NovelToon NovelToon

Ojek Cantik

Pertemuan

Bruukkkk...

"Aaa..."

Suara teriakan seorang wanita yang memakai jaket sebuah perusahaan transportasi khusus sepeda motor di Indonesia, terlihat memegang tangan kanannya karena terjatuh cukup keras dari atas motor.

Para pejalan kaki dan beberapa orang terlihat menolong wanita yang masih memakai helm di kepalanya.

Wanita itu meringis saat dia di papah ke dekat trotoar dan motor keluaran lama yang sudah tua namun masih tampak terurus, diangkat dan diparkirkan dekat dimana dia duduk.

Seorang pria yang sepertinya menabrak wanita itu dari belakang, turun dari dalam mobil sport Ferarri 812 GTS terbaru keluaran tahun ini.

Pria itu membuka kacamata hitam yang sempat dia pakai dan menggantungkan nya di leher kemeja putih bergaris yang menempel sempurna ditubuh nya.

Berjalan santai menuju wanita yang terduduk sambil mengusap tangannya yang dia yakini telah retak bahkan mungkin patah karena tadi sempat menahan berat tubuhnya yang jatuh dari ketinggian beberapa meter diatas motor.

"Hei cowo.. ngana musti tanggung jawab pa ini cewe!."

(Hei cowo.. kamu mesti tanggung jawab sama cewe ini)

suara seorang pria tambun yang berdiri tidak jauh darinya, bersuara.

"Iyo.. bawa Jo Ka rumah sakit dia. Kasiang katu eh.."

(Iya.. bawa ke rumah sakit dia. Kasihan)

Suara yang lain ikut menimpali dan menunjuk-nunjuk pria berkemeja putih dengan mobil sport nya.

"Mohon tenang bapak ibu sekalian. Saya pasti akan tanggung jawab, tolong bantu saya membawa nona ini ke mobil. Terima kasih sebelumnya." Suara bariton itu terdengar sedikit mengintimidasi semua yang ada disana, yang seketika langsung diam.

Ibu-ibu yang juga sedang berada di lokasi itu, memapah wanita yang tadi dia tabrak dengan motornya.

"Eh.. kita pe motor bagimana dang?."

(Motor aku gimana nanti?)

Suara lembut wanita itu sedikit mengalihkan perhatian pria berpakaian rapi yang menabraknya.

"Nanti kita simpang akang!."

(Nanti saya jaga)

Pria tambun yang sempat berbicara pada penabrak tadi, adalah seorang pemilik warung di dekat sana.

"Cari Jo kita pe warong ada tulis om Beng di spanduk, cewe!."

(Cari warung aku yang ditulis om Beng di spanduk, nona)

Sambung pria tambun yang ternyata bernama om Beng.

Wanita yang menjadi korban penabrakan pria dengan mobil sport nya mengangguk dan naik duduk disamping kursi kemudi, dibantu ibu-ibu yang ada.

"Saya permisi dulu bapak ibu.." pamit pria penabrak sopan dan bergegas masuk kedalam mobilnya, sebelum kembali di cerca macam-macam oleh sekumpulan massa yang mulai terkumpul di lokasi tabrakannya tadi.

"Aduh.." Suara korban wanita yang dia tabrak terlihat meringis dan menahan tangan kanannya yang semakin berdenyut.

"Siapa nama mu nona?."

"Cantik..!."

Pria itu melirik dan terlihat mengamati wajah wanita disampingnya yang masih menggunakan jaket ojol, dengan rambut yang sedikit berantakan diikat bun keatas dan wajah natural dengan pipi yang merah.

"Cantik memang.."

"Ha? Apa?."

"Nggak.. nggak ada apa-apa!", jawab pria itu keki karena tanpa sadar malah memuji wanita yang kesakitan karena ulahnya.

"Di dekat sini ada rumah sakit nggak? Eh.. Kamu ngerti bahasa aku kan?."

