A Squad, sebuah julukan yang diberikan oleh seorang dokter kandungan yang kala itu membantu persalinan seorang ibu yang dikaruniai hamil kembar empat.
Sang Papah memberikan mereka nama, Archee Putra Wicaksana, untuk anak lelaki mereka. Aylin Ayu Wicaksana, untuk anak kedua mereka, Amaris Ayu Wicaksana untuk anak ketiga mereka dan, Adelia Ayu Wicaksana anak terakhir dari saudara kembar empat itu.
Si kembar 4, tumbuh dewasa dengan cepat. Mereka sudah bisa mencari nafkah sendiri dan tak bergantung pada orang tua mereka. "Hmmm.... kalian tumbuh terlalu cepat nak" kata Mamah Ayu Larasati lewat panggilan video itu bersama anak-anaknya, beliau seorang dokter spesialis kejiwaan yang saat ini hanya menerima pasien di rumahnya saja.
Ya, dia adalah istri dari Duta Wicaksana, yang dulu dikenal sebagai Bupati Magelang kala itu, dan pernah menjabat menjadi menteri pariwisata dan ekonomi kreatif (Menparekraf).
"Iya Mah, rasanya baru kemarin aku mengadzani mereka saat Citra memberikan mereka padaku. Dan saat itu aku pun telah menyiapkan nama untuk mereka, yang berarti bulan purnama. Yang selalu diingat orang dengam sebutan A squad" kata Papah Duta.
"Ck, Papah dan Mamah lebay ih, orang kita aja yang ngejalani lama banget dewasanya" bantah Adelia Ayu Wicaksana, biasa disapa Adel, pengusaha muda, cantik, cerdik, dan sedikit tomboy. Berusia sekitar 27 tahun. Belum ingin menikah, masih ingin merasa bebas. Tak tertarik dengan yang namanya sebuah hubungan percintaan.
"Hahah, bener kata Adel Pah, Mah, tapi enakan jadi kecil ya? Kayak gak ada beban gitu" Sahut Archee Putra Wicaksana, biasa disapa Archee, seorang camat di sebuah daerah di Kabupaten Demak, usianya sama dengan Adel 27 tahun. Masih enggan menikah karena ingin memastikan ketiga adiknya bahagia dengan pilihan mereka masing-masing.
"Makanya Bang, buruan nikah gih! Kasih Mamah dan Papah cucu yang banyak biar rumah rame lagi!" timpal Amaris Ayu Wicaksana, biasa disapa Maris, seorang guru wiyata di salah satu SMA di Jakarta.
"Cie yang sudah dilamar tapi belum bisa dihalalkan! Hahaha! Pah, udah sih restuin Maris duluan" sahut Archee lagi.
"Ih, abang! Buruan cari jodoh kek! Jangan terlalu santai kayak di pantai.... Aylin juga nunggu Abang nih" timpal Aylin, Aylin Ayu Wicaksana, dokter umum di salah satu puskesmas di daerah Jakarta. Sudah ingin menikah, tapi terhalang oleh aturan sang papah.
"Pah, ayolah pah, ubah aturan papah itu. Archee ingin memastikan adik-adik Archee benar-benar menemukan jodoh dunia dan akhirat mereka. Gini deh, Archee bakalan mau nikah kalau semuanya udah nikah" kata Archee membujuk Papahnya.
"Sek to, Adel paling keri wae.... Pokoknya setelah kak Aylin dan kak Maris, terus bang Archee. Gak ada tapi-tapi bang!" elak Adelia yang masih enggan disuruh berumah tangga.
Mamah Laras dan Papah Duta menghela nafas dan geleng kepala. "Dari dulu kalian nih ributnya selalu hal beginian. Pusing Papah. Gak! Pokoknya tetap pada keputusan Papah. Archee, Aylin, Maris, 2 minggu lagi pulang! Bawa calon kalian masing-masing!"
