Pernikahan di Bawah Umur/ Underage Marriage
.
.
.
.
Gabriel Wijaya Altas atau pun yang akrab dipanggil dengan sebutan Gabriel. Laki-laki tampan yang dapat memikat banyak hati para wanita melalui parasnya yang seperti anime hidup. Di umurnya yang menginjak 16 tahun semakin membuat lelaki itu terlihat dewasa. Di media-media serta majalah sering memberitakan dirinya yang mana salah satu Putra dari pengusaha terbesar Indonesia, Arsen Wijaya Altas yang namanya selalu hangat dikalangan masyarakat.
Lelaki yang terlihat menawan itu berbanding terbalik dengan auranya. Gabriel sangat membenci orang-orang yang berusaha mendekatinya hanya karena wajahnya yang tampan serta anak pengusaha dari pentolan Indonesia.
Baginya manusia itu kebanyakan munafik, mereka mendekat karena ada maunya. Maka dari itu ia berusaha membuat sekat dengan aura dinginnya agar ia tidak salah memilih teman.
Namun apa jadinya jika Gabriel yang kita ketahui sama-sama sangat cool dan gila belajar tiba-tiba dijodohkan orang tuanya dengan anak teman mereka. Dirinya masih duduk di bangku SMA, umurnya saja belum cukup untuk menikah alias di bawah umur.
Tapi Gabriel masih dapat menerima jika wanita yang dijodohkan dengannya masuk ke dalam kriteria calon istri idamannya, namun ini? Gabriel hanya bisa pasrah saja ketika orang tuanya menjodohkan dia dengan wanita centil yang suka mengemis-ngemis cintanya.
Rara Andira, wanita cantik keturunan Jepang. Wanita yang paling membenci pelajaran, namun sangat menjunjung tinggi ilmu bela diri. Seorang perempuan tomboy dan sangat bersikap bar-bar. Memiliki dua sahabat yang keduanya berjenis kelamin laki-laki, Reza dan Adhan.
Tahun ini dirinya baru saja memasuki umur yang ke 16 tahun. Tak asing lagi jika di sekolah ia dikenal dengan perempuan yang sangat menggali most wanted sekolahnya yang melainkan seorang Gabriel Wijaya Altas.
Dan akibat tingkah buruknya di sekolah dan selalu mendapatkan nilai merah di semua bidang pelajaran lah yang menjerumuskan Rara ke dalam sebuah perjodohan. Dengan perjodohan mereka orang tua Rara berharap jika Gabriel yang terkenal akan kepintarannya dapat mendongkrak bakat yang terpendam di dalam diri Rara.
Rara tidak menolak karena dia memang sangat mencintai Gabriel.
Sedangkan Gabriel? Laki-laki itu sangat frustrasi saat mengetahui calon istrinya adalah wanita yang paling ia benci.
"Rara yakin Gabriel bakal cinta sama Rara. Dan Rara juga yakin Gabriel akan tergila-gila dengan Rara. Hidup ini tidak ada yang tidak mungkin, kehidupan adalah sesuatu merubah apa yang tidak mungkin menjadi mungkin."
____Rara Andira____
"Sampai Palestina merdeka pun gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo. Hanya ramalan basi yang mengatakan suatu hari nanti gue bakal suka sama lo."
____Gabriel Wijaya Altas____
Bagaimana perjalanan pernikahan mereka? Apakah Gabriel akan mencintai Rara? Dan bagaimana pula Gabriel bertahan dari sikap agresif Rara yang suka menyerangnya dan bisa saja menggoyahkan iman seorang Gabriel Wjaya Altas?
Temukan jawabannya di Novel Pernikahan di Bawah Umur ini.
Pagi ini adalah pagi yang cerah dengan sejuknya pemandangan. Cuaca yang tidak terlalu mendung membawa rasa keharmonisan yang menenangkan. Suara kicauan burung di pagi hari semakin menambah semangat untuk melakukan aktivitas. Tiupan dedahanan yang melambai bagaikan diterpa badai.
