin repot Mika aja ntar. Lebih baik Mika pergi sendiri aja deh" Ucapnya lagi, dengan hati yang semakin mendongkol.

"Keputusan mama sudah bulat. Jadi, tidak ada tawar menawar lagi. Kamu pergi, atau kembelikan fasilitas yang mama kasih." Nani menampung tangannya pada sang anak. Menunggu pria itu memberikan sesuatu.

"Oke, baiklah. Besok Mika berangkat. Mama puas?" Ucapnya dengan wajah melemas. Kemudian berlalu menuju kemarnya.

Nani semakin melebarkan senyumnya. Wanita paruh baya yang masih terlihat segar dan cantik itu, sangat bahagia karena ia dapat memenangkan pertempuran dengan sang anak.

"Aduh mati gue. Kenapa sih nyokap gue suka banget sama si gembala itik itu? Sudah lah bauk, kucel, kumel, hidupnya nyusain orang lagi. Awas ya lo tukang itik. Begitu lo sampai di sini. Gue akan bikin perhitungan sama lo." Mikail ngedumel sendiri.

"Iler, cepat woi. Kalau nggak gue tinggal nih. Tit.. tit.." Mikail terus membunyikan klaksonnya.

"Mika, sabar sedikit napa!" Nani menasehati.

"Iya, iya, ih kakak ah.." Terlihat seorang wanita cantik, berhijab berlari menuruni anak tangga.

"Lo itu ya, cuma mau ke kampung udik itu aja, dandannya ampe seharian. Siapa sih yang mau lo temuin di sana?" Mikail masih saja merutuk.

"Ih, bawel." Gadis itu langsung memasukkan tasnya ke bagasi. Setelahnya, mereka langsung pamit pada sang ibu.

Tak lama, mobil mereka berangkat. Jarak kota tempat tinggalnya dengan kampung halaman sang ibu, bisa memakan waktu 4 jam perjalanan memakai mobil. Dan, Mika lebih memilih menyetir sendiri dari pada harus memakai jasa supir.

Mobil mereka baru memasuki halaman rumah kayu besar yang bercorak khas adat itu, ketika hari hampir memasuki waktu senja.

Pria itu keluar dari mobil. Lalu, meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal karena mengemudi terlalu lama.

"Alhamdulillah Mika, Aisyah. Akhirnya kalian sampai juga. Eyang ampe khawatir lo sama kalian." Seorang wanita tua datang memeluk mereka sambil tersenyum.

"Maaf, eyang. Gara-gara si iler tuh. Sepanjang jalan, dia minta berenti turus. Mau jajan ini lah, jajan itulah. Bikin kesel eyang." Ia menatap kesal ke arah sang adik.

"uh.. dasar. Cowok pemarah. Ica kan, pengen menikmati perjalanan eyang. Namanya juga sekali sekali pulang." Ucapnya sambil mendaratkan kepala pada pundak sang nenek

Wanita tua yang bernama Nunik itu tertawa sambil membelai punggung sang cucu. "Sudah, sudah. Mari masuk! Sudah mau maghrib." Ucapan sang eyang berhasil memutus perdebatan 2 saudara tadi.

Mereka langsung melangkah masuk. Aisyah langsung mengarahkan matanya ke seluruh ruangan. Mencari seseorang. "Eyang, kak Husna mana ya?" Pertanyaan Aisyah mendapat tatapan tajam dari Mikail.

"Husna pergi ke masjid, hari ini ada acara lomba baca Alqur'an. Dia menjadi salah satu juri di sana." Jawab eyangnya.

"Oh.. emangnya kak Husna pulang jam berapa eyang?" Lagi gadis itu bertanya ketika sudah duduk di sofa ruang tamu.

"Palingan setelah shalat isa. Pergilah istirahat di kamar Husna." Sang eyang membelai lengan Aisyah.

"Dan kamu Mika, istirahat saja di kamar belakang." Tatapannya pindah ke arah Mikail

"Iya, eyang." Jawab mereka serentak.

Waktu berlalu, Mikail yang sedang terlelap tiba-tiba terbangun saat mendengar suara ribut di dapur. Ia mengucek matanya beberapa kali mencoba mengumpulkan kesadarannya yang masih berceceran di alam mimpi.

Dan, hal pertama yang di ciumnya adalah aroma wangi yang membuat perutnya berbunyi.

