NovelToon NovelToon

Sleeping Beauty Wants The Throne

PROLOG

Sekali lagi Luz mengejar langkah Alastair yang lebar menyusuri lorong. Sudah cukup, dirinya sudah muak, Luz benar-benar ingin mengakhiri segalanya tetapi pria itu justru memperlakukannya seakan tidak peduli.

"Alastair!"

Pria dengan pakaian berukir naga hitam itu berbalik, menatapnya penuh tanda tanya dengan sebelah alis terangkat. Jarak tinggi badan antara mereka semakin membuat Luz seperti anak kecil yang mengamuk hanya karena sebuah permen. Sialan.

"Lupakan atas semua yang terjadi selama ini, aku hanya meminta agar kau membayar ganti rugi atas rusaknya seluruh riasan milikku!"

"Kau ingin aku membayarnya sekarang?"

Luz mengangguk mantap. "Ya, tentu saja."

"Kau pernah mengatakan jika riasan-riasan itu adalah hidupmu, kan?"

"Y-ya." Kali ini Luz menjawabnya ragu-ragu saat Alastair mendekat kearahnya.

"Kalau begitu aku harus membayarnya dengan hidupku juga."

"Kenapa begitu?"

"Aku seorang ksatria." Alastair mengurung Luz diantara kedua tangannya di dinding. "Apapun yang sudah ku janjikan, maka akan kuberikan dengan besar dan jumlah yang sama."

Luz diam-diam tersenyum miring. Ah, di otaknya sudah banyak rencana tersusun rapi untuk memeras si Grand Duke nomor satu di Sormenia ini. Jika Luz kaya bukankah dia tidak perlu repot-repot tinggal di manor house Thompsville? Dia juga tidak akan diganggu oleh bajingan Evandre lagi untuk selama-lamanya.

"Baguslah jika kau sadar, tuan Grand Duke. Sekedar informasi, mansion barat milikmu itu menurutku tidak terlalu buruk. Ku rasa jika kau mau menyerahkan mansion itu untukku maka hutangmu akan ku anggap lunas sampai ke akar-akarnya," jawab Luz tenang sama sekali tidak memperlihatkan rasa antusiasnya agar Duke memberikan bangunan besar itu secara sukarela.

"Tidak, lady. Aku akan menyerahkan semua hartaku padamu."

"Apa maksudmu? Kau ingin hidup miskin, begitu? Oh, tidak perlu aku tidak memerlukan semua hartamu jika pada akhirnya aku hidup dengan hujatan dari bangsawan lain karena difitnah telah merampas harta milik duke paling diminati para ladies. Kau tidak perlu melakukannya."

"Masih tidak mengerti juga?" Alastair semakin mendekat lalu berbisik tepat di samping Luz. "Aku akan menikahi mu. Dengan begitu seluruh harta Grand Duke of Brighton ini otomatis juga menjadi hartamu, calon Duchess."

Luz membeku. Dia menatap Alastair syok namun bibirnya masih terkatup rapat.

"Sampai jumpa, aku akan berkunjung ke manor house kalian besok siang untuk membicarakan pernikahan kita dengan Marquis Thompsville," ucap Alastair terakhir kali sebelum ia kembali berbalik dan hilang diantara belokan lorong.

Seluruh rencana yang tersusun di otak cantik Luz menguap sempurna. Tidak tersisa. Pergerakan Grand Duke tidak bisa ia baca apalagi prediksi, berbeda dengan bangsawan-bangsawan yang ia temui selama ini. Dan dengan terpaksa Luz akui, bahwa kecerdikan Grand Duke of Brighton melebihi putra mahkota bahkan dalam segala aspek.

Luz masih berdiri ditempatnya. Apa yang merasuki Alastair barusan. Apa pria itu melamarnya?

Apa Grand Duke favorit Sormenia itu sudah gila?!