Cantik mengernyit, aneh sekali orang ini pikirnya. Memangnya dia tinggal dimana sampai tidak tahu bahasa Indonesia pria tampan dengan rambut yang sedikit plontos itu.

"Tentu saya mengerti Pak, saya juga kan orang Indonesia. Manado itu masih masuk negara kesatuan Republik Indonesia kalau Bapak tahu."

Pria yang membawa mobil tersenyum malu, "Yah maksud saya bukan gitu juga kali Cantik. Maksud aku tuh.."

"Eh di depan ada rumah sakit umum Pak, tinggal belok aja nanti ke kiri pas ada gapuranya!", potong Cantik.

Wanita dengan hidung mancung dan kulit sawo matang itu, tidak mau terlalu lama berbicara dengan orang asing menurutnya.

Lagipula tangan kanannya sudah sangat membuat Cantik ingin berteriak karena rasa sakit yang teramat sangat. Dia yakin kalau tulangnya pasti ada yang patah, ah sial sekali hari ini pikirnya.

"Bapak kenapa nabrak saya tadi?", suara lantang Cantik sedikit mengagetkan pria yang duduk tegap dibelakang kursi kemudi.

"Ah.. Itu."

Pria penabrak yang belum diketahui namanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba mencari alasan yang tepat agar wanita disampingnya tidak marah. Meski cantik, tapi wanita ini terlihat pemarah pikirnya.

"Tadi kamu yang tiba-tiba berhenti kan.. Jadinya aku nggak sempet injek rem tadi!."

"Apa? Ngana bilang kita brenti kage? Berarti ngana nda ba Lia jalang tadi kang! L*uji butul ni orang!."

(Apa? kamu bilang aku berhenti mendadak? Berarti kamu yang nggak liat jalan tadi! untuk seterusnya bahasa kasar ala orang Manado yahh guys)

Cantik mulai marah-marah nggak jelas pada pria penabrak disampingnya. Apes bener aku, udah nabrak orang malah diomelin sama driver ojol yang cerewet ini!. Untung Baek gua nggak digebukin massa tadi.

"Mbak.. Mbak.. Udah jangan ngomel Mulu, kita udah sampe ini!."

Pria itu turun buru-buru dari dalam mobil, dan memanggil seorang perawat untuk menjemput Cantik di mobilnya.

Dia tidak ingin kembali diomeli karena memapah tubuh wanita yang baru dikenalinya tadi.

"Permisi.. tolong di depan ada pasien kecelakaan sus.."

"Kecelakaan kenapa Pak?", suster muda dengan setelan putih-putih khas tenaga kesehatan bertanya pada pria tampan yang tadi sempat dilihatnya berlari masuk keruang IGD.

"Apa yahh.. Keserempet mobil sus. Sudah ayo cepat, kursi roda aja nggak perlu pake bed segala. Tangan nya yang patah kayaknya.." Kesal pria itu bersuara, bukannya cepat tanggap dalam menghadapi pasien yang membutuhkan pertolongan malah bertanya dan memperhatikan nya sedari tadi, batin pria itu.

Perawat yang tadinya sempat terpesona dengan kegantengan ala-ala artis ibukota itu, terhenyak karena diomelin olehnya.

Dia pun berlalu mengambil kursi roda dan mengikuti pria tadi yang sudah berjalan mendahului nya menuju mobil sport yang terparkir di depan pintu IGD.

"Pelan-pelan sus.." ucap Cantik sambil tetap menopang tangan kanannya menggunakan tangan kiri.

Perawat pun mendorong kursi roda dan membawa Cantik masuk kedalam ruang IGD.

"Tolong urus administrasi nya dulu Pak.."

Pria itu pun mengangguk dan menuju ruang administrasi agar korban tabrakan yang bernama Cantik bisa segera di tangani oleh dokter.

"Pasiennya nama siapa Pak?."

"Cantik.. Namanya Cantik!."

"Sakit apa Pak?." Petugas administrasi kembali bertanya.