Seperti pagi biasanya Gabriel selalu melakukan aktivitas yang sudah menjadi rutinitas, sekolah. Dirinya memang sangat menggilai pelajaran bahkan ia ahli di bidang semua mata pelajaran. Tak heran lagi jika ia sering menjadi utusan sekolah SMA Kebangsaan sebagai duta perwakilan olimpiade tingkat apa-pun. Dan hasilnya tidak dapat diragukan jika ia selalu membawa pulang mendali emas.
Dan jangan lupakan wajah tampannya yang masuk Awards sebagai orang tertampan di dunia. Gabriel tidak mengetahui apakah ketampanan yang ia miliki adalah sebagai anugerah atau mala petaka.
Namun selama perjalanan hidupnya Gabriel merasa jika ketampanan yang hakiki dimilikinya berupa mala petaka. Banyak para gadis yang berbondong-bondong mendekatinya seperti kurang kerjaan. Sungguh ia sangat risih kepada mereka yang terang-terangan menyatakan cinta. Ia membenci ketampanan ini, karena wajahnya ia selalu dimata-mati.
Seperti pagi ini, baru saja Gabriel turun dari mobil tiba-tiba dirinya langsung dibuat memutar bola mata jengah akibat sambutan mereka yang terkesan alay. Banyak para wanita yang telah menunggu di depan gerbang sambil membawa spanduk yang bertuliskan namanya serta terdapat gambar.
Mereka semua histeris ketika ia berjalan mendekati gerbang. Suara teriakan memekakkan yang selalu ia dengar kini menyambut paginya yang semula cerah menjadi tandus. Dalam hati Gabriel berkata, sudah seperti Idol Korea aja gue.
"Gabrielll!!!!!"
"Aaaa suami gue udah datang."
"Duhai cintaku sayang ku!!!!"
"Ya ampun tampan banget. Jangan diambil suami gue itu!!"
Sekiranya itulah suara teriakan mereka. Entahlah kenapa mereka bisa-bisanya mengclaim dirinya sebagai milik mereka, padahal ia saja tidak ada mengkonfirmasi hal itu, memang sakit jiwa mereka.
Gabriel menggeleng dan berlalu melewati mereka begitu saja dan tak menghiraukan para wanita cabe itu yang ingin memberikan kado, yang tentunya isi dari kado tersebut bukan sembarang isi, Gabriel tau itu. Namun ia tidak mau mengambil pemberian mereka karena sangat mudah bagi seorang Gabriel Wijaya Atas memberi barang-barang yang lebih mahal dari pada itu, mereka memang bodoh sudah tau ia anak sultan tapi masih saja diberikan barang murahan. Mereka pikir dia siapa?
Gabriel memasang earphone ke telinganya agar dapat menghindari mendengar suara teriakan mereka yang bisa saja membuat telinganya mengeluarkan nanah.
Langkah kaki Gabriel terhenti ketika seorang wanita dengan rambut yang berwarna pelangi mencegat jalannya.
"Mau apa lo?" Tanya Gabriel sinis. Ia menatap penampilan wanita tersebut, ingin sekali ia tergelak melihat penampilan perempuan itu. Rok di atas lutut, baju kesempitan, rambut pelangi, anting yang kepanjangan, bibir merah merona, wajah dimerah-merahkan, dan banyak lagi yang tak dapat ia jelaskan.
"Gu-gue ma-mau kasih kamu kado. Nih!"
Gabriel melirik kado tersebut, lumayan besar. Ah bodoh amat palingan isinya jaket murahan yang beli di obralan, susah sekali.
"Gue nggak butuh. Gue bukan anak orang susah yang minta sumbangan. Sana lo! Muak gue liat muka lo yang kaya ondel-ondel. Muka kaya begitu mau dekatin gue nggak level. Huh."
Gabriel meninggalkan wanita itu yang terdiam merasa dirinya terhina. Ia mengepal lalu berbalik melihat punggung Gabriel yang telah menjauh.
"Gue sumpahin lo jadi bucin!!!!"
Mendengar pekikan wanita itu yang menyumpahinya refleks Gabriel langsung berbalik. Ia tersenyum mengejek kepada wanita itu.