Brietta Odyssey de Cera

Major General Duke of Brighton Alastair Ephraim la Empyrean

Putra Mahkota Evandre la Empyrean

Brian Ochonner de Cera

Athene Cassiopeia de Cera

cr: Pinterest

Tes ombak dulu, siapa yang sudah nungguin ini cerita?😆

SBWT mungkin bakal dimulai sehabis lebaran. Soalnya kalau dari sekarang kayaknya nanggung deh kek greget gitu mana cerita di oren (yang katanya mau selesain yang oren dulu baru yang ini) belum selesai, astaga mood aku hilang entah kemana T_T

Kira-kira apa kalian sudah bisa menerka-nerka bagaimana kelakuan MC kita yang satu ini?

Buat kalian yang nunggu ini, jangan lupa kasih like-nya😉

Sampai jumpa di part satu🙌🏻

1. Nona Perias Menuju Altar

New York City, 2021

Ruangan berukuran besar yang dipenuhi meja rias berbingkai lampu-lampu itu sepi senyap seperti tidak ada satupun orang di dalamnya. Sekali lagi Luz menggoreskan lipstik peach di bagian bibir artis terkenal yang sering hilir mudik di berbagai sosial media ini sebagai sentuhan terakhir dan yap, sempurna.

"Kau memang ahli, persis seperti yang orang-orang katakan padaku." Michelle si superstar tampak kagum dengan riasan yang Luz berikan.

"Aku merasa tersanjung." Luz tersenyum tipis. Dia benar-benar merasa hebat. Maksudnya, siapa yang tidak bangga saat pekerjaannya dipuji oleh penyanyi yang musik-musiknya selalu bertengger di Billboard? Berbagai nominasi sudah Michelle menangkan, dan dengan komentar positifnya ini bukan hal mustahil untuk Luz semakin terkenal sebagai Golden Senior Make Up yang sudah ia geluti sejak berusia sepuluh tahun.

Lovely Anderson, pemilik nama kecil Luz yang cukup ahli di segala bidang fashion. Gadis periang mantan kids model ini memilih oleng ke dunia per-makeup-an karena tekanan yang dia hadapi sebagai model semakin banyak.

Profesi itu tidak sehat untuknya. Tak pelak penyuapan, kekerasan, bahkan pelecehan seksual harus dilakukan demi mendongkrak karir modeling. Itulah ketentuan dasar agar namanya semakin harum di pasar internasional. Walau tinggal di New York yang hingar-bingar dan bebas, menurut prinsip Lovely tindakan itu sangatlah gila.

Gadis muda mana yang mau berhubungan dengan orang tua dengan lemak perut yang menumpuk hanya demi uang? Luz memiliki harga diri yang tinggi dan orang tuanya tidak semiskin itu untuk membiarkan putri semata wayangnya masuk dalam pergaulan bebas. Membayangkan hal itu saja membuat Luz mual.

Michelle sekali lagi menatap pantulan wajahnya di cermin, "Terima kasih. Aku harus pergi sekarang untuk wawancara, sampai jumpa lagi."

"Semoga acara mu berjalan dengan sukses," jawab Luz mengantar kepergian Michelle di ambang pintu.

Tak lama ponselnya yang tergeletak di atas meja berdering. Belum sempat meletakkan eye shadow dan peralatan make up lain ke dalam tas, Luz justru mengambil benda persegi panjang itu, menekan tombol hijau lalu meletakkannya di telinga.

"Halo."

"Sayang, acara pernikahan kita sepuluh jam lagi. Cepatlah kemari."

Luz terkekeh geli mendengar bariton yang sarat akan kekhawatiran di seberang sana.

"Pengantin mu ini tidak akan kabur."

"Kau tahu itu ketakutan ku. Ayolah, berapa lama lagi baru kau bisa tiba di sini?"

"Erickson ku yang tampan, pekerjaanku sudah selesai jadi secepatnya aku akan kesana. Beberapa menit lagi managerku akan menjemput. Kau harus bersabar, ok?"