"Kecelakaan Mbak, Keserempet mobil. Tolong di percepat mbak yah, saya harus pergi ini."

"Sabar kali Pak.. kita pe tangan cuma dua ini!."

(Tangan ku cuma ada dua ini), ketus petugas itu bersuara.

"Yang bilang tangan elo ada sepuluh siapa emang. Ish, udah cepetan! Aku nggak bisa lama-lama. Ini kartu nama dan uang satu juta untuk pengobatan awal pasien, nanti kalo kurang telpon aja langsung nomor gua!."

Selesai ngegas pada petugas administrasi tadi, lelaki itu berjalan meninggalkan ruangan administrasi dan sedikit berlari menuju mobil sport miliknya, yang masih terparkir di depan pintu ruang IGD dalam kondisi mesin yang masih menyala.

Dia tidak sempat berpamitan pada Cantik, wanita yang tadi dia tabrak karena harus segera menuju lokasi perjanjian tempatnya akan membangun sesuatu.

"Sialan. Aku telat ini!."

...∆∆∆∆∆∆∆...

Masih fresh from the oven cerita ini yahh guys..

Kalo kalian mau nyari yang action kayak dua novel sebelumnya,, disini gk ada hehehe 😁

Hanya ada romance di cerita ini..

Semoga kalian sukak yahh

Oh iya disini dicampur pake bahasa Manado yah,, ikut bahasa daerah asal author hehe..

Jadi nanti jangan bingung karena author tetap akan kasih artinya disetiap bahasa daerah yang digunakan..

Bahasa Manado hanya ada di beberapa part yahh guys

Sengaja author kasih biar nggak bikin ciri khas novel ini hilang hehehe 😁

********

Jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak-jejak cinta kalian disini..

Like

Coment

Rate

Vote

Terima kasih 🌹🌹🌹🌹

Cantika Hidayat

Yuk di goyang jempolnya...

***********

Namaku Cantika Hidayat, anak pertama dari dua orang bersaudara.

Aku lahir dan besar di Kota Manado.

Ayahku anak perantauan dari Jakarta menikah dengan Ibu ku yang asli Manado.

Setahun setelah aku lulus SMA, ayahku meninggal karena serangan jantung yang membuat hidup keluarga kami terguncang baik dalam segi psikis dan finansial.

Ayahku yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang ojek, meninggalkan satu buah motor keluaran tahun 2000 dan rumah sederhana untuk kami berteduh.

Dari sinilah cerita hidupku di mulai..

...******...

Hari ini mungkin adalah hari paling sial seumur hidupku. Aku yang berprofesi sebagai tukang ojek mengantikan ayah ku yang telah pergi mendahului kami semua, pagi tadi mendapat fiktif order dari seseorang.

Saat sampai disana untuk menjemput kostumer yang memesan namun ternyata tidak pernah ada. Aku malah harus kehujanan di hari yang masih terbilang pagi itu.

Udara Manado jika sedang hujan pada pagi hari cukup dingin untukku yang hanya memakai kaos tipis dengan jaket ojol yang membungkus tubuh bagian atas ku, dan celana panjang hitam yang selalu aku pakai hampir setiap hari karena nyaman untuk ku gunakan. Dengan sepatu kets murah yang aku beli di pasar 45 saat sedang obral waktu itu.

Sembari menunggu hujan reda, aku berhenti di halte bis yang kondisi atapnya sudah bolong banyak. Tapi mau tidak mau hanya disana aku bisa berteduh sebelum aku jauh lebih basah kuyup karena air yang turun dari langit ini.

Tiba-tiba ponsel di tas kecil yang selalu aku kalungkan di leher ku berbunyi nyaring.

Terlihat nama Utu, panggilan sayang keluarga kami untuk adik laki-laki ku yang bernama asli Tampan Hidayat.

"Halo Tu.."

"Kakak dimana? Kita da tunggu daritadi nda muncul-muncul reken no.. So Lat kita mo ka kampus ini Ka.."