Dan, tanpa di beri aba-aba pria itu bangkit dan berjalan menuju arah datangnya aroma.

"Waw.. pergedel jagung. Kesukaan gue nih." Pria itu meraih dan memasukkan satu pergedel ke mulutnya.

"Kalau makan, baca Bismillah dulu. Biar berkah." Suara lembut seorang wanita, berhasil mengejutkan Mikail.

Pria itu menoleh, terlihat wanita sederhana berkerudung hitam telah berdiri di belakangnya. "Eh itik. Jangan sok menasehati orang tua deh lo." Ucapnya. Kemudian berlalu.

"Itik, bikinin gue sirup pake es. Antar ke ruang tamu." Ucapnya tanpa menoleh.

Wanita tadi yang tak lain adalah Husna, hanya bisa menggeleng sambil menarik nafas. Dia sangat hafal dengan sikap kasar sang sepupu yang juga merangkap sebagai calon suaminya itu.

TBC

MOHON BANTU VOTE, LIKE, BERI HADIAH DAN SILAHKAN BERKOMENTAR RIA.

Ini novel ke 2 ya Readers. Bagi yang belum membaca novel pertama saya, silahkan mampir, judulnya..SUAMIKU, KEKASIHMU. Baper say...

Terima kasih.

BAB 2

"Kak, besok kita pergi jalan ke kebun teh ya!" Aisyah membuka suara di sela suapan makan malamnya.

Husna tersenyum. "InsyaAllah ya dek. Soalnya besok kakak mesti ke kandang dulu." Jawab wanita itu.

"Kalau gitu, aku ikut ke ke kandang aja deh kak."

Ucapan Aisyah membuat pria yang tadinya tak perduli, menjadi ikut berucap. "Eh, iler. Ngapain lo ikut ke kandang itik. Ntar lo ketularan bauk lagi." Ucapnya sambil melirik ke arah Husna.

"Ih, kakak ah. Biar aja bauk, ntar kan bisa mandi." Gadis itu memanyunkan bibirnya.

"Serah lo aja deh. Awas kalau lo bauk, ntar gue tinggal di perempatan." Ancam Mikail.

"Coba aja kalau berani. Wek." Gadis itu melet.

"Uh..." Dia melempar tahu goreng ke arah sang adik.

"Mas, jangan melempar rejeki seperti itu."

Husna menasehati.

"Diam deh lo. Nggak usah ikut campur dengan kehidupan orang lain." Ucap Mikail dengan nada marah.

Husna tersentak. Ia langsung terdiam di kursinya.

"Mika, kenapa ngomong seperti itu sama Husna? Dia ini bukan orang lain, kalian sudah di jodohkan dari kecil. Jadi, sebentar dia lagi akan menjadi istri kamu." Eyang Nunik tiba-tiba sudah berdiri di belakang Mika.

Pria itu mengepalkan tangannya kuat mencoba menahan kekesalan. Kesal karena ia merasa, semua orang selalu membela gadis di hadapannya itu.

"Iya eyang." Akhirnya, dia hanya mampu berucap Iya.

Setelah eyang ikut bergabung bersama mereka. Maka, tak terdengar lagi pertengkaran di meja. Semua asik menikmati makanan masing masing.

"Eh, itik." Mikail menyapa saat Husna sedang sibuk melipat baju di kamarnya.

"Ya Allah mas. Kenapa ke sini sih. Nanti kalau di lihat sama eyang bahaya. Takutnya, beliau mikir yang aneh-aneh lagi." Husna berdiri sambil mengisyaratkan agar pria yang santai di pintu kamarnya, untuk segera keluar.

"Jangan kegeeran. Gue ke sini cuma mau ngingetin, besok ketika lo ikut ke kota. Jangan bikin repot gue di sana. Kalau nyokap nyuruh lo buat pergi sama gue. Lo tolak aja, kasih alasan apa kek. Yang penting kita jangan sampai deket-deket. Karena, gue jijik liat lo."

Ucapan Mikail serasa sembilu yang menusuk jantung hati Husna. Meski ia tak mencintai Mikail, tapi ucapannya terlalu kejam baginya.

"Tenang saja, bukan hanya mas, tapi aku juga risih jika kita berduaan." Wanita itu berucap sambil tersenyum.

"Bagus, gue pegang kata-kata loe." Pria itu berbalik.