Terdengar tawa kecil dari seberang sana. "Baiklah, baiklah. Hati-hati di jalan, dear. Aku akan menunggu di depan."

Luz berdecak, "No, kau pengantin prianya, lebih baik bersiap-siap dan lebih baik tunggu saja di dalam."

Terjadi jeda beberapa saat. "Baiklah," ucapnya berat hati.

"Aku akan tampil sempurna di acara pernikahan kita, jadi jangan khawatirkan apapun yang tidak mungkin terjadi. Kalau begitu aku akan pulang, kau bisa menutup telponnya."

"Tidak, biar kau saja yang melakukannya."

Luz tersenyum kecil untuk hal sesepele itu. "Baiklah. Sampai jumpa di altar."

Bertepatan dengan terputusnya telpon dari Erickson, manager Luz, Denise melongok dari daun pintu. "Luz, Mercedes-mu sudah siap di basement."

"Ah, baik. Tolong bereskan peralatan make-up milikku, Nissie. Pernikahanku sebentar lagi, tidak ada waktu untuk merapikannya."

"Nona kita akan segera bersuami tapi masih sibuk dengan pekerjaannya." Denise melipat kedua tangannya di depan dada. Walau semua persiapan sudah matang, Denise tetap merasa heran sebab di saat-saat penting Luz lebih mengutamakan keprofesionalannya dalam berkarir. Ia kemudian menambahkan, "Make up mahal milikmu akan tiba di rumah setengah jam lagi."

"Terima kasih." Luz menyambar tas tangan miliknya lalu bergegas ke luar ruang tata rias. "Ku serahkan segalanya padamu, kalau begitu aku permisi."

...----------------...

Luz berusaha mengalihkan rasa gugupnya untuk hari ini dengan bekerja dari lusa kemarin hingga beberapa jam yang lalu. Setelah dia sendirian, rasa gugup itu kembali menghampiri seperti saat ini. Sudah tidak terhitung berapa kali Luz meniup-niup telapak tangannya yang basah.

"Bagaimana, apa rasa takutmu sudah berkurang?"

Luz menoleh, disebelahnya ada Ken Anderson sang ayah yang siap dengan tuxedo putih akan mendampingi Luz sampai ke altar.

"Tidak sama sekali," keluh Luz jujur. "Apa aku harus bekerja lagi? Bekerja benar-benar efektif membuatku melupakan segalanya."

"Jangan memaksakan, girl. Ini hari bersejarah milikmu, berhentilah sebentar dari make up dan fokus pada prosesi. Ayah yakin kau bisa melewatinya."

"Ya, aku yakin bisa menghadapinya. Aku harusnya tidak takut apapun."

Luz terbiasa menjadi pribadi yang mandiri. Sejak kematian Nyonya Anderson puluhan tahun silam, ia terbiasa melakukan segalanya sendirian murni dari tangannya. Sang ayah merupakan konglomerat yang dua puluh jamnya tersita di kantor, pasti segala waktunya bersama Luz akan terpotong. Menebus kesalahannya, Ken menyekolahkan Luz sejak berusia tiga tahun, bertepatan dengan tahun-tahun berat mereka saat kehilangan sosok wanita tangguh di tengah-tengah keluarga.

Ken memilih setia dan tidak berkencan dengan wanita lain lagi. Dia berjanji untuk mengurus Luz seorang diri. Dan beginilah akhirnya Luz tumbuh menjadi gadis tangguh di tengah ngerinya kehidupan negara maju.

"Sepertinya kau bisa lebih tenang jika mengobrol sebentar dengan teman high school dulu."

Luz menoleh, "Teman-temanku sudah datang?"

"Ya, sepertinya," jawab Ken ragu. Dia mengenal seluruh teman-teman putrinya tapi tidak dengan pria berkemeja kotak-kotak yang sekarang tengah berdiri di depan pintu.

"Kalau begitu ayah tinggal dulu. Nikmati waktu kalian."