(Aku tunggu kakak sejak tadi nggak datang-datang. Udah terlambat aku ini mo ke kampus).

"Disini ba Ujang Tu.. Ngana pesan Jo ojek laeng. Kita nda mo dapa kasana ini!".

(Disini hujan Tu.. Kamu pesan ojek lain saja. Aku nggak bisa kesana!).

Terdengar suara helaan nafas di seberang sana, "Biar Jo dang.. Kakak hati-hati ne, plang-plang ba bawa motor."

(Ya udah.. Kakak hati-hati yah, pelan-pelan bawa motor nya).

"Iyo, Utu le hati-hati ne. Belajar Bae-Bae di kampus supaya boleh cepat lulus kuliah kong dapa kerja bagus. Daa.."

(Iya, Utu hati-hati juga. Belajar baik-baik di kampus supaya cepat lulus kuliah dan dapat kerja bagus. Daa..)

Panggilan telepon itu pun berakhir setelah kami saling mengingatkan satu sama lain.

Adik ku Tampan berkuliah di salah satu Universitas terkenal di Kota Manado, mengambil jurusan Sastra Inggris di Fakultas Ilmu Budaya. Dia baru saja masuk semester tiga bulan ini.

Tampan sebenarnya tidak mau kuliah, dia ingin langsung bekerja saja masuk di salah satu toko retail berwarna biru kuning merah itu setelah lulus SMA.

Tapi aku bersikeras agar adik ku itu kuliah saja. Setidaknya biar aku saja yang cuma lulusan SMA diantara kami berdua. Aku ingin Tampan bisa sukses dan bisa merasakan bagaimana menjadi anak kuliahan seperti teman-teman nya yang lain.

Aku kasihan padanya meski kuliah, Tampan juga mengambil kerja part time di salah satu restoran mewah di kota Manado.

Katanya dia tidak mau hanya aku dan Mama saja yang mencari uang untuk dia kuliah dan makan, lelaki yang tidak pernah malu dengan statusnya yang mahasiswa tapi juga seorang pelayan restoran itu. Memang sejak dulu sangat mengerti bagaimana susahnya kehidupan kami setelah Papa meninggal.

Mama sampai harus bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, padahal saat itu aku juga sudah mendaftarkan diri di universitas pilihan ku waktu itu.

Tapi apa daya, manusia lagi-lagi hanya bisa merencanakan dan Tuhan lah yang menentukan.

Aku rela melepaskan sebagian mimpi ku untuk bisa kuliah dan bekerja di bank swasta, demi agar adik ku bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.

Karena di Kota ku ini, pria akan menjadi seorang kepala keluarga yang dari segi finansial dan pendidikan, haruslah baik. Belum lagi dengan latar belakang keluarga yang ikut menjadi nilai tambah pria tersebut.

Aku tidak ingin adik Tampan ku itu, harus putus cinta hanya karena masalah-masalah seperti itu di kemudian hari.

Selama sejam lebih aku menunggu di halte bis, hujan pun perlahan mulai reda. Aku kembali mengaktifkan aplikasi ojol di ponsel ku, yang sempat aku matikan tadi karena kesal dengan orderan fiktif yang aku dapatkan.

Dan aku bersyukur sekali, saat aplikasi itu diaktifkan. Aku mendapatkan orderan untuk mengambil barang dari toko bangunan yang terletak di kawasan Malalayang.

Aku pun langsung tancap gas menuju toko bangunan tersebut, dengan hati yang gembira. Setidaknya bintang yang akan aku dapatkan hari ini dari kepuasaan konsumen akan bertambah pikirku.

Dalam perjalanan menuju kesana, tiba-tiba aku ditabrak oleh sebuah mobil dari arah belakang.

Bruukkkk...

Aku terjatuh dari atas sepeda motor yang masih melaju. Untung saja aku tidak sampai terpental jauh ke depan jika tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku yang saat itu di depan motor ku ada mobil sepuluh bola yang juga sementara melaju.