"Besok, jam 2 kita berangkat." Ucapnya tanpa menoleh. Kemudian berlalu.

Waktu berjalan. Husna, Mikail dan Aisyah sudah berada dalam mobil. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kota. Aisyah asik dengan ulahnya yang selalu membuat sang kakak emosi.

Tapi, tidak dengan Husna.Wanita itu hanya diam melihat ke arah jendela. Ia malas membuka mulutnya, karena gadis itu tau kalau Mikail sangat tidak suka mendengar suaranya.

"Tit.. tit.." Suara klakson dari mobil belakang membuat Mikail sontak menghentikan mobilnya.

Dan, mobil yang dari tadi asik menklakson juga ikut berhenti. Terlihat seorang pria tampan keluar dari kursi kemudi.

"Mas Faiz?" Husna kaget melihat pria itu.

Ia menoleh ke arah Mikail.

"Lo kenal?" Mikail bertanya ketus.

"Iya, dia senior saya di pengajian." Jawabnya lembut.

"Ya ampun kakak. Ganteng banget, ini baru lelaki idaman Ica." Gadis yang duduk di sebelah Mikail, langsung berdecak kagum.

"Tak" Mikail menjitak kening sang adik

"Tau apa lo soal pria tampan. Iler lo tuh urusin" Ucapnya sadis.

"Bilang aja ngiri. Itu malaikat, ini setan. Hahaha.." Aisyah mengejek sang kakak.

"Ngomong lagi, gue tinggalin lo di sini. Mau?" Tanya pria itu dengan mata nyalang.

"Iya, sorry." Gadis itu segera menutup mulutnya.

"Lo, ngapain masih di sini. Sana samperin, gue nggak mau telat gara-gara lo." Pria itu mengusir.

"Tunggu sebentar ya mas." Meski tak mendapat jawaban Husna tetap tersenyum. Ia membuka sabuk pengaman, lalu mulai melangkah keluar.

Tak butuh waktu lama. Husna selesai berurusan dengan pria itu. Ia kembali membawa satu jinjing paper bag.

"Cieh, cieh dapat bingkisan ni ye.." Aisyah meledek pada wanita yang baru masuk itu.

"Bukan dek. Ini adalah materi pengajian bulan depan. Mas Faiz sengaja memberikan sekarang. supaya kakak bisa mulai menghafalnya." Husna berucap lembut.

"Keknya pria itu suka sama lo. Kalian satu tipe, kenapa lo tidak menikah dengan dia saja." Mikail berucap saat mobil sudah berjalan kembali.

"Jodoh bukan di tangan saya mas. Allah yang sudah mengaturnya." Jawab Husna.

"Gue males ngomong sama lo, karena ini. Sikit-sikit bawa agama. Kalau lo mau ceramah, sana di masjid." Ucap Mikail kesal.

"Astagfirullah." Wanita itu berucap menenangkan hatinya.

"Ih." Aisyah mencubit lengan sang kakak.

"Tidak usah di ambil hati kak. Kak Mika emang gitu, kalau ngomong suka bikin kesel." Gadis tadi berucap sambil menoleh ke arah Husna. Dan, wanita itu membalas dengan senyuman dan anggukan.

"Husna, Alhamdulilah anak mama sampai juga." Nani segera memeluk sang keponakan sekaligus calon menantunya hangat.

"Mama gimana kabarnya?" Husna berucap saat pelukan mereka terlepas.

"Alhamdulillah sehat sayang. Mari masuk!" Nani mempersilahkan.

"Mama, kok gitu. Mentang mentang kak Husna datang. Ica langsung di cuekin." Seorang wanita lain berucap dengan manja.

"Hahaha.. nggak sayang. Muach." Nani mendaratkan satu kecupan di pipi putrinya.

"Lo, kok pada masuk. Trus siapa yang bawa ini semua?" Mikail protes saat melihat ke 3 orang tadi melangkah masuk.

"Ya kamulah. Bik ijah sudah pulang, jadi kamu angkat sendiri saja." Sang mama berucap tanpa menoleh.

"Ih, bikin kesel. Si itik itu bawa apa sekarung penuh gini. Mana berat lagi." Mikail merutuk sambil terus menyeret karung yang berisi beras dan umbi-umbian. Buah tangan dari eyangnya.