Luz mengamati hingga sosok Ken hilang di ambang pintu. Tak lama muncul sosok pria yang membuatnya mengernyit sebentar, lalu akhirnya tersenyum lebar.

"Ah, kau Manuel, kan, siswa kelas A!"

Pria itu mengangguk singkat, "Ternyata masih ingat."

"Tentu saja, aku hafal nama-nama murid satu angkatan." Luz tersenyum lebar. "Eh, kenapa masih berdiri di sana. Silakan duduk di sini," sambung Luz sambil menepuk-nepuk permukaan sofa di sebelahnya.

"Terima kasih."

"Suatu keajaiban kau datang ke acara pernikahanku bahkan datang lebih awal dibandingkan yang lain. Kau tahu, dulu aku pernah mendengar rumor bahwa kau adalah orang yang sangat-sangat ketinggalan dan—ups."

Manuel tidak menanggapi ucapan Luz dengan serius. "Lanjutkan saja."

"Maaf jika tersinggung. terkadang memang sulit mengendalikan omongan, ku harap kau sedikit mengerti." Sedetik kemudian Luz kembali menyambung ucapannya yang tadi. "Dulu semasa high school teman-teman mengatakan bahwa kau tidak mau bergaul dan penyendiri. Omong-omong apa itu benar?"

Manuel sebenarnya heran bagaimana bisa Luz berbicara dengannya seperti teman dekat padahal mereka hampir tidak pernah bertegur sapa sewaktu di high school. Dulunya mereka tak lebih dari orang asing. Tidak ingin memperpanjang cerita, Manuel mengangguk.

"Oh, really? Asal kau tahu, man. Kau itu tampan, banyak teman-temanku dulu yang ingin mendekatimu tapi gagal karena -yeah as you know- kau pria yang sangat dingin. Terbukalah sedikit, dude, maka akan ada banyak wanita yang ingin bersamamu," ceramah Luz tidak habis-habisnya.

"Aku tertutup karena dirimu."

"What?!"

"Aku bilang, aku tertutup karena dirimu." Manuel tiba-tiba menggenggam tangan Luz dengan tatapan teduh. "Tolong batalkan pernikahan ini. Aku baru menyadari bahwa aku sudah mencintaimu sejak high school sampai sekarang dan mungkin cinta ini akan terus ada sampai mati. Aku bekerja keras untukmu, untuk kehidupan kita di masa depan jadi sekali lagi aku mohon, batalkan pernikahanmu dengan Erickson."

Jika Manuel lupa, Luz ingin sekali mengatakan bahwa Erickson adalah teman mereka juga lebih-lebih Manuel dan Erickson berada di kelas yang sama. Ingin menikung teman sendiri, eh?

Luz tersenyum lebar namun terlihat dipaksakan bahkan lebih terlihat ingin menangis. Apa dia tahu apa yang barusan dia ucapkan. Apa dia masih waras? Semua kata-kata mendadak lenyap dari otak Luz yang pandai bicara.

Dalam sejarah hidupnya, ini pertama kali bagi Luz merasa ilfeel pada seseorang.

2. Penentuan Reinkarnasi

Setelah terdiam entah berapa lama, barulah Luz bisa mengeluarkan suaranya. "Apa maksudmu."

"Batalkan. Pernikahan. Ini."

Ok, Manuel memang tidak waras.

"Kau minta aku membatalkan pernikahan yang sudah menjadi impikan ku sejak delapan tahun, begitu? Wah, hebat sekali kau berani berbicara seperti itu tapi maaf, aku tidak bisa. Dari hatiku yang terdalam, aku sangat berterima kasih karena kau mencintaiku dengan begitu tulusnya. Aku mencintai Erickson dan begitu juga dengannya, maka dari itu, manuel," Luz menjeda, "Bisakah kau menghargai keinginan kami untuk hidup bahagia. Seharusnya hal yang sama juga terjadi padamu. Lupakan aku dan carilah wanita lain yang jauh lebih baik dan mencintaimu lebih dari apapun."