Saat jatuh, aku refleks menahan tubuhku dengan kedua tangan. Namun lebih bertumpu pada tangan kanan yang memang menurutku lebih kuat dibanding tangan kiri.

Bunyi 'kretak' sempat aku dengar tadi, dan aku yakin pasti tangan ku retak atau bahkan yang terburuk patah.

Warga sekitar dan pejalan kaki datang berbondong-bondong mendekati ku yang masih tidak berdiri dari tempat jatuhnya aku.

Aku sempat meringis saat mereka ingin mengangkat ku berdiri duduk di trotoar jalan yang seketika itu juga langsung macet, karena tabrakan tidak terduga ini.

Aku lihat seorang pria tambun yang berada di belakang seorang ibu yang membantu ku berdiri tadi, tampak marah-marah pada seorang pria yang aku yakin sebagai orang yang menabrak ku tadi.

Sesaat aku bisa melihat kalau pria itu adalah orang berada. Terlihat dari jam tangan mahal yang dipakainya, kacamata yang digantungkan ke leher dalam kerah kemeja nya, dan tentu saja mobil mahal miliknya yang baru saja menabrak aku tadi.

Aku dengar dia berkata akan membawa ku kerumah sakit, aku pun mengiyakan saja saat dua orang ibu-ibu memapah ku kembali masuk kedalam mobil sport pria itu, yang wangi mobilnya tercium maskulin.

Aku bingung, apa lelaki ini menyemprotkan juga minyak wangi yang dia pakai di dalam mobil ini? Bau antara manusia dan benda tidak ada bedanya.

Pria itu menanyakan siapa nama ku dan aku hanya menjawab saja tanpa mau menanyakan kembali siapa dia.

Aku memang malas berbicara dengan orang asing kecuali konsumen yang memakai jasa ojol untuk ku bekerja mengumpulkan pundi-pundi uang dan bintang.

Saat aku tanya kenapa dia menabrak ku, lelaki itu tampak gelagapan tidak tahu harus menjawab apa. Aku yakin kalau dia berbohong padaku, terbukti karena dia mengatakan kalau aku berhenti mendadak di depannya yang saat itu justru lalu lintas sedang berjalan pelan meski kadang tersendat.

Aku tahu kalau dia pasti sedang sibuk dengan telepon genggamnya yang aku lihat sedang terenggok di bawah kakiku.

Inilah mengapa aturan polisi mengatakan untuk jangan menelepon atau menerima telepon saat sedang membawa kendaraan, karena selain membahayakan diri sendiri itu juga ikut membahayakan para pengguna jalan yang lain.

Saat aku dibawa masuk ke dalam ruang IGD, aku mendengar kalau perawat memintanya untuk mengurus administrasi dulu.

Aku sempat melirik sekilas lelaki yang kini seperti orang kebingungan mencari letak tempat pendaftaran pasien IGD disana. Itu terakhir kali aku melihatnya, setelah itu dia tidak pernah muncul lagi di depan ku.

"Cewe.. Nanti ada dokter tulang ne mo priksa dulu, abis itu mo Rontgen tu tangan. Tako kage Kong ada yang patah, soalnya itu so dapa Lia biru kwa.."

(Nona.. Nanti ada dokter tulang yang akan memeriksa mu, setelah itu akan di Rontgen tangannya. Takutnya nanti ada tulang yang patah, soalnya tangan mu yang sakit itu kelihatan sudah membiru).

Perawat yang tadi sempat terpana menatap pria penabrak aku, bersuara.

Aku sudah dipakai kan Gips dengan kain yang dikalungkan ke leher ku. Aku cemas, takut jika tulang ku benar-benar patah.

Aku tidak bisa bawa motor kalau sampai benar tangan ku patah, Mama pasti akan semakin susah kalau begini.