"Archee belum punya pah, mereka saja dulu" sangkal Archee
Mamah Laras tersenyum. "Mamah punya calon untukmu"
"Blaisssss..... makanya nyari! Dijodohin kan??" Maris mengejek Abangnya. Archee memasang wajah melas. "Apaan sih mah? Gak ah, Archee gak mau! Ini sudah bukan jamannya Siti Nurbaya lagi Mamah....."
"Gak ada tapi-tapi! Kalian sudah waktunya berumah tangga. Yang 2 ngebet yang 2 nolak. Hadeeh...." kata Papah Duta.
"Udah ah, Archee mau lanjut kerja. Jam istirahatnya sudah habis. Gak tahu deh Archee bisa pulang apa tidak!" Kata Archee memasang wajah kesalnya. "Assalamualaikum" Imbuhnya dan mematikan sambungan video call itu.
"Ya sudah, kalian juga lanjutin aktivitasnya gih" kata Mamah Laras. Mereka mengangguk. Satu per satu mengakhiri panggilan video itu.
Adel pamit harus bertemu klien. "Adel Pamit Pah, Mah, ada meeting sama orang yang mau beli bibit lele" Mamah dan Papah mengangguk. Adel menyalami mereka. "Assalamualaikum"
"Waalaikum salam. Hati-hati" ucap Mamah Laras. Adel mengangguk dan mencium pipi masing-masing orang tuanya.
Ia berangkat menuju tempat pembudidayaan lele milik keluarganya. Butuh beberapa saat untuk sampai kesana. Tak lama dia pun sampai. Ia menghubungi kliennya yang ternyata sudah tiba terlebih dahulu disana.
Adel berjalan bersama Roni, sekretarisnya. Ada dua orang lelaki disana. Potongan rambut cepak, tubuh kekar. "Mereka tentara bu bos"
Adel tersenyum kecut sambil merapikan hijabnya. "Sudah rapi belum Ron?" Roni mengangguk. "Bu Adel ih!"
"Apa sih Ron?"
"Itu tentara lho"
"Ya terus kenapa kalau mereka tentara?"
"Ya siapa tahu saja jodoh bu Adel" Adel memutar bola matanya malas. Ia sudah sampai di depan kliennya yang memperhatikan bibitan lele itu. Ronu yang tengah sibuk dengan tabletnya tak fokus bahwa Adel sudah berhenti berjalan. Akhirnya, membuat Adel tersungkur dan jatuh terjerembab dalam pelukan kliennya.
"Adduh...." kata klien Adel.
"Maaf" kata Adel segera bangun dan mengulurkan tangannya membantu kliennya. Ia tersadar bahwa mereka bukan muhrim, jadi Adel melepaskan tangannya. Membuat kliennya kembali jatuh.
Adel meringis menahan sakit. "Maaf lagi.... Lupa kalau anda bukan muhrim saya" kata Adel sambil nyengir. Roni dan teman klien Adel tertawa melihat adegan itu.
"Diem kamu Ron! Gara-gara kamu nih!" Adel menyalahkan Roni. "Ya maaf bu Adel"
Klien Adel membersihkan kaosnya yang terkena rerumputan. "Yang namanya Pak Ilyas yang mana ya?" tanya Adel melihat dua orang lelaki itu.
"Jangan panggil pak, panggil bang atau mas saja. Umur kita gak jauh beda" kata Ilyas sambil membersihkan kaosnya dan nada jengkel. "Kenalkan ini teman saya, Imam namanya" imbuhnya
Adel mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Adel"
"Imam"
"Langsung saja lah, sudah badmood aku" kata Ilyas kepada Adel. Adel menjadi tak enak hati karena kesalahannya. Tapi, dia kan sudah minta maaf. "Masa cuma begitu doang marah sih?" Kata Adel bergumam. Ilyas meliriknya.
"Aku masih bisa dengar yang kamu ucapkan bu bos lele. Sudahlah, huft...." Ilyas menarik nafasnya. Menstabilkan emosinya.
"Duduk di saung sana saja pak"
"Ck, pak lagi"
"Iya! Maaf bang!" Adel mulai nyolot menghadapi Ilyas. Imam hanya menahan senyumnya melihat sahabatnya begitu ketus terhadap Adel.