Malam hari datang, terlihat Husna tengah sibuk mengurus makan malam keluarga itu seorang diri. Calon mertuanya masih sibuk video caal dengan suaminya, yang sedang berada di Belanda.

"Tidak usah sok sibuk. Lo sengaja ngerjain ini semua supaya di anggap menantu yang baikkan?" Mikail datang, ia membuka kulkas dan menuang segelas air mineral dingin.

"Berhentilah dengan sifat buruk sangkanya mas." Husna masih bisa berucap lembut.

"Cih, gimana di sini. Nyaman kan? Aku rasa kau pasti sudah berkhayal bakalan menjadi nyonya besar di rumah ini." Lagi, mulut pria itu masih mengeluarkan kata penuh durinya.

Husna menghentikan tangannya dari memotong mentimun. "Kalau mas begitu membenciku. Kenapa tidak berusaha menolak perjodohan kita." Akhirnya gadis itu berani menatap mata Mikail.

"Sudah, tapi mama bersikeras. Aku tidak bisa menolaknya." Jawab pria itu.

"Maka, hal yang sama juga terjadi padaku. Mas bukan pria yang ku impikan untuk menjadi imam. Tapi, aku selalu mencoba berdamai dengan nasib. Maka dari itu, tolong lakukan hal yang sama padaku. Acuhkan saja aku, dari pada mas terus menambah dosa dengan menyakiti orang lain dengan perkataanmu yang tak ber-akhlak." Husna langsung memotong timun di tangannya menjadi dua, sambil menatap tajam pada Mikail.

Pria itu merasa ngilu. Dia membayangkan sesuatu yang lain bisa saja segera putus.

"Oke, kalau itu yang lo mau. Jangan ngomong sama gue, dan gue akan melakukan hal yang sama." Ucapnya sambil berlalu meninggalkan Husna. Ini pertama kalinya pria itu melihat pribadi garang Husna seperti tadi. Biasanya gadis itu hanya bisa diam jika di hina.

"Sepertinya dia salah minum obat." Pria itu berucap dalam hati.

BERSAMBUNG

MOHON BANTU VOTE, LIKE, BERI HADIAH DAN SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTARNYA.

TERIMA KASIH.

BAB 3

"Mika. Besok tolong bawa Husna pergi ke butik Tante Ira ya! Mama tadi sudah mengabari kalau kalian akan kesana." Nani berucap saat mereka sedang menikmati makan malam.

"Uhuk, uhuk, uhuk." Mika segera meraih air mineral yang sudah ada di depannya. Pria itu tersedak karena mendengar perintah sang ibu.

"Mah, Mika besok ada kuliah hingga sore. Suruh Ica aja deh yang ngantar." Mikail menolak.

"Jangan alasan kamu ya." Nani membesarkan mata ke arah sang anak. Ia merasa tidak enak pada Husna atas penolakan putranya.

"Mah, Husna perginya sama Ica saja. Nanti kami bisa saling tukar pikiran. Kalau pergi sama mas Mika. Husna agak sungkan." Gadis itu ikut menolak.

"Benar juga kamu, ya sudah. Ica kamu besok pergi sama kak Husna ya!" Titah Nani lagi.

"Oke, ica malah seneng kalau pergi sama kak Husna." Wanita itu tersenyum lebar.

"Nyokap sama Ica di kasih pelet apa sih sama itik ini. Kenapa mereka sampai segitunya sama dia." Mikail menyuap makanannya sambil menatap tajam pada Husna.

Esok harinya di butik.

"Pagi tante." Aisyah menyapa sang pemilik butik yang tak lain adalah adik dari ayahnya.

"Hai, sayang." Ira langsung memeluk sang keponakan.

"Wah, ini Husna ya? Lama nggak jumpa, tambah cantik aja kamu." Pelukan Ira berpindah pada Husna.

"Makasih nyonya." Ucapnya malu.

"Eps, Jangan panggil nyonya dong. Bentar lagi kamu kan jadi istri Mikail. Jadi, panggil saya tante." Ucapnya sambil menggiring mereka memasuki toko.

Husna tersenyum sambil mengangguk. "Iya tante."

Setelah berbasa-basi mereka langsung mencoba baju yang sudah di pesan oleh Nani. Baju itu akan mereka pakai pada acara Anniversary kampus.