Sial! Ini gara-gara pengemudi yang sedang asyik menelepon, dan membuat aku menderita dan kesusahan seperti ini. Lihat saja bagaimana dia bertanggung jawab padaku setelah menabrak ku tadi. Pria sialan itu bahkan tidak menunjukkan batang hidungnya lagi di depanku.

"Mmm.. Sus, dimana cowo yang da bawa pa kita kamari?," ragu aku bertanya.

(Sus, dimana pria yang membawa aku kemari?).

"Oh.. tu cowo ganteng so pigi kata. Tadi dari bagian administrasi ada ba telpon Kong bilang kalo dia so Kase tinggal satu juta for ngana pe pengobatan disini, mar dia bilang Kase tau kata kalo ada le yang kurang. Dia kwa da Kase tinggal kartu nama disana!."

(Pria ganteng itu sudah pergi. Tadi dari bagian administrasi menelepon dan bilang kalau dia sudah tinggalkan uang satu juta untuk pengobatan kamu, tapi dia juga bilang kasih tahu kalau masih ada yang kurang untuk biayanya. Dia meninggalkan kartu namanya di bagian administrasi!).

...∆∆∆∆∆∆∆∆∆...

Masih berlanjut ini Guys..

Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian disini yahh..

Sebarin bunga yang banyak,, lalu kopi untuk menemani pagi Author

Terima kasih 🌹🌹🌹🌹

Leonardo Samuel Wijaya

Jangan lupa Like kesayangan author semua..

***********

Namaku Leonardo Samuel Wijaya, ibuku biasa memanggilku Dodo.

Aku sempat protes padanya, kenapa tidak panggil Leon atau Sam saja. Tapi ibuku mengomel kalau dia tidak suka anaknya menjadi kebarat-baratan.

Aku heran, kalau tidak mau begitu lalu kenapa tidak memberi nama Santoso atau Endanu saja?

Tapi menurut eyang ku, nama itu diberikan oleh seorang peramal yang sempat dia datangi sebelum aku lahir kedunia.

Mereka mengatakan kalau nama itu akan mendatangkan keberuntungan untuk ku, dan aku malah berpikir sebaliknya.

Alih-alih beruntung aku selalu gagal dalam urusan percintaan. Kalau bukan diselingkuhi ya dipeloroti oleh kaum betina.

Entah karena memang aku yang bodoh atau aku yang memang selalu sial bertemu dengan kaum mereka.

Namun suatu hari saat aku tidak sengaja bertemu dengan nya, pemikiran ku tentang mereka berubah..

...*********...

Pagi ini Kota Manado asal daerah Opa di guyur hujan lebat. Gue yang baru saja sampai tadi malam dari Jakarta, masih menyembunyikan diri di balik selimut bermotif batik bentenan itu.

Hah.. Kalo nggak inget hari ini gue harus bertemu dengan yang punya tanah untuk pembangunan dealer motor di kota ini, gue malas sekali untuk beranjak dari tempat tidur.

Sekitar jam sembilan pagi, gue turun dari lantai dua tepatnya dari kamar menuju ruang makan. Biasanya Opa dan Eyang (Oma) sudah duduk disana sambil menikmati sarapan pagi, setelah ngemil kue basah dan teh tadi pagi.

"Mau kemana hari ini Do?." Oma bertanya setelah gue duduk di kursi meja makan samping kiri Opa.

"Mau ke Malalayang Eyang.. Mau liat tanah yang ada disana. Katanya mau dijual sama yang punya," jawab gue sambil mencomot kue Panada diatas meja.

Oma tidak berbicara menggunakan bahasa Manado dengan gue, karena gue nggak terbiasa berbicara dengan bahasa asal Opa lahir. Tapi kalau dengar orang sini berbicara, gue sedikit mengerti lah artinya.

"Emang strategis tempat disana Do? Cari tahu dulu itu tanah dijual karena apa, jangan sampai karena punya kasus ato tanah gk hoki. Bisa rugi kamu nanti!," sambung eyang lagi.