"Jangan ketus-ketus sama cewek! Jatuh hati tahu rasa kamu Yas! Saya disini saja bu Adel, mau lihat ukuran lele yang banyak ragamnya" Ilyas membuang mukanya saat dinasehati Imam.
Adel mengangguk "Ron, tolong temani bang Imam, saya diskusi dulu dengan bang Ilyas"
"Siap bos!"
Adel mengajak Ilyas untuk duduk di saung. "Mari silahkan bang" Ilyas mengangguk. Mereka duduk berhadapan.
"Maaf atas kejadian tadi. Asisten saya memang suka ceroboh" Adel meminta maaf lagi kepada Ilyas. Ilyas mengangguk. "Gak papa, aku juga minta maaf karena ketus sama kamu. Itu karena aku sudah nunggu lama, tapi kamunya gak datang-datang"
Adel menyengir, menampilkan senyum manis nan gigi gingsulnya. Membuat Ilyas yang tak sengaja menatap matanya berdebar tak menentu.
"Oke, saya mulai terangkan dulu dari pemilihan bibit ya Bang?" Adel mulai membuka tabletnya.
"Bisa jangan terlalu formal? Pakai aku dan kamu saja lah. Umur kamu berapa?" tanya Ilyas sambil mencuri pandang kepada Adel.
"27 tahun, ya sudah lah, aku mulai terangkan dulu. Jadi...." Adel menerangkan tentang pemilihan bibit yang bagus untuk awal budidaya ikan lele.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Ilyas memperhatikan wajah Adel saat menerangkan tentang pembibitan lele itu. Adel yang tahu dirinya diperhatikan menghentikan penjelasannya. "Ehem..... Mau dilanjut gak nih?" tanya Adel.
Ilyas tampak gelagapan karena ketahuan memperhatikan Adel. Ia mengangguk. "Abang nyimak penjelasan aku?" tanya Adel sebelum melanjutkan penjelasannya.
Ilyas mengangguk. "Iya, jadi kalau kita mau ternak lele, pilih bibit mulai dari yang kecil, dipisahkan agar tak saling makan. Sebaiknya diletakkan di air yang mengalir karena lele suka dengan tempat seperti itu. Siap dipanen saat umur 3 bulan. Gitu kan tadi yang kamu jelaskan?"
Adel kaget, karena Ilyas ternyata mendengarkannya. "Jangan geer, aku dengerin kamu kok, bukan merhatiin wajah kamu" Membuat Adel merona karena salah paham.
"Hmm, Abang mau minum apa?" tanya Adel. "Sedikasihnya aja, ternyata peka juga sedari tadi kami belum diberi minum" ejek Ilyas. Membuat Adel menghela nafasnya.
"Sabar Del, sabar.... kalau bukan klien udah tak tendang bokongnya" gumam Adel sambil mengutak atik ponselnya memesankan minum untuk Ilyas dan Imam. Ilyas menahan senyumnya. Sungguh saat ini hatinya bergeta hebat berada di dekat Adel.
Ilyas Saputra, tentara di daerah Magelang, usianya 29 tahun. Diutus oleh Ayahnya untuk bertemu dengan calon jodohnya. Ilyas menyamar sebagai klien Adel karena dia sudah mendengar cerita dari pak Duta, bahwa Adel tidak akan pernah mau dengan namanya perjodohan.
Flash Back On
Pak Duta bertemu dengan salah seorang kenalannya, yang merupakan seorang purnawirawan TNI. Saat ini beliau mengelola bisnis tanaman hias.
"Assalamualaikum pak Bekti, apa kabar?"
"Waalaikum salam pak Duta, alhamdulillah baik, baoak sendiri apa kabar?" tanya pak Bekti. Duta tersenyum. "Alhamdulillah"
Ilyas datang dan menyalami Duta dan Ayahnya. "Pak Duta, kenalkan ini Ilyas. Anak saya yang nomor dua. Tahu sendiri kan kakaknya gugur dalam tugas?"