Karena yayasan yang menaungi kampus adalah milik keluarga Pahlevi, maka mereka sekeluarga akan menjadi tamu kehormatan di sana. Untuk itulah, Nani memesan baju seragam buat kekuarganya. Termasuk untuk sang calon menantu.

Setelah mencoba baju mereka, Aisyah mengajak Husna untuk menjumpai ibunya di kampus. Suasana menjadi riuh saat melihat 2 gadis cantik berhijab memasuki daerah itu.

"He bro. Adik lo datang ke kampus, bawa temannya cantik banget." Salah seorang rekan Mikail memberi kabar dengan nada semangat 45.

"Ah lo, monyet di bedakin juga lo bilang cantik." Mikail menjawab santai. Ia meneruskan aksinya memetik senar guitar.

"Hahaha.." Semua orang tertawa.

"Lo nggak percaya, tu liat tuh." pria yang bernama Dorik itu menunjuk ke arah kanan.

Dengan malas Mikail menoleh, terlihat di sana 2 orang yang dikenalnya. Yaitu adik dan calon istrinya.

"Yang mana cantik. Mata lo katarak kali." Ia kembali mengarahkan mata ke arah benda yang masih di peluknya.

"Bukan mata gue yang katarak, tapi mata lo. Orang cantik kek gitu lo cuekin." Tambah Dorik.

"Bener tu Mika, ngomong-ngomong lo kenal sama tu anak?" Anton ikut antusias

"Itu sepupu gue. Baru datang dari kampung." Mikail menjelaskan.

"Waw.. ternyata keturunan kalian memang bening bening ya.." Kali ini Jeki menimpali.

"Mik, minta no HP nya dong!" Nino ikut berucap.

"Nggak punya gue. Minta aja ndiri sana." Mikail mengusir dengan nada kesal. Ia tak suka jika teman-temannya juga ikut menyukai wanita itu. Ia merasa kesal jika semua yang berhubungan dengannya malah menjadi lebih pro pada sang calon istri.

"Ih, si itik ini. Nggak di rumah, di kampung, bahkan di kampuspun dia ingin sok menguasai. Lagian ngapain sih mereka ke sini." Gumam pria itu sambil memandang ke arah 2 wanita yang duduk duduk membelakangi mereka.

Tak lama, 2 wanita tadi beranjak saat seseorang datang memanggil mereka. Dia adalah Nani, ibu dari Mikail.

"Yah, bidadari surga sudah pergi. Baru aja mau di samperin." ucap Nino lemas.

"Mika, kamu kenapa sih 2 hari ini susah amat di hubungi." Seorang wanita tiba-tiba sudah bergelayut manja di leher Mikail.

Melihat kekasih hati sahabatnya datang. Semua orang bubar, meninggalkan 2 orang itu di sana.

Gadis itu bernama Amanda. Kekasih Mikail sejak dari sekolah menengah atas. Kalau di hitung, mereka sudah menjalin hubungan Selama 8 tahun. Ya, waktu yang tidak sedikit untuk saling mengenal dan saling mencintai.

Mikail tersenyum, tangan pria itu pindah ke pinggang. "Semalam aku pulang kampung sayang. Aku takut kamu kepikiran, makanya nggak aku kabari." Mika merapikan rambut kekasihnya yang tertiup angin.

"Apa kamu pulang untuk menjumpai gadis kampung itu lagi?" Tanya Manda kesal.

"Iya, nyokap bersikeras ingin membawa wanita itu ke acara kampus besok."

"What, jadi besok dia datang ke sini?" Manda sedikit tersentak.

"Bukan hanya besok, hari ini aja dia ada di sini." Jawab Mika enteng.

"Kakak." Panggilan suara perempuan sontak melepas tangan Mikail dari pinggul sang kekasih.

Ia menoleh, terlihat wanita yang baru saja mereka bicarakan dan sang adik berdiri tak jauh dari mereka.

"Kakak, ini kan kampus. Bisa-bisanya kalian bermesraan di sini." Aisyah mendekat.

"Eh anak kecil, sotoy lo. Sana pulang." Usir Mikail.

"Kak, ngapain kakak sama perempuan itu. Kakak kan tau kalau sudah punya jodoh. Apa kakak selingkuh?" Terdengar nada kekecewaan dari suara Aisyah.

"Eh, kamu masih kecil. Ini bukan urusan kamu balik sana." Ia tergagap.