"Nggak akan mungkin." Gabriel kembali melanjutkan perjalanannya menuju kelas. "Dasar cabe semata harga seribu. Nggak ada kerjaaan banget sih, apa yang ada di pikiran mereka? Sudah tau ini sekolah masih aja dandan kaya jalang yang kastanya lebih rendah dari pengemis."
Gabriel rasanya ingin berteriak saja ketika sepanjang jalan orang meneriaki namanya dan menyanyikan yel-yel. Gendang telinganya mau pecah, Gabriel tidak akan sanggup jika selamanya begini. Kapan dia tenang?
"Bangga lo semua wanita ngagungkan nama lo?"
Gabriel spontan menoleh ke arah seorang laki-laki yang sedang berjalan beriringan dengannya. Ia mendengus ketika berdekatan dengan orang ini, Mulyadi. Raja masalah di sekolah ini.
Gabriel tak menimpali. Ia meneruskan perjalanan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana abu-abu dan tangan kanan memegang tali tas ransel. Merasa teracuhkan Mulyadi pun menggeram.
"Jangan sombong lo. Liat saja nanti gue bakal membalikkan keadaan."
"Terserah lo, gue nggak mengharapkan dikejar-kejar para cabe itu."
"Tapi gue heran kenapa mereka naksir lo. Padahalkan tampilan lo culun banget."
"Itu karena wajah gue tampan, nggak kaya lo yang sebelas dua belas sama monyet." Gabriel menoleh ke arah Mulyadi sambil tersenyum meremehkan.
Sedangkan Mulyadi tak dapat memendam kemarahannya lagi ketika mendengar omongan Gabriel yang terang-terangan menghinanya. Ia berdiri di depan cowok itu seraya menarik kerah baju Gabriel, namun Gabriel tak menggubris kelakuan lelaki itu, biarkan para fans nya saja yang menghakimi Mulyadi.
Cengkeraman Mulyadi mengurang hingga benar-benar terlepas ketika mendengar samar-samar suara wanita dari arah lapangan. Ia berbalik dan menoleh ke lapangan, dan benar saja. Seorang wanita cantik yang menjadi incaran para lelaki sedang memegang toak seperti sedang mengumumkan sesuatu.
Semua orang mengerumuninya dan terfokus kepada wanita itu. Rara Andira berdiri di lapangan dan sedang menatap Gabriel dengan senyuman kebahagiaan. Sedangkan orang yang menjadi objek hanya menatap datar Rara.
"Perhatian semuanya. Hari ini gue pengen ngungkapin sesuatu di depan kalian semua!!!!"
"Alah palingan mau ngungkapin kalau dia masuk ruang BK lagi, teman-teman mendingan kita cabut dari sini, usah dengarin wanita gila itu," sahut seorang wanita yang tadi ingin memberi kado kepada Gabriel.
Rara memandang wanita itu dengan penuh kekesalan, "Ya sudah kalau lo mau pergi. Silakan gue nggak larang, lagian siapa juga yang mau lo ada di sini. Sana, sana, pergi lo!!!" Usir Rara.
"Eh Rara! Kalau lo ngumpulin kita buat dengarin ocehan lo mendingan dibubarkan aja. Kita-kita masih banyak kerjaan lain!!"
"Betul itu!"
"Betul. Mendingan kita pergi aja dari sini!"
Rara melotot mendengar mereka ingin bubar. Padahalkan ia belum menyampaikan isi pengumumannya. Tidak bisa dibiarkan ini, ia harus bertindak agar tak dipermalukan lagi seperti sebelumnya.
"Guys!! Sabar dulu, jangan bubar. Gue belum samapian apa yang ingin gue umumkan."
"Yasudah cepetan!!" Kali ini bukan suara murid yang menggesaknya melainkan suara guru yang ikut berkumpul di lapangan yang penasaran dengan pengumuman yang ingin diberikan Rara. Buka hanya satu guru melainkan hampir semua guru.
Rara melihat para warga SMA Kebangsaan yang antusias ingin mendengar umuannya pun mengulas senyum. Pokoknya hari ini harus tersampaikan.