Pak Duta mengangguk. "Dia tentara juga pak. Masih single, tolonglah kalau bapak ada kenalan yang anaknya mau nikah dan belum punya jodoh, bisa dikenalkan dengan anak saya"
Ilyas menyenggol Ayahnya. "Ayah ih!"
Papah Duta tersenyum. Ia berpikir sebentar. "Ada, anak saya sendiri. Yang paling bontot. Namanya Adelia Ayu Wicaksana, agak tomboy anaknya, tapi, dia tidak akan mau jika dijodohkan. Ilyas, berani menaklukan hati anak Papah?"
"Insyaallah kalau jodoh gak akan kemana om" jawab Ilyas. Papah Duta suka dengan jawaban Ilyas yang terkesan tidak menolak. "Dekatilah dia dengan caramu sendiri, dan jika sudah saling ada rasa segera bertemu dengan Papah di rumah"
Ilyas tersenyum dan mengangguk. "Yas, bantu Pak Duta memilih tanaman untuk mempercantik taman rumahnya" perintah Ayah Bekti. Ilyas mengangguk. Mereka mulai memilih jenis tanaman hias yang ada. Sambil mencari tahu tentang Adelia.
"Papah ingin anak papah yang bontot juga segera menemukan pelabuhan bagi hatinya. Berhenti pada satu cinta yang akan kekal selamanya"
Ilyas tersenyum. "Do'akan Ilyas tidak ketahuan. dan semoga saja hati Adel memang bisa bergetar karena kehadiran saya om" Papah Duta mengangguk.
Flash Back Off
Minuman datang, Adel mempersilahkan Ilyas untuk meminumnya. "Silahkan diminum bang" Ilyas mengangguk.
"Mau lihat ukuran lele sekarang?" tanya Adel. Ilyas mengangguk. Mereka segera menuju empang. "Nah bang, bisa dilihat kan disini airnya selalu mengalir, tidak stuck berhenti. Ini yang sudah umur 3 bulan lebih. Sudah bisa dipanen. Ini yang biasa diambil para pedagang untuk dijual di pasar"
Adel mengambil serok ikan, mengambil contoh dan menunjukkannya pada Ilyas. "Gede kan?" katanya. Ilyas mengangguk.
Mereka berkeliling hingga ke bibit ikan lele dengan ukuran paling kecil. "Jadi, mau berapa ribu?" tanya Adel.
"Aku ambil 3000 dulu, oh ya minta nomor hape kamu, karena aku pertama kali belajar ini, jadi aku butuh bimbingan dari kamu"
"Pakai nomor yang tertera di kartu bisnis aku saja bang" Ilyas berdecak dan menggeleng.
"Aku butuh tanyanya kamu, bukan nomor yang dipegang asistenmu" Adel mulai geram dengan tingkah Ilyas. Tapi dirinya masih bisa menahan emosinya.
Akhirnya ia memberikan nomornya pada Ilyas. Mereka bertukar nomor ponsel. "Bibitnya mau dibawa sekalian?" Ilyas menggeleng.
"Aku gak bawa mobil, gak bisa kalau suruh bawa bibit sebanyak itu. Dan aku baru pulang ke rumah besok. Bisa diantarkan?" Adel mengangguk.
Adel penasaran dengan Ilyas. Mulai ada rasa ketertarikan dalam dirinya. "Memangnya abang kerja dimana sampai gak pulang ke rumah?"
"Batalyon, Abang kan juga punya rumah dinas disana"
"Oh, abang beneran tentara? Kirain" kata Adel. Ilyas berkacak pinggang sambil melihat bibit lele itu. "Kirain apa?"
Adel menyengir menampakkan gingsulnya lagi. Membuat Ilyas tak tahan untuk tak membalas senyumnya. "Eh, bisa tersenyum juga ternyata" goda Adel.
"Manusia ya bisa lah tersenyum"
"Kirain, kan sedari tadi dingin kayak kulkas!" Ilyas tertawa. Adel ikut tertawa. "Besok harus diantar kemana lelenya?"
"Besok jemput aku dulu di Batalyon. Selanjutnya ke rumah" Adel menautkan alisnya bingung.