Husna hanya terdiam menatap perdebatan 2 adik kakak itu. Dia tidak tau harus komentar atau tidak. Karena memang wanita itu belum punya perasaan apa apa pada Mikail. Makanya, ia tak merasa di khianati sama sekali. Baginya wajar jika Mikail punya kekasih, toh mereka belum memiliki hubungan kecuali rencana perjodohan.

"Aisyah, apa kamu lupa dengan ku? Aku kak Manda, kekasih kakak kamu. Kita sudah pernah jumpa beberapa kali sebelum ini." Manda ikut berbicara.

"Tapi, kak Mikail sudah berjodoh. Itu orangnya, dan mereka akan segera menikah." Jawab Aisyah sambil menunjuk ke arah Husna.

Dengan cepat Mikail menutup mulut Aisyah, lalu menarik wanita itu menjauh. Meninggalkan Husna dengan sang kekasih.

"Eh, iler. Ngapain kamu ngomong kek gitu sama kak Manda. Dia itu kekasih kakak." Mikail bersungut ketika mereka sudah menjauh.

"Bodo amat. Lagian, kakak kan sudah punya jodoh. Ngapain kakak masih berpacaran sama cewek nggak bener kek gitu." Aisyah memanyunkan bibirnya.

"Tak" Mikail menjitak kening sang adik.

"Jangan kurang ajar kamu ya." Ucapnya geram.

Sementara itu, di tempat tadi..

"Jadi lo jodoh yang di pilihin sama mamanya Mikail?" Manda menatap Husna dengan tatapan penilaian.

"Iya mbak." Jawab Husna sopan

"Hahaha.. ya ampun. Bagaimana Mikail akan jatuh cinta sama lo, jika gaya lo kampungan kek gini." Gadis itu tertawa menghina. Ia memegang sedikit lengan baju milik Husna.

Mereka berbanding 360 derajat. Jika Husna setia dengan jilbab dan pakaian longggar. Maka, Amanda adalah kebalikannya dari itu.

Husna hanya diam sambil tersenyum.

"Eh, denger ya. Meskipun kalian sudah di jodohkan dari orok. Tapi, lo meski ingat siapa pemilik hati Mikail. Kami sudah pacaran selama 8 tahun lebih. Jadi, lo nggak akan mampu bersaing sama gue. Meskipun kalian sudah menikah kelak." Ucap Manda lagi.

"Sebelumnya terima kasih sudah mengomentari cara berpakaian saya nona. Tapi alangkah baiknya jika anda berkaca terlebih dahulu. Pastikan anda sudah pantas sebelum menghina orang lain." Husna berucap dengan lembut. Tapi sangat mengena di hati Amanda.

"Dan juga nona, kenapa anda bangga dengan status haram kalian. 8 tahun lamanya bersama, tapi dia belum juga menghalalkan anda. Itu adalah sebuah kegagalan nona. Tidak ada yang bisa anda banggakan dengan hal itu." Tambah Husna lagi.

Amanda terlihat semakin merapatkan giginya geram. Tangannya juga sudah mulai terkepal kuat.

"Jika mau, silahkan ambil pria itu sebelum kami menikah. Karena, dia masih belum menjadi seseorang yang harus di patuhi. Lain halnya setelah kami menjadi pasangan halal. Saya harus berusaha untuk menerimanya. Karena itu adalah perintah agama. Dan saat status kami sudah halal. Maka posisi anda hanyalah sebatas kerikil jalanan" Tambah Husna lagi.

"Apa maksudmu. Apa kau ingin mengatakan statusmu lebih hebat dariku?" Manda semakin geram.

"Tentu saja. Karena anda menjadi titik haram di dalam lingkaran yang halal." Ucapan Husna kali ini berhasil membuat tangan Manda terangkat.

"Kurang ajar." Tangan gadis itu terhenti tepat beberapa senti sebelum menyentuh pipi mulus Husna.

"Manda, apa yang kau lakukan. Kalau nyokap tau, habis aku." Mikail menarik tangan kekasihnya untuk keluar dari sana.

"Kakak nggak papa?" Aisyah bertanya cemas.

"Tidak, mari kita pulang." Husna berucap dengan senyuman. Seolah-olah, tak pernah terjadi hal apa pun.

TBC

MOHON BANTU VOTE, LIKE, BERI HADIAH DAN SILAHKAN BERKOMENTAR RIA.

TERIMA KASIH.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!