"Gabriell!!" Teriak Rara sehingga membuahkan para pendengar melirik kepada Gabriel yang tengah berdiri agak jauh dari lapangan, cowok itu juga penasaran sekaligus bosan dengan peristiwa ini.
"Gabriel Wijaya Altas hari ini Rara Andira ingin menyatakan jika Rara mencintai Gabriel! Rara rela lakuin apa-pun untuk Gabriel! Rasa cinta Rara lebih tinggi dari gunung Everest, dan lebih luas dari gurun Sahara, lebih panjang dari sungai Nil, lebih dalam dari laut Merah, dan lebih putih dari air Mineral. Gabriel maukah kamu menjadi pacar Rara?"
Sontak semua yang berada di sana langsung terkejut. Mereka menatap Gabriel dengan tatapan berbeda-beda, menunggu jawaban lelaki itu.
Gabriel dibuat emosi dengan pernyataan Rata barusan. Wajahnya memerah karena marah dan malu yang disebabkan wanita itu. Ia berjalan cepat menghampiri Rara dan menarik Rara menjauh dari lapangan.
"Ih... Gabriel jangan tarik-tarik Rara. Sakit tau," keluh Rara sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan kekar Gabriel yang terasa sangat kuat.
Gabriel berhenti dan diikuti Rara. Ia menghempaskan tangan wanita itu, hingga tampaklah bekas kemerahan akibat cengkeraman nya yang terlalu keras.
"Apa-apaan sih lo? Bikin malu gue aja. Sudah berapa kali gue katakan kalau gue nggak suka sama lo!!! Dan hari ini lo sudah benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya lo nyatain perasaan di depan umum dan ditonton guru lagi. Dasar perempuan kehilangan saraf. Gue ingetin lo sekali lagi, jangan pernah sekali-kali lo ngulangin kejadian tadi, kalau lo ulangin lagi, lo bakal gue gusur dari sekolah ini. Ngerti lo?"
Rara menggeleng polos. Dirinya memang tidak mengerti apa yang telah dikatakan Gabriel.
Gabriel menarik napas panjang lalu menghembuskan sabar. Ia menepuk jidatnya, mimpi apakah ia malam tadi hingga hari ini ia mendapatkan azab.
"Dasar bocah! Sudah bocah sok ngerti lagi dengan cinta-cintaan. Dasar generasi micin," umpat Gabriel frustrasi, kenapa bisa-bisanya ia bertemu dengan wanita menyebalkan ini sih.
"Kan Rara kids zaman now."
Gabriel menoleh tak percaya dengan ucapan Rara barusan. Ia menggeleng keheranan dengan tingkah Rara.
"Intinya lo jangan pernah lakuin hal tadi lagi."
"Jadi Gabriel terima cinta Rara atau enggak?"
"Yah enggak lah!" Ucap Gabriel cepat menimpali, "Siapa sih yang mau sama lo. Monyet aja liat lo langsung lari."
Setelah mengucapkan kata yang menyakitkan, Gabriel berjalan meninggalkan Rara yang terdiam di lapangan. Namun baru beberapa langkah ia berjalan tangannya dicekel hingga ia pun berbaik kembali menatap Rara dengan dingin.
"Gabriel kok gitu sih sama Rara?"
Gabriel menaikkan satu alisnya, "Emang gue kenapa?"
"Dingin banget."
"Kalau nggak penting usah ngomong sama gue," bentak Gabriel sehingga membuat mata Rara berkaca-kaca.
Ketika Gabriel ingin pergi, Rara kembali mencekal lengan lelaki itu menahannya.
"Ada apa lagi?"
"Rara cinta sama Gabriel."
"Rara stop, gue bisa gila liat lo kaya begini. Asal lo tau ya kita itu bagaikan langit dan bumi nggak akan pernah bisa bersama seperti lagunya Via Vallen."
"Tapi Rara bakal buat Gabriel seperti lagunya Melly Goeslaw Bagaikan langit. Rara yakin Gabriel pasti akan merindukan Rara seperti di lirik itu."
"Terserah lo." Setelahnya Gabriel pergi dari sana dan tidak mempedulikan Rara yang telah disoraki para penonton.