"Ngapain aku harus ke Batalyon?"
"Aku nebeng pulang lah"
"Ha?" Ilyas tersenyum. "Berasa supir nih"
"Ya kan sekalian, kenapa? Gak ikhlas?"
"Ikhlas. Ya sudah kalau begitu, biar besok aku siapkam lelenya dulu. Sudah punya jaring kan?" Ilyas mengangguk.
"Aku punya temen di Batalyon, namanya Shanum, kowad, kenal gak?" Ilyas mengangguk. "Yang calonnya polisi itu kan?"
Adel mengangguk. Imam datang dan berdahem. "Ehm.... lancar nih kayaknya?" Ilyas membuang mukanya.
"Lancar apa maksudnya Bang Imam"
"Ngobrol bisnisnya bu, sama ngobrol yang lain juga. Hehehehe" Adel hanya tertawa renyah.
Mereka selesai melakukan pertemuan itu. Pulang ke rumah masing-masing. Malam menjelang. Adel sedang suntuk mengerjakan laporannya. Ia memilih menscroll.aku IG nya.
Ada chat masuk pada ponselnya. Ia melihat nama kontak itu. "Bang Ilyas, kenapa?"
Bang Ilyas : Assalamualaikum bisa telpon?
Me : Waalaikum salam. Ada apa bang?
Bang Ilyas : Lagi apa? Abang ganggu gak?
Adel menautkan alisnya. Ia menahan senyumnya.
Me : Ada apa?
Bang Ilyas : Gak papa. Lagi suntuk aja. Sepi
Me : Sama aku pun suntuk.... 😐
Bang Ilyas : Sudah sholat?
Me : Sudah
Bang Ilyas : Sudah makan?
Me : Sudah, Abang kenapa nanya hal begituan? Aneh ih. Aku kira mau tanya soal lele
Bang Ilyas : Sekarang tanya yang pribadi dulu. Lelenya nanti kalau udah mulai dibudidaya 😜
Me : Jangan bilang mau ngedeketin aku ya???
Bang Ilyas : Memang ada yang marah kalau Abang deketin Adel?
Adel tersenyum membaca chat Ilyas yang menyebut dirinya dengan namanya.
Bang Ilyas : Ya sudah deh kalau gak boleh kenal dan deketin Adel
Me : 😅
Bang Ilyas : Kenapa tertawa? Jawab kek
Me : Apanya?
Bang Ilyas : Salah kalau Abang deketin Adel?
Me : Deketin sebagai apa dulu nih?
Bang Ilyas : Deketin untuk dijadikan teman......
Me : Teman........
Bang Ilyas : Teman hidup
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Deg. Mata Adel terhenti pada kata itu. Hatinya berdesir. Perutnya mulas.
Bang Ilyas : Kalau memang boleh Abang deketin Adel, besok datanglah ke Batalyon bawa bibit lelenya. Jika tidak boleh, tolong antarkan ke alamat Abang. Jalan x nomor 33
Adel tak berani membalas pesan itu. Ia berlari keluar kamarnya dan menunjukkannya pada Mamah Laras.
"Gimana Mah?"
Mamah Laras tersenyum. "Tanya sama hati kamu sayang, jangan tanya Mamah. Tapi, kalau kamu mau tahu jawaban Mamah, silahkan buka hati kamu untuk Bang Ilyas. Mencoba tidak ada salahnya"
"Bukannya pacaran dosa mah?" tanya Adel lagi.
"Memang Bang Ilyas ngajak kamu pacaran?" Adel menggeleng. "Nah kan, dia mau dekat dengan kamu. Mungkin istilahnya ta'aruf lebih dulu"
"Cobalah" imbuh Mamah Laras. Adel kembali ke kamarnya dan membaca chat dari Ilyas lagi.
"Bismillahirrahmanirrahim" Adel mengetik membalas chat Ilyas.
Me : Besok mau dijemput jam berapa?
Bang Ilyas : Jam 4 bisa?
Me : Iya
Bang Ilyas : Jadi?
Me : Apanya yang jadi?