"Jadi kau menolak?"

"Sayangnya, iya."

"Baiklah kalau begitu." Luz lega mendengar jawaban Manuel yang tampak berlapang dada tapi tak berlangsung lama ucapan setelahnya lah yang membuat Luz terbelalak.

"Kau adalah biang dari perasaan aneh yang kurasakan selama ini. Bagaimana jika kau ku musnahkan saja agar hidupku bisa kembali tenang?"

Tak lama pendar hitam dari telapak tangan Manuel memenuhi ruangan bak kabut tebal yang menghalangi penglihatan. Luz tidak pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya jadi dalam beberapa detik dia hanya terdiam memproses keadaan. Menyadari bahwa Manuel memiliki niat jahat padanya, Luz buru-buru lari ke arah pintu namun naas pintu terkunci dari dalam dan tidak bisa di dobrak karena hell, pintunya terbuat dari baja. Manuel menyusul, berdiri tepat di belakangnya dan mengarahkan seluruh kabut itu memasuki tubuh Luz.

"Dengarkanlah langit, ini kutukan langsung dari Immanuel of Oz, klan terakhir generasi penyihir. Jiwa yang dirasuki kabut hampa akan pergi dan tertidur selama-lamanya." Manuel mengernyit sedikit tidak tega saat melihat Luz kesakitan lalu matanya tak sengaja melirik boneka putri tidur yang berada di dalam lemari kaca dan mendapatkan ide, "Dia hanya akan terbangun jika bertemu dengan seseorang yang mau mencintai dirinya lebih dari cinta yang kuberikan. Untuk itu lenyap lah dan segera pergi ke neraka!"

Ambang kesadaran Luz semakin tipis tapi ia yakin Manuel sempat mengatakan sesuatu.

"Jika aku tidak bisa memilikimu, maka begitu juga Erickson. Dengan begitu kami impas dan sakit hati yang ku alami bisa terbalaskan."

...----------------...

"Nona Anderson, kami harap Anda cepat membuka mata."

Sayup-sayup Luz mendengar orang-orang menyuruhnya bangun. Apa dia tertidur. Berarti dia masih hidup. Di dalam hati, Luz merasa lega bukan main. Ah, yang tadi itu mungkin hanyalah mimpi. Ya, mimpi. Mana mungkin di kota sebesar New York masih ada penyihir? Ha, itu seperti lelucon konyol untuk menghibur anak-anak.

"Nona Anderson?"

Suara itu memanggilnya dua kali. Luz masih mengantuk, ia memerlukan tidur lebih banyak agar bisa menjalani prosesi pernikahan dengan baik beberapa jam lagi.

Sontak bola matanya terbuka. Luz benar-benar akan menikah dan ia mengingat hal itu dengan jelas. Erickson menelponnya, bersiap dengan gaun pengantin, sampai Manuel gila datang. Oh, ya Tuhan!

Apa kejadian tadi sungguh nyata?

"Kau kira ini kamarmu sehingga bisa tidur seenaknya? Bangun!"

Luz cepat-cepat membuka mata dan berdiri. Tempat yang ia pijaki sekarang ini terasa sangat asing, seperti ruangan tanpa batas yang suram dan tidak tersentuh.

"Selamat datang di akhirat!"

"Astaga, ap-APA INI?!"

Makhluk aneh bertubuh seperti ubur-ubur menyala tanpa sengatan itu tertawa. "Jangan terkejut seperti itu, kita sama-sama makhluk tapi berbeda spesies."

"Dan apa maksudmu tadi." Luz menatap sekelilingnya. "Ini benar-benar di akhirat?"

Makhluk itu hanya mengangguk mantap. Satu lagi, dia terlihat seperti ubur-ubur yang berenang di udara.

Lama Luz mengamati sekelilingnya dengan takjub. Dunia semacam ini tidak pernah dilihatnya di rumah produksi manapun atau dalam rekayasa komputer secanggih apapun. Semuanya asli tanpa meninggalkan kesan cacat.