Tangan Rara mengepal atas penolakan Gabriel secara terang-terangan. Ia mengedarkan matanya ke semua orang.
"Huuu. Cewek halu!!!"
"Gila kayanya dia!!"
Rara menarik napas mendengar ucapan mereka.
"Stoppp kalian. Bubar-buar semuanya!!! Atau kalian semua mau liat jurus gue hah," tutur Rara sambil memperagahkan ilmu bela dirinya.
Tidak mau melihat Rara menyilati mereka, kumpulan orang-orang termasuk para guru pun bubar dari kerumunan sehingga menyisakan Rara dan sahabatnya di lapangan itu.
"Sudahlah Ra! Apa kata gue lo itu lupain aja sih si Gabriel sombong itu. Masih banyak laki-laki di luar sana yang ingin jadi pacar lo." Reza menepuk pundak Rara dan berdiri di samping wanita itu yang masih betah melihati punggung Gabriel yang makin samar.
"Kan masih ada Adhan," ucap lelaki itu percaya diri sambil menyisir rambutnya.
Sekilas Rara menoleh kepada mereka berdua. Wajahnya kembali lesu ketika melihat kedua sahabatnya itu. Tubuhnya serasa mau roboh karena tidak tahan hidup lebih lama lagi tanpa Gabriel.
"Tapi Rara maunya sama Gabriel!!" Teriak Rara sehingga orang disekitar langsung terkejut, ia menghentak-hentakkan kakinya seperti bocah yang tidak dituruti maunya.
"Kalian berdua ada ide nggak? Apa yang harus gue lakukan agar Gabriel suaka sama gue?"
Mereka semua tampak berpikir. Tiba-tiba suara Adhan yang melengking berteriak terdengar.
"Gue ada ide Ra!"
"Apa tu?"
"Tapi lupa," cengirnya sambil menggaruk telinganya.
Rara yang kesal menginjak kaki Adhan kuat, "Rasain lo!!"
"Auu sakit Ra!"
"Sudah-sudah gue punya ide nih." Reza pun membisikkan sesuatu ke telinga Rara hingga satu detik kemudian terlihat lah Rara yang tersenyum.
"Gimana?"
"Ok juga tuh."
Tringgg
"Sudah bel gue masuk duluan ke kelas."
Rara berjalan menjauh dari sana dan diikuti oleh kedua sahabatnya yang selalu mengawal Rara dari belakang.
________
Tbc
Yey sequel TMI sudah terbit. Jangan lupa like dan comen buat dukung cerita ini. Bukan update harian okey.
Koreksi jika ada typo
Bel tanda keluar main berbunyi kencang membuat para murid diam-diam berteriak di dalam hati karena kesenangan yang tak dapat diungkapkan sebab di depan mereka sedang berdiri guru killer yang kehadirannya sangat tidak diharapkan. Hanya mencari mati saja jika ingin berteriak di depan guru tersebut.
Rara yang duduk di paling sudut belakang tersenyum karena sebentar lagi ia akan menemui sang pujaan hati yang selalu menjadi penyemangat hidupnya. Gabriel, ah nama itu selalu membuat hati Rara berbunga-bunga. Meski ia duduk di kelas IPS tak membuat Rara goyah untuk mengintip Gabriel yang duduk di kelas IPA.
Dirinya yang tengah tersenyum sendiri langsung menjadi objek teman-teman nya di kelas tersebut. Reza yang duduk di samping Rara pun menusuk perut Rara menggunakan pensil. Sebab bukan hanya para murid saja yang memperhatikan wanita itu tetapi guru yang sedang mengajar pelajaran hari ini juga ikut mempelototi Rara yang belum sadar.
"Ra! Rara," bisik Reza membuat Rara seketika buyar dan menatap marah Reza.
"Apa-apaan sih lo Za. Gue lagi mengkhayal nih, jangan ganggu gue. Habiskan khayalan gue hilang gara-gara lo. Elo sih!!!" Tekan Rara sehingga orang-orang yang di sana berusaha menahan tawanya.