Bang Ilyas : Boleh Abang deketin kamu?
Me : Iya
Bang Ilyas : Yes! Selamat istirahat Dek, ketemu besok di Batalyon. Wassalamualaikum
Me : Waalaikum salam. Selamat istirahat juga Bang....
Adel tersenyum malu membaca chatnya. "Ih, kok kayak anak ababil gini sih?"
.
Sore itu Adel menepati janjinya menghampiri Ilyas di Batalyon. Ia juga menjenguk Shanum dan membawakannya makanan.
"Dari Mamah, Bang Hamka apa kabar Shan?" tanya Adel sembari menunggu Ilyas yang masih bersiap.
"Lagi diet dia, sekarang bobotnya udah 80kg. Alhamdulillah lah, biar turun dikit lagi. Di angka 70an lah". Adel tertawa.
"Orang doyan makan kok malah disuruh diet!"
"Ya Allah Del, kamu tuh gak tahu pas lamaran kemarin, sampai pakai kaos partai Papahmu coba..... Udah lah temen dia tuh pada gesrek semua otaknya. Eh, kenal Bang Ilyas dimana?"
Adel tersenyum. "Kepo lu!" Ilyas berjalan sambil tersenyum menghampiri Adel dan Shanum.
"Assalamualaikum" sapa Ilyas. "Waalaikum salam" balas mereka berdua.
"Del, tinggal dulu ya?" Shanum pamit karena Ilyas sudah datang. Membuat suasana menjadi canggung. "Kunci mobil mana?" tanya Ilyas.
Adel memberikannya. Mereka masuk ke dalam mobil. Melajukan mobil menuju rumah Ilyas. "Sudah makan dek?" tanya Ilyas menyebut Adel dengan sebutan baru.
"Ha? Makan siang maksudnya? Sudah. Kan sudah jam 4 Bang" Ilyas baru tersadar pertanyaannya ambigu. Ia menepok jidatnya "Bang" panggil Adel
"Hmm?"
"Abang tinggal dirumah dengan siapa?"
"Ayah dan ibu. Kenapa?" Adel menggeleng. "Gak papa sih... Abang pernah pacaran?" Ilyas mengangguk.
"Berapa kali?" imbuh Adel. "2 kali, waktu SD dan SMP" Adel menganga tak percaya dengan yang didengarnya.
"SD udah pacaran? Hahahah, Don Juan juga ya Abang ini...." Adel mulai lebih santai mengobrol dengan Ilyas.
Ilyas tertawa. Adel tersenyum melihatnya. "Banyakin senyum bang...."
"Kenapa? Lebih cakep kan kalau senyum? Pasti mau bilang gitu"
Wajah Adel seperti tomat rebus yang baru diangkat dari panci pemanas. "Gak ih, senyum kan ibadah!"
Ilyas tersenyum. "Kamu juga jangan banyak ngedumel dan marah"
"Kapan aku marah dan ngedumel?"
"Ih, lupa kemarin? Kan kamu ngedumel terus dek...."
"Ya itu kan karena Abang lagi jadi manusia kulkas! Sumpah nyeeeeebelin buanget! Galak lagi! Ada cowok model begini" Mereka berdua kembali tertawa.
"Bukan galak sih, lebih ke jual mahal. Memang cewek doang yang bisa begitu? Kami para lelaki pun bisa. Besok Abang libur, mau ditemenin kerja gak?" tanya Ilyas dengan jantung yang berdegup.tak beraturan.
Adel menahan senyumnya. Ia mengibas-kibaskan tangannya di depan wajahnya. Ilyas tertawa melihatnya. "Sini tak bantu kasih angin.. huuuuuftttt" Ilyas meniup-niupkan udara di sekitaran wajah Adel. Menepis jarak diantara mereka.
"Abang, fokus!" Ilyas kembali fokus pada jalanan. "Dekat sama kamu bikin hilang fokus"
"Ha? Dih, gombal!"
"Ih, beneran! Shanum siapanya kamu?" tanya Ilyas penasaran.