Dia memang paling mementingkan hal-hal seperti itu, Oma percaya salah satu usaha bisa maju ya dilihat dari tempatnya dulu. Hoki nggak itu!

"Iya nanti aku cek dulu eyang.. aku pergi ya eyang, opa.."

Gue berdiri dan mencium pipi kedua orang yang tidak lagi muda itu. Kebiasaan di keluarga kami salah satunya cipika cipiki dulu sebelum pergi keluar rumah.

"Loh.. nggak sarapan dulu?", kali ini Opa bertanya.

"Nggak Opa.. Kan udah makan kue tadi, cukuplah untuk pagi ini."

Gue pun melangkah menuju pintu keluar rumah dengan dua lantai yang dicat berwarna putih polos.

Gue membawa mobil keluaran terbaru yang belum lama gue beli, sebagai salah satu hasil kerja keras gue selama ini.

Iya, gue punya beberapa dealer mobil di Kota Jakarta dan Manado. Dua dealer mobil di Jakarta dan satu dealer mobil di Manado. Dan rencananya aku akan membangun satu dealer lagi di kota ini, tapi dealer motor bukan mobil.

Gue ingin mencoba peruntungan di bidang penjualan kendaraan beroda dua itu, karena masyarakat Indonesia memang lebih suka membeli motor ketimbang mobil, mengikuti tingkat ekonomi masing-masing.

Karena hobi mengoleksi mobil membuat gue berpikir kenapa tidak membuka dealer kendaraan beroda empat itu saja, dan keluarga gue juga sangat mendukung usaha gue ini.

Keluarga kami memang memiliki usaha, Opa dulunya adalah pedagang yang memiliki toko di kawasan Calaca Manado. Dia menjual seragam-seragam sekolah dari TK sampai SMA, yang kini dilanjutkan oleh Tante gue Mince.

Sedangkan ayah, dia yang lahir di kota ini merantau ke Jakarta dan membuka dua buah restoran yang cukup dikenal disana. Serta menjadi supplier pengiriman barang dari Jakarta ke kota-kota lain.

Yah, bisa dibilang keluarga kami termasuk keluarga berada meski belum kaya, seperti pengusaha yang memakai setelan jas dan duduk di balik meja dengan gedung bertingkatnya.

Keluar dari kawasan rumah Opa dan Eyang, gue disambut dengan bunyi klakson mobil mikro yang memanggil penumpang. Serta motor-motor yang terkadang menyalip dari sebelah kiri, yang kadang membuat aku jengkel padahal jelas-jelas aturan berlalu lintas harus melambung dari sebelah kanan.

Semakin masuk ke jalan menuju arah Malalayang, tempat janji temu gue dengan yang punya tanah. Jalanan mulai tersendat, ah.. gue benci jika macet begini.

Sambil mengetuk-ngetukan jari telunjuk di stir mobil, tiba-tiba ponsel di samping kursi gue berbunyi.

Gue segera mengambilnya, takut jika yang punya tanah menghubungi. Tapi aku langsung kecewa saat ku lihat nama Alice disana. Mau apa lagi wanita ini pikirku, setelah kedapatan berselingkuh dari gue dia dengan tidak tahu malunya masih saja mengejar gue.

Tapi meski begitu, gue tetap saja tidak bisa mengangkat panggilan teleponnya setiap kali dia menghubungi. Entah karena gue penasaran atau memang gue yang belum bisa move on darinya.

Dengan malas gue menggeser tombol hijau, "Halo.."

"Sam.. Elo dimana? Gue denger Lo pergi ke Manado ya? Kok nggak ngajak aku sih.."

Gue mengernyit, kenapa gue harus ngajak elo juga sih. Lo kan bukan pacar gue lagi, ******!

Oh iya, temen dan mantan-mantan gue semuanya manggil gue Sam. Nggak ada yang tahu nama panggilan gue di rumah, gue nggak bisa bayangin gimana reaksi mereka kalo tahu nama panggilan gue nanti. Langsung jatuh pasti kesan cowo ganteng gue.