"Akhem akhem!! Rara Andira sudah puas mengkhayal nya? Kalau belum puas Ibu bisa beri kamu tempat mengkhayal di lapangan."
Mendengar suara itu Rara langsung menegang. Sebelum menatap ke depan ia lebih dulu menatap tajam ke arah Reza. Bisa-bisanya laki-laki itu tak memberitahunya. Rara memandang sang guru sambil menyengir tak jelas.
"Eh Ibu!! Rara sudah puas kok." Kata Rara canggung, "BTW kapan nih kita keluar mainnya, sudah bel tau Bu. Kita semua sudah lapar nih, masa Ibu tega biarin kami kelaparan, entar meninggal Buk!"
Yang Semula para murid ingin menghujat Rara tapi ketika mendengar ucapan Rara mereka mengurungkan nitanya karena mereka sependapat dengan Rara.
"Iya nih Buk. Kami semua sudah lapar, mungkin kalau nggak makan bisa mati Bu. Entar ibu juga kan yang ribet kalau kami meninggal," timpal seorang perempuan yang duduk di depan.
"Ya sudah kalau begitu. Assalamualaikum."
"Wallaikumsallam," jawab para murid serentak. Setelahnya mereka berteriak berpesata pora karena hawa mencengkam telah menjauh dari kelas.
Rara terkulai lemas di kursinya. Ia menampilkan wajah lega seraya memegang dadanya yang serasa bebas dari detakkan yang bisa saja membuatnya serangan jantung.
Ia menarik napas dan menatap Adhan serta Reza bergantian. Setelahnya ia menampilkan wajah juteknya ke Reza.
"Hampir aja gue masuk neraka. Ini semua gara-gara lo Za. Gimana sih lo nggak bilang kalau Buk Devi masih ada di depan," kesal Rara pasalnya ia sudah sering dan malah berlangganan dengan buk Devi untuk mendapatkan hukuman. Jika hari ini ia kena hukum lagi yang ada rencananya dengan Reza akan gatot, gagal total.
Reza menghembuskan napas sembari mendesah. Ia menggaruk pipinya yang tak gatal. Lagi-lagi di sini dia yang salah. Reza melirik Adhan yang tak mau ambil tau, sepertinya anak itu sengaja berpura-puar tak mengerti dengan masalah mereka agar tidak ikutan disemprot dengan Rara.
"Gue sudah kode lo. Lo nya aja yang nggak ngerti. BTW lo nggak usah manjangin ni masalah, lagi pula kan lo sudah bebas dari guru itu. Kalau lo nggak bergerak sekarang apa lo mau rencana kita gagal?"
Kontan Adhan langsung menatap keduanya. Rencana? Mereka mau mengadakan rencana apa? Kenapa ia tidak diajak? Wah dasar teman jahanam.
"Gitu ya kalian sekarang. Ada rencana tapi rahasia-rahasiaan. Huh..."
Rara sejenak menarik napas dan menatap Adhan. Betul juga kata Adhan, di dalam persahabatan mereka dilarang keras main rahasiaan. Adhan kan belum dikasih tau.
"Lo mau tau?" Tanya Rara seraya melipat kakinya. Ia duduk angkuh di kursinya seperti bos.
"Yaiyalah bege Gue mau tau."
"Sini telinga lo, gue kasih tau."
Adhan pun mendekatkan telinganya ke mulut Rara. Rara membisikkan rencana mereka terhadap Gabriel untuk menarik perhatian lelaki itu kepada Rara dan akhirnya Gabriel jatuh cinta dengan Rara.
"Gue kirain tadi lo mau santet dia," jawab Adhan asal dan mendengus.
"Adhan kalau ngomong hati-hati. Entar lo lagi yang gue santet."
"Eh jangan."
"Bagus kalau lo takut." Rara berdiri dari tempatnya berniat ingin keluar dari kelas dan pergi ke perpustakaan. Ia sudah hapal sekali jika Gabriel tidak pernah ke kantin. Gabriel selalu memakan bekal yang dibutakan ibunya.
Ketika Rara ingin pergi tiba-tiba ia mendapatkan cekalan dari Adhan. Lelaki itu menatapnya dalam dan Rara mengetahui makna tatapan itu, tatapan. keraguan.