"Temen rasa saudara, dia anak sambung panglima TNI Indrajaya" Ilyas mengangguk. "Kami juga tahu itu"
"Kembaran kamu gimana kabarnya semuanya?"
"Baik, pada ngebet mau nikah noh. Males dengernya" Ilyas tersenyum. "Memang kamu gak ngebet nikah?"
Adel terdiam. "Kenapa diam? Ada yang salah sama pertanyaan Abang?"
"Abang, kalau Abang niatnya mendekati aku karena ingin cepat punya istri, lebih baik mundur. Aku masih ingin bebas melakukan hal ini itu"
Ilyas malah tertawa mendengar penuturan Adel. "Abang gak buru-buru. Tapi, kalau sudah sama-sama siap kenapa harus ditunda? Pemikiran kamu yang harusnya diubah dek, bukan berarti saat kita telah menikah dan berumah tangga kita tidak bisa bebas. Hanya waktunya yang terbatas"
Adel mengangguk mendengarkan nasihat dari Ilyas. "Besok abang libur dek, mau ditemenin gak kerjanya?"
"Bo....leh, kalau gak merepotkan" Ilyas tersenyum. "Besok abang jemput jam berapa?"
"Jam 6 Adel sudah harus berangkat dari rumah. Ngantarkan pesanan lele ke Wonosari. Yakin mau ngikutin pekerjaan Adel sehari full?" Ilyas mengangguk.
"Abang kan juga pengen tahu pekerjaan calon persit Abang"
Adel menoleh cepat ke arah Ilyas. "Ha? Apaan tadi?" katanya sambil menahan senyum. Ilyas hanya menyengir menjawab pertanyaan Adel.
"Abang ih... ngomong apa tadi?"
"Gak papa, Abang juga pengen tahu kehidupan pengusaha itu seperti apa. Orang tua Abang juga punya usaha soalnya"
Adel tetap tak percaya pada jawaban Ilyas. "Bohong ih"
"Gak percaya ya sudah. Memang kamu dengernya apa?" Adel terdiam. "Udah ah, gak usah dibahas"
Mereka telah sampai di rumah Ilyas. Ia mengajak turun Adel. Membuka bagasi belakang dan menurunkan bibit lele itu. "Sini tak bantuin satu"
"Gak usah dek, bawain tas Abang saja sana" Ilyas berjalan masuk terlebih dahulu. Adel mengambil tas Ilyas dan menutup bagasi belakang.
"Ini isinya apaan ya berat banget..... Batu kali nih" Adel kesusahan membawa tas ransel milik Ilyas yang begitu berat. Ilyas menghampirinya dan mengambil tasnya.
"Berat banget apaan sih isinya?" Ilyas tersenyum dan menggodanya. Ia membisikkan sesuatu di telinga Adel. "Cintaku padamu seberat isi tas ranselku"
Ilyas meninggalkan Adel yang tersipu malu. "Gombal!"
"Tapi seneng digombalin!" sahut Ilyas. "Ayo masuk, lelenya harus diapakan tuh?"
Adel menahan senyumnya dan ikut mengekor di belakang Ilyas. Mereka masuk ke dalam rumah dan disambut oleh kedua orang tua Ilyas.
"Assalamualaikum" ucap keduanya. "Waalaikum salam" sahut pak Bekti dan Bu Siwi.
"Ada tamu rupanya? Siapa ini Yas?" tanya Bu Siwi berpura-pura tak tahu. Ilyas dan Adel menyalami kedua orang tua Ilyas. "Tanya-tanya sendiri lah bu nanti, ini lelenya biar dimasukin ke empang dulu"
Bu Siwi dan Pak Bekti mengangguk. Ilyas dan Adel menuju empang. Adel langsung menyingsingkan lengan baju dan celananya, masuk ke dalam empang yang sudah diberi batas jaring itu.
Ilyas tersenyum melihatnya. Totalitas banget sih kamu, makin penasaran kan aku sama kamu.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Untuk beberapa episode kedepan masih Adel ya.... kakak2nya nanti. Nunggu jatahnya syuting masing2 😅
Mohon bersabar othor lagi ngurusin THR....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!