Jika di dunia nyata, tempat seperti ini jelas banyak dicari para sutradara. Sayangnya akhirat tidak bisa disewa untuk keperluan syuting. Diam-diam Luz menghela napas kecewa.

Merasa tidak diperhatikan, seorang pria bertubuh besar dan bercahaya yang duduk berkuasa di atas sana kembali memanggilnya masih dengan nada tidak bersahabat.

"Lovely Anderson wanita berusia dua puluh lima tahun asal New York dikirim langsung oleh Oz terakhir entah karena apa." Pria itu masih sibuk dengan bacaannya tentang biodata Luz. Biodata singkat lebih tepatnya.

"Itu karena aku menolak cintanya."

Mata pria itu berpindah, "Permisi?"

"Aku menolak cintanya dan dia berbuat jahat seperti ini padaku. Dasar brengsek, tunggu saja aku akan pulang sebentar lagi dan melaporkannya ke polisi."

"Oh, jangan menghujat sembarang orang apalagi jika itu Oz. Tapi apa kau benar-benar serius jika Oz mencintaimu?"

"Maksudmu Manuel, kan. Dia menyatakannya langsung padaku beberapa menit sebelum semua ini terjadi!"

"Oh, kau menyia-nyiakan kesempatan langka."

"Tidak, terima kasih. Sekarang aku harus kembali ke dunia secepatnya karena pernikahanku sebentar lagi dimulai."

"Kau bercanda?" Pria itu terkekeh. "Ini alam akhirat, bukan cafe dua puluh empat jam yang bisa pulang datang semudah itu."

Luz terbelalak. "Jadi aku tidak bisa kembali?!"

"Woohoo, relax girl." Pria itu mengambil buku lain membalik beberapa halamannya lalu kembali berucap, "Karena di sini Oz terakhir mengucapkan jiwa yang dirasuki kabut hampa akan pergi dan tertidur selama-lamanya bukan jiwa yang dirasuki kabut hampa akan pergi tertidur selamanya, mungkin masih ada sedikit kesempatan untukmu hidup."

"Benarkah?" Ekspresi Luz kembali cerah.

"Apa Oz salah bicara? Eh, tapi apa peduliku." Pria yang Luz sangka malaikat itu sempat bergumam sebelum berujar lagi, "Ya, ada beberapa pilihan di sini. Kau ingin hidup menjadi apa?"

"Apa ini sejenis hidup kembali. Bukankah aku sudah mati?"

"Ya, bisa dibilang seperti itu."

"Katakan."

"Kau bisa hidup kembali menjadi bebek, sapi, babi hutan, paus orca, walrus, cheetah, monyet merah, kukang, anjing bulldog, bung—"

"Apa maksudmu, aku ingin kembali. Ke .Dunia. Dengan. Bentuk. Manusia!"

"Ah, bentuk manusia, ya. Kenapa tidak mengatakannya sejak awal." Pria itu tanpa pikir panjang mendorong sebuah tuas di samping mejanya bertepatan dengan sorot lampu yang berada tepat di atas Luz berubah warna menjadi ungu. "Selamat menikmati duniamu kembali, anak manusia."

Setelahnya Luz merasa tubuhnya seperti terjatuh dari ketinggian yang tidak main-main sampai gadis itu berteriak keras. Dirinya seolah terlempar dari langit, masuk semakin dalam menembus atmosfer bumi dan ia hanya bisa berpasrah. Baru ingin hidup lagi, tapi ternyata dirinya dilempar seperti barang tahan banting seolah tiada harganya.

Luz menyerah. Setelah menghantam tanah, tulangnya pasti remuk tak bersisa.

Tak lama apa yang dikhawatirkan Luz tidak terjadi. Punggungnya sama sekali tidak terasa pegal, justru terasa seperti menabrak sebuah kapas lembut nan empuk. Apakah ini di surga?

Tapi tunggu, atau jangan-jangan dirinya sudah kembali?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!