"Gimana kalau misalnya Lo gagal Ra? Dan Gabriel makin benci sama lo."
"Kalau gue gagal tinggal gantung aja sang punya ide di Monas. Kan selesai."
Reza mendengus berpura-puar mengambek, "jahat banget sih lo Ra sama sahabat sendiri!"
"Dalam percintaan nggak ada kata teman. Okey! Sudahlah gue harus ke perpustakaan sekarang entar bel lagi."
"Semoga berhasil Ra!!!" Semangat Adhan.
"Hm."
________
Rara tersenyum saat melihat seorang laki-laki yang dicarinya. Lelaki itu duduk di sudut perpustakaan sambil membaca buku, belum lagi di depan cowok itu terdapat tumpukan buku yang belum dibaca oleh Gabriel.
Rara mengeluarkan bedak serta lipstik dari saku baju. Ia membetulkan rambutnya dan memoles bedak ke wajahnya serta mengenakan lipstik agar ia terlihat cantik di depan Gabriel.
"Sekarang gue sudah cantik," ujar Rara membanggakan kecantikannya. Ia menutup kaca bedaknya lalu meletakkan kembali ke dalam saku baju.
Sebelum menghampiri Gabriel, Rara memperbaiki bajunya yang agak kusut. Ketika ia benar-benar merasa sudah menawan Rara pun berjalan dengan anggun ke tempat Gabriel dan duduk di samping lelaki itu.
"Hai Gabriel! Kamu lagi apa?" Tanya Rara santun, kemudian matanya melirik ke tumpukan buk. "Oh lagi baca buku ya!"
Ucapan Rara membuat Gabriel yang sedang berkonsentarasi menjadi buntu ketika wanita yang sangat dihidarinya duduk di samping. Sumpah sama sekali Gabriel tidak pernah mengharapkan situasi ini.
"Ngapain lo ke sini?" Gabriel menggeser duduknya untuk memberi jarak dengan Rara. Ia sangat risih dengan para wanita kecuali ibunya dan Cilla.
"Emang Rara nggak boleh ke sini ya? Ini kan tempat umum? Kok Gabriel jahat sih ngusir Rara."
"Emang harus banget duduk di samping gue?"
Rara mengangguk amtusias, "Rasanya kalau nggak dekat sama Gabriel hidup Rara hampa kaya nggak ada kehidupan. Kan Gabriel sebelas dua belas sama Narkoba, sama-sama buat kecanduan."
"Jangan samain gue dengan benda haram itu. Gue tegasin ke elo jangan pernah Lo dekatin gue lagi. Gue sudah punya pacar," bual Gabriel. Ia menatap dingin Rara, ini yang ia tidak sukai dengan wanita zaman sekarang, nggak punya harga diri.
Gabriel menghela napas dan berdiri. Ia membereskan buku-buku yang berantakan di atas mejanya berniat ingin menjauh. Namun belum sempat ia melangkah tiba-tiba tangannya di tarik dan...
Cup
Rara tersenyum ketika telah berhasil mencium pipi lelaki itu. Dalam hati ia terpekik. Rencananya berhasil, Rara sangat yakin jika setelah ini Gabriel langsung jatuh cinta dengannya sesuai dengan janji Reza.
Gabriel menggeram. Ia menatap horor Rara sehingga Rara tercekat dengan tatapan itu, bukan itu yang diharapkan Rara. Setelah ia mencium cowok itu Rara berharap jika Gabriel menatapnya memuja buka tatapan membunuh.
"Berani banget lo ya cium gue. Dasar wanita murahan, bahkan sampai maunya lo geratisan beri ciuman lo itu." Gabriel mengusap bekas ciuman Rara yang menempel di pipinya, jijik sekali jika mengingat ketika Rara menciumnya.
"Ga-Gabriel Rara minta maaf. Ini se-semua salah Re-Reza."
"Sudah salah ngeles lagi, pakai nyalahin orang segala." Gabriel berdecih lalu pergi dari sana.