"Elo lupa ya kalo kita udah putus dua Minggu lalu Lis.. Ngapain juga gue ajakin elo, suruh ajakin selingkuhan Lo itu sana!", jawab gue sarkas.

Gue masih kesel banget tiap inget kejadian itu, tapi gue nggak bisa marah dan benci dengan Alice yang memang punya tempat penting di hati gue.

Menurut temen gue Roman, Alice punya banyak cowok yang nggak aku tahu. Awalnya aku nggak percaya omongan temen gue itu, tapi saat aku memergoki dia lagi jalan di Mall dengan seorang pria yang terlihat lebih matang dan kaya mungkin sambil pegangan tangan. Aku tahu kalo Alice memang punya banyak cowok kaya selain aku.

Ah sial! Kenapa aku malah ingat itu. Hati gue masih sakit tiap ingat pengkhianatan cewe blasteran indo Belanda itu.

"Nggak perlu ngegas gitu juga kali Sam.. Aku kan udah minta maaf sama elo. Gue pengen mulai lagi dari awal bareng sama elo Sam.." suara Alice terdengar memelas.

Dulu tiap denger suara memelas Alice, gue selalu nggak bisa nolak. Tapi sekarang, nggak akan lagi! Udah cukup dia bodohin gue hampir setahun hubungan kami. Apa yang dia minta selalu gue kasih, baju-baju mahal, tas branded, sampe mobil yang gue jual di dealer bebas dia pinjem kapanpun.

Tapi dasar yah nggak pernah puas, tetep aja dia selingkuh di belakang gue.

"Udah nggak perlu ngomong itu lagi, gue lagi sibuk bawa mobil ini. Nggak perlu hubungin gue kalo nggak penting! Ngerti Lo."

Gue langsung matiin panggilan telepon itu, dan berniat untuk memblokir nomor Alice disana. Tapi karena sibuk dengan layar ponsel ditangan, gue nggak sengaja nabrak pengendara motor di depan ku yang memakai jaket ojol.

Bruukkkk..

"Sial!."

Gue nggak sempet injak rem, dan gue lihat pengendara ojol itu sudah tergeletak di jalan aspal yang masih basah karena hujan tadi.

Beberapa orang terlihat mulai menolong pengendara yang gue tabrak. Gue mulai menyalahkan mantan pacar terindah gue itu, karena mengganggu konsentrasi gue membawa mobil. Ponsel gue jatuh di lantai kursi sebelah.

Gue pun segera turun dari dalam mobil sport yang gue yakin penyok di bagian depan, karena keteledoran ku sendiri.

Gue sedikit terkejut melihat pengendara yang gue tabrak tadi ternyata seorang wanita, dan sepertinya umurnya tidak jauh beda dengan gue.

Gue pun membawa wanita yang bernama Cantik itu menuju rumah sakit terdekat. Meski tampak kucel, tapi wanita berdarah Manado ini terlihat mempesona dengan rambutnya yang sedikit berantakan dan hidung mancungnya.

Gue seketika merasa bersalah saat dia bertanya kenapa gue menabrak nya dari belakang tadi.

Dan saat dia mulai mengomel gue merasa lebih bersalah lagi, karena sejak tadi dia meringis sambil menopang tangan kanannya yang gue rasa mungkin retak atau terburuknya patah.

Ah Sial! Kalo nggak inget gue punya janji penting hari ini, gue pasti udah nungguin wanita itu di rumah sakit dan mengantarkan nya pulang sebagai bentuk tanggung jawab karena sudah membuat dia celaka.

...∆∆∆∆∆∆∆∆...

Lanjut lagi gk nih.. 😆

Eitss..

Jejak dulu lah di karya author yang ketiga ini okey.. 🤭

Coment kalo kalian syukkahh dengan cerita ini yahh guys

Author sayang kalian semua 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!