Melihat kepergian Gabriel Rara langsung tersentak merasakan seperti disakiti. Di lain sisi ia juga merasa bersalah telah mencium Gabriel sehingga membuat lelaki itu salah paham dengannya.
"Gabriel tunggu!!"
Rara mengejar Gabriel dan meraih tangan lelaki itu. Ia menggenggam tangan tersebut erat.
"Maafin Rara," sesal Rara dan menunduk.
"Hm." Gabriel menarik tangannya dari genggaman Rara.
Mendengar gumaman halus dari Gabriel membuat kehidupan terasa kembali lagi di hidup Rara. Ia tersenyum senang, itu artinya ia telah dimaafkan.
"Kamu maafin Rara?"
"Hm." Untuk kesekian kali Gabriel bergumam yang membuat Rara kembali mengembangkan senyumnya semakin lebar.
Gabriel terus berjalan cepat tak mempedulikan Rara yang tertinggal di belakang. Wanita itu sudah seperti pengawalnya saja yang tak pernah bosan mengikutinya. Gabriel tak menggubris, biarkan saja Rara lelah sendiri mengikutinya.
"Kamu punya nomor WA nggak?"
"Enggak."
"Instagram?"
"Enggak."
"Facebook?"
"Enggak."
"Nomor HP?"
"Enggak."
"Ponsel?"
"Enggak."
"Ish... kok semua nggak punya sih. Kalau Gabriel ponsel nggak punya terus kalau kita belajar online Gabriel pakai apa?" Tanya Rara sambil berusaha menyamakan jalan mereka.
"Pakai laptop. Lagian gue juga nggak punya aplikasi begituan." Gabriel menatap dingin Rara dan Rara membalasnya dengan canggung. Ia sedikit bingung dengan tatapan yang tak bersahabat dari Gabriel. Tapi Rara tidak masalah, yang penting baginya saat ini dapat berbincang berdua dengan Gabriel. BERDUA. Itu sudah lebih cukup bagi Rara.
"Nggak ada lagi kan?" Gabriel menghentikan jalannya lalu menatap dingin Rara. "Sekarang lo pergi, jangan pernah temuin gue lagi."
"Tapi Rara nggak janji. Rara pasti akan menemui Gabriel, nggak ada di dalam prinsip hidup Rara menjauh dari Gabriel."
"Cewek aneh." Gabriel berjalan lebih dulu meninggalkan Rara yang tengah mengercutkan bibir.
"Kenapa Gabriel dingin banget sih. Apa dia sodaraan sama beruang kutub ya? Ah pasti iya, kan mereka sama-sama dingin."
Rara menatap punggung Gabriel yang hilang ditelan kerumunan para siswa. Ada sedikit cemburu di hati Rara sebab di sekolah ini bukan hanya dia saja yang menaksir dengan Gabriel.
Ketika ia ingin berbalik dan menuju kelasnya tiba-tiba Adhan dan Reza telah berdiri di depan Rara. Rara menatap Reza tajam. Setelahnya ia menjewer telinga Reza.
"Asu lo Za. Gara-gara ide lo Za, reputasi gue di depan Gabriel buruk. Pulang sekolah nanti gue gantung lo di Monas."
"Maaf. Kan biasanya cowok nafsuan kalau dicium cewek."
"Itu kan elo Za!" Ujar Adhan menimpali.
Dertttt
Handphone Rara tiba-tiba berdering. Ia pun melepaskan jewerannya di telinga Reza dan mengambil ponsel nya. Rara sedikit mengernyit ketika yang menelepon dia adalah ibunya.
"Tumben banget Mama nelpon jam segini. Emang gue ada buat salah apa lagi hari ini sampai Mama nelpon. Perasaan nggak salah apa-apaan deh."
Rara mengangkat telepon tersebut dan meletakkannya di telinga.
"Halo Ma."
"...."
"Baik Ma. Mama kenapa nelpon Rara?"
"....."
"Enggak deh. Kek nya Rara bisa deh pulang cepat hari ini. Emang ada apaan sih?"
"......"
"Apa dijodohkan?"
_______
TBC
Insyaallah sore nanti update. Belum dihapuskan novel ini dari Favorit?
Like